Pelaksanaan Pembangunan Green Building pada

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN GREEN BUILDING DI
ASEAN DAN DAMPAKNYA PADA BISNIS KONSTRUKSI DI
INDONESIA
Yodi Danusastro1 , Yanu Aryani2
1Yodi

Danusastro, YHB Green Research, yodidanusastro@gmail.com
Aryani, YHB Green Research, yanuaryani@gmail.com

2Yanu

ABSTRAK
Pelaksanaan Green Building di dunia sedang meningkat pesat, termasuk di kawasan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia sebagai bagiannya. Beberapa negara di ASEAN telah mengembangkan
perangkat penilaian Green Building lokal tersendiri, diantaranya GREENSHIP dari Indonesia, Green
Mark dari Singapura, Green Building Index dari Malaysia, Berde dari Filipina, Lotus dari Vietnam,
dan TREES dari Thailand.
Beberapa perangkat penilaian berkembang dari skala nasional menjadi skala Internasional,

diantaranya Green Mark dan Green Building Index. Selain itu, perangkat penilaian luar ASEAN juga
diaplikasikan di ASEAN, diantaranya LEED dan BREEAM. Pada bisnis konstruksi di Indonesia telah
adanya pelaksanaan sertifikasi perangkat penilaian asing, dan bahkan sertifikasi ganda (double
certification) pada beberapa gedung di Jakarta.
Dampak dari pelaksanaan sertifikasi Green Building adalah diperlukannya peran serta ahli
bangunan hijau (Green Building Professional) pada proyek-proyek Green Building. Penelitian ini
menunjukkan ahli bangunan hijau yang terlibat pada 5 proyek Green Building di Jakarta, yang di
dalamnya terdapat ahli bangunan hijau yang berpraktik, baik dari perangkat penilaian lokal
(GREENSHIP) maupun internasional pada sertifikasi ganda (LEED, Green Mark) sebagai dampak
pada pelaksanaan Green Building di ASEAN, sehingga mempengaruhi perkembangan bisnis
konstruksi yang diantaranya melibatkan arsitek, konsultan mekanikal-elektrikal, kontraktor, dan
manajemen konstruksi.
Kata kunci: Green Building, Konstruksi, ASEAN

1. PENDAHULUAN
Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa memperkirakan proporsi populasi dunia yang
tinggal di daerah perkotaan mencapai 66 persen pada tahun 2050. Tantangan dalam
memenuhi kebutuhan penduduk perkotaan yang berkembang, antara lain: perumahan,
infrastruktur dan energi. Pembangunan sarana penunjang kebutuhan masyarakat
perkotaan akan semakin intensif dan ekspansif dalam menyerap sumber daya sehingga

akan memberikan dampak ekologis.
Untuk mengurangi dampak lingkungan tersebut, konsep green building menjadi
alternatif solusi dalam mewujudkan pembangunan yang ber-kelanjutan. Pembangunan
konvensional kian ditinggalkan, perhatian dunia beralih kepada pembangunan yang dapat
menunjukkan kepada umum performa bangunan yang efisien serta ramah lingkungan.
Pada tahun 1990 di United Kingdom, Building Research Establishment (BRE)
menerbitkan metode penilaian performa bangunan secara komprehensif yang disebut
dengan Building Research Establishment Environmental Assessment Method
(BREEAM). Kemudian, berkembang metode penilaian dan lembaga sertifikasi green
building di beberapa negara di dunia.

Bidang Manajemen Konstruksi

9

Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Proses pembangunan bangunan gedung yang berkelanjutan memerlukan komitmen
yang kuat untuk mewujudkannya. Dalam hal ini akan melibatan banyak pihak, antara
lain: perencana arsitek, konsultan mekanikal elektrikal, ahli landscape, kontraktor,

manajemen konstruksi, pemilik gedung dan manajemen bangunan.
Dengan berkembangnya lembaga sertikasi green building, maka saat ini para
stakeholder tersebut juga dituntut untuk memahami parameter-parameter green building
dari perangkat penilaian green building yang digunakan. Untuk itu, lembaga sertifikasi
tersebut pada umumnya menyediakan fasilitas edukasi bagi para stakeholder
pembangunan untuk menjadi ahli green building.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Perangkat penilaian green building merupakan metode penilaian bangunan gedung
yang berisi tolok ukur praktik-praktik green building yang dapat diimplementasikan oleh
suatu bangunan gedung. Hasil penilaian tersebut yaitu berupa akumulasi nilai yang
kemudian dimasukkan ke dalam salah satu level pencapaian green building.
Setiap negara yang memiliki perangkat penilaian ini, pada umumnya menerapkan
standar green building untuk negaranya yang telah disesuaikan dengan konteks peraturan
dan aplikasi yang telah diterapkan oleh negara tersebut.
Perangkat Penilaian lokal di ASEAN
Setiap negara, pada umumnya telah memiliki perangkat penilaian lokal yang telah
disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. Penyesuian tersebut berdasarkan
kondisi iklim dan lingkungan, peraturan, dan kesiapan industri pendukungnya. Negaranegara di ASEAN yang telah memiliki perangkat penilaian green building lokal adalah:
Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, dan Thailand,
Greenship adalah perangkat penilaian green building yang disusun oleh Green

Building Council Indonesia, organisasi nirlaba yang berdiri tahun 2009 dan berafiliasi
dengan World Green Building Council (WGBC). Perangkat penilaian Greenship yang
telah tersedia adalah yang berlaku untuk penilaian bangunan Gedung Baru, Gedung
Terbangun, dan Ruang Interior. GBCI mengadakan edukasi bagi para stakeholder
pembangunan gedung pada tingkat dasar yang disebut dengan Greenship Associate.
Edukasi pada tingkat advancenya adalah Greenship Professional (GP). Untuk dapat
berpraktik sebagai ahli Greenship Professional, maka harus melalui tahap pendaftaran dan
administratif hingga memiliki sertifikat GP Pro [1].
Lotus adalah perangkat penilaian green building yang disusun oleh Vietnam Green
Building Council (VGBC). Penyusunan perangkat penilaian tersebut dikembangkan sejak
tahun 2007. Organisasi VGBC telah mengembangkan tiga perangkat penilaian yaitu
Lotus Non-Residential, Lotus Residential, dan Lotus Buildings in Operation. Program
pelatihan dan ujian mengenai green building Vietnam disebut dengan Pelatihan Lotus
Accredited Professional [2].
Pada tahun 2007, Phillipine Green Building Council (PHILGBC) mengembangkan
sistem perangkat penilaian green building yang disebut dengan Building for Ecologicaly
Responsive Design Excellence (BERDE). Ahli green building BERDE disebut dengan
Certified BERDE professional [3].
Di Thailand, Thai Green Building Institute (TGBI) berdiri pada pertengahan tahun
2008 oleh organisasi Siam arsitek dan Engineering Institute of Thailand. Berbeda dengan

Green Building Council negara lain yang berada dalam naungan WGBC, keberadaan
TGBI memilih untuk secara eksklusif berada dalam naungan binaan kerajaan Thailand.
Bidang Manajemen Konstruksi

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

Perangkat penilaian yang digunakan adalah Thai’s Rating of Energy and Environmental
Sustainability (TREES). Ahli Green Building yang meliputi TREES disebut TREES –
Associates (TREES-A) [4]
Green Building Index (GBI) bersama-sama didirikan dan dikembang-kan oleh
Pertumbuhan Arkitek Malaysia (PAM) dan Association of Consulting Engineers
Malaysia (ACEM) pada tahun 2009. Akreditasi GBI untuk bangunan, dipisahkan menjadi
tiga tingkatan. Pada tingkat tertinggi adalah Panel Akreditasi GBI, badan pengawas
independen untuk akreditasi GBI. Pada tingkat menengah adalah GBI Certifier, yang
terdiri atas para profesional berpengalaman yang melakukan penilaian dan akreditasi
pengaju-an proyek. Pada tingkat front-end adalah GBI Fasilitator, profesional yang
bersama-sama dengan klien dan tim desain untuk meningkatkan proyek-proyek mereka
untuk memenuhi atau melampaui persyaratan sistem rating GBI [5].
Skema penilaian Green Mark diluncurkan oleh Building and Construction

Authority (BCA) pada Januari 2005 sebagai inisitatif untuk mendorong industri
konstruksi Singapura menuju bangunan yang lebih ramah lingkungan. Sertifikasi
profesional Green Mark dibedakan menjadi tiga macam, yaitu Pelatihan sertfikasi untuk
Green Mark Manager bertujuan untuk memberikan gambaran tentang skema Green
Mark; Pelatihan sertfikasi untuk Green Mark Facilities Manager bertujuan untuk
membekali pengetahuan dan keterampilan menerapkan langkah-langkah berkelanjutan
pada gedung terbangun; Program Pelatihan Green Mark Professional yang menyediakan
profesional dengan dasar yang baik, pengetahun dan kemampuan untuk memberikan
saran dalam merancang bangunan ramah lingkungan [6].
Perangkat Penilaian Internasional di tingkat ASEAN
Selain penerapan perangkat penilaian green building dengan perangkat penilaian lokal,
terdapat perangkat penilaian yang bukan dari negara yang bersangkutan. Beberapa perangkat
penilaian luar ASEAN yang telah masuk ke lingkungan ASEAN, antara lain: LEED,
BREEAM, dan HQE.
Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) adalah sistem perangkat
pemeringkatan untuk desain, konstruksi, operasional dan pemeliharaan dari gedung, tempat
tinggal, dan lingkungan kawasan yang ramah lingkungan. LEED dikembangkan oleh U.S
Green Building Council (USGBC) sejak tahun 1994. Green Building Certification Institute di
bawah USGBC menawarkan bermacam akreditasi untuk tenaga yang mampu menunjukkan
kemampuan pengetahuan mengenai sistem rating LEED, yaitu meliputi LEED Accredted

Professional (LEED AP) dan LEED Green Associate [7]0.
Sistem rating BREEAM pertama kali diterbitkan oleh BRE pada tahun 1990. Hingga
kini terdapat 425.000 gedung yang telah mendapat sertifikat BREEAM dan lebih dari dua juta
gedung telah mendaftar untuk sertifikasi di berbagai negara di UK dan di lebih dari 50 negara
di dunia. Ahli BREEAM disebut dengan BREEAM Accredited Professional (BREEAM AP)
[8].
Haute Qualite Environnementale atau High Environment Quality (HQE) adalah standar
untuk green building di Perancis, berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
yang pertama kali dirumuskan pada tahun 1992 di Earth Summit. Standar ini dikendalikan
oleh Paris berdasarkan Association pour la Haute Qualite Environnementale (ASSOHQE).
Asosiasi HQE didirikan pada tahun 1995 dan merupakan organisasi non profit pada
tahun 2004. Sistem sertifikasi HQE telah beroperasi sejak 2005. Pelatihan yang menyediakan
profesional yang terakreditasi serta memiliki keterampilan untuk mendampingi klien
mengikuti proses sertifikasi HQE disebut dengan HQE Referents. Pelatihan ini
diselenggarakan oleh Cerway [9].

Bidang Manajemen Konstruksi

Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN


3.

METODE PENELITIAN
Metode dari penelitian ini adalah dengan melakukan studi literatur terhadap
pelaksanaan Green Building di tingkat ASEAN. Respon atas perkembangan pelaksanaan
Green Building tersebut, dilaksanakan dengan survey terhadap proyek-proyek konstruksi
di Jakarta untuk melihat sejauh mana tim konstruksi memiliki ahli bangunan hijau (Green
Building Professional) di dalam proyek tersebut.

2.

HASIL DAN DISKUSI
Berdasarkan data yang dikumpulan dari Green Buillding Council setiap negara di
ASEAN, diperoleh data yang dijabarkan dalam tabel:
Tabel 1: Pelaksanaan Green Building sertifikasi lokal di ASEAN
Negara
Singapura
Malaysia
Indonesia
Vietnam

Thailand
Filipina
Brunei
Laos
Myanmar
Kamboja

Nama Sertifikasi Green
Building Lokal
Green Mark
Green Building Index
GREENSHIP
LOTUS
TREES
BERDE
-

Jumlah Green Building
Sertifikasi Lokal
1060

281
10
8
3
-

Dari tabel 1 diatas menunjukkan, jumlah pembangunan green building terbanyak
terdapat di Singapura, diikuti dengan Malaysia, Indonesia, Vietnam, dan Thailand.
Banyaknya penerapan sertifikasi green building lokal mendapatkan banyak pengaruh dari
dukungan pemerintah, industri real estat, sosialisasi masyarakat, serta pengetahuan dari
praktisi. Pelaksanaan green building yang juga dilaksanakan dengan perangkat penilaian
internasional di wilayah ASEAN terdata di tabel 2.
Tabel 2: Pelaksanaan Green Building sertifikasi Internasional di ASEAN
Negara
Thailand
Malaysia
Singapura
Filipina
Vietnam
Indonesia

Kamboja
Brunei
Laos
Myanmar

Nama Sertifikasi Green
Building Internasional
LEED
Green Mark
LEED
Green Mark
LEED
BREEAM
LEED
LEED
Green Mark
LEED
Green Mark
LEED
LEED
-

Jumlah Green Building
Sertifikasi Internasional
53
3
34
20
40
1
27
15
1
7
5
2
1
-

Total
56
54
41
27
16
12
2
1
0
0

Dari tabel 2 diatas menunjukkan, jumlah pembangunan green building terbanyak
yang dilakukan dengan perangkat penilaian internasional terdapat di Thailand, diikuti
dengan Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, Indonesia, Kamboja dan Brunei.
Sedangkan Laos dan Myanmar belum memiliki gedung tersertifikasi diskala
Internasional.
Bidang Manajemen Konstruksi

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

Masuknya perangkat penilaian asing sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dari sektor
industri internasional yang telah mewajibkan pelaksanaan green building dari manajemen
pusat setiap industri tersebut. Peran pemerintah ternyata tidak cukup kuat untuk
membendung masuknya perangkat asing tersebut, walaupun telah ada dukungan yang
kuat dari pemerintah di Thailand, Singapura, dan Filipina untuk perangkat penilaian lokal
green building di negara tersebut.
Tabel 3: Pelaksanaan Green Building di ASEAN
Negara

TOTAL Green Building tersertifikasi

Singapura

1101

Malaysia

335

Thailand

59

Filipina

27

Vietnam

24

Indonesia
Kamboja

22
2

Brunei

1

Laos

0
0

Myanmar
TOTAL

1571

Dari tabel 3 di atas menunjukkan, jumlah terbanyak pembangunan Green Building
terbanyak terdapat di Singapura, diikuti dengan Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam,
Indonesia, Kamboja dan Brunei. Sedangkan Laos dan Myanmar belum memiliki gedung
tersertifikasi di skala Internasional.
Peran dari sertifikasi green building juga diperlukan untuk kebutuhan pendataan
dan studi. Dimana sesungguhnya masih banyak bangunan-bangunan ramah lingkungan
yang di luar tabel 3 berada di ASEAN. Namun, tidak memiliki sertifikat green building.
Peran ahli green building
Pelaksanaan green building membutuhkan kerjasama tim yang terintegrasi sejak
awal perencanaannya10. Dalam pelaksanaan Green Building, keterlibatan dari ahli green
building dapat berasal dari tim perencana, pelaksana, pemilik proyek, atau bahkan
konsultan green building independen. Berdasarkan data aplikasi Green Building yang
dilakukan di Indonesia, diambil 5 sampel untuk melihat sejauh mana keterlibatan ahli
Green Building sesuai dengan perangkat penilaian yang digunakan, yaitu:
1. Greenship Professional (GP) untuk perangkat penilaian GREENSHIP
2. LEED Accredited Professional (LEED AP) untuk perangkat penilaian LEED
3. Green Mark Manager (GMM) untuk perangkat penilaian Green Mark.
Terdapat 6 divisi yang ditinjau dalam penelitian ini, yaitu:
1. Owner (pemilik proyek), adalah pemberi tugas dan pemilik dana untuk melakukan
pembangunan. Owner dapat berbentuk perusahaan pengembang (developer) atau
pribadi. Dalam sampel yang diambil, semua sampel adalah perusahaan pengembang
peninjauan kepemilikan seorang atau tim ahli Green Building.
2. Konsultan Green Building, adalah konsultan berbentuk tim dalam suatu perusahaan
atau perorangan yang ditunjuk langsung oleh owner dengan kewenangan
mengarahkan proyek agar tujuan Green Building dapat tercapai. Dalam sampel yang
diambil, konsultan berbentuk perorangan dibawah naungan suatu perusahaan. Dalam
penelitian ini, konsultan Green Building berdiri sendiri, tidak dibawah perusahaan
yang sama dengan owner, kontraktor, arsitek, ME, dan MK.
Bidang Manajemen Konstruksi

Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

3. Kontraktor, adalah kontraktor utama yang ditetapkan berdasarkan lelang atau
penunjukkan langsung. Keterlibatan ahli Green Building adalah dalam bentuk
perorangan atau tim.
4. Arsitek, adalah perencana bangunan yang ditetapkan oleh owner. Keterlibatan ahli
Green Building dalam arsitek dapat berupa seseorang atau tim yang berada dibawah
naungan suatu perusahaan.
5. Mekanikal Elektrikal (ME), adalah perencana untuk sistem mekanikal elektrikal yang
tidak sebatas meliputi perencanaan sistem AC, plambing, lampu, jaringan listrik,
transportasi vertikal. Ahli Green Building yang terlibat berupa perorangan atau tim
dalam perencanaan ME.
6. Manajemem Konstruksi (MK), adalah pengawas dari pekerjaan kontraktor. Ahli
Green Building di dalam MK bertugas turut mengawasi pekerjaan terkait Green
Building dengan target yang telah disepakati dengan owner.
Hasil dari survey yang dilakukan pada 5 proyek di Jakarta. Diperoleh informasi
pada tabel berikut:
Tabel 4: Ahli Bangunan Hijau pada pelaksana konstruksi
Proyek
Proyek 1

Proyek 2
Proyek 3

Proyek 4
Proyek 5

Target
GREENSHIP Platinum
LEED Platinum
GREENSHIP Platinum
GREENSHIP
– Gold
Green mark –
gold+
LEED Platinum
GREENSHIP Gold

Konsultan

Ahli Bangunan Hijau yang Terlibat
Owner Kontraktor
Arsitek ME

MK



-

-









-

-

-

-

-









-

-



-

-

-

-

-



-

-

-

-

-





-

-

-















Dalam sampel terdapat 2 proyek yang memiliki sertifikasi ganda. Dari seluruh
sampel yang diambil, semuanya memiliki konsultan Green Building yang terpisah dari
tim perencana proyek. Hal ini menunjukkan dalam proses pembangunan dan sertifikasi
Green Building, peran konsultan yang terlepas dari internal owner atau tim inti
merupakan hal yang penting.
Sedankan peran ahli Green Building dari pihak owner belum tentu menentukan
bahwa proyek akan dibangun dan disertifikasi Green Building. Pada proyek ke 2 dan ke
5, terdapat keterlibatan peran ahli Green Building dalam tim pembangunannya. Namun,
hal itu tidak menentukan tingginya peringkat sertifikasi yang akan didapat. Pada proyek
ke 5, target sertifikasi adalah peringkat emas (gold) walaupun pada seluruh tim memiliki
ahli Green Building. Hal ini sepertinya juga berlaku bagi penerapan green building untuk
sertifikasi skala internasional.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui pengaruh yang dominan dalam
pelaksanaan green building lokal, hambatan-hambatan dalam penerapan perangkat
penilaian green building internasional, serta pengaruh adanya ahli green building di tim
perencana dan tim proyek terhadap kualitas pelaksaan green building.

Bidang Manajemen Konstruksi

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

3.

KESIMPULAN
Penerapan sertifikasi green building di ASEAN dapat dilakukan menggunakan
perangkat penilaian lokal maupun internasional. Peran pemerintah dapat mendukung
pelaksanaan perangkat penilaian lokal, namun kebutuhan dari sektor industri juga
menentukan jenis penggunaan perangkat penilaian untuk menggunakan perangkat lokal
atau internasional.
Indonesia, berada di peringkat ke 3 untuk penggunaan perangkat penilaian lokal,
dan berada di peringkat ke 6 untuk penggunaan perangkat penilaian internasional. Secara
perhitungan jumlah bangunan tersertifikasi, Indonesia berada di peringkat ke 6 dalam
pelaksanaan green building. Peran sertifikasi lokal GREENSHIP dominan dilaksanakan
di Indonesia. Namun, potensi penilaian standard asing LEED dan Green Mark akan
semakin masuk perlahan ke Indonesia.
Dalam pelaksanaan green building, peran ahli green building diperlukan untuk
setiap proyeknya. Namun, peran ahli green building dalam komponen tim perencana
(arsitek, ME), tim pelaksana (kontraktor, MK) dan owner, tidak mempengaruhi target
pencapaian green building. Namun, kompetensi sebagai ahli green building dalam tim
proyek menjadi sebuah kompetensi yang akan menjadi tantangan besar di Indonesia dan
ASEAN.

4.

DAFTAR PUSTAKA
http://gbcindonesia.org/, diunduh 13/02/2015.
http://philgbc.org/, diunduh 13/02/2015.
http://www3.cec.org/islandora-gb/en/islandora/object/greenbuilding%3A100, diunduh
13/02/2015.
http://www.tgbi.or.th/intro.php diunduh 13/02/2015.
http://www.greenbuildingindex.org/organisation.html, diunduh 13/02/2015.
http://www.bca.gov.sg/greenmark/green_mark_buildings.html, diunduh 13/02/2015.
http://www.usgbc.org/, diundug 13/02/2015.
http://www.breeam.org/about.jsp?id=66, diunduh 13/02/2015.
http://www.behqe.com/, diunduh 13/02/2015.

Geshwiller, M (eds.). (2006) ASHRAE Green Guide, the design, costruction, and
operation of sustainable buildings. Atlanta: American Society of Heating, Refrigerating, and
Air-Conditioning Engineers, Inc.
Krups, M. (2014) Green building market report south east asia 2014. Hongkong:
BCI Asia
United Nation Environment Programme. (2007) Buildings and Climate Change.
Paris: UNEP

Bidang Manajemen Konstruksi

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22