ARAHAN PENGEMBANGAN PARIWISATA kebudayaan HERITAGE

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

ARAHAN PENGEMBANGAN PARIWISATA HERITAGE MELALUI
BANGUNAN CAGAR BUDAYA DENGAN KONSEP URBAN
ECOTOURISM DI KOTA BANDUNG
Ahmad Rimba Dirgantara

(1)

, Heru Purboyo(2), Arief Rosyidie(3)

(1)

Magister Terapan Perencanaan Kepariwisataan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
(SAPPK), ITB.
(2)
Terapan Perencanaan Kepariwisataan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),
ITB.
(3)
Terapan Perencanaan Kepariwisataan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),
ITB.


Abstrak
Pariwisata heritage Pariwisata Kota Bandung yang cenderung mengikuti pasar, termasuk
pariwisata heritage berakibat pada ketidaknyamanan warga masyarakat. Masalah yang
timbul akibat dari aktivitas pariwisata, seperti kemacetan di titik-titik utama Kota
Bandung dan juga polusi udara dan suara. Dampak negatif lainnya di Kota Bandung
adalah terjadinya perubahan fungsi ruang sehingga tidak lagi sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung. Untuk itu perlu adanya arahan
pengembangan pariwisata heritage melalui bangunan cagar budaya dengan konsep
urban ecotourism (ekowisata perkotaan). Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas dan diversiikasi produk pariwisata di Kota Bandung, tidak hanya bagi
wisatawan, tetapi juga bagi masyarakat Kota Bandung. Metode dalam penelitian ini
menggunakan metode kualitatif. Sedangkan metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini ada dua, yaitu analisis isi (content analysis) dan analisis deskriptif.
Responden dalam penelitian ini adalah pemerintah dan pakar heritage. Ruang lingkup
wilayah dalam penelitian ini yaitu kawasan Jalan Braga dan Asia Afrika. Hasil dari
penelitian, berdasarkan rumusan indikator arahan pengembangan pariwisata heritage
dengan konsep urban ecotourism, terdapat tujuh indikator yang menjadi kajian
penelitian, yaitu; yakni: menikmati alam dan budaya, menjelaskan dan meningkatkan
pemahaman mengenai lingkungan dan budaya lokal, memperkuat apresiasi dan

dedikasi terhadap isu-isu konservasi secara umum, berkontribusi langsung terhadap
pemeliharaan lingkungan, menyejahterakan penduduk lokal, pendapatan yang diperoleh
dipergunakan untuk konservasi, dan melibatkan partisipasi penduduk lokal. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah konsep urban ecotourism merupakan konsep ekowisata yang
memungkinkan untuk diterapkan di kota, dengan tidak merusak ekosistem yang telah
ada, berkontribusi pada upaya konservasi, dan menyejahterakan penduduk lokal. Tujuh
indikator yang terdapat dalam urban ecotourism, semua masih dalam tahap menuju
proses perbaikan ke arah yang lebih baik.
Kata-kunci : arahan pengembangan , pariwisata heritage, bangunan cagar budaya, konsep urban
ecotourism

Pendahuluan
Pariwisata
merupakan
industri
yang
dinamis. UNWTO menyebutkan industri

pariwisata memberikan kontribusi besar
terhadap perkembangan ekonomi secara

global. Dari berbagai jenis pariwisata yang
diklasiikasikan ke dalam pariwisata minat
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 1

Arahan Pengembangan Pariwisata Heritage Melalui Bangunan Cagar Budaya Dengan Konsep Urban Ecotourism di Kota Bandung

khusus, salah satunya adalah Pariwisata
Heritage
(Pusaka/Warisan).
Pariwisata
heritage adalah as that which “relies on
living and built elements of culture and
folkways of today, for they too are
inheritances
from
the
past;
other
immaterial heritage elements, such as
music,

dance,
language,
religion,
foodways and cuisine, artistic traditions,
and festivals; and material vestiges of the
built and cultural environment, including
monuments, historic public buildings and
homes, farms, castles and cathedrals,
museums, and archaeological ruins and
relics” (Timothy and Nyaupane, 2009, p.
3–4). Pariwisata heritage Kota Bandung
menjadi salah satu potensi pariwisata
yang digagas oleh Pemerintah Kota
Bandung selain wisata kuliner dan wisata
belanja. Pariwisata heritage Kota Bandung
menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan
nusantara
maupun
mancanegara, khususnya bagi mereka

yang mempunyai minat terhadap sejarah
dan arsitektural bangunan. Hal tersebut
ditunjang dengan promosi yang diberikan
oleh Kemenparekraf, dimana 16 destinasi
wisata yang dikembangkan sebagai tujuan
heritage salah satunya adalah Kota
Bandung.
Dalam Peraturan Daerah No.1 Tahun 2013
tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah (PERDA RIPPARDA)
Kota
Bandung
tahun
2012–2025,
pembangunan
kepariwisataan
Kota
Bandung diarahkan untuk mewujudkan
visi “Kota Bandung sebagai Destinasi
Pariwisata

Perkotaan
yang
Kreatif,
Berbudaya, dan Berakhlak Mulia”. Namun
pada perkembangannya masih terdapat
kendala
atau
permasalahan
dalam
mewujudkan Pariwisata Perkotaan Kota
Bandung sebagaimana yang disebutkan
dalam visi RIPPARDA di atas.
Perkembangan pariwisata Kota Bandung
yang cenderung mengikuti permintaan
pasar termasuk
pariwisata heritage,
berakibat pada ketidaknyamanan warga
masyarakat. Dalam studi yang dilakukan
oleh Adriani (2012) terdapat masalah
yang

timbul
akibat
dari
aktivitas
pariwisata,
permasalahan
seperti
kemacetan di titik-titik utama Kota
Bandung ataupun polusi udara. Dampak
negatif lainnya di Kota Bandung adalah
terjadinya
perubahan
fungsi
ruang
sehingga tidak lagi sesuai dengan
2 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Bandung.
Arahan

pengembangan
diperlukan
agar
pengembangan
pariwisata heritage Kota Bandung dapat
sesuai dengan yang tertera dalam
kebijakan pemerintah, baik itu dalam
RIPPARDA dan RTRW Kota Bandung. Dua
kebijakan
pemerintah
tersebut
di
dalamnya terdapat satu visi dan misi yang
sama yaitu mengenai pembangunan
kepariwisataan yang bertanggung jawab
terhadap lingkungan isik, sosial, dan
budaya masyarakat kota; pembangunan
kepariwisataan yang terintegrasi harus
sinergis dengan pembangunan kota dan
wilayah

yang
lebih
luas;
dan
pembangunan kepariwisataan berbasis
masyarakat.
Konsep ekowisata kota (urban ecotourism)
dimaksudkan untuk memberikan arahan
pengembangan
pariwisata
heritage
sebagai salah satu dari pariwisata yang
diunggulkan oleh pariwisata Kota Bandung
sehingga kegiatan pariwisata heritage
memberi dampak positif baik bagi
lingkungan, social budaya dan ekonomi.
Ecotourism menurut Ceballos-Lascuráin
(1987) adalah ‘travelling to relatively
undisturbed or uncontaminated natural
areas with the speciic objective of

studying, admiring, and enjoying the
scenery and its wild plants and animals,
as
well
as
any
existing
cultural
manifestations (both past and present)
found in these areas’. Konsep ini tidak
hanya terfokus pada lingkungan alam,
namun bisa juga diterapkan
pada
ekosistem lain di sebuah kota, seperti
bangunan dan kebudayaan lokal, seperti
pada deinisi tersebut bahwa manifestasi
budaya termasuk ke dalamnya. Penelitian
ini bermaksud untuk memberikan arahan
mengenai
pengembangan

pariwisata
heritage melalui bangunan cagar budaya
dengan
konsep
urban
ecotourism
(ekowisata perkotaan). Harapan penulis,
penelitian ini dapat meningkatkan kualitas
dan diversiikasi produk pariwisata di Kota
Bandung, tidak hanya bagi wisatawan,
tetapi
juga
bagi
masyarakat
Kota
Bandung. Dengan sasaran yang akan
dicapai yaitu Terumuskannya indikator
dalam pengembangan pariwisata heritage
dengan
konsep
urban
ecotourism;
Teridentiikasinya bangunan cagar budaya
yang potensial untuk dijadikan sebagai
daya
tarik
pariwisata
heritage

berdasarkan konsep urban ecotourism;
dan Terkajinya arahan pengembangan
pariwisata heritage.
Metode
Metode pendekatan studi dalam penelitian
ini ialah dengan metode kualitatif. Analisis
data
kualitatif
dilakukan
dengan
mewawancarai para stakeholder yang
terlibat, pada penelitian ini peneliti
memilih
stakeholder
yang
memiliki
keterkaitan
langsung
dalam
arahan
pengembangan yaitu; pemerintah dan
pakar heritage.
Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan
data
pada
penelitian ini diperoleh melalui dua cara
yaitu primer dan sekunder, sebagai
berikut:
 Data primer didapatkan melalui survei
langsung langsung dengan melakukan
observasi non partisipan, wawancara
semistruktur terhadap stakeholder terkait
yaitu pemerintah dan pakar heritage
melalui tehnik Non Probability Sampling
dengan cara purposives sampling, dimana
sampel
yang
diambil
berdasarkan
pertimbangan
subjektif
dari
peneliti
dengan persyaratan tertentu (Rai Utama,
2012;
Sugiono,
2010).
Meskipun
pertimbangan dilihat secara subjektif,
namun penentuan kriteria tetap menjadi
pertimbangan utama bagi peneliti. Kriteria
pemilihan stakeholder yang dikemukakan
oleh Schmeer (1999) dalam Fadalah
(2012) yaitu:
1. Terlibat dalam proses
2. Mempunyai
pengaruh
dalam
proses
3. Mempunyai kepentingan terkait
implementasi konsep
4. Mempunyai
posisi
untuk
mendukung atau melawan konsep
5. Memahami konsep
Pengumpulan
data
primer
melalui
observasi. Pada penelitian ini, observasi
yang digunakan adalah partisipasi pasif
(passive participation) yang merupakan
subklasiikasi
dari
in
participant
observation.
Partisipasi
pasif
yang
dilakukan dengan mendatangi tempat
penelitian namun tidak ikut terlibat dalam
kegiatan di dalamnya (Rai Utama, 2012).

Sedangkan data sekunder diperoleh
melalui dokumen perundang-undangan
daerah mengenai pariwisata heritage,
tinjauan literature yang berhubungan
dengan konsep urban ecotourism, berita
elektronik dan penelitian terdahulu yang
berkorelasi
dengan
penelitian
yang
penulis lakukan.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dipergunakan
pada penelitian ini adalah analisis isi
(content analysis). Menurut Bauer (2000)
dalam Marvasti (2004), content analysis
involves “Systematic classiication and
counting of text units [to] distill a large
amount of material into a short
description of some of its features‟.
Pertimbangan penulis memilih metode ini
karena karakteristik data dan informasi
berupa dokumen-dokumen dan transkrip
wawancara yang diperoleh memerlukan
pemahaman interpretasi teks yang baik
untuk dapat menentukan keluaran berupa
interpretasi yang tepat dari data yang
diperoleh.
Arahan
pengembangan
pariwisata heritage melalui bangunan
sejarah dianalisis berdasarkan pandangan
dari pemerintah, dan pakar heritage yang
diperoleh melalui wawancara.

Diskusi
Bangunan cagar budaya yang berada di
kawasan Jalan Braga dan Asia Afrika
menjadi ruang lingkup yang difokuskan
oleh penelitian ini. Dimana kawasan
tersebut adalah tujuan dari wisatawan
yang berkunjung di Kota Bandung, dan
memiliki kekuatan hukum (peraturan
daerah no 19 tahun 2009), juga memiliki
nilai sejarah sehingga dapat berpotensi
menjadi produk wisata urban ecotourism.

Gambar 1. Peta Kawasan Penelitian Jl Braga
dan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 3

Arahan Pengembangan Pariwisata Heritage Melalui Bangunan Cagar Budaya Dengan Konsep Urban Ecotourism di Kota Bandung
Jl Asia Afrika
sumber: http://wikimapia.org/.

Indikator yang dibahas merujuk pada
komponen
urban
ecotourism
yang
diperoleh
dari
analisis
isi
tentang
ecotourism yang kemudian oleh penulis
dijadikan suatu sintesis sehingga dapat
diperoleh
beberapa
indikator
urban
ecotourism yang disajikan dalam bentuk
sebagai berikut;
1. Indikator menikmati alam dan
budaya
Indikator ini diperoleh dari sintesis
teori para ahli mengenai ecotourism.
Indikator yang menjadi pembahasan
yaitu menikmati alam dan budaya
yang masuk ke dalam komponen
berbasis alam (naturebased), aspek
budaya yang dinilai pada indikator ini
adalah bangunan cagar budaya,
sedang
alamnya
sendiri
adalah
ekosistem yang berada di sekitar
bangunan cagar budaya tersebut.
Bangunan cagar budaya sebagai daya
tarik pariwisata heritage harus dapat
dinikmati oleh penduduk lokal dan
juga
wisatawan.
Tetapi
pada
kenyataannya tidak semua bangunan
cagar budaya dapat dinikmati baik
oleh
wisatawan
maupun
oleh
penduduk
lokal,
hal
tersebut
dikarenakan fungsi bangunan cagar
budaya yang dipergunakan untuk
aktivitas
pemerintahan
dan
pertahanan. Jadi setiap wisatawan
maupun penduduk lokal yang akan
berwisata heritage ke bangunan cagar
budaya yang memiliki fungsi tersebut
terkadang memperlukan izin terlebih
dahulu.
Menurut
pandangan
pemerintah,
pariwisata
heritage
selama ini belum dapat optimal untuk
dinikmati oleh wisatawan maupun
penduduk lokal, karena informasi yang
berkaitan dengan bangunan cagar
budaya tidak tersedia dengan baik.
2. Indikator berkontribusi langsung
terhadap pemeliharan lingkungan

4 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1

Gambar 2. Lingkungan sekitar Kawasan Jl
Braga dan Jl Asia Afrika

Pemeliharaan
lingkungan
yang
dimaksud adalah pariwisata heritage
melalui bangunan cagar budaya
diharapkan
mampu
berkontribusi
langsung
terhadap
pemeliharaan
lingkungan sekitar dengan adanya
kegiatan wisata heritage dampak
negatif yang muncul seperti polusi
udara dan suara juga kemacetan di
sejumlah
titik
Kota
Bandung
berkurang, kegiatan wisata heritage
yang
menfaatkan
wisata
secara
berjalan
kaki
dapat
mengurangi
penggunaan
kendaraan
bermotor
penyebab dari polusi udara dan suara,
juga kemacetan beberapa titik di Kota
Bandung.
Wisatawan
diharapkan
dapat lebih menghargai lingkungan
(ekologi) di sekitar bangunan cagar
budaya.
Observasi
lapangan
menunjukkan
terdapat
beberapa
manfaat dari pariwisata heritage,
pariwisata heritage yang merupakan
niche
tourism
(pariwisata
minat
khusus), memiliki manfaat secara
langsung
tidak
mengganggu
ekosistem lingkungan sekitar karena
tujuannya yang jelas tentang apresiasi
budaya mengenai bangunan cagar
budaya.
Tingkat kebersihan juga menjadi
pertimbangan penulis dalam indikator
ini, kebersihan lingkungan merupakan
faktor yang mendukung terwujudnya
konsep urban ecotourism dalam
pariwisata heritage.
Kebersihkan
lingkungan
sekitar
bangunan cagar budaya, di kawasan
jalan Braga dan Asia Afrika sudah
memiliki fasilitas tempat pembuangan
sampah yang baik.

(mahasiswa)
yang
membeli
souvenir di kawasan jalan braga.
4.

Gambar 3. Lingkungan sekitar Kawasan Jl
Braga dan Jl Asia Afrika

3.

1

Indikator
menyejahterakan
penduduk local
Dari aspek
ekonomi
dengan
indikatornya
menyejahterakan
penduduk
lokal,
maksudnya
dimana
tingkat
penyerapan
tenaga
kerja
dan
aktivitas
kepariwisataan
khususnya
pariwisata heritage di destinasi
terhadap sumberdaya manusia
pariwisata yang ada; keadilan
distribusi
pendapatan
dari
kegiatan
kepariwisataan
dan
dampak
penguatan
pada
masyarakat. Data yang diperoleh
melalui survei angkatan kerja
nasional 2012 diketahui bahwa
tingkat partisipasi angkatan kerja
di Kota Bandung pada tahun 2012
adalah 63,14%. sementara tingkat
pengangguran
terbuka
(TPT)
tahun 2012 adalah 9,17%. jika
dibandingkan dengan tahun 2010
maka TPT Kota Bandung turun
sebesar
1,17%
(1BPS,
Kota
Bandung, 2013). Namun, angka
tersebut belum bisa mewakili
fakta yang terjadi di lapangan.
Berdasarkan temuan di lapangan
terhadap
tokoh
masyarakat
sekitar kawasan Jalan Braga dan
Asia Afrika, menuturkan bahwa
selama ini wisatawan yang datang
ke
bangunan
cagar
budaya
kawasan
jalan
Braga
hanya
sekedar
menikmati
dan
mengapreasiasi bangunan cagar
budaya.
Pakar
heritage
menuturkan hal yang sama, ketika
ia
melakukan
tour
dengan
beberapa
mahasiswa
dari
hangtuah, tidak ada dari mereka

http://bandungkota.bps.go.id/publikasi/kotabandungdalam-angka-2013

5.

Indikator menggunakan
keuntungan yang diperoleh untuk
konservasi
Berdasarkan wawancara penulis
dengan
pengelola
Museum
Konfrensi
Asia
Afrika,
Bapak
Thomas Siregar selaku Kepala
Museum Konfrensi Asia Afrika.
Beliau bertutur bahwa selama ini
retribusi atau biaya masuk ke
dalam museum tidak diadakan,
sehingga
wisatawan
maupun
penduduk
lokal
yang
akan
berkunjung ke Museum Konfrensi
Asia Afrika dapat dengan mudah
masuk tanpa dipungut biaya
sepeser
pun.
Sedangkan
mengenai
pemeliharaan
atau
konservasi,
anggaran
yang
diperoleh didapat dari Kementrian
Luar Negeri, karena pengelolaan
museum asia afrika dimiliki dua
lembaga.
Gedung
Merdeka
dikelola oleh Pemprov Jawa Barat
sedangkan museum asia afrika
oleh Kementrian Luar Negri. Jadi
selama ini upaya konservasi
dilakukan dengan anggaran yang
didapat dari Kementrian Luar
Negeri.
Indikator melibatkan partisipasi
penduduk local
Melibatkan partisipasi penduduk
lokal, maksudnya adalah kegiatan
pariwisata heritage harus dapat
melibatkan penduduk lokal baik
itu dijadikan sebagai pemandu
atau pun pegawai yang bertugas
dalam
pengelolaan
bangunan
cagar
budaya.
Berdasarkan
wawancara di lapangan dengan
pengelola bangunan cagar budaya
di kawasan Jalan Braga dan Asia
Afrika, tidak ada partisipasi dari
penduduk lokal dalam kegiatan
pariwisata
heritage,
adapun
penduduk lokal yang memiliki toko
yang berada di kawasan Jalan
Braga dan Asia Afrika mengatakan
hal serupa bahwa kegiatan seperti
braga
culinary
festival
tidak
menguntungkan
bagi
mereka,
karena
ruang
gerak
mereka
tertutupi oleh pedagang yang
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 5

Arahan Pengembangan Pariwisata Heritage Melalui Bangunan Cagar Budaya Dengan Konsep Urban Ecotourism di Kota Bandung

6.

7.

berjualan di depan toko mereka.
Hasil temuan lapangan yang
diperoleh berdasarkan wawancara
dengan tokoh masyarakat di
kawasan
jalan
braga,
bahwasannya tidak ada dari
penduduk
lokal
yang
ikut
berpartisipasi
dalam
kegiatan
tersebut, penyelenggaran event
sepenuhnya dikordinir oleh event
organizer.
Pedagang
yang
terdapat dalam event tersebut
kebanyakan didatangkan dari luar.
Indikator
menjelaskan
dan
meningkatkan
pemahaman
mengenai lingkungan dan budaya
local
Indikator yang dinilai adalah
adanya
informasi
mengenai
bangunan cagar budaya baik itu
berupa
pamlet
dan
rambu
kawasan
(signedge)
yang
menjelaskan kepada penduduk
lokal
maupun
wisatawan
mengenai keberadaan bangunan
cagar budaya. Hal ini merupakan
suatu keharusan bagi bangunan
cagar budaya sehingga status dan
informasi sejarah bangunan jelas.
Temuan peneliti di lapangan
menunjukkan tidak adanya papan
informasi
yang
menjelaskan
tentang informasi sejarah berdiri
dan
status
bangunan
cagar
budaya. Menurut pandangan dari
pakar heritage, bangunan cagar
budaya yang menjadi daya tarik
pariwisata
heritage
di
Kota
Bandung
kebanyakan
tidak
memiliki informasi tertulis atau
signage.
Sedangkan
informasi
secara lisan dapat dengan mudah
diperoleh dari pemilik bangunan
cagar budaya maupun komunitas
heritage.
Sehingga
informasi
tentang bangunan cagar budaya
terkadang sulit untuk didapat oleh
wisatawan
maupun
penduduk
lokal. Padahal informasi mengenai
sejarah bangunan cagar budaya
penting kiranya untuk wisatawan.
Indikator memperkuat apresiasi
dan dedikasi terhadap isu-isu
konservasi secara umum.
Maksudnya ialah adanya kegiatan
pariwisata
heritage
melalui
bangunan
cagar
budaya,

6 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1

penduduk
setempat
memiliki
kecintaan terhadap budayanya
sendiri, terutama bangunan cagar
budaya sehingga upaya untuk
melestarikan
bangunan
cagar
budaya tumbuh dari masyarakat
lokal itu sendiri. Disamping itu,
terdapat dedikasi terhadap isu-isu
konservasi
secara
umum
didalamnya.
Berdasarkan
observasi penulis di lapangan
menunjukkan
bahwa
rasa
apresiasi dari penduduk lokal
masih kurang terhadap bangunan
cagar budaya, begitu juga dengan
isu-isu konservasi, sebagian besar
dilakukan
oleh
beberapa
komunitas yang secara sukarela
memberikan pemahaman kepada
penduduk
lokal
mengenai
pentingnya
upaya
koservasi.
Berdasarkan
wawancaran
terhadap
pemerintah,
mereka
mengklaim
isu-isu
mengenai
konservasi telah di sosialisasikan
oleh
pemerintah
terhadap
masyarakat
tentang
penting
konservasi lingkungan. Namun di
lapangan beberapa masyarakat
tidak mengetahui tentang adanya
sosialisasi
tentang
isu-isu
konservasi lingkungan.
Ketujuh indikator di atas dijadikan arahan
pengembangan yang kemudian dijadikan
rujukan untuk memilih bangunan cagar
budaya yang berada di kawasan Jalan
Braga dan Asia Afrika, ditambah dengan
arahan pengembangan dari pandangan
pemerintah dan pakar heritage. Berikut ini
adalah
rekomendasi
yang
dijadikan
arahan untuk bangunan cagar budaya
yang berpotensi menjadi daya tarik urban
ecotourism sebagaimana yang tertera
pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1 Rekomendasi bangunan cagar budaya

dengan konsep urban ecotourism
Milik Pemerintah
Nama
Bangunan

Konsep urban
ecotourism

Arahan
Pengembangan

• Kantor Pos
Besar
• Gedung PLN
• Gedung
Merdeka/
Museum
Konferensi AA.
• Kompleks
Hotel Homann
• Gedung
Keuangan
Negara
• Asia Africa
Culture Centre
(Majestic)
• Kimia Farma
(Apotik)
• Kimia Farma
(Ex. Aubon
Marce)
• Bank
Pembangunan
Daerah Jawa
Barat
(Jabar)/Ex.
Denis
• Dekranas Jabar
• Gas Negara
• Bank Indonesia
• Pusat Koperasi
Karyawan
PTPN VIII
• YPK (Yayasan
Pusat
Kebudayaan)

Milik Pemerintah

Milik Pemerintah

Menikmati alam
dan budaya

-Memudahkan
akses untuk
wisatawan
-Menambahkan
sarana dan
prasarana
pariwisata seperti
tempat duduk dan
toilet umum

Memperkuat
apresiasi dan
dedikasi
terhadap isu-isu
konservasi

Berkontribusi
langsung
terhadap
pemeliharaan
lingkungan

Menambahkan
tanaman hijau di
sekitar bangunan
cagar budaya.

Menyejahteraka
n penduduk
lokal

Bangunan cagar
budaya
diusahakan dapat
memberikan
manfaat bagi
kesejahteraan
penduduk lokal

Menggunakan
keuntungan
yang diperoleh
untuk
konservasi

Meningkatkan
upaya konservasi
dan preservasi
bangunan.

Melibatkan
partisipasi
penduduk lokal

-Segala bentuk
kebijakan dan
event-event harus
berkordinasi dan
melibatkan
penduduk local
-Pegawai yang
bertugas
diusahakan
penduduk lokal

Menjelaskan
dan
meningkatkan
pemahaman
mengenai
lingkungan dan
budaya lokal

Membuat papan
informasi di depan
bangunan cagar
budaya mengenai
sejarah dan tahun
bendirinya, arsitek
yang
membangun.

Sosialiasi
mengenai
pentingnya
pelestarian
bangunan cagar
budaya
Komunikasi efektif
antar pihak
pemerintah ke
penduduk lokal

Nama
bangunan
• Toko De Zon
(Koperasi
Usaha Kecil)
• Hotel
Preanger
• Kompleks
Ex. Wisma
Suka
• LKBN Antara
• Centre Point
• Landmark
• Ruko

Milik Swasta
Konsep
urban
ecotourism
Menikmati
alam dan
budaya

Berkontribusi
langsung
terhadap
pemeliharaan
lingkungan
Menyejahterak
an penduduk
lokal

Menggunakan
keuntungan
yang diperoleh
untuk
konservasi
Melibatkan
partisipasi
penduduk
lokal

Menjelaskan
dan
meningkatkan
pemahaman
mengenai
lingkungan
dan budaya
lokal
Memperkuat
apresiasi dan
dedikasi
terhadap isu-

Arahan
pengembanga
n
Menambahkan
tanaman hijau di
sekitar
bangunan cagar
budaya.
Menambahkan
tanaman hijau di
sekitar
bangunan cagar
budaya
Berkomitmen
untuk
menyejahteraka
n penduduk local
melalui
bangunan cagar
budaya dengan
memberikan
kesempatan bagi
penduduk lokal
untuk bekerja
didalamnya
Mematuhi
kebijakan yang
sudah dibuat
oleh pemerintah
tentang
konservasi
Membuka diri
untuk ikut
terlibat dalam
setiap kegiatan
atau eventevent pariwisata
dari pemerintah
Membuat papan
informasi di
depan bangunan
cagar budaya
mengenai
sejarah dan
tahun
bendirinya,
arsitek yang
membangun.
Memberlakukan
pengurangan
pajak bagi
pemilik

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 7

Arahan Pengembangan Pariwisata Heritage Melalui Bangunan Cagar Budaya Dengan Konsep Urban Ecotourism di Kota Bandung
Milik Swasta
isu konservasi

bangunan cagar
budaya yang
mampu menjaga
bangunanan
tetap pada
keasliannya.

Kesimpulan
Kondisi pariwisata Kota Bandung yang
semakin
berkembang
menimbulkan
beberapa
dampak,
di
antaranya
kemacetan di sejumlah titik pada saat
liburan, polusi udara dan suara, dan
peralihan tata guna lahan. Pariwisata
heritage melalui bangunan cagar budaya
merupakan salah satu pariwisata yang
menjadi unggulan dari pariwisata kota
bandung, selain pariwisata kuliner dan
belanja. Arahan pengembangan perlu
dilakukan sehingga pariwisata heritage
dapat dijadikan sarana bagi penduduk
lokal untuk mengapresiasi dan menikmati
kota tempat tinggalnya, dan dapat
mengurangi dampak pariwisata yang
terjadi di Kota Bandung.
Konsep urban ecotourism adalah konsep
ekowisata yang memungkinkan untuk
diterapkan di kota, dengan tidak merusak
ekosistem yang telah ada, berkontribusi
pada
upaya
konservasi,
dan
menyejahterakan penduduk lokal. Dari
hasil analisis penilitian terhadap konsep
urban ecotourism penulis mendapatkan
indikator yang mempunyai pengaruh
terhadap
konsep
tersebut,
yakni:
menikmati alam dan budaya, menjelaskan
dan meningkatkan pemahaman mengenai
lingkungan dan budaya lokal, memperkuat
apresiasi dan dedikasi terhadap isu-isu
konservasi secara umum, berkontribusi
langsung
terhadap
pemeliharaan
lingkungan, menyejahterakan penduduk
lokal,
pendapatan
yang
diperoleh
dipergunakan untuk konservasi, dan
melibatkan partisipasi penduduk lokal.
Tujuh indikator yang terdapat dalam urban
ecotourism, semua masih dalam tahap
menuju proses perbaikan ke arah yang
lebih baik. Berdasarkan indikator tersebut
kawasan jalan Braga dan Asia Afrika
berpontesi untuk menjadi produk urban
ecotourism
melalui bangunan cagar
budaya yang terdapat di dalamnya. Untuk
itu perlu dukungan dari stakeholder
(pemerintah, penduduk lokal, insane
8 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1

pariwisata dan pakar-pakar pariwisata)
yang terkait dengan pariwisata heritage.
Daftar Pustaka
Dallen J, Timothy and Stephen W. Boyd.
2003. Heritage Tourism. Pearson
Education Limited.
David L. Edgell, Sr , Maria DelMastro
Allen , Ginger Smith , and Jason R.
Swanson. 2008. Tourism Policy and
Planning : Yesterday, Today and
Tomorrow. Elsevier. Oxford OX2 8DP, UK.
DH, Harastoeti. 100 Bangunan Cagar
Budaya di Bandung. Bandung Society for
Heritage Conservation, Kingdom of the
Netherland.
Dimitrios Buhalis and Carlos Costa. 2006.
Tourism Management Dynamics Trends,
management and tools. Elsevier
Butterworth-Heinemann.
Fennell, David A.. 1999. Ecotourism : An
Introduction.
London, GBR:
Routledge.
_____________. 2002. Planning
NatEcotourism
Programme
Planning
Cambridge, MA, USA: CABI
Publishing.
Goeldner, Charles R. and Ritchie, J. R.
Brent,. 2009. Tourism: Principles,
Practices, Philosophies. Eleventh Edition.
John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New
Jersey.
Graeme Davison and Chris McConville.
1991. Heritage Handbook. Allen &
Unwin. Australia.
Hutagalung, Ridwan dan Nugraha,
Taufanny. 2008. Braga: Jantung Parijs
Van Java. Ka Bandung, Depok.
I Gde Pitana, Prof.Dr., M.sc. dan I Ketut
Surya Diarta, SP., MA. 2009. Pengantar
Ilmu Pariwisata. Penerbit Andi.
I Gusti Bagus Rai Utama dan Ni Made Eka
Mahadewi. 2012. Metodologi Penelitian:
Pariwisata dan Perhotelan. Penerbit Andi
Kreg Lindberg, Megan Epler Wood and
David Engeldrum. 1998. Ecotourism: A
Guide for Planners and Manager. Volume
2. The Ecoutourism Society, North
Bennington, Vermont.
Marvasti, Amir B. 2004. Qualitative
Research in Sociology. SAGE Publication.
London.

Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata Dan
Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Patria, Teguh Amor. 2014. Telusur
Bandung: Belanja Kuliner, Bangunan
Histori, Objek Wisata Malam “Urban
Legend”. Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Spirou, Costas. 2011. Urban Tourism and
Urban Change: Cities in a Global
Economy. Routledge , New York and
London.
Wardiyanta, Drs,. M.Hum. 2010. Metode
Penelitian Pariwisata. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Weaver, D. B. (Editor). 2001. Encyclopedia
of Ecotourism. Cambridge, MA, USA:
CABI Publishing.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 9