Lama Penjajahan Belanda di Nusantara

Lama Penjajahan Belanda di Nusantara
VOC berdiri pada tanggal 20 Maret 1602
Akibat ketatnya persaingan dagang antar sesama Negara eropa, oleh karena itu VOC di beri
keistimewaan seperti memiliki tentara sendiri(meskipun dibayar sendiri) serta hak atas nama
Pemerintah Belanda untuk membuat perjanjian kenegaraan dan
menyatakan perang terhadap suatu Negara. Wewenang inilah yang mengakibatkan serikat
dagang seperti VOC dapat bertindak layaknya satu Negara. Kemungkinan inilah sebabnya
banyak orang menyimpulkan penjajahan belanda dimulai sejak kedatangan VOC ke Nusantara.
Berbicara tentang hak istimewa VOC, hak istimewa ini dinamai Hak Oktrooi VOC. Setelah
Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) didirikan pada 20 Maret 1602, Staten-Generaal
memberikan hak tunggal (octrooi) untuk perdagangan dan pelayaran ke Asia. Ini artinya tidak
boleh ada pihak lain yang boleh melakukan hal sama, kecuali VOC.
Hak oktroi ini berlaku dalam jangka waktu tertentu dan sesudahnya dapat diperpanjang
kembali. Dalam hal hak oktroi untuk VOC masa berlakunya adalah 23 tahun dan terus
diperpanjang sampai akhirnya VOC mengalami kebangkrutan.
Dalam oktroi tersebut secara rinci dituangkan bagaimana organisasi VOC dan bidang
usahanya.
Menjelang akhir abad 18 masa berlaku hak oktroi VOC berakhir. Situasinya saat itu sudah
sangat berubah, VOC mengalami kemunduran sangat parah, dan akhirnya bangkrut pada 17
Maret 1798. Meskipun demikian hak oktroinya masih berlaku sampai 31 December 1800.
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Piagam/Charta tanggal 20 Maret 1602 meliputi:



Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan
dan sebelah selatan selat magelhans serta menguasai perdagangan untuk kepentingan
sendiri;



Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:

1. memelihara angkatan perang,
2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
4. memerintah daerah-daerah tersebut,
5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
6. memungut pajak.

Alasan kemunduran VOC ada pertengahan abad ke-18 adalah karena beberapa sebab
sehingga dibubarkan. Alasannya adalah sebagai berikut:



Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi



Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan



Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai
yang banyak



Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah
pemasukan VOC kekurangan



Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Prancis




Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis
dan liberal menganjurkan perdagangan bebas. Pada masa itu, Belanda di serang oleh
Prancis dan berhasil dikuasai. Napoleon Baonaperte menunjuk adiknya Luis Napoleon
untuk memimpin Belanda.

Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang
136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng,
kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia
Republik Belanda sudah jatuh ke tangan pasukan Prancis tahun 1795 dengan bantuan kaum
Patriot di Belanda. Hingga tahun 1806, Republik Batavia, sebagaimana sebutan untuk Belanda
pada saat itu, bertahan sebagai sebuah wilayah yang merdeka dari Prancis tetapi dalam
kenyataannya tidak bisa berbuat banyak tanpa persetujuan pihak Prancis. Tahun 1806,
Napoleon menunjuk saudara lelakinya Louis sebagai King of Holland dan Belanda menjadi
sebuah kerajaan. Hal ini menjadi fondasi bagi lahirnya monarki di kemudian hari. Tahun 1810
Napoleon menghentikan kekuasaan saudara lelakinya dan Belanda disatukan ke dalam
Kerajaan Prancis. Tiga tahun kemudian Napoleon dikalahkan dan dibuang ke Elba; Belanda
memperoleh kembali kemerdekaannya.

Berarti 1813 belanda baru merdeka sepenuhnya. Jepang mulai menjajah Indonesia pada Tahun
1942, dan Indonesia merdeka pada Tahun 1945.
Dengan kata lain apakah yang terjadi dari tahun 1813 hingga 1942 , mari kita cari.
Masa Pemerintahan Thomas Stamfort Raffles (1811-1816)
Pada tahun 1811 pimpinan Inggris di India yaitu Lord Muito memerintahkan Thomas Stamford
Raffles yang berkedudukan di Penang (Malaya) untuk menguasai Pulau Jawa. Dengan
mengerahkan 60 kapal, Inggris berhasil menduduki Batavia pada tanggal 26 Agustus 1811 dan
pada tanggal 18 September 1811 Belanda menyerah melalui Kapitulasi Tuntang.
jika rafles hanya mengusai jawa berarti tidak seluruhnya Indonesia, dan hal ini bisa di anggap
tidak sepenuhnya berkuasa atas Nusantara kecuali Indonesia hanya terdiri dari pulau jawa saja.

Setelah
Rentang antara tahun 1816 – 1942 (tentang sejarah)
MASA PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA (1816-1942)
a

Jenderal Baron Van Deventer. Salah satu komisaris jenderal yang memerintah pada masa
peralihan Inggris ke Belanda di Indonesia (1816-1942).

Kopi merupakan salah satu tanaman ekspor yang menguntungkan Belanda.


Oleh : SS-Hauptsturmführer Ajisaka Lingga Bagaskara

A.

Pemerintahan Komisaris Jenderal

Setelah berakhirnya kekuasaan Inggris, Indonesia dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda.
Pada mulanya, pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri atas tiga orang,
yaitu Flout, Buyskess, dan Van der Capellen. Mereka berpangkat komisaris jenderal.
Pemerintahan kolektif itu bertugas menormalisasikan keadaan lama (Inggris) kea lam baru
(Belanda). Masa peralihan itu hanya berlangsung dari tahun 1816-1819. Pada tahun 1919,
kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur jenderal, yaitu van der Capellen
(1816-1824).

Dalam menjalankan pemerintahannya, komisaris jenderal melakukan langkah-langkah sebagai
berikut.

1. Sistem residen tetap dipertahankan,
2. Dalam bidang hukum, sistem juri dihapuskan,

3. Kedudukan para bupati sebagai penguasa feudal/feodal tetap dipertahankan,

4. Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan dan para penguasanya dimanfaatkan
untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi,
5. Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.

Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus
berlangsung. Persoalan pokoknya tentang sistem yang dapat memberikan keuntungan
sebesar-besarnya bagi negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan
memberi keuntungan besar bagi negeri induk apabila urusan eksploitasi ekonomi diserahkan
kepada orang-orang swasta Barat. Pemerintah hanya mengawasi jalannya pemerintahan dan
memungut pajak. Kaum konservatif berpendapat sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil
bumi oleh pemerintah secara langsung akan menguntungkan negeri induknya. Kaum
konservatif meragukan sistem liberal karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi syarat.

Para komisaris jenderal kemudian mengambil jalan tengah. Di satu pihak, pemerintah tetap
berusaha menangani penggalian kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri induknya. Di
lain pihak, mencari jalan melaksanakan dasar-dasar kebebasan. Pada masa pemerintahan
Gubernur Jenderal van der Capellen juga dilaksanakan sistem politik yang dualistis. Pada satu

pihak melindungi hak-hak kaum pribumi, di lain pihak memberi kebebasan kepada pengusahapengusaha swasta Barat untuk membuka usahanya di Indonesia selama tidak mengancam
kehidupan penduduk.

Berbagai jalan tengah telah diupayakan, tetapi ternyata kurang memberikan keuntungan bagi
negeri induk. Sementara itu, kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia semakin memburuk.
Oleh karena itu, usulan van den Boschuntuk melaksanakan cultuur stelsel (tanam paksa)
diterima dengan baik karena dianggap dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negeri
induk.

B. Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) 1830-1870

Pelaksanaan 'cultuur stelsel' dalam prakteknya memberatkan kehidupan rakyat pribumi, karena
tidak sesuai dengan ketentuan 'staatblad'.

Istilah cultuur stelsel sebenarnya berarti sistem tanaman. Terjemahannya dalam bahasa inggris
adalah culture system atau cultivation system. Pengertian dari cultuur stelsel sebenarnya
adalah kewajiban rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku dijual di Eropa.
Rakyat pribumi menerjemahkan cultuur stelsel dengan sebutan tanam paksa. Hal itu
disebabkan pelaksanaan proyek penanaman dilakukan dengan cara-cara paksa. Pelanggarnya
dapat dikenakan hukuman fisik yang amat berat. Jenis-jenis tanaman yang wajib ditanam, yaitu

tebu, nila, teh, tembakau, kayu manis, kapas, merica (lada), dan kopi.

Menurut van den Bosch, cultuur stelsel didasarkan atas hokum adat yang menyatakan bahwa
barang siapa berkuasa di suatu daerah, ia memiliki tanah dan penduduknya. Karena raja-raja di
Indonesia sudah takluk kepada Belanda, pemerintah Belanda menganggap dirinya sebagai
pengganti raja-raja tersebut. Oleh karena itu, penduduk harus menyerahkan sebagian hasil
tanahnya kepada pemerintah Belanda.

1.) Latar Belakang Sistem Tanam Paksa


Di Eropa, Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan
Napoleon Bonaparte sehingga menghabiskan biaya yang amat besar.



Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari
Belanda pada tahun 1830.




Terjadi Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan
termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya sekitar 20.000.000 gulden.



Kas Negara Belanda kosong dan hutang yang ditanggung Belanda cukup berat.




Pemasukkan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
Gagal mempraktikkan gagasan liberal (1816-1830) berarti gagal juga mengeksploitasi
tanah jajahan untuk memberikan keuntungan yang besar pada Belanda.
2.) Aturan-Aturan Tanam Paksa
Ketentuan-ketentuan pokok sistem tanam paksa terdapat dalamStaatsblad (lembaran Negara)
tahun 1834 No.22, beberapa tahun setelah tanam paksa dijalankan di Pulau Jawa. Bunyi dari
ketentuan tersebut adalah sebagai berikut.




Persetujuan-persetujuan agar penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk
penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual di Eropa.



Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi
seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki.



Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tidak boleh melebihi pekerjaan
untuk menanam padi.



Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah.




Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Jika
harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihan itu diberikan
kepada penduduk.



Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan
pemerintah.



Bagi yang tidak memiliki tanhan akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrikpabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.



Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawaipegawai Eropaa bertindak sebagai pengawas secara umum.
Ketentuan-ketentuan tersebut dalam praktiknya banyak menyimpang sehingga rakyat banyak
dirugikan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut, antara lain berikut ini.



Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan sukarela,
pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara yang sangat memaksa.

tetapi

dalam



Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Sering kali
juga semua tanah rakyat digunakan untuk tanam paksa.



Pengerjaan tanaman-tanaman ekspor sering kali jauh melebihi pengerjaan padi.



Kelebihan hasil panen sering kali tidak dikembalikan kepada petani.



Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.



Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.



Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah malah dijadikan tenaga paksaan.
3.) Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat Indonesia
Pelaksanaan system tanam paksa memberikan dampak bagi rakyat Indonesia, baik positif
maupun negatif.

I) Dampak Positif


Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.



Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi impor.
II) Dampak Negatif



Kemiskinan serta penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan.



Beban pajak yang berat.



Pertanian, khususnya padi, banyak mengalami kegagalan panen.





Kelaparan dan kematian terjadi di banyak tempat, seperti di Cirebon (1843) sebagai
akibat dari pemungutan pajak tambahan dalam bentuk beras, serta di Demak (1848) dan di
Grobogan (1849-1850) sebagai akibat kegagalan panen.
Jumlah penduduk Indonesia menurun dengan sangat drastis.

C. Sistem Politik Ekonomi Liberal (1870)

Penderitaan bangsa Indonesia akibat sistem tanam paksa menggugah hati Douwes Dekker
untuk menggambarkan penderitaan itu di dalam sebuah buku yang berjudul 'Max Havelaar'.

Pabrik gula yang didirikan pada akhir abad ke-19.

Sebelum tahun 1870, Indonesia dijajah dengan model imperialism kuno (ancient imperialism),
yaitu dikeruk kekayaannya saja. Setelah tahun 1870, di Indonesia diterapkan imperialism
modern (modern imperialism). Sejak saat itu diterapkan opendeur politiek, yaitu politik pintu
terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Pelaksanaan politik pintu terbuka tersebut
diwujudkan melalui penerapan system politik ekonomi liberal.

1) Latar Belakang Sistem Politik Ekonomi Liberal


Pelaksanaan system tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi,
tetapi hanya memberikan keuntungan kepada pihak Belanda secara besar-besaran.



Berkembangnya paham liberalism sehingga system tanam paksa tidak sesuai lagi
untuk diteruskan.



Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda mendesak pemerintah Belanda
menerapkan system ekonomi liberal di Indonesia. Tujuannya agar para pengusaha Belanda
sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di Indonesia.



Adanya traktar Sumatera (1871) yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk
meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya, Inggris meminta Belanda menerapkan
system ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat menanamkan modalnya
di Indonesia.
2) Pelaksanaan Peraturan Sistem Politik Ekonomi Liberal



Indische Comptabiliteit Wet (1867), berisi tentang perbendaharaan negara Hindia
Belanda yang menyebutkan bahwa dalam menentukan anggaran belanja Hindia Belanda
harus diterapkan dengan undang-undang yang disetujui oleh Parlemen Belanda.



Suiker Wet (Undang-Undang Gula), yang menetapkan bahwa tanaman tebu adalah
monopoli pemerintah yang secara berangsur-angsur akan dialihkan kepada pihak swasta.




Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) 1870.
Agrarische Besluit (1870). Jika Agrarische Wet diterapkan dengan persetujuan
parlemen. Maka Agrarische Besluitditerapkan oleh persetujuan Raja Belanda. Agrarische
Wethanya mengatur hal-hal yang bersifat umum tentang agrarian, sedangkan Agraria
Besluit mengatur hal-hal yang lebih rinci, khususnya tentang hak kepemilikan tanah dan
jenis-jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta.
Adapun isi dari Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) 1870 adalah:

Tanah di Indonesia dibedakan atas tanah rakyat dan tanah pemerintah.



Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa tidak



bebas.


Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta.



Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada orang lain.



Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta hingga 75 tahun.
3) Pelaksanaan Sistem Ekonomi Liberal
Pelaksanaan system politik ekonomi liberal di Indonesia merupakan jalan bagi pemerintah
colonial Belanda menerapkan imperialism modernnya. Hal itu berarti Indonesia dijadikan tempat
untuk berbagai kepentingan, antara lain sebagai berikut.



Mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industry di Eropa.



Mendapatkan tenaga kerja yang murah.



Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.



Menjadi tempat penanaman modal asing.
Seiring dengan pelaksanaan system politik ekonomi liberal, Belanda melaksanakan Pax
Netherlandica, yaitu usaha pembulatan negeri jajahan Belanda di Indonesia. Hal itu
dimaksudkan agar wilayah Indonesia tidak diduduki oleh bangsa Barat lainnya. Lebih-lebih
setelah dibukanya Terusan Suez (1868) yang mempersingkat jalur pelayaran antara Eropa dan
Asia
4) Akibat Pelaksanaan Sistem Politik Ekonomi Liberal

a.) Bagi Belanda


Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan
pemerintah colonial Belanda.



Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda.



Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajajahan.
b.) Bagi Indonesia



Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk.



Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula
berakibat sangat buruk bagi penduduk.



Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan
penduduk Jawa meningkat sangat pesat.



Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan barang-barang
impor dari Eropa.



Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya
angkutan dengan kereta api.



Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat
bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.

Penguasaan di Indonesia di bagi atas 2 bagian yaitu, penguasaan VOC dan penguasaan
colonial.