POLITIK KELOMPOK ISLAM TRANSNASIONALIS D
POLITIK KELOMPOK ISLAM TRANSNASIONALIS DI INDONESIA
Sebagai Sebuah Ancaman Terhadap Pancasila
Dewasa ini isu Islam Transnasionalis di Indonesia selalu menjadi topik
yang hangat dibicarakan. Khususnya gerakan-gerakannya yang terjadi di
Indonesia yang selalu di cap negatif dan selalu disamakan dengan gerakan
fundamental
dan
radikal
yang
mengganggu
kedamaian
kehidupan
berbangsa di Indonesia.
Lalu apakah benar gerakan Islam transnasionalis yang berkembang
dewasa ini khususnya yang ada di Indonesia dapat mengancam dasar
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, yaitu Pancasila?
~*~
Akhir-akhir ini, bangsa Indonesia selain kasus korupsi oleh para pejabat pemerintahan
dan elit juga muncul sebuah diskursus baru mengenai munculnya kelompok Islam
transnasionalis yang bersifat fundamental dan radikalis yang tidak hanya mengganggu
kedamaian kehidupan berbangsa di Indonesia juga dapat mengancam dasar kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia, yaitu pancasila.
Mengenai kemunculan kelompok Islam tersebut di Indonesia juga menjadi perbincangan
yang hangat di seluruh dunia sebagai khasanah politik internasional yang masuk dalam kriteria
religio-politik. adalah mengenai “kebangkitan” Islam politik, seperti merebaknya fenomena
“fundamentalisme” Islam. Istilah “fundamentalisme” umumnya dipakai untuk merujuk pada
gerakan-gerakan Islam politik yang berkonotasi negative seperti “radikal, ekstrim, dan militan”
serta “anti-Barat/Amerika”. Namun, tidak jarang pula cap “fundamentalisme” diberikan kepada
semua orang Islam yang menerima Al-Quran dan Hadis sebagai jalan hidup mereka.
Bagaimanapun istilah “fundamentalisme” terlalu dibebani oleh “praduga Kristen dan stereotip
Barat dan juga menyiratkan ancaman monolitik yang tidak pernah ada”. Oleh sebab itu, menurut
Esposito, istilah yang lebih tepat untuk menyebut fenomena “fundamentalisme” dalam kancah
politik Islam adalah revivalisme Islam.
1
Saat ini di Indonesia, terdapat dua gerakan Islam, yaitu, Islam transnasionalis dan Islam
nasionalis. Istilah Islam transnasional ini menurut KH. Hasyim Muzadi (2007) merujuk pada
ideologi keagamaan lintas negara yang sengaja di impor dari luar dan dikembangkan di
Indonesia. Sedangkan Islam nasionalis (kebangsaan) adalah gerakan yang berlandaskan Islam
tapi mereka menerima pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa, seperti Nahdlatul Ulama
(NU) dan Muhammadiyah.
Jadi, dengan kata lain Islam transnasional ini merupakan sebuah reaksi terhadap despotis
terhadap mereka dan reaksi intelektual muslim atas melencengnya nilai-nilai dari standart
kebenaran. Lahir sebagai pemecahan dari persoalan-persoalan politik yang muncul di daerah
Timur Tengah. Sedangkan Islam nasionalis (kebangsaan) organisasi sosial keagamaan atau
organisasi politik yang lahir dari pergulatan dan pemecahan masalah-masalah yang terkait
dengan Indonesia.
Dalam sejarah Islam, sejak umat Islam mengekspansi Eropa dan pada masa tertentu,
Eropa tidak hanya melepaskan diri dari kekuasaan Islam bahkan banyak menjajah negara-negara
Islam di Timur Tengah, lalu berbalik umat Islam berusaha melepaskan diri dari kekuasaan
Eropa, peperangan Islam dan negara-negara Eropa berlangsung sangat lama (Rahmat 2008: 6465), mulai dari kehancuran Dinasti Turki Ustmani, perang Afganistan, umat Islam melawan Uni
Soviet dan Amerika, dan yang terakhir kejadian 9/11 di Amerika Serikat yang dilakukan oleh AlQaida di bawah kepemimpinan Osama Bin Laden.
Di akhir tahun 1990-an semakin banyak kelompok-kelompok oposisi di Timur Tengah
yang menjadikan Islam sebagai dasar ideology politik yang ikut memberikan inspirasi bagi
kelompok-kelompok yang serupa di Negara-negara lain. Hal ini menandakan bahwa semakin
kuatnya posisi politik kelompok Islam oleh Negara-negara barat – AS, Eropa, dll – dianggap
sebagai suatu penghalang dan tak segan melakukan tindakan reprresif untuk menghentikan
kelompok-kelompok Islam bahkan memberikan cap “teroris”.
Sejak 1970, Islam menjadi bagian dari kehidupan masyarakat muslim. Biar pun setelah
negara-negara dengan mayoritas muslim setelah kemerdekaan mereka mendapat bantuan dari
barat, hal ini tidak membuat seluruh negara-negara muslim meninggalkan keIslaman mereka.
Akan tetapi pada akhir 1960an dan awal 1970an, perpecahan dan ketegangan antar komunitas
2
sering terjadi. Dari sinilah diantar warga muslim ada yang menyerukan untuk kembali ke Islam
dan melakukan reformasi dengan cara politik Islam.
Selama hampir dua dekade, Islam dijadikan sebagai medium untuk melakukan kegiatan
politik dan mobilisasi. Politik Islam diseluruh dunia menggunakan Islam sebagai alat untuk
nation-building. Bahkan beberapa pemerintahn di negara-negara muslim menjadikan Islam
ssebagai medium meneruskan kekkuasaan mereka. Meskipun demikian, politik Islam
kontemporer menentang persepsi tentang fundamentalisme islam.
Gerakan Islam kontemporer pada dekade 1990an adalah sumber kekuatan dari gerakangerakan perlawanan Islam. Banyak diantara gerakan ini yang tidak rasional dan melakukan
perlawanan dengan jalan kekerasan misalnya
pembunuhan. Akan tetapi perkembangan ini
sangat kompleks. Banyak kelompok politik Islam yang memilih jalan pemilu untuk mendapatkan
kursi di parlemen.Namun pada perkembangan selanjutnya, politik Islam tumbuh sebagai oposisi
ilegal terhadap pemerintahan yang sah. Hal ini dikarenakan oleh kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah.
Di Indonesia gerakan Islam transnasionalis sudah menapakkan jejak politiknya paska
kemerdekaan Republik Indonesia. Misalnya, dalam kasus pembentukan pancasila sebagai dasar
kebangsaan Indonesia, ketika NU, Muhammadiyah, HMI, PPMI, dan kelompok ormas Islam
lainnya yang menerima asas tunggal pancasila, kelompok Masyumi (berpaham Wahabi), seperti
DDII, PII, GPI, dan HMI MPO secara kukuh menolaknya, lalu muncul gerakan separatisme yang
dilakukan oleh gerakan DI/TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo yang menimbulkan banyak
korban jiwa. Lalu, kelompok ini mendapat tindakan represif dari pemerintah.
Munculnya gerakan Islam transnasional semakin marak muncul paska runtuhnya
pemerintahan orde baru. Gerakan-gerakan tersebut antara lain:
1. Ikhwanul Muslimin
2. Hizbut Tahrir
3. Jihadi (Radikal)
4. Salafi Dakwah dan Salafi Sururi
5. Jama’ah Tabligh
6. Syi’ah
3
Mayoritas gerakan-gerakan Islam Transnasionalis tersebut menginginkan sebuah negara
berdasarkan Islam atau Khilafah, meskipun menggunakan metode yang berbeda-beda. Untuk
memudahkan terdapat beberapa karakter antara kelompok fundamentalis dan radikal (Iqbal
dan Nasution 2010; 58-217).
Karakter Fundamentalis:
1. Membid’ahkan dan memusyrikkan amalan-amalan kaum pesantren, seperti Mauludan,
ziarah kubur, Dzibaan, Tahlil, Dzikir, dan sebagainya. Mereka menganggap itu semua
menodai kemurnian Islam.
2. Literalis: menolak ta’wil dan penafsiran Qur’an dan Sunnah secara yang tersurat.
3. Tidak mengakui akal, mereka hanya mengakui wahyu. Wahyu merupakan sumber satusatunya dalam Islam.
4. Anti imam-imam madzhab dan tidak mengakui kitab kuning. Hanya menganut Imam
Ahmad bin Hambal versi Ibnu Taymiyyah, dan Muhammad bin Abdul Wahab.
5. Intoleran: cenderung memusuhi kelompok lain dan menganggap hanya ajaran
kelompoknya sendiri yang benar. Mudah mengkafirkan orang yang tidak seajaran dengan
mereka.
Karakter Islamis-Radikal:
1. Radikal: menganggap kehidupan Islam dan sistem kenegaraan yang telah ada di dunia
muslim sebagai penyimpangan, dan harus diubah dengan cara yang mendasar.
2. Pro kekerasan: sangat mendukung kekerasan dimana kondisi yang menyimpang menurut
mereka harus diluruskan baik dengan jalan dakwah maupun jalan jihad (perang).
3. Fanatic-militant: meyakini dengan mutlak bahwa ajarannya sendiri sebagai kebenaran
tunggal yang harus disebarluaskan dengan jalan apapun.
4. Anti-Barat: Barat dipersepsikan sebagai penyebab hancurnya sistem kehidupan yang
Islami baik budayanya, intelektualnya, ekonominya, maupun sistem politiknya.
5. Politis: meyakini bahwa kekuasaan politik negara harus diraih karena merupakan
kewajiban agama. Bagi yang tidak menerapkan hukum Islam maka dicap kafir dan halal
darahnya.
4
6. Menempatkan yang sunnah sebagai yang wajib, menjadikan yang furu’ sebagai ushul,
mengubah segala sesuatunya menjadi sakral.
Kelompok Islamis-Radikal dan teroris di Indonesia mempunyai dua pokok agenda.
Pertama, merobohkan NKRI dan pancasila. Menjadikan Islam sebagai entitas politik yakni
untuk membentuk negara Islam atau khilafah Islamiyah versi mereka sendiri. Kedua,
menerapkan ajaran Islam dalam masyarakat menurut versi mereka sendiri. Tanpa
menerapkan hal tersebut, masyarakat di anggap jahiliyah (Rahmat 2008: 70-90).
Akar-akar kekerasan terinspirasi oleh Sayyid Quthb adalah ideolog gerakan Ikhwanul
Muslimin, yaitu memrangi orang kafir saat ini adalah wajib bagi setiap muslim. Pemerintah
yang tidak menerapkan hukum Islam adalah “toghut” yang harus diperangi. Masyarakat yang
membiarkan dan mentaati hukum bukan hukum Islam adalah jahiliyah, wajib diperangi.
Jihad melawan orang kafir harus dilakukan tanpa harus di serang lebih dahulu (Iqbal dan
Nasution 2010: 210-216).
Dari penjelasan di atas sudah jelas bahwa kehadiran gerakan kelompok-kelompok Islam
Transnasionalis telah merubah wajah rasa kebangsaan bangsa Indonesia terutama dalam
Pancasila. Berbagai adaptasi budaya dan adat istiadat yang telah dilakukan kelompok
gerakan Islam nasionalis (kebangsaan) dan gerakan-gerakan agama kebangsaan lainnya di
Inonesia digugat oleh gerakan transnasionalis ini. Mereka menganggap bahwa memasukkan
unsur kultural budaya Indonesia diantara agama Islam telah menodai ajaran Islam itu sendiri,
tidak murni dan tidak otentik. Segala sesuatu dalam kerangka pembaharuan Islam juga
dituduh menyebabkan sekulerime, dan penyelewengan Islam. Padahal dalam sila ketiga yaitu
Persatuan Indonesia dari Pancasila mengharuskan kita agar bersatu sebagai bangsa Indonesia
yang utuh tanpa terpecah-pecah hanya karena suku, agama, dan ras.
Mengingat
sejarah
perkembangan
gerakan-gerakan
Islam
transnasionalis
yang
digambarkan di atas, dapat dipahami sebagai sebuah reaksi terhadap despotis terhadap
mereka dan reaksi intelektual muslim atas melencengnya nilai-nilai dari standart kebenaran.
Lahir sebagai pemecahan dari persoalan-persoalan politik yang muncul di daerah Timur
Tengah. Sehingga akan timbul masalah jika tawaran-tawaran pemecahan masalah politik
mereka diterapkan di Indonesia karena pada dasarnya tidak sama dan tidak cocok dalam
5
pemecahan masalah sosial dan politik di Indonesia yang terdiri dari beberapa suku bangsa
dan agama yang menganut asas bhineka tunggal ika.
Selain itu, keadaan defensif pada perkembangan sejarah gerakan-gerakan tersebut di
Timur Tengah menuntut berperang mencapai kemenandengan menggunakan panji-panji
Islam mampu mendorong semangat internalnya, seperti menanamkan kebencian terhadap
agama, budaya, ilmu pengetahuan dan perilaku kehidupan Barat dengan menggunakan dalil
ayat-ayat perang yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul untuk melegitimasi
kegiatan-kegiatan militan mereka.
Mereka juga mengajak umat Islam untuk berjihad dan menjelaskan tentang pahala mati
sahid melalui cara jihad (perang) agar mau bertempur dan mempunyai militasi tinggi,
menciptakan tentara yang tidak takut mati. Mereka akan bilang kafir jika terdapat umat Islam
yang tidak mau berperang melawan Barat. Jadi, mereka memandang ajaran Islam adalah
ajaran melawan kekafiran dengan segala macam cara. Dapat dibayangkan jika pemikiran dan
kondisi umat Islam di Timur Tengah yang sangat berbeda dengan di Indonesia dimana orangorangnya sudah lama hidup damai dalam keberagaman suku, keyakinan, agama dan ras dan
juga damai dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
Akibatnya dari pemaksaan pemikiran sosial dan politik yang dilakukan oleh gerakangerakan kelompok tersebut adalah konflik beragama yang terjadi di beberapa daerah di
Indonesia selama kurang lebih kurun waktu 15 tahun. Seperti konflik agama, yaitu antara
Islam dan Kristen di Poso dan Ambon. Berbagai serangkaian tindakan terorisme, yaitu
pengeboman di hotel-hotel berbintang, di gereja-gereja, di tempat-tempat umum, di kedutaan
besar. Lalu kasus penganiayaan dan pembubaran Ahmadiyah di Monas tanggal 1 Juni 2008,
lalu masih Ahmadiyah di Cikesik Pendelang, Banten. Dimana konflik-konflik tersebut juga
memakan banyak korban jiwa dan harta yang cukup banyak. Hal tersebut tentu saja sangat
bertentangan dengan jiwa pancasila. Selain memecah persatuan bangsa Indonesia juga
konflik-konflik yang disebabkannya memakan korban jiwa tidak sedikit sangat bertentangan
dengan sila kemanusiaan yang beradab dalam pancasila.
Tentu saja kita sebagai bangsa Indonesia tidak ingin kelompok-kelompok Islam
transnasional yang fundamentalis dan radikalis memecah persatuan bangsa Indonesia dengan
6
idenya yang ingin mendirikan negara khilafah. Maka harus dilakukan pemecahan
permasalahan ini yaitu dengan cara:
1. Hukum
Keharusan menggunakan pancasila dalam kehidupan berorganisasi, baik berupa
organisasi masyarakat, partai politik, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan
dapat menghambat ideologi gerakan Islam transnasionalisme yang menggurita di
Indonesia. Mungkin bisa juga dengan melakukan kontrol dan meregulasi melalui payung
hukum yang mengikat tentang penyebaran ideologi kelompok Islam transnasional yang
jika dibiarkan dan tanpa kontrol akan mengancam ideologi pancasila dan keutuhan
NKRI.
2. Kerjasama aliran Islam Kebangsaan untuk membendung gerakan Islam transnasionalis.
Aliran Islam kebangsaan yang dimaksud di Indonesia ini adalah NU dan Muhammadiyah
yang mempunyai kader yang cukup banyak untuk melakukan pembagian tugas
membendung pengaruh dan dampak gerakan ideologis Islam transnasionalis agar lebih
terkontrol. Salah satunya memberikan pendidikan kepada para remaja sekolah maupun
kuliah agar waspada terhadap bahaya ideologi Islam transnasional yang belum teregulasi
dengan baik bagi pancasila dan keutuhan NKRI.
7
KESIMPULAN
Gerakan-gerakan Islam yang berkembang di Timur Tengah jika dipandang sekilas tanpa
melihat konteks, realitas yang terjadi dan hanya melihat pertimbangan HAM hanya akan dapat
disimpulkan bahwa gerakan-gerakan tersebut adalah gerakan yang fundamental dan terkesan
redikal dalam prakteknya. Namun ketika dikaji dengan memasukkan beberapa pengetahuan,
maka gerkan-gerakan Islam tersebut merupakan sebuah kewajaran atas reaksi terhadap despotis
terhadap mereka dan reaksi intelektual muslim atas melencengnya nilai-nilai dari standart
kebenaran.
Maka saya menyimpulkan bahwa gerakan-gerakan Islam yang ada dan berkembang saat
ini merupakan sebuah reaksi dan pembaharuan aksi yang dilakukan oleh orang-orang yang sadar
akan sebuah kebenaran yang sejatinya dianggap melenceng dari niali-nilai yang dipahami oleh
masyarakat. Dimana gerakan-gerakan atau organisasi ini digunakan sebagai alat untuk
melakukan perjuangan Islam saat ini dan beberapa khususnya adalah alat perjuangan untuk
memperjuangkan kemerdekaan negaranya dan perjuangan politik untuk menciptakan sebuah
rezim yang dapat mensejahterakan negara dan rakyatnya.
Namun pada konteks Indonesia, hal tersebut tidak akan bisa terwujud karena sejak jaman
sebelum kemerdekaan bangsa ini sudah terdiri dari berbagai macam keyakinan yang harus kita
hargai sebagai sebuah fitrah. Dan sejak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya,
lalu merumuskan dasar ideologinya, yang juga merupakan hasil konsensus yang sifatnya
memang telah disepakati bersama, Indonesia bukanlah negara Islam.
Dan jika gerakan Islam transnasional dipaksakan maka tentu saja akan mengancam dasar
ideologi negara kita yaitu pancasila dan juga akan mengancam keutuhan NKRI. Gerakan Islam
transnasional yang tidak terkontrol dan teregulasi dengan baik akan menimbulkan perpecahan
bangsa Indonesia yang pluralis dan multikulturalis ini. Selain itu pula juga akan menimbulkan
banyak korban jiwa yang tidak sedikit.
8
DAFTAR PUSTAKA
Rahmat, M. Imdadun.2008. Ideologi Politik PKS, Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen.
Yogyakarta: LKiS.
Iiqbal, Muhammad dan Nasution, Amin Huesin. 2010. Pemikiran Politik Islam. Dari Masa
Klasik Hingga Indonesia Kntemporer. Kencana Prenada Media Group
9
Sebagai Sebuah Ancaman Terhadap Pancasila
Dewasa ini isu Islam Transnasionalis di Indonesia selalu menjadi topik
yang hangat dibicarakan. Khususnya gerakan-gerakannya yang terjadi di
Indonesia yang selalu di cap negatif dan selalu disamakan dengan gerakan
fundamental
dan
radikal
yang
mengganggu
kedamaian
kehidupan
berbangsa di Indonesia.
Lalu apakah benar gerakan Islam transnasionalis yang berkembang
dewasa ini khususnya yang ada di Indonesia dapat mengancam dasar
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, yaitu Pancasila?
~*~
Akhir-akhir ini, bangsa Indonesia selain kasus korupsi oleh para pejabat pemerintahan
dan elit juga muncul sebuah diskursus baru mengenai munculnya kelompok Islam
transnasionalis yang bersifat fundamental dan radikalis yang tidak hanya mengganggu
kedamaian kehidupan berbangsa di Indonesia juga dapat mengancam dasar kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia, yaitu pancasila.
Mengenai kemunculan kelompok Islam tersebut di Indonesia juga menjadi perbincangan
yang hangat di seluruh dunia sebagai khasanah politik internasional yang masuk dalam kriteria
religio-politik. adalah mengenai “kebangkitan” Islam politik, seperti merebaknya fenomena
“fundamentalisme” Islam. Istilah “fundamentalisme” umumnya dipakai untuk merujuk pada
gerakan-gerakan Islam politik yang berkonotasi negative seperti “radikal, ekstrim, dan militan”
serta “anti-Barat/Amerika”. Namun, tidak jarang pula cap “fundamentalisme” diberikan kepada
semua orang Islam yang menerima Al-Quran dan Hadis sebagai jalan hidup mereka.
Bagaimanapun istilah “fundamentalisme” terlalu dibebani oleh “praduga Kristen dan stereotip
Barat dan juga menyiratkan ancaman monolitik yang tidak pernah ada”. Oleh sebab itu, menurut
Esposito, istilah yang lebih tepat untuk menyebut fenomena “fundamentalisme” dalam kancah
politik Islam adalah revivalisme Islam.
1
Saat ini di Indonesia, terdapat dua gerakan Islam, yaitu, Islam transnasionalis dan Islam
nasionalis. Istilah Islam transnasional ini menurut KH. Hasyim Muzadi (2007) merujuk pada
ideologi keagamaan lintas negara yang sengaja di impor dari luar dan dikembangkan di
Indonesia. Sedangkan Islam nasionalis (kebangsaan) adalah gerakan yang berlandaskan Islam
tapi mereka menerima pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa, seperti Nahdlatul Ulama
(NU) dan Muhammadiyah.
Jadi, dengan kata lain Islam transnasional ini merupakan sebuah reaksi terhadap despotis
terhadap mereka dan reaksi intelektual muslim atas melencengnya nilai-nilai dari standart
kebenaran. Lahir sebagai pemecahan dari persoalan-persoalan politik yang muncul di daerah
Timur Tengah. Sedangkan Islam nasionalis (kebangsaan) organisasi sosial keagamaan atau
organisasi politik yang lahir dari pergulatan dan pemecahan masalah-masalah yang terkait
dengan Indonesia.
Dalam sejarah Islam, sejak umat Islam mengekspansi Eropa dan pada masa tertentu,
Eropa tidak hanya melepaskan diri dari kekuasaan Islam bahkan banyak menjajah negara-negara
Islam di Timur Tengah, lalu berbalik umat Islam berusaha melepaskan diri dari kekuasaan
Eropa, peperangan Islam dan negara-negara Eropa berlangsung sangat lama (Rahmat 2008: 6465), mulai dari kehancuran Dinasti Turki Ustmani, perang Afganistan, umat Islam melawan Uni
Soviet dan Amerika, dan yang terakhir kejadian 9/11 di Amerika Serikat yang dilakukan oleh AlQaida di bawah kepemimpinan Osama Bin Laden.
Di akhir tahun 1990-an semakin banyak kelompok-kelompok oposisi di Timur Tengah
yang menjadikan Islam sebagai dasar ideology politik yang ikut memberikan inspirasi bagi
kelompok-kelompok yang serupa di Negara-negara lain. Hal ini menandakan bahwa semakin
kuatnya posisi politik kelompok Islam oleh Negara-negara barat – AS, Eropa, dll – dianggap
sebagai suatu penghalang dan tak segan melakukan tindakan reprresif untuk menghentikan
kelompok-kelompok Islam bahkan memberikan cap “teroris”.
Sejak 1970, Islam menjadi bagian dari kehidupan masyarakat muslim. Biar pun setelah
negara-negara dengan mayoritas muslim setelah kemerdekaan mereka mendapat bantuan dari
barat, hal ini tidak membuat seluruh negara-negara muslim meninggalkan keIslaman mereka.
Akan tetapi pada akhir 1960an dan awal 1970an, perpecahan dan ketegangan antar komunitas
2
sering terjadi. Dari sinilah diantar warga muslim ada yang menyerukan untuk kembali ke Islam
dan melakukan reformasi dengan cara politik Islam.
Selama hampir dua dekade, Islam dijadikan sebagai medium untuk melakukan kegiatan
politik dan mobilisasi. Politik Islam diseluruh dunia menggunakan Islam sebagai alat untuk
nation-building. Bahkan beberapa pemerintahn di negara-negara muslim menjadikan Islam
ssebagai medium meneruskan kekkuasaan mereka. Meskipun demikian, politik Islam
kontemporer menentang persepsi tentang fundamentalisme islam.
Gerakan Islam kontemporer pada dekade 1990an adalah sumber kekuatan dari gerakangerakan perlawanan Islam. Banyak diantara gerakan ini yang tidak rasional dan melakukan
perlawanan dengan jalan kekerasan misalnya
pembunuhan. Akan tetapi perkembangan ini
sangat kompleks. Banyak kelompok politik Islam yang memilih jalan pemilu untuk mendapatkan
kursi di parlemen.Namun pada perkembangan selanjutnya, politik Islam tumbuh sebagai oposisi
ilegal terhadap pemerintahan yang sah. Hal ini dikarenakan oleh kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah.
Di Indonesia gerakan Islam transnasionalis sudah menapakkan jejak politiknya paska
kemerdekaan Republik Indonesia. Misalnya, dalam kasus pembentukan pancasila sebagai dasar
kebangsaan Indonesia, ketika NU, Muhammadiyah, HMI, PPMI, dan kelompok ormas Islam
lainnya yang menerima asas tunggal pancasila, kelompok Masyumi (berpaham Wahabi), seperti
DDII, PII, GPI, dan HMI MPO secara kukuh menolaknya, lalu muncul gerakan separatisme yang
dilakukan oleh gerakan DI/TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo yang menimbulkan banyak
korban jiwa. Lalu, kelompok ini mendapat tindakan represif dari pemerintah.
Munculnya gerakan Islam transnasional semakin marak muncul paska runtuhnya
pemerintahan orde baru. Gerakan-gerakan tersebut antara lain:
1. Ikhwanul Muslimin
2. Hizbut Tahrir
3. Jihadi (Radikal)
4. Salafi Dakwah dan Salafi Sururi
5. Jama’ah Tabligh
6. Syi’ah
3
Mayoritas gerakan-gerakan Islam Transnasionalis tersebut menginginkan sebuah negara
berdasarkan Islam atau Khilafah, meskipun menggunakan metode yang berbeda-beda. Untuk
memudahkan terdapat beberapa karakter antara kelompok fundamentalis dan radikal (Iqbal
dan Nasution 2010; 58-217).
Karakter Fundamentalis:
1. Membid’ahkan dan memusyrikkan amalan-amalan kaum pesantren, seperti Mauludan,
ziarah kubur, Dzibaan, Tahlil, Dzikir, dan sebagainya. Mereka menganggap itu semua
menodai kemurnian Islam.
2. Literalis: menolak ta’wil dan penafsiran Qur’an dan Sunnah secara yang tersurat.
3. Tidak mengakui akal, mereka hanya mengakui wahyu. Wahyu merupakan sumber satusatunya dalam Islam.
4. Anti imam-imam madzhab dan tidak mengakui kitab kuning. Hanya menganut Imam
Ahmad bin Hambal versi Ibnu Taymiyyah, dan Muhammad bin Abdul Wahab.
5. Intoleran: cenderung memusuhi kelompok lain dan menganggap hanya ajaran
kelompoknya sendiri yang benar. Mudah mengkafirkan orang yang tidak seajaran dengan
mereka.
Karakter Islamis-Radikal:
1. Radikal: menganggap kehidupan Islam dan sistem kenegaraan yang telah ada di dunia
muslim sebagai penyimpangan, dan harus diubah dengan cara yang mendasar.
2. Pro kekerasan: sangat mendukung kekerasan dimana kondisi yang menyimpang menurut
mereka harus diluruskan baik dengan jalan dakwah maupun jalan jihad (perang).
3. Fanatic-militant: meyakini dengan mutlak bahwa ajarannya sendiri sebagai kebenaran
tunggal yang harus disebarluaskan dengan jalan apapun.
4. Anti-Barat: Barat dipersepsikan sebagai penyebab hancurnya sistem kehidupan yang
Islami baik budayanya, intelektualnya, ekonominya, maupun sistem politiknya.
5. Politis: meyakini bahwa kekuasaan politik negara harus diraih karena merupakan
kewajiban agama. Bagi yang tidak menerapkan hukum Islam maka dicap kafir dan halal
darahnya.
4
6. Menempatkan yang sunnah sebagai yang wajib, menjadikan yang furu’ sebagai ushul,
mengubah segala sesuatunya menjadi sakral.
Kelompok Islamis-Radikal dan teroris di Indonesia mempunyai dua pokok agenda.
Pertama, merobohkan NKRI dan pancasila. Menjadikan Islam sebagai entitas politik yakni
untuk membentuk negara Islam atau khilafah Islamiyah versi mereka sendiri. Kedua,
menerapkan ajaran Islam dalam masyarakat menurut versi mereka sendiri. Tanpa
menerapkan hal tersebut, masyarakat di anggap jahiliyah (Rahmat 2008: 70-90).
Akar-akar kekerasan terinspirasi oleh Sayyid Quthb adalah ideolog gerakan Ikhwanul
Muslimin, yaitu memrangi orang kafir saat ini adalah wajib bagi setiap muslim. Pemerintah
yang tidak menerapkan hukum Islam adalah “toghut” yang harus diperangi. Masyarakat yang
membiarkan dan mentaati hukum bukan hukum Islam adalah jahiliyah, wajib diperangi.
Jihad melawan orang kafir harus dilakukan tanpa harus di serang lebih dahulu (Iqbal dan
Nasution 2010: 210-216).
Dari penjelasan di atas sudah jelas bahwa kehadiran gerakan kelompok-kelompok Islam
Transnasionalis telah merubah wajah rasa kebangsaan bangsa Indonesia terutama dalam
Pancasila. Berbagai adaptasi budaya dan adat istiadat yang telah dilakukan kelompok
gerakan Islam nasionalis (kebangsaan) dan gerakan-gerakan agama kebangsaan lainnya di
Inonesia digugat oleh gerakan transnasionalis ini. Mereka menganggap bahwa memasukkan
unsur kultural budaya Indonesia diantara agama Islam telah menodai ajaran Islam itu sendiri,
tidak murni dan tidak otentik. Segala sesuatu dalam kerangka pembaharuan Islam juga
dituduh menyebabkan sekulerime, dan penyelewengan Islam. Padahal dalam sila ketiga yaitu
Persatuan Indonesia dari Pancasila mengharuskan kita agar bersatu sebagai bangsa Indonesia
yang utuh tanpa terpecah-pecah hanya karena suku, agama, dan ras.
Mengingat
sejarah
perkembangan
gerakan-gerakan
Islam
transnasionalis
yang
digambarkan di atas, dapat dipahami sebagai sebuah reaksi terhadap despotis terhadap
mereka dan reaksi intelektual muslim atas melencengnya nilai-nilai dari standart kebenaran.
Lahir sebagai pemecahan dari persoalan-persoalan politik yang muncul di daerah Timur
Tengah. Sehingga akan timbul masalah jika tawaran-tawaran pemecahan masalah politik
mereka diterapkan di Indonesia karena pada dasarnya tidak sama dan tidak cocok dalam
5
pemecahan masalah sosial dan politik di Indonesia yang terdiri dari beberapa suku bangsa
dan agama yang menganut asas bhineka tunggal ika.
Selain itu, keadaan defensif pada perkembangan sejarah gerakan-gerakan tersebut di
Timur Tengah menuntut berperang mencapai kemenandengan menggunakan panji-panji
Islam mampu mendorong semangat internalnya, seperti menanamkan kebencian terhadap
agama, budaya, ilmu pengetahuan dan perilaku kehidupan Barat dengan menggunakan dalil
ayat-ayat perang yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul untuk melegitimasi
kegiatan-kegiatan militan mereka.
Mereka juga mengajak umat Islam untuk berjihad dan menjelaskan tentang pahala mati
sahid melalui cara jihad (perang) agar mau bertempur dan mempunyai militasi tinggi,
menciptakan tentara yang tidak takut mati. Mereka akan bilang kafir jika terdapat umat Islam
yang tidak mau berperang melawan Barat. Jadi, mereka memandang ajaran Islam adalah
ajaran melawan kekafiran dengan segala macam cara. Dapat dibayangkan jika pemikiran dan
kondisi umat Islam di Timur Tengah yang sangat berbeda dengan di Indonesia dimana orangorangnya sudah lama hidup damai dalam keberagaman suku, keyakinan, agama dan ras dan
juga damai dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
Akibatnya dari pemaksaan pemikiran sosial dan politik yang dilakukan oleh gerakangerakan kelompok tersebut adalah konflik beragama yang terjadi di beberapa daerah di
Indonesia selama kurang lebih kurun waktu 15 tahun. Seperti konflik agama, yaitu antara
Islam dan Kristen di Poso dan Ambon. Berbagai serangkaian tindakan terorisme, yaitu
pengeboman di hotel-hotel berbintang, di gereja-gereja, di tempat-tempat umum, di kedutaan
besar. Lalu kasus penganiayaan dan pembubaran Ahmadiyah di Monas tanggal 1 Juni 2008,
lalu masih Ahmadiyah di Cikesik Pendelang, Banten. Dimana konflik-konflik tersebut juga
memakan banyak korban jiwa dan harta yang cukup banyak. Hal tersebut tentu saja sangat
bertentangan dengan jiwa pancasila. Selain memecah persatuan bangsa Indonesia juga
konflik-konflik yang disebabkannya memakan korban jiwa tidak sedikit sangat bertentangan
dengan sila kemanusiaan yang beradab dalam pancasila.
Tentu saja kita sebagai bangsa Indonesia tidak ingin kelompok-kelompok Islam
transnasional yang fundamentalis dan radikalis memecah persatuan bangsa Indonesia dengan
6
idenya yang ingin mendirikan negara khilafah. Maka harus dilakukan pemecahan
permasalahan ini yaitu dengan cara:
1. Hukum
Keharusan menggunakan pancasila dalam kehidupan berorganisasi, baik berupa
organisasi masyarakat, partai politik, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan
dapat menghambat ideologi gerakan Islam transnasionalisme yang menggurita di
Indonesia. Mungkin bisa juga dengan melakukan kontrol dan meregulasi melalui payung
hukum yang mengikat tentang penyebaran ideologi kelompok Islam transnasional yang
jika dibiarkan dan tanpa kontrol akan mengancam ideologi pancasila dan keutuhan
NKRI.
2. Kerjasama aliran Islam Kebangsaan untuk membendung gerakan Islam transnasionalis.
Aliran Islam kebangsaan yang dimaksud di Indonesia ini adalah NU dan Muhammadiyah
yang mempunyai kader yang cukup banyak untuk melakukan pembagian tugas
membendung pengaruh dan dampak gerakan ideologis Islam transnasionalis agar lebih
terkontrol. Salah satunya memberikan pendidikan kepada para remaja sekolah maupun
kuliah agar waspada terhadap bahaya ideologi Islam transnasional yang belum teregulasi
dengan baik bagi pancasila dan keutuhan NKRI.
7
KESIMPULAN
Gerakan-gerakan Islam yang berkembang di Timur Tengah jika dipandang sekilas tanpa
melihat konteks, realitas yang terjadi dan hanya melihat pertimbangan HAM hanya akan dapat
disimpulkan bahwa gerakan-gerakan tersebut adalah gerakan yang fundamental dan terkesan
redikal dalam prakteknya. Namun ketika dikaji dengan memasukkan beberapa pengetahuan,
maka gerkan-gerakan Islam tersebut merupakan sebuah kewajaran atas reaksi terhadap despotis
terhadap mereka dan reaksi intelektual muslim atas melencengnya nilai-nilai dari standart
kebenaran.
Maka saya menyimpulkan bahwa gerakan-gerakan Islam yang ada dan berkembang saat
ini merupakan sebuah reaksi dan pembaharuan aksi yang dilakukan oleh orang-orang yang sadar
akan sebuah kebenaran yang sejatinya dianggap melenceng dari niali-nilai yang dipahami oleh
masyarakat. Dimana gerakan-gerakan atau organisasi ini digunakan sebagai alat untuk
melakukan perjuangan Islam saat ini dan beberapa khususnya adalah alat perjuangan untuk
memperjuangkan kemerdekaan negaranya dan perjuangan politik untuk menciptakan sebuah
rezim yang dapat mensejahterakan negara dan rakyatnya.
Namun pada konteks Indonesia, hal tersebut tidak akan bisa terwujud karena sejak jaman
sebelum kemerdekaan bangsa ini sudah terdiri dari berbagai macam keyakinan yang harus kita
hargai sebagai sebuah fitrah. Dan sejak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya,
lalu merumuskan dasar ideologinya, yang juga merupakan hasil konsensus yang sifatnya
memang telah disepakati bersama, Indonesia bukanlah negara Islam.
Dan jika gerakan Islam transnasional dipaksakan maka tentu saja akan mengancam dasar
ideologi negara kita yaitu pancasila dan juga akan mengancam keutuhan NKRI. Gerakan Islam
transnasional yang tidak terkontrol dan teregulasi dengan baik akan menimbulkan perpecahan
bangsa Indonesia yang pluralis dan multikulturalis ini. Selain itu pula juga akan menimbulkan
banyak korban jiwa yang tidak sedikit.
8
DAFTAR PUSTAKA
Rahmat, M. Imdadun.2008. Ideologi Politik PKS, Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen.
Yogyakarta: LKiS.
Iiqbal, Muhammad dan Nasution, Amin Huesin. 2010. Pemikiran Politik Islam. Dari Masa
Klasik Hingga Indonesia Kntemporer. Kencana Prenada Media Group
9