Konsep A DIL Menurut Islam

Konsep ADIL Menurut Islam, oleh Ir. Fadholi, Msi

ْ ُ‫وا ا ْع ِدل‬
ْ ُ‫ْط َولَ يَجْ ِر َمنّ ُك ْم َشنَآنُ قَوْ ٍٍم َعلَى أَلّ تَ ْع ِدل‬
ْ ُ‫وا ُكون‬
ْ ُ‫يَا أَيههَا الّ ِذينَ آ َمن‬
‫وا‬
ِ ‫وا قَ ّوا ِمينَ ِ للِ ُشهَدَاء بِ ْالقِس‬
‫اَ إِ ّن ل‬
‫وا ل‬
ْ ُ‫ه َُو أَ ْق َربُ لِلتّ ْق َوى َواتّق‬
َ‫اَ َخبِي ٌر بِ َما تَ ْع َملُون‬

Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
O you who believe,
you shall be absolutely equitable, and observe GOD, when you serve as witnesses. Do not be provoked by your
conflicts with some people into committing injustice. You shall be absolutely equitable, for it is more righteous.

You shall obse.” (QS. Al-Maidah (5):8)

Pengertian Adil-Adapun pengertian adil itu sendiri adalah sebagaimana yang
diterangkan oleh Ibnu Qoyyim : "Orang yang adil itu ialah orang yang jika marah, kemarahannya itu tidak
menjerumuskannya kepada kebatilan. Dan apabila ia senang, kesenangannya itu tidak mengeluarkannya dari
kebenaran." (Risalah Tabukiyah hal. 63., Tahqiq Abu Abdirrahman Aqil bin Muhammad bin Zaid Al-Muqthiri Al-

Yamani, Maktabah Dar Al-Quds, Shan'a, Yaman, cet. 1 th. 1411 H / 1990 M).
Terdapat beberapa pengertian yang di buat oleh Ulamak tentang adil:
1. Secara kebahasaan al-adl dapat diartikan sebagai keseimbangan.
2. Secara keagamaan diartikan sebagai ‘meletakkan sesuatu pada tempatnya’.
3. Kata al-adl dalam fiqh, yaitu daya psikologis yang menolak perbuatan buruk dan mendorong perbuatan baik.
4. Adil berarti menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang.

5. Adil berarti memberi hak setiap orang yang berhak tanpa lebih dan tanpa kurang dan menghukum orang yang
jahat atau melanggar hukum setara dengan kesalahannya.
Konsep Keadilan
1. Keadilan intelektual (al-‘adl al-fikri), adalah pemikiran seseorang yang berani menyatakan bahwa sesuatu
sebagai kebenaran atau kesalahan yang secara objektif karena memang benar atau salah, bukan karena
pertimbangan subjektif dan tendensial lain.

2. Keadilan terhadap diri sendiri. Menegakkan keadilan pada diri sendiri itu hendaklah berani mengakui
kesalahan dirinya sendiri dan bersedia menerima akibat daripada kesalahan tersebut. Keadilan pada diri sendiri
itu dapat dipelihara apabila seseorang itu mempunyai ilmu tentang yang benar (hak) dan yang salah (batil).
Bentuk lain adil adalah Tawazun (keseimbangan) meliputi fisik, akal, dan ruhani.
Sabda Nabi yang artinya: Berlaku adillah walaupun ke atas diri kamu.
3. Adil kepada orang lain. Keadilan kepada orang lain artinya menyempurnakan hak mereka dan melaksanakan
hukum secara saksama antara mereka, membela orang yang teraniaya dan menghukum orang yang bersalah. Ini
berdasarkan ayat Al-Quran An Nahl Ayat 90, Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Sabda Nabi : (hakim) itu ada tiga jenis ; dua daripadanya masuk ke Neraka dan satu daripadanya masuk ke
Syurga. Lelaki (hakim) yang tahu perkara yang benar, lalu ia menghukum berlandaskan kebenaran tersebut, maka ia
masuk ke Syurga. Dan lelaki (hakim) yang tidak tahu perkara yang benar, lalu ia menjalankan hukuman atas
kejahilannya, maka ia masuk ke Neraka.
Disarikan dari :
1. Hj. Kalamhamidi Bin Hj. Abu Bakar
2. Lila Hanizah Bt. Abdul Jalil

MAKALAH KEADILAN


AL QUR’AN DAN KEADILAN
1. Pendahuluan

Al Quran merupakan rangkaian petunjuk bagi umat Islam dalam menuju kehidupan yang
bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat. Al Quran tidak hanya mengajarkan tentang
ibadah baik hubungan seorang manusia dengan Tuhannya dan dengan manusia lainnya, tapi juga
mengajarkan nilai-nilai kebenaran universal. Di sinilah salah satu letak kesempurnaan Al Quran.
Ajarannya meliputi semua nilai-nilai kebenaran universal. Petunjuk-petunjuk tersebutlah yang
kemudian dikembangkan dan diikuti oleh umat muslimin dalam menuju kesempurnaan. Salah
satu nilai universal yang tercakup dalam Al Quran adalah nilai-nilai keadilan. Makalah ini akan
menguraikan tentang keadilan dalam Al Quran. 1[1]
Menegakkan keadilan bukanlah hal yang mudah, karena keadilan menyangkut semua aspek
kehidupan manusia. Oleh karena itu dalam makalah ini akan disampaikan konsep-konsep
keadilan berdasarkan Al-Qur’an, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana Al-Qur’an sangat
menjunjung tinggi akan keadilan.
2. Pembahasan
a.

Defenisi Keadilan Dalam Alquran
Keadilan adalah kata jadian dari kata "adil" yang terambil dari bahasa Arab " 'adl ".

Kamus-kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti "sama".
Persamaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat imaterial. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia, kata "adil" diartikan: (1) tidak berat sebelah/tidak memihak, (2) berpihak
kepada kebenaran, dan (3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.2[2]
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika
kita mengakui hak hidup kita, maka sebaliknya kita wajib mempertahankan hak hidup tersebut
dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Sebab orang lain pun mempunyai hak hidup
seperti itu. Jika kita mengakui hak hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada
orang lain itu untuk mempertahankan hak hidupnya, sebagaimana kita mempertahankan hak
hidup kita sendiri. Jadi keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan
1[1] http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/02/keadilan-dalam-alquran.html
2[2] http://ade-nophiette.blogspot.com/2012/06/makalah-keadilan-distribusi-dalamislam.html#.UF5OxXrD3Dc

antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk
tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita menuntut hak dan lupa
menjalankan kewajiban maka sikap dan tindakan kita akan mengarah kepada pemerasan dan
memperbudak orang lain. Sebaliknya jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut
hak maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Kata ‘adl di dalam al-Quran memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula
pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl (keadilan). Menurut

penelitian M. Quraish Shihab, paling tidak ada empat makna keadilan, yaitu :
 ‘adl dalam arti “sama”.
Al-Qur`an menggunakan term (al-`Adl) dan (al-Qisht) untuk pengertian keadilan. Dilihat
dari akar katanya, term al-`Adl terdiri dari huruf `ain, dal dan lam. Maksud yang terkandung
didalamnya ada dua macam, yaitu lurus dan bengkok. Makna ini bertolak belakang antara satu
dan lainnya. Intinya ialah persamaan atau al-musawah.3[3]
‫ الياةة‬......         .......
dan (menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu “
”.menetapkan dengan adil
 ‘adl dalam arti “seimbang”.
Pengertian ini ditemukan di dalam S. al-Ma’idah (5): 95 dan S. al-Infithar (82): 7. Pada
ayat yang disebutkan terakhir, misalnya dinyatakan,
    
“[Allah] Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan
[susunan tubuh]-mu seimbang)”.
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok
yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan
kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat yang ditetapkan,
kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan kehadirannya. Jadi, seandainya ada
salah satu anggota tubuh manusia berlebih atau berkurang dari kadar atau syarat yang

seharusnya, maka pasti tidak akan terjadi keseimbangan (keadilan). keadilan di dalam pengertian
‘keseimbangan’ ini menimbulkan keyakinan bahwa Allahlah Yang Mahabijaksana dan Maha
Mengetahui menciptakan serta mengelola segala sesuatu dengan ukuran, kadar, dan waktu
3[3] Abi al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariyya, (Selanjutnya disebut Ibn Faris) Mu`jam
Maqayis al-Lughah, Juz V, t.tp : Dar al-Fikr, 1979, hal. 246.

tertentu guna mencapai tujuan. Keyakinan ini nantinya mengantarkan kepada pengertian
‘keadilan Ilahi’.
 ‘adl dalam arti “perhatian terhadap hak individu dan memberikan hak itu kepada setiap
pemiliknya”.
Pengertian inilah yang didefinisikan dengan “menempatkan sesuatu pada tempatnya” atau
“memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat”. Lawannya adalah kezaliman, yakni
pelanggaran terhadap hak pihak lain. Pengertian ini disebutkan di dalam S. al-An‘am (6): 152,

‫ن ذ َاقُ ْربَى‬
َ ‫م فَاعْدِلُوْا وَلَوْكَا‬
ْ ُ ‫وَاِذ َا قُلْت‬
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabat[mu]).“
Pengertian ‘adl seperti ini melahirkan keadilan sosial.

 ‘adl dalam arti yang dinisbahkan kepada Allah.
‘Adl di sini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah
kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat saat terdapat banyak kemungkinan untuk itu. Jadi,
keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. keadilan Allah mengandung
konsekuensi bahwa rahmat Allah swt. tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat
meraihnya. Allah memiliki hak atas semua yang ada, sedangkan semua yang ada tidak memiliki
sesuatu di sisi-Nya. Di dalam pengertian inilah harus dipahami kandungan S. Ali ‘Imran (3): 18,
yang menunjukkan Allah swt. sebagai Qaiman bil-qisthi (‫= قَائِ ًمٍٍا بِ ْالقِ ْسٍٍط‬Yang menegakkan
keadilan).
b.

Penafsiran Sayyid Quthb atas Ayat-ayat Keadilan
Ada sejumlah ayat al-Qur`an yang berkaitan dengan keadilan dan relevan dengan tema
pembahasan, diantaranya adalah:

1. Al-Qur`an secara tegas telah memberikan tuntunan agar berlaku adil kepada semua manusia. Hal
ini ditegaskan Allah dalam surah al-Nisa ayat 58:
           
             
  

“Sesungguhnya Allah telah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya dan (menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-sebaiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”

Sayyid Quthb menafsirkan ayat di atas bahwa keadilan itu bersifat mutlak yang berarti
meliputi keadilan yang menyeluruh diantara semua manusia, bukan keadilan diantara sesama
kaum muslimin dan terhadap ahli kitab saja. Keadilan merupakan hak setiap manusia mukmin
ataupun kafir, teman ataupun lawan, orang berkulit putih ataupun berkulit hitam orang arab
ataupun orang ajam (non arab).4[4] Dalam menafsirkan ayat di atas, nampak sekali pembelaan
Sayyid Quthb terhadap Islam, hal ini bisa dilihat ketika dia mengatakan bahwa memutuskan
hukum dengan adil itu sama sekali belum pernah dikenal oleh manusia kecuali hanya di masa
kepemimpinan Islam saja.5[5]
2. Al-Qur`an memberikan tuntunan agar ketika menegakkan keadilan tidak menggunakan hawa
nafsu. Ada beberapa ayat yang menegaskan agar tidak cenderung kepada hawa nafsu, kebencian
atau penghormatan ketika memutuskan perkara. Salah satu ayat tersebut adalah Firman Allah
SWT:
          
          
           

       
“ Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemashlahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika
kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah adalah
Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Nisa : 135).
Menurut Sayyid Quthb ayat di atas merupakan amanat untuk menegakkan keadilan yang
sebenarnya pada semua tempat dan keadaan dan semua manusia baik mukmin ataupun kafir,
teman atau musuh, kaya ataupun miskin menurut pandangan Allah memiliki hak yang sama
untuk mendapatkan keadilan. Dan menegakkan keadilan itu tidak karena kebaikan seseorang,
golongan atau kelompok dan berusaha untuk melepaskan dari semua kecenderungan, hawa
nafsu, kemashlahatan dan penghormatan tetapi semata-mata karena Allah.6[6]
3. Menegakkan keadilan itu semata-mata karena ketaqwaan kepada Allah. Hal ini dijelaskan Allah
dalam surah al-Maidah ayat 8;
4[4] Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Qur`an, Jilid II, Kairo : Dar al-Syuruq, Cet. XVII, 1412 H/1992 M,
hal. 690.
5[5] Ibid, hal. 776.
6[6] Ibid, hal. 776.


         
           
        
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil
itu lebih dekat kepada taqw. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Sayyid Quthb memberikan penafsiran pada ayat ini bahwa berbuat adil itu harus yang
mutlak tidak karena cenderung kasih sayang atau kebencian pada seseorang juga tidak karena
kerabat, kemashlahatan atau hawa nafsu.7[7] Keadilan itu muncul hanya karena ketaqwaan
kepada Allah SWT.8[8]9[9]
4. Para Rasul membawa risah keadilan untuk manusia. Sebagaimana firman Allah SWT;
       
         
           

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang
nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia
dapat melaksanakan keadilan.....”

(QS. al-Hadid : 25).
Setiap rasul itu datang untuk menetapkan keadilan di muka bumi untuk memperbaiki
perbuatan-perbuatan dan rasa aman dari hawa nafsu. Maka mizan (keadilan) itu menjadi
pegangan yang tetap bagi manusia, karena mereka menemukan di dalamnya sesuatu yang haq
(kebenaran).10[10]
Dari beberapa penafsiran Sayyid Quthb di atas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa
keadilan itu halus sebagaimana timbangan yang lurus, keseimbangan hak-hak manusia dan
7[7]Berkaitan dengan keadilan ini, Rasulullah menjelaskan dalam hadisnya; Wahai sekalian
manusia, sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamu telah sesat disebabkan mereka itu
melaksanakan hukum atas orang-orang yang hina dan memaafkan orang-orang yang terhormat. Aku
bersumpah, demi Allah, sekiranya Fatimah puteri Rasulullah mencuri sesuatu, niscaya kupotong
tangannya. Lihat Abu Abdullah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz IV, Bandung :
Maktabah Dahlan, t.t., h. 2856.
8[8] Ibid
9
10[10] Ibid, Jilid VI, hal. 3494.

kebebasan. Dalam hal ini Sayyid Quthb mengidentifikasikan kepada Islam sebagai ajaran, karena
dalam setiap pembahasannya tentang keadilan selalu merujuk pada al-Qur`an dan tidak bebas
nilai. Sebagaimana yang dia katakan bahwa Islam datang dengan keadilan yang menanggung
setiap pribadi dan kelompok yang merupakan undang-undang mutlak untuk dilaksanakan, tidak
cenderung kepada hawa nafsu, tidak mengutamakan cinta kasih dan kebencian, tidak pula
membedakan kaya, miskin, kuat dan lemah dalam menegakkannya.
Jadi apa yang dimaksud Sayyid Quthb tentang keadilan merupakan suatu yang agung,
keadilan yang tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu, nafsu dan kecenderungan-kecenderungan
lain. Keadilan yang menuntut perlakuan sama terhadap semua manusia tanpa terkecuali.
Adapun tujuan penegakkan keadilan menurut Sayyid Quthb adalah untuk memberi rasa
aman dari kekacauan hawa nafsu dan berbenturannya kemashlahatan dan kemadharata. Dan yang
paling penting adalah bertujuan untuk menuju ketaqwaan dan keridhaan Allah SWT. Sedangkan
yang berhak untuk mendapatkan keadilan menurut penafsiran Sayyid Quthb adalah semua
manusia berdasarkan manhaj rabbani baik yang mukmin maupun non mukmin, teman atau
lawan kaya atau miskin, arab atau `ajam. Dan yang perlu diperhatikan lanjut Sayyid adalah
menegakkan keadilan itu berdasarkan syari`at Allah, karena jika menegakkan keadilan itu tidak
berdasarkan syari`at Allah, maka hal itu tidak berlangsung lama dalam kehidupan manusia dan
hal itu merupakan kekacauan yang dihembuskan oleh orang-orang jahiliyah dan berdasarkan
hawa nafsu.11[11]
3. Penutup
Kata ‘adl (‫ ) َع ْدل‬dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali di dalam al-Quran. Kata ‘adl
sendiri disebutkan 13 kali, Kata ‘adl di dalam al-Quran memiliki aspek dan objek yang beragam,
begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl (keadilan).
Kata adil dalam Alquran mempunyai arti yang beragam dan mencakup pengertian dan bidang
yang berbeda. Beberapa makna keadilan dalam Alquran adalah persamaan dalam hak, mencakup
sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan, berada di pertengahan dan
mempersamakan, seimbang, perhatian terhadap hak individu dan memberikan hak itu kepada
setiap pemiliknya

11