BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Harta Bersama dan Perceraian 2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Harta Bersama - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Putusan Mahkamah Konstutusi No

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Harta Bersama dan Perceraian

2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Harta Bersama

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketika suami dan istri telah ada dalam ikatan perkawinan maka terjadi percampuran harta antara harta suami dan istri apabila sebelumnya tidak dilakukan perjanjian pemisahan harta.

Istilah harta bersama atau yang sering disebut harta gono – gini merupakan sebuah istilah hukum yang sudah tak asing di dalam masyarakat. Istilah gono-gini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai harta yang berhasil dikumpulkan oleh suami-istri selama

berumah tangga sehingga harta tersebut menjadi hak suami dan istri 1 . Pengertian harta bersama diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 35 ayat (1) disebutkan bahwa

harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan, selain itu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga memberi pengertian mengenai harta bersama dalam Pasal 119, disebutkan bahwa sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi persatuan harta bersama antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-

ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan 2 . Pengertian harta bersama juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 1 huruf f disebutkan bahwa harta kekayaan dalam

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tahun 2001, hlm 330 1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tahun 2001, hlm 330

tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun 3 . Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai harta bersama maka menurut penulis harta bersama ialah harta benda yang diperoleh

selama ikatan perkawinan berlangsung, suami atau istri dapat bertindak untuk berbuat sesuatu atas harta bersama ini atas persetujuan kedua belah pihak. Mengenai harta bersama tersebut suami dan istri masing-masing memilki hak untuk menguasai harta yang diperoleh masing- masing sebagai hadiah atau warisan di bawah pengawasan masing- masing sepanjang para pihak

tidak menentukan lain. 4 . Dasar hukum harta bersama di Indonesia diatur oleh hukum Islam dan hukum positif

yang berlaku di Indonesia. Dasar hukum mengenai harta bersama ini dapat ditemui dalam Undang - Undang dan peraturan berikut :

a. Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 35 ayat (1), disebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah Harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 119, disebutkan bahwa Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri

c. Kompilasi Hukum Islam Pasal 85, disebutkan bahwa Adanya harta bersama di dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing

3 Abdul Manan, op.cit,hal. 108-109 3 Abdul Manan, op.cit,hal. 108-109

Pengaturan harta gono-gini diakui secara hukum di Indonesia, hal ini sebagaimana telah diatur dalam beberapa peraturan Perundang – Undangan baik secara pengurusan, penggunaan, dan pembagiannya.

2.1.2 Pengertian Perceraian dan Pengaturannya

Dalam menjalani perkawinan tidak sedikit banyak suami istri mengalami kegagalan dalam menjalaninnya, kegagalan ini sering berujung dengan berakhirnya perkawinan tersebut atau sering disebut dengan perceraian. Menurut KHI dan Undang-undang Perkawinan, putusnya perkawinan dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu, kematian, perceraian dan putusan pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian biasanya disebabkan oleh talak atau berdasarkan gugatan cerai. Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Secara umum talak diartikan sebagai peceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya suami atau istri.

Perceraian adalah putusnya hubungan perkawinan antara suami-isteri berdasarkan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak suami-istri yang didasarkan alasan-alasan yang sah

yang telah disebutkan dalam peraturan Perundang- Undangan 5 . Menurut Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 yang dimaksud dengan perceraian ialah hubungan perkawinan yang perceraiannya

hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak serta memiliki alasan yang cukup hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak serta memiliki alasan yang cukup

depan sidang

Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Berdasarkan pengertian diatas perceraian menurut penulis ialah putusnya hubungan antara suami dan istri karena sudah tidak dapat lagi hidup rukun sebagai suami istri sebagaimana tujuan dari perkawinan dimana percerain dilakukan di Pengadilan Agama atau pengadilan yang berwenang.

Perceraian mempunyai akibat hukum yang luas, baik dalam lapangan Hukum Keluarga maupun dalam Hukum Kebendaan serta Hukum Perjanjian. Seperti yang terdapat di dalam Pasal

41 Undang-undang Perkawinan, disebutkan bahwa akibat hukum yang terjadi karena perceraian adalah sebagai berikut:

1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata- mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.

2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Oleh karena itu, dampak atau akibat dari putusnya hubungan perkawinan karena perceraian, telah jelas diatur dalam Undang-undang Perkawinan

6 R. Subekti dan R. Tjitrosubidio, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

Namun secara jelas akibat yang dituimbulkan dengan terjadinya perceraian ialah putusnnya hubungan perkawinan suami dan istri, Akibat lain dari perceraian adalah menyangkut masalah harta benda perkawinan khususnya mengenai harta bersama. Mengenai pembagian harta bersama ini dalam KUH Perdata Pasal 128 - Pasal 129 mengatur bahwa apabila tali perkawinan antara suami dan istri putus atau bercerai maka harta bersama tersebut dibagi dua antara suami istri tanpa memperhatikan dari pihak mana barang-barang kekayaan itu sebelumnya diperoleh, mengenai hal pembagian harta bersama juga diatur dalam Pasal 37 Undang-undang Perkawinan yang menyebutkan bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masinghal tersebut pula diatur dalam Pasal 97 KHI dinyatakan bahwa apabila perkawinan putus baik karena perceraian maupun karena kematian, maka masing-masing suami istri mendapatkan separuh dari harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung.

2.1.3 Tinjauan Umum Tentang Mahkamah Syariah

Dalam memutusakan perkara perceraian antara suami dan istri maka Perundangan di Indonesia mengatur bahwa perkara perceraian diselesaikan dipengadilan yang berwenang, salah satu peradilan yang memiliki kewengan dalam mengadili perkara perceraian ialah Mahkamah Syariah. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dalam Pasal 128 ayat (2) menyebutkan bahwa Mahkamah Syar‟iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh. Mahkamah Syar'iyah (disingkat MS) adalah salah satu Pengadilan Khusus yang berdasarkan Syariat Islam di Provinsi Aceh sebagai pengembangan dari Peradilan Agama. Mahkamah Syar'iyah terdiri dari Mahkamah Syar'iyah Provinsi dan Mahkamah Syar'iyah (tingkat Kabupaten dan Kota). Kekuasaan dan Kewenangan Mahkamah Syar‟iyah dan Mahkamah Syar‟iyah Provinsi adalah kekuasaan dan kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama ditambah dengan kekuasaan dan kewenangan lain yang Dalam memutusakan perkara perceraian antara suami dan istri maka Perundangan di Indonesia mengatur bahwa perkara perceraian diselesaikan dipengadilan yang berwenang, salah satu peradilan yang memiliki kewengan dalam mengadili perkara perceraian ialah Mahkamah Syariah. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dalam Pasal 128 ayat (2) menyebutkan bahwa Mahkamah Syar‟iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh. Mahkamah Syar'iyah (disingkat MS) adalah salah satu Pengadilan Khusus yang berdasarkan Syariat Islam di Provinsi Aceh sebagai pengembangan dari Peradilan Agama. Mahkamah Syar'iyah terdiri dari Mahkamah Syar'iyah Provinsi dan Mahkamah Syar'iyah (tingkat Kabupaten dan Kota). Kekuasaan dan Kewenangan Mahkamah Syar‟iyah dan Mahkamah Syar‟iyah Provinsi adalah kekuasaan dan kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama ditambah dengan kekuasaan dan kewenangan lain yang

Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh Mahkamah Syar‟iyah memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili,

memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syari‟at

Islam.

2.2 Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Bank

Rahasia bank adalah salah satu wujud perlindungan hukum di bidang perbankan yang sangat penting dimiliki oleh perbankan, terutama bagi negara yang memiliki lembaga keuangan bank. Rahasia bank wajib dipegang teguh oleh para professional. Hal ini ditujukan untuk melindungi nasabahnya. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. 8 Menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan rahasia bank adalah

segala sesuatu yang berhubungan dengsan keuangan dal ha-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbanakn wajib dirahasiakan. Pengertian mengenai rahasia perbankan juga di kemukakan oleh para ahli yang menyatakan bahwa :

1. Menurut Munir Fuady rahasia bank adalah Hubungan antara nasabah dan banknya mirip dengan hubungan antara lawyer dan kliennya atau hubungan antara dokter dan pasiennya. Semuanya sama-sama mengandung kewajiban untuk merahasiakan data dari

7 https://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syar%27iyah 7 https://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syar%27iyah

2. Menurut Kasmir rahasia bank adalah Dikarenakan kegiatan dunia perbankan mengelola uang masyarakat, maka bank wajib menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjaga keamanan uang tersebut agar benar-benar aman. Agar keamanan uang nasabahnya terjamin, pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal -hal lain dari nasabahnya. Dengan kata lain, bank harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila

melanggar kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi 10 . Berdasarkan pengertian tersebut maka menurut pendapat penulis rahasia bank ialah suatu

kewajiban yang dimiliki oleh sebuah bank untuk menjaga rahasia nasabah berdasarkan ketentuan yang wajib dirahasiakan.

Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpanan dan simpanannya maupun bagi kepentuingan bank itu sendiri. Terdapat Teori- teori rahasia bank. Terdapat dua teori tentang rahasia bank, antara lain :

1. Teori rahasia bank yang bersifat mutlak (Absolutely Theory). Teori rahasia bank yang bersifat mutlak ialah kewajiban bank untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui oleh bank dalam keadaan apapun juga, yaitu dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa.

2. Teori rahasia bank yang bersifat relatif. Teori rahasia bank yang bersifat relatife ialah keadaan diamana bank diperbolehkan untuk membuka rahasia atau memberikan keteranagan mengenai nasabahnya, untuk

9 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 87.

kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan negara atau kepentingan hukum yang telah diatur dalam Undang 11 – Undang .

Indonesia merupakan Negara yang menganut teori yang bersifat relati yang artinya bahwa terdapat pengecualian dari rahasia nasabah untuk memungkinkan bank membuka informasi itu yang berkaitan dengan suatu badan atau instansi diperbolehkan untuk meminta informasi atau keterangan data tentang keuangan nasabah yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peerundang-undangan yang berlaku. Pasal 20 ayat (1) UU No 10 Tahun 1998 mengatur bahwa setiap nasabah harus dilindungi kerahasiaan datanya oleh bank, akan tetapi kerahasian perbankan tersebut dapat dibuka untuk:

a. kepentingan perpajakan (Pasal 41)

b. penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara (Pasal 41A),

c. kepentingan peradilan dalam perkara pidana (Pasal 42)

d. perkara perdata antar bank dengan nasabahnya (Pasal 43)

e. kepentingan tukar-menukar informasi antar bank (Pasal 44)

f. atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis (Pasal 44A)

2.2.1 Peraturan Bank Indonesia nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Ketentuan mengenai rahasia bank diatur dalam UU No 10 Tahun 1998 dan kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Berdasarkan ketentuan tersebut ,pada prinsipnya setiap bank dan afiliasinya wajib merahasiakan keterangan Ketentuan mengenai rahasia bank diatur dalam UU No 10 Tahun 1998 dan kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Berdasarkan ketentuan tersebut ,pada prinsipnya setiap bank dan afiliasinya wajib merahasiakan keterangan

a. kepentingan perpajakan;

b. penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara;

c. kepentingan peradilan dalam perkara pidana;

d. kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara Bank dengan Nasabahnya;

e. tukar menukar informasi antar Bank;

f. permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis;

g. permintaan ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang telah meninggal dunia. Selain beberapa pengucualin yang telah diatur maka bank dilarang untuk membuka

kerahasian perbankan mengenai nasabanya. Pelaksanaan dalam pembukaan rahasia perbankan ini harus terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis untuk membuka rahasia bank kerahasian perbankan mengenai nasabanya. Pelaksanaan dalam pembukaan rahasia perbankan ini harus terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis untuk membuka rahasia bank

2.3 Tinjauan Umum Tentang Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (disingkat MKRI) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan

Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

3. Memutus pembubaran partai politik, dan

4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi memiliki satu kewajiban yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:

1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa :

a) penghianatan terhadap negara;

b) korupsi;

c) penyuapan;

d) tindak pidana lainnya;

2. Melakukan perbuatan tercela, dan/atau

3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 12

Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusis ialah menguji undang- undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hal ini didasari oleh kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang kepada Mahkamah Konstitusi serta kedudukan Peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia ialah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terdapat beberapa fungsi

dari peraturan perundang-undangan 13 yakni : Fungsi Internal yang terdiri dari fungsi :

1. Fungsi penciptaan Hukum : Penciptaan hukum yang melahirkan sistem kaidah hukum yang berlaku umum dilakukan atau terjadi melalui kaidah putusan hakim (yurisprudensi)

12 http://www.mahkamahkonstitusi.go.id

. Kebiasaan yang tumbuh sebagai praktek dalam kehidupan masyarakat atau negara dan peraturan perundang-undagan sebagai keputusan tertulis pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berlaku secara umum.

2. Fungsi pembaharuan Hukum : Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen yang efektif dalam pembaharuan hukum ( law reform ) dibandingkan dengan penggunaan hukum kebiasaan atau hukum yurisprudensi. Pembentukan peraturan perundang- undangan dapat direncanakan sehingga pembaharuan hukum dapat pula direncanakan. Fungsi pembaharuan tidak saja terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ada, tetapi dapat dipergunakan sebagai sarana memperbaharui yurisprudensi, hukum kebiasaan/adat

3. Fungsi Integrasi Pluralisme Sistem Hukum : di Indonesia masih berlaku berbagai system hukum (empat macam sistem hukum), yaitu sistem hukum kontinental (barat), sistem hukum adat, sistem hukum agama (khususnya agama islam) dan sistem hukum nasional (produk hukum setelah kemerdekaan).

4. Fungsi Kepastian Hukum : Kepastian hukum merupakan asas terpenting dalam tindakan hukum dan penegakan hukum. Peraturan perundang-undangan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dari pada hukum kebiasaan/adat atau yurisprudensi. Untuk benar-benar menjamin kepastian hukum, peraturan perundang-undangan selain harus memenuhi syarat-syarat dalam pembentukan Undang-undang.

Fungsi lain ialah fungsi eksternal yaitu keterkaitan peraturan perundang-undangan dengan lingkungan tempat berlaku. Fungsi eksternal ini dapat disebut sebagai fungsi sosial hukum.

Dengan demikian fungsi ini dapat juga berlaku pada hukum kebiasaan/adat atau yurisprudensi. Fungsi Sosial dapat dibedakan 14 :

1. Fungsi Perubahan Hukum juga dikenal sebagai sarana pembaharuan (law as social engineering ). Peraturan perundang-undangan diciptakan atau dibentuk untuk mendorong perubahan masyarakat dibidang ekonomi, sosial, maupun budaya.

2. Fungsi stabilitas Peraturan perundang-undangan dapat pula berfungsi sebagaim stabilitas. Peraturan perundang-undagan dibidang pidana, dibidang ketertiban dan keamanan adalah kaidah-kaidah yang terutama bertujuan menjamin stabilitas masyarakat.

3. Fungsi kemudahan Peraturan perundang-undangan dapat pula dipergunakan sebagai sarana mengatur berbagai kemudahan (fasilitas). Peraturan perundang-undangan yang berisi ketentuan insentif seperti keringan pajak, penundaan pengenaan pajak, penyederhanaan tata cara perizinan, struktur pemodalan dalam penananman modal merupakan kaidah-kaidah kemudahan

Peraturan perundang-undangan yang dirangkai menjadi sebuh pengaturan tersebut diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat dalam bermasyarakat. Namun dewasa ini banyak kebutuhan masyarakat yang kompleks yang mengakibatkan diperlukan adanya pengaturan yang terus menunjang kebutuhan masyarakat hal ini membuat beberapa peraturan mengalami perubahan. Perubahan tersebut diinginkan oleh pihak-pihak yang merasa bahwa peraturan tersebut sudah tidak dapat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pengujian Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau kita kenal dengan istilah judicial reviw merupakan proses pengujian peraturan Pengujian Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau kita kenal dengan istilah judicial reviw merupakan proses pengujian peraturan

Kedudukan Mahkamah Konstitusi secara normative dalam pengujian Undang- Undanghanya sebatas sebagai negative legislator yaitu penghapus atau pembatalnorma yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun dalam perkembangannya Mahkamah Konstitusi mengalami pergeseran fungsi dimana Mahkamah Konstitusi melalui putusannya sudah menjadi lembaga yang bersifat Positive legislature bukan hanya menjadi negative legislator, Hal ini dapat dilihat dalam prakteknya, dimana putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat positive legislature sangat banyak ditemukan dalam produk hukumnya. Mahkamah Konstitusi bersifar Positive legislature yaitu menciptakan suatu keadaan hukum baru yang bersifat mengatur lewat putusan yang dibuat oleh

Mahkamah Konstitusi 15 . Muatan positive legislature dalam putusan Mahkamah Konstitusi dapat dilihat dengan

adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menciptakan putusan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional), inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional),

15 Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang (Studi Putusan Tahun 15 Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang (Studi Putusan Tahun

Model putusan konstitusional bersyarat (conditionally constititional) dan model putusan inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstititional) pada dasarnya merupakan model putusan yang secara hukum tidak membatalkan dan menyatakan tidak berlaku suatu norma, akan tetapi kedua model putusan tersebut memuat atau mengandung adanya penafsiran (interpretative decision ) terhadap suatu materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian dari undang-undang ataupun undang-undang secara keseluruhan yang pada dasarnya dinyatakan bertentangan atau tidak bertentangan dengan konstitusi dan tetap mempunyai kekuatan hukum atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Model putusan yang menunda pemberlakuan putusannya (limited constitutional) pada dasarnya bertujuan untuk memberi ruang transisi aturan yang bertentangan dengan konstitusi untuk tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai waktu tertentu. Model putusan yang lain yaitu yang merumuskan norma baru adalah dalam rangka mengatasi inkonstitusionalitas penerapan norma. Rumusan norma baru tersebut pada dasarnya bersifat sementara, nantinya norma baru tersebut akan diambil-alih dalam pembentukan atau revisi

undang-undang terkait. 16 .

2.4 Teori Argumentasi Hukum

Argumentasi hukum merupakan suatu proses berfikir yang terikat dengan jenis hukum, sumber hukum, jenjang hukum. Argumentasi hukum merupakan bagian dari teori hukum karena

ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki kepribadian yang khas (sui generis). 17

16 www.Ejurnal.mahakamahkosntitusi.go.id

Pembentukan hukum dengan menggunakan metode teori argumentasi adalah cara untuk mengkaji bagaimana menganalisis, merumuskan suatu argumentasi secara cepat, jelas dan rasional dengan cara mengembangkannya. Teori argumentasi hukum mengembangkan kriteria yang dijadikan dasar untuk berargumentasi yang jelas dan rasional. Teori argumentasi ialah salah satu bentuk penemuan hukum oleh hakim yang digunakan oleh hakim untuk mengisi kekosongan hukum, atau menafsirkan suatu kaidah peraturan perundang-undangan yang tidak atau kurang jelas. Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas menerapkan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang

konkret. 18 Satu Argumentasi bermakna hanya dibangun atas dasar logika. Dengan kata lain adalah

suatu “ Condition sine qua non” agar suatu keputusan dapat diterima adalah apabila didasarkan pada proses nalar, sesuai dengan system logika formal yang merupakan syarat mutlak dalam

berargumentai. 19 Dalam pola sivil law hukum utamanya adalah legislasi oleh karena itu langkah dasar pola nalar yang dikenal sebagai reasoning based on rules adalah penelusuran peraturan

perundang – undangan. Legal reasoning memiliki arti sempit dan luas legal reasoning dalam arti luas berkaitan dengan proses psikologi yang dilakukan hakim untuk sampai pada keputusan atas kasus yang dihadapinya sedangkan legal reasoning dalam arti sempit, berkaitan dengan

argumentasi yang melandasi satu keputusan 20 . Langkah – langkah yang dapat dilakukan adalah langkah pertama dikenal sebagai statute approach, langkah kedua ialah Case Approach dan

langkah yang ketiga dikenal dengan conceptual approach. Langkah pertama ialah Pendekatan statute approach ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum)

18 Sudikno Mertokusumo,1996:hlm 37 19 Philipus M. Hadjon Titiek Sri Djatmiati. Op.cit. hlm.17

yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dengan Undang-Undang yang lain. Yang kedua ialah Pendekatan Kasus (Case Approach) Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-kasus yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada setiap putusan tersebut adalah pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi. Yang ketiga ialah conceptual approach Pendekatan ini beranjak dari pandangan- pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian- pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan.

Legal Reasoning memiliki posisi sentral yang sangat penting bagi hakim dalam menafsirkan hukum. Bahkan, legal reasoning merupakan roh dari setiap upaya penafsiran hukum yang dilakukan oleh hakim hingga menghasilkan suatu putusan. Dengan kata lain, legal reasoning memiliki peran sangat penting dalam memandu hakim untuk menentukan makna efektif dari hukum in casu konstitusi. Mengutip pandangan Golding, term „legal reasoning‟ dapat digunakan dalam dua arti, yaitu dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, legal reasoning berkaitan dengan proses psikologis yang dilakukan hakim untuk sampai pada putusan atas kasus yang dihadapinya. Sedangkan, legal reasoning dalam arti sempit, berkaitan dengan argumentasi yang melandasi suatu keputusan. Artinya, legal reasoning dalam arti sempit ini menyangkut Legal Reasoning memiliki posisi sentral yang sangat penting bagi hakim dalam menafsirkan hukum. Bahkan, legal reasoning merupakan roh dari setiap upaya penafsiran hukum yang dilakukan oleh hakim hingga menghasilkan suatu putusan. Dengan kata lain, legal reasoning memiliki peran sangat penting dalam memandu hakim untuk menentukan makna efektif dari hukum in casu konstitusi. Mengutip pandangan Golding, term „legal reasoning‟ dapat digunakan dalam dua arti, yaitu dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, legal reasoning berkaitan dengan proses psikologis yang dilakukan hakim untuk sampai pada putusan atas kasus yang dihadapinya. Sedangkan, legal reasoning dalam arti sempit, berkaitan dengan argumentasi yang melandasi suatu keputusan. Artinya, legal reasoning dalam arti sempit ini menyangkut

Setelah memahami makna legal reasoning dalam arti sempit maupun arti luas, maka perlu diketahui dan dipahami tentang karakteristik-karakteristik legal reasoning yang tepat mengacu pada pemikiran filsafat praktis dari Aristoteles, Brett G Scharffs mengemukakan bahwa legal reasoning yang baik itu tersusu dari tiga gagasan atau konsep, yaitu : pertama, practical wisdom atau phronesis, kedua, craft atau techne atau keterampian, dan ketiga, rhetorica. Legal reasoning yang baik menurut Scharffs adalah hasil kombinasi antara practical wisdom, craft dan rhetoric. Hakim yang baik adalah hakim yang dapat mengkombinasikan skill atau karakter practical wisdom (kearifan dalam berpraktik hukum), keterampilan dan retorika. Masing-masing dari ketiga konsep tersebut merupakan komponen esensial dari suatu legal reasoning yang baik.

1. Practical Wisdom Fokus dari practical wisdom adalah apa yang harus dilakukan pada suatu waktu tertentu dan pada situasi tertentu. Artinya, practical wisdom terkait sangat erat dengan memberikan pertimbangan yang mendalam (deliberation/bouleusis), menentukan pilihan (choice/proairesis) dari serangkaian pilihan yang ada, dan pada akhirnya menentukan tindakan (action/praxis) terbaik yang harus dilakukan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan practical wisdom bukanlah semata-mata menerapkan dan mengikuti aturan perundang-undangan. Practical wisdom bukan pula semata-mata mengetahui tentang apa yang benar dan apa yang salah, melainkan memberikan pertimbangan mendalam tentang tindakan atau aksi apa yang harus dilakukan.

Menurut Aristoteles, sebagaimana dikutip oleh Scharffs, bahwa practical wisdom itu terbentuk dari komponen intelektualitas dan komponen karakter. Seorang hakim yang Menurut Aristoteles, sebagaimana dikutip oleh Scharffs, bahwa practical wisdom itu terbentuk dari komponen intelektualitas dan komponen karakter. Seorang hakim yang

2. Craft Aristoteles mendefinisikan craft atau techne sebagai kemampuan atau kapasitas yang tinggi untuk membuat atau menciptakan sesuatu. Berbeda dengan practical wisdom, yang lebih terfokus pada tindakan atau aksi, focus dari craft adalah karya cipta atau produksi. Berbeda dengan practical wisdom craft memiliki satu komponen, yaitu intelektualitas. Craft terbentuk dari pemanfaatan materi-materi dan sarana-sarana secara terampil. Dalam bidang hukum, materi-materi dimaksud meliputi sumber-sumber hukum seperti konstitusi dan ketentuan perundang-undangan, prinsip-prinsip dan pemikiran- pemikiran dasar tentang hukum, serta berbagai rangkaian peraturan dan pedoman

3. Rhetoric Tujuan atau inti dari rhetoric (retorika) adalah persuasi. Aristoteles mendefinisikan retorika sebagai kemampuan untuk menemukan sarana-sarana persuasi yang tersedia. Definisi yang diberikan oleh Aristoteles ini menarik karena Aristoteles membedakan antara tujuan eksternal dan tujuan internal dari retorika. Tujuan eksternal dari suatu retorika adalah untuk memenangkan atau berhasil membujuk (successfully persuading) audiensinya. Keberhasilan upaya persuasi ini diukur dari hasil yang diperoleh dari argumen yang telah dibangunnya. Sedangkan, tujuan internal berkaitan 3. Rhetoric Tujuan atau inti dari rhetoric (retorika) adalah persuasi. Aristoteles mendefinisikan retorika sebagai kemampuan untuk menemukan sarana-sarana persuasi yang tersedia. Definisi yang diberikan oleh Aristoteles ini menarik karena Aristoteles membedakan antara tujuan eksternal dan tujuan internal dari retorika. Tujuan eksternal dari suatu retorika adalah untuk memenangkan atau berhasil membujuk (successfully persuading) audiensinya. Keberhasilan upaya persuasi ini diukur dari hasil yang diperoleh dari argumen yang telah dibangunnya. Sedangkan, tujuan internal berkaitan

Tujuan atau fokus dari practical wisdom, craft maupun rethoric semuanya dapat ditemukan dalam pelaksanaan tugas hakim. Putusan yang dibuat hakim, tentunya, terkait erat dengan tindakan/aksi yang membutuhkan practical wisdom. Dalam hal ini, hakim membutuhkan pertimbangan yang mendalam, menentukan pilihan dari serangkaian pilihan yang tersedia, dan pada akhirnya menentukan tindakan atau aksi yang akan diambilnya. Menurut Aristoteles, sebagaimana dikutip kembali oleh Scharffs, retorika itu terbentuk dari tiga model persuasi yang berbeda, yaitu logos, atau alasan pathos, atau emosi dan ethos, atau karakter. Berdasarkan hal tersebut menurut penulis argumentasi hukum yang tepat dalam hakim

memutuskan suatu perkara menggunakan penafsiran ialah argumentasi tersebut harus didasakan pada logika hukum yang tepat. Logika hukum setiap hakim bergantung pada aliran filsafat apa yang diyakini oleh hakim tersebut. Bukan hanya itu logika hukum hakim tersebut juga tidak boleh bertetangan dengan dasar hukum yang dianut oleh Indonesia yang dalam ha ini ialah Undang-Undang dasar 1945 yang artinya bahwa putusan hakim haruslah sesuai dengan Undang- Undang dasar 1945, karena salah satu asas yang dianut Indonesia ialah Asas lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah (asas hierarki) namun hakim dalam melakukan penafsiran juga harus mempertimbangkan asas kemanfaatan dari putusan tersebut.

B.PEMBAHSAN

A. Temuan Data

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan oleh penulis apa yang melatarbelakangin penulis ingin mengkaji apakah apakah putusan Mahkamah Konstitusi nomor 64/PUU-X/2012 telah didasarkan pada argumentasi hukum yang tepat berdarkan pengertian dan pengaturan mengenai harta bersama dan perbankan serta kewengan yang dimiliki oleh Mahkamah syariah serta Mahkamah Konstitusi .

Keputusan Mahkamah Konstitusi diatas diawali kasus dalam skripsi ini yaitu perkara Magda Safrina, sebagai pemohon berkedudukan di Banda Aceh, mengajukan gugatan perceraian dan pembagian harta bersama (gono-gini) terhadap suami Pemohon. Gugatan perceraian dan pembagian harta bersama tersebut didaftarkan di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh melalui kuasa hukum Pemohon dari kantor Advokat Marlianita,SH dan Rekan yang berkedudukan di Banda Aceh. Gugatan perceraian dan pembagian harta bersama tersebut didaftarkan di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh Nomor 21/Pdt- G/2012/MS-BNA tertanggal 1 Februari 2012 pokok permohonan perkara yang dimohonkan adalah sebagai berikut :

1. Bahwa, Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri sah yang menikah pada tanggal 16 Mei 1995 sesuai dengan Kutipan Akta Nikah No 2019/V/1995 yang dikeluarkan Kantor Urusan Agama Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh;

2. Bahwa selama dalam masa perkawinan Penggugat dan Tergugat telah memperoleh harta bersama yang terdiri dari:

a. 1 (satu) satu petak tanah beserta bangunannya yang terletak di Jalan Panti RT 008 / 001 Kelurahan Bambu Apus Kecamatan Cipayung Kotamadya Jakarta Timur

Propinsi DKI Jakarta sebagaimana tersebut dalam SHM No 09.05.08.01.1.03349 dan AJB No 6/2004.

b. 1 (satu) petak tanah dan bangunan di Aceh Besar. (AJB No. 416 Tahun 2010 yang luasnya 200 m2

c. 1 (satu) petak tanah kebun berikut tanaman Jabon berusia 1 tahun seluas 10.000 m2 di Aceh Besar. (AJB Nomor 158/SIM/XI/2010)

d. 1 (satu) petak tanah kebun berikut tanaman Jabon berusia 1 tahun seluas 20.000 m2 di Aceh Besar. (AJB Nomor 159/SIM/XI/2010)

e. 1 (satu) petak tanah kebun berikut tanaman Jabon berusia 1 tahun seluas 20.000 M2 di Kabupaten Aceh Besar (AJB Nomor 160/SIM/XI/2010 )

f. 1 (satu) petak tanah kebun berikut tanaman Jabon berusia 1 tahun seluas 20.000 m2 di Aceh Besar. (AJB Nomor 161/SIM/XI/2010 )

g. 1 (satu) unit Mobil Toyota Avanza tahun 2008 warna silver BL 854 JA;

h. Deposito dan Tabungan (Deposito Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam no Seri AC 143716 No. Rek. 158-02-0004155-6 senilai Rp; 600.000.000,- ;

i. Deposito Bank Syariah Mandiri KCP Keutapang Nomor Seri : 7/D568609/333/10-2011 senilai Rp. 300.000.000,- ;

j. Deposito BRI KCP Peunayong Nomor DC 1257124 senilai Rp. 120.000.000,- k. Cadangan dana transaksi saham online di PT. e-Trading Sekuritas Nomor

Account 580-30-10173-5 senilai Rp. 45.000.000,Rp. 45.000.000, Account 580-30-10173-5 senilai Rp. 45.000.000,Rp. 45.000.000,

Pokok permohonan :

1. Menceraikan Penggugat (Penggugat dengan Tergugat (Tergugat dengan talak I (satu) Bain Sughra

2. Menetapkan anak terkecil yang lahir dalam perkawinan Penggugat dan Tergugat anak kandung ketiga binti Tergugat (usia 7 tahun) berada dalam asuhan Penggugat selaku ibunya

3. Menghukum Tergugat untuk memberikan biaya hidup Rp. 3.000.000,- per anak per bulan dan biaya pendidikan untuk ketiga anak sebesar Rp 2.000.000,- per anak per bulan dan nanti akan disesuaikan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak sampai anak dewasa dan mandiri

4. menetapkan pembagian harta bersama antara Penggugat dan Tergugat adalah 25 % untuk Penggugat, 25 % untuk tergugat dan 50 % untuk anak-anak kandung penggugat dan tergugat

Terhadap permohonan Pemohon Mahkamah Syariah berpendapat :

1. Mahkamah Syariah berpendapat, bahwa dalil yang dikemukakan oleh Penggugat di dalam surat gugatannya memuat tentang perselisihan secara terus menerus antara Penggugat dengan Tergugat dan Penggugat merasa tidak mungkin lagi mempertahankan rumah tangga dengan Tergugat, dan dalil tersebut dapat diterima untuk diperiksa lebih lanjut sebagai alasan perceraian 1. Mahkamah Syariah berpendapat, bahwa dalil yang dikemukakan oleh Penggugat di dalam surat gugatannya memuat tentang perselisihan secara terus menerus antara Penggugat dengan Tergugat dan Penggugat merasa tidak mungkin lagi mempertahankan rumah tangga dengan Tergugat, dan dalil tersebut dapat diterima untuk diperiksa lebih lanjut sebagai alasan perceraian

2. Mahkamah Syariah berpendapat, bahwa berdasarkan pertimbangan- pertimbangan yang telah dikemukakan bahwa maksud Pasal 76 ayat (1) UU No 7 Tahun 1989 yang diubah untuk kedua kalinya dengan UU No 50 Tahun 2009 jo. Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf f, Kompilasi Hukum Islam telah terpenuhi dalam perkara ini dan keutuhan rumah tangga para pihak telah tidak mungkin dapat dipertahankan lagi sehingga maksud firman Allah dalam surat ar Rum ayat 21 jo Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 3 KHI untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, penuh cinta dan kasih sayang tidak dapat dicapai malah mempertahankan perkawinan para pihak dalam keadaan perselisihan oleh karena itu adalah beralasan menurut hukum untuk mengabulkan gugatan Penggugat setentang perceraian

3. Mahkamah Syariah berpendapat, bahwa Penggugat mengajukan pula gugatan hak pengasuhan anak kandung ketiga binti Tergugat (usia 7 tahun) masih belum mummayiz, maka dengan mengacu pada Pasal 105 huruf (a) dan Pasal 156 huruf (a) KHI maka terdapat alasan hukum untuk menetapkan anak tersebut di bawah hadhanah Penggugat, dan Tergugat tidak berhasil membuktikan Penggugat mempunyai sifat tidak baik untuk memegang hak hadhanah, oleh karena itu gugatan setentang hak hadhanah dapat dikabulkan

4. Mahkamah Syariah berpendapat, bahwa tuntutan setentang nafkah terhadap tiga orang anak, dapat dipertimbangkan ; Bahwa sesuai dengan maksud Pasal 105 huruf (c) dan Pasal 156 huruf (c) KHI, maka biaya untuk anak yang didefinisikan sebagai nafkah anak (biaya hidup dan pendidikan) ditanggung oleh ayah mereka in casu Tergugat ; Bahwa dengan mempertimbangkan keadaan anak dan kemampuan Tergugat maka besarnya biaya nafkah untuk ketiga orang anak tersebut adalah sebagaimana tercantum di dalam diktum Putusan Mahkamah Syariah

5. Mahkamah Syariah berpendapat, bahwa sesuai dengan ketentuan hukum sebagaimana maksud KHI Pasal 97 maka harta bersama suami istri dibagi dua bagian, masing-masing memperoleh separuhnya

Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut maka Mahkamah Syariah memberikan Putusan sebagai berikut :

1. Menjatuhkan talak I Bain Sughra Tergugat (Tergugat) terhadap Penggugat

2. Menetapkan anak kandung ketiga binti Tergugat (usia 7 tahun berada dalam hadhanah (asuhan) Penggugat sampai anak tersebut mumayyiz

3. Menghukum Tergugat untuk memberikan biaya hidup dan pendidikan terhadap tiga orang anak yang bernama Anak Kandung Pertama binti Tergugat (usia 16 thn), Anak Kandung Kedua bin Tergugat (usia 14 thn), dan Anak Kandung Ketiga binti Tergugat (usia 7 thn) untuk saat ini sejumlah Rp. 6.000.000,-(enam juta rupiah) setiap bulan sampai anak tersebut dewasa atau mandiri

4. Menetapkan harta bersama Penggugat dengan Tergugat seperti yang dikemukakan oleh penggugat

5. Membagi harta bersama yang tercantum pada diktum mengenai harta bersama menjadi dua bagian, yang masing-masing pihak mendapat satu bagian. 21

Berdasarkan putusan yang telah diberikan oleh Mahkamah Syariah maka Mahkamah Syariah menjatuhkan talak I (satu) Bain Sughra (Tergugat) terhadap Penggugat dan membagi harta bersama yang tercantum pada diktum mengenai harta bersama menjadi dua bagian. Dari beberapa harta bersama tersebut terdapat sejumlah harta bersama dalam bentuk tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas nama suami Pemohon di sejumlah Bank di Kota Banda Aceh dan Bank Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Harta bersama dalam bentuk tabungan dan deposito tersebut didasarkan pada bukti asli berupa buku tabungan dan bilyet deposito yang berada di tangan Pemohon. Namun Tergugat melalui kuasa hukum tergugat Darwis, SH, memberikan jawaban gugatan kepada Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh tertanggal 21 Maret 2012, dalam Duplik 18 April 2012 menyangkal dan menolak keberadaan seluruh tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas nama suami Pemohon pada sejumlah Bank di Kota Banda Aceh dan Bank di Kabupaten Aceh Besar tersebut . Maka dengan terjadinya perbedaan dan perselisihan antara Pemohon dengan suami Pemohon tentang keberadaan tabungan dan deposito yang dimaksud, Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh kemudian meminta sejumlah Bank termaksud untuk memberikan penjelasan mengenai keberadaan tabungan dan deposito dimaksud demi kepentingan perlindungan harta bersama yang kedudukannya dilindungi oleh hukum dan Undang-Undang. Surat permohonan kepada Bank termaksud dikirim oleh Mahkamah Syariah secara terpisah ke beberapa bank yaitu: Berdasarkan putusan yang telah diberikan oleh Mahkamah Syariah maka Mahkamah Syariah menjatuhkan talak I (satu) Bain Sughra (Tergugat) terhadap Penggugat dan membagi harta bersama yang tercantum pada diktum mengenai harta bersama menjadi dua bagian. Dari beberapa harta bersama tersebut terdapat sejumlah harta bersama dalam bentuk tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas nama suami Pemohon di sejumlah Bank di Kota Banda Aceh dan Bank Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Harta bersama dalam bentuk tabungan dan deposito tersebut didasarkan pada bukti asli berupa buku tabungan dan bilyet deposito yang berada di tangan Pemohon. Namun Tergugat melalui kuasa hukum tergugat Darwis, SH, memberikan jawaban gugatan kepada Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh tertanggal 21 Maret 2012, dalam Duplik 18 April 2012 menyangkal dan menolak keberadaan seluruh tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas nama suami Pemohon pada sejumlah Bank di Kota Banda Aceh dan Bank di Kabupaten Aceh Besar tersebut . Maka dengan terjadinya perbedaan dan perselisihan antara Pemohon dengan suami Pemohon tentang keberadaan tabungan dan deposito yang dimaksud, Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh kemudian meminta sejumlah Bank termaksud untuk memberikan penjelasan mengenai keberadaan tabungan dan deposito dimaksud demi kepentingan perlindungan harta bersama yang kedudukannya dilindungi oleh hukum dan Undang-Undang. Surat permohonan kepada Bank termaksud dikirim oleh Mahkamah Syariah secara terpisah ke beberapa bank yaitu:

b. Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam, Banda Aceh, tertanggal 21 Mei 2012.

c. Bank BRI Cabang KCP Peunayong, Banda Aceh, 6 Juni 2012. Berdasarkan surat yang dikirim oleh Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh tersebut, Pihak Bank menolak memberikan keterangan surat-surat jawaban tertulis beberapa Bank terlampir dalam daftar barang bukti yang diajukan oleh Pemohon. Surat tanggapan dari pihak Bank yang ditujukan kepada Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh berasal dari:

a. Bank Syariah Mandiri KCP Keutapang, Aceh Besar

b. Bank BRI KCP Peunayong, Banda Aceh Bank- bank tersebut tidak dapat memenuhi panggilan dikarenakan hal tersebut menyangkut dengan kerahasiaan data nasabah, hal ini sesuai dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan PBI Nomor 2/19/PBI/2000 dan seterusnya. Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam, Banda Aceh menanggapi panggilan Mahkamah Syariah dengan menghadiri sidang perceraian Pemohon di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh pada tanggal 30 Mei 2012. Bank Mandiri Cabang Unsyiah tersebut hadir ke persidangan diwakili oleh Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Unsyiah,Darussalam, Banda Aceh. Dalam keterangannya di persidangan, Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam, Banda Aceh menjelaskan bahwa deposito yang disimpan atas nama suami Pemohon di Bank Mandiri Cabang Unsyiah tersebut senilai Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) telah dicairkan oleh suami Pemohon beberapa hari sebelum gugatan perceraian. Namun pihak bank menolak memberi keterangan mengenai aliran dana deposito tersebut dengan alasan “ ….. tidak dapat memberi

keterangan tentang dana nasabah dikarenakan menyangkut Dengan kerahasiaan data nasabah. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan PBI Nomor

2/19/PBI/2000 dan karena Majelis hakim belum mengetahui nomor rekening dan jumlah deposito karena itu termasuk rahasia Bank, maka bank belum dapat memberitahukannya.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

11 143 2