MALAM JAHANAM Makna di balik Tanda

MALAM JAHANAM : Makna di balik Tanda

“ Kau juga lakiku, tapi sayangmu cuma di mulut “ . Sebuah penggalan dialog yang
diucapkan Paijah, isitri Mat Kontan pada naskah Malam Jahanam karya Montinggo Busye. Jika
dibaca sepintas mungkin kalimat ini hanya pernyataan biasa yang tak begitu penting apa artinya,
karena sudah jelas terliaht kalau maknanya itu adalah sayang suami yang cuma di ucapan saja..
Padahal kalau ditelusuri ada makna lain yang tersirat dari kalimat pendek itu. Bahwa rasa sayang
suami yang tak penuh pada istrinya, istrinya merasa kurang karena sang suaminya mandul jadi
rasa sayang hanya tersampaikan lewat ciuman saja.
Sebelum menelaah pertunjukan, ada baiknya sebagai langkah awal kita juga menangkap
tanda – tanda yang terdapat pada naskah Malam Jahanam. Kita akan menemukan makna yang
ingin disampaikan oleh penulis pada pembaca.. Artinya, setiap kalimat yang tertera adalah tanda.
Jadi dengan memahami semiotika, maka akan mempermudah menelaah maksud dari setiap
kalimat yang pada naskah.
Malam Jahanam, pemilihan kalimat untuk judul saja sudah menngandung makna yang
ambigu. Bisa saja muncul pengertian bahwa malam jahanam adalah malam yang jahanam,
malam yang begitu buruk, kejam, dan menakutkan, atau mungkin bisa diartikan sebagai malam
dimana semua rahasia terkuak. Judul ini akan membuat ketertarikan pembaca untuk tetap
bertahan membaca sampai habis dan tak sabar untuk menyaksikan pertunjukannya.
Naskah yang bercerita tentang kehidupan rumah tangga masyarakat pessisir pantai di
Lampung. Kehidupan keluarga yang penuh warna, dimana kepuasan batin menjadi begitu

penting, pergolakan – pergolakan dan tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan agama
malah terjadi secara nyata. Ketidakpuasan seks sang istri mencadi titik tolak semua
1

permasalahan. Kemandulan sang suami membuat sang istri memilih berselingkuh dengan
tentangganya yang tak lain adalah sahabat dekat sang suami.
Sang suami ( mat kontan ) menutupi kekurangannya dengan memelihara burung, sebagai
ungkapan tak lansung bahwa mat kontan kehilangan “ kekuatannya “ sebagai seorang suami.
Sang istri ( paijah ) ternyata tak bisa menerima keadaan mat kontan, apalagi kesehariannya ia
habiskan dengan bermain burung dan berjudi, menambah kesal paijah, sehingga ia memilih
untuk berselingkuh. Kontan kecil, buah perselingkuhan paijah dengan sulaiman ( teman mat
kontan ), malah membuat mat kontan menjadi semakin sombong, ia membangga – banggakan
anak itu, ia tidak tahu kalau anak itu adalah hasil perselingkuhan istrinya, yang ia tahu itu adalah
anaknya. Paijah semakin kesal karena rasa sayang mat kontan tetap lebih pada beonya dibanding
kontan kecil.
Berdasarkan uraian diatas, maka kita bisa tahu ternyata bahasa – bahasa yang dipilih
seorang penulis naskah bukan bahasa asal yang hanya mengutamakan keindahan tanpa melihat
keterkaitan anatar satu dialog dengan dialog yang lain. Montinggo Busye ternyata tidak
melupakan sinkron bahasa pada naskah Malam Jahanam. Pembaca bisa merasakan bagaimana
konflik dari cerita yang dibangun penulis sehingga pembaca ingin segera menonton

pertunjukannya. Montinggo Busye, memilih burung sepagai pelengkapn dari pertunjukan ialah
sebagai penanda kalau mat kontan itu mandul dan tak punya “ kekuatan” maka dari itu ia begitu
sayang pada beonya dan selalu menjaga beonya. Ini termasuk penyampaian tidak lansung akan
keadaan psikologis sang tokoh dalam cerita.

Pertunjukan Malam Jahanam, hadir dalam rangkaian Ujian Semester Akting Realis pada
semester dua lalu. Pemain begitu juga penonton dituntut untuk paham akan jalan cerita dan apa
2

sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Montinggo Busye. Banyak perserpsi yang muncul
ketika pemain dan penonton diminta untuk menceritakan apa yang ia tangkap dari cerita itu.
Kemudian bagaimana ia mengaanalisa karakter tokoh yang ada pada cerita, siapa yang menjadi
unjung tombak penyebab konflik pada naskah tersebut.
Memaparkan bahwa sebenarnya Paijah lah yang bersalah karena tidak bisa menerima
kondisi suaminya yang mandul kemudian berselingkuh dengan Sulaiman, sebagian penonton
mengatakan yang patut dipersalahkan adalah Sulaiman, karena telah berani merebut isitri teman
sendiri, tapi tak sedikit yang beranggapan bahwa sebenarna Sulaiman justru pahlawan ang
menyelamatkan paijah dari kesendiriannya, kemudian menghakimi Mat Kontan sebagai laki-laki
yang tak bertanggung jawab kareana selalu sibuk dengan burung peliharaanya.
Setelah menonton pertunjukan Malam Jahanam ini, penonton maupun pemain menyadari

bahwa penelaahan yang dilakukan akan semakin mudah jika kita paham akan simbol-simbol
yang ada pada naskah termasuk ketika naskah ini dipertunjukan. Menemukan makna tidak sama
halnya dengan menerka teka teki, paham akan landasan awal yaitu semiotika akan sangat
membatu kita ketika menelaah ataupun menganalisa naskah dan unsur – unsur didalamnya.
Simbol adalah kesepakatan yang sudah ada seiring perkembangan zaman, contohnya: pada
naskah Malam Jahanam, cerita yang terjadi di pesisir pantai Lampung, orang – orang yang
berbicara dengan nada yang keras dan lantang pasti orang yang tinggal di daerah pantai, karena
suara ombak menghalangi pembicaraan mereka, jadi mereka menggunakan suara yang keras dan
lantang agar suara mereka bisa didengar orang lain.
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda ( signifier ) dengan sebuah ide atau
penanda ( signified ). Dengan kata lain, penanda adalah “ bunyi yang bermakna “ atau “ coretan
yang bermakna “. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau di
3

dengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa. “
Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dalam sehelai kertas, “ kata Saussure.
Dari uraian diatas, semakin jelas bahwa setiap kalimat pada naskah ada kesepakatan , coretan
yang bermakna. Maksudnya disini yaitu penulis memilih burung beo sebagai penanda
mandulnya Mat Kontan,dan kondisi ini membuat sebagian pembaca naskah ataupun penonton
akan lekat dengan istilah burung beo sebai penanda kekuatan kejantanan lelaki,

Pada naskah Malam Jahanam, tokoh Utai menjadi sorotan penting, meski dialognya yang
tidak karuan, tapi ia adalah penanda dari puncak masalah dalam cerita ini. Utai mengetahui
perselingkuhan paijah dengan sulaiman, utai tahu bahwa anak laki – laki itu adalah anak hasil
perselingkuhan paijah dan sulaiman, utai juga tahu kalu sulaimanlah yang membunuh beo mat
kontan lantaran takut ketahuan hubungannya dengan paijah. Tidak satupun yang tahu kalau utai
lah kunci dari permasalahan ini, mereka hanya menganggap utai itu orang yang pandir dan tidak
tahu apa-apa. Sehingga mereka memilih beranjak dari utai, dan memperlakukan utai semaunya
saja.
Paijah yang begitu pintar untuk menyembunyikan rasa simpatik dan kekagumannya pada
sulaiman dengan tetap bersikap gelisah dan murung jika mat kontan terlambat pulang setelah
seharian keluar, padahal tidak ada pekerjaan yang begitu penting yang dikerjakan oleh mat
kontan. Padahal itu semua adalah isyarat yang ia lemparkan pada sulaiman agar sulaiman
kasihan dam empati pada paijah. Ternyata benar, paijah berhasil menarik hati sulaiman, dan
perselingkuhan pun terjadi, ia selulu berusaha menyembuyikan keburukan mereka, tapi ternyata
beo dan utai mencium perbuatan nista mereka, maka dari itu sulaiman begitu benci melihatn utai,
dan akhirnya ia pun membunuh beo mat kontan untuk menghilangkan bukti.

4

Pada akhirnya semua terkuak secara perlahan , berawal dari matinya beo mat kontan,

maka terkuaklah perselingkuhan antara paijah dan sulaiman. Kemudian terkuak juga bahwa anak
laki – laki itu bukan anak mat kontan tapi anak sulaiman. Mat kontan marah besar, ia ingin
membuh paijah, kontan kecil dan sulaiman yang begitu nista. Terbongkarnya kenistaan dan
peghianatan selama ini berkat bantuan si pandir ( utai ), sehingga mat kontan berterimakasih
pada utai, namun utai tewas sewaktu perkelahian mat kontan denga sulaiman.
Kode teka teki merupakan belitan tanda tanya dalam batin yang dapat membangkitkan
hasrat dan kemauan untuk menemukan jawaban sebuah pertanyaan inti yang tergantung dalam
sebuah karya seni. Kode teka – teki dipakai bilamana berhadapan dengan sesuatu yang tidak
segera memerlukan interpretasi. Sebuah pementasan teater banyak memerlukan interpretasi
terhadap hal-hal yang ambiguitas, metafora dan mitos. Lebih-lebih

pada pementasan yang

eksperimental dan absurd.
Pertunjukan malam itu diperkuat oleh main aktor yang cukup bisa menyampaikan pikiran
montinggo busye sebagai penulis. Pendukung pertunjukan, yaitu setting rumah pondok beratap
ijuk, dua buah ambin, jemuran kain dari kayu dan sumur tua di sebelah rumah mat kontan sudah
menjelaskan kalau situasinya memang di tepi pantai, apalagi di perjelas dengan menyebar serbuh
kayu di atas panggung. Lighting yang tak kalah hebat, dengan pemilihan warna kuning terang
sehingga memperlihatkan suasana sore di tepi pantai. Musik tragikomedi khas lampung

menghantar penonton untuk ikut menyaksikan secara lansung bagaimana persoalan rumah
tangga serta hal-hal tabu lainnya di pertontonkan secara gamblang.
Kekurangan pada pertunjukan ini karena ada aktor yang kurang intens dan lupa dialog
sehingga mempengaruhi konsentrasi aktor yang lain, tapi semua kembali dapat ditutupi dengan
improfisasi yang kembali bisa meraih fokus penonton untuk bertahan hingga pertunjukan usai.
5

Penonton merasa emosinya di permainkan oleh kehadiran beragam tokoh pada pertunjukan
tersebut, saat utai mempermainkan emosi paijah, mat kontan dan sulaiman. dan tukang pijat
dengan kekhasannya yang bisa sekali memancing emosi mat kontan. Kedua tokoh tersebut
menarik perhatian penonton meski hanya hadir beberapa kali di beberapa adegan.
Utai, sebenarnya adalah saksi kunci pa permasalah rumah tangga Paijah dan Mat Kontan,
meski ia pandir tapi Utai melihat perselingkuhan Paijah dengan Sulaiman, bahwa ternyata
Sulaiman sering menghampiri Paijah ketika Mat Kontan pergi berjudi dan Utai pun menyaksikan
bagaiamana Sulaiman membunuh burung beo Mat Kontan yang selalu menirukan apapun
pembicaraan antara Paijah dan Sulaiman. Kemudian, Utai tewas pada perkelahian Mat Kontan
dengan Sulaiman.
Penghadiran beragam tokoh yang mampu mempermainkan emosi penonton membuat
naskah “ Malam Jahanam” menjadi beda karena memaparkan permasalahan keluarga di daerah
pesisir Lampung menjadib beda dengan permasalah keluarag di daerah lainnya. Montinggo

Busye selaku penulis mengemas cerita perselingkuhan dan suami yang mandul kemudian senang
main burung tidak begitu tegaang dan dramatisir, tapi ia tetap bisa membuat penonton sesekali
tertawa serta marah bahkan geram melihat Paijah yang terpaksa harus selingkuh dengan
Sulaiman demi mengharapkan keturunan.
Pada naskah Malam Jahanam, kode yang dipakai yaitu kode teka – teki. Karena naskah
ini dibanjiri oleh simbol-simbol dan bahasa yang mengandung makna ganda ( ambigu ). Kode ini
akan mempermudah ketika kita diharuskan menganalisa naskah dan meinterpretasinya. Apalagi
kita harus menemukan jawaban, simbol yang bagaimana yang dihadirkan apa sebenarnya yang ia
hadirkan, kenapa harus melalui simbol, kemudian bagaiaman hubungan penanda denga petanda
dalam naskah tersebut. Ketika kita harus menemukan jawaban kenapa harus burung yang
6

digunakan sebagai perwakilan pria yang mandul, apa yang mendasari pemakaian symbol itu, dan
kenapa harus binatang?

7