Teori Belajar Behavioristik Kognitif Dan

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Teori Belajar Kognitif

Disusun Oleh : Kelompok 7 (PAP 14 B)
1. EVA NURUS SHOBAHAH

(14080314023)

2. INGGIT FIRDAUS DAMAYANTI

(14080314040)

3. MEIDA SINTIA DEVI

(14080314054)

4. YUANA SRI LESTARI

(14080314062)

5. NOVA ISNANI


(14080314063)

PRODI PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk
dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah mengenai “ Teori
Belajar Kognitif ” dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan.
Ucapan terima kasih kepada beberapa pihak yang ikut serta membatu
menyelesaikan makalah ini.
Semoga dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Teori Belajar
Kognitif pada Psikologi Pendidikan, khususnya bagi penyusun. Memang makalah

ini masih jauh dari sempurna, maka penyusun mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Surabaya, 27 Februari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
A. Pendahuluan..................................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................2
C. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
A. Pengertian Teori Belajar Kognitif.................................................................3
B. Teori Belajar Kognitif Menurut Jean Piaget.................................................4
C. Teori Belajar Kognitif Menurut Ausubel......................................................9
D. Teori Belajar Kognitif Menurut Bruner......................................................11
E. Teori Belajar Kognitif Menurut Gestalt......................................................14

F.

Teori Belajar Kognitif Menurut Vygotsky..................................................15

BAB III..................................................................................................................22
A. Kesimpulan.................................................................................................22
B. Saran............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

BAB I
A. Pendahuluan
Teori-teori belajar bermunculan seiring dengan perkembangan teori
psikologi. Salah satu diantara teori belajar yang terkenal adalah teori belajar
behaviorisme dengan tokohnya B.F. Skinner, Thorndike, Watson dan lain-lain.
Dikatakan bahwa, teori-teori belajar hasil eksperimen mereka secara prinsipal
bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah
yang nyata dan dapat diukur.
Namun seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teori tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yang menuntut
adanya pemikiran teori belajar yang baru. Dikatakan bahwa, teori-teori

behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan
respon, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot, padahal setiap manusia
memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan pengendalian diri
(self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak respon jika ia
tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati, dan
proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit
diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara
manusia dan hewan. Hal ini dapat diidentifikasi sebagai kelemahan teori
behaviorisme.
Dari kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam teori behaviorisme dapat
diambil suatu pertanyaan, “Upaya apa yang akan dilakukan oleh para ahli
psikologi pendidikan dalam mengatasi kelemahan teori tersebut ?’’Realitas ini
sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini.
Untuk itu pembahasan makalah ini diangkat untuk mengungkap masalahmasalah tersebut. Berdasarkan tulisan-tulisan dalam berbagai literatur, ditemukan
bahwa para ahli telah menemukan teori baru tentang belajar yaitu teori belajar
kognitif yang lebih mampu meyakinkan dan menyumbangkan pemikiran besar

demi perkembangan dan kemajuan proses belajar sebagai lanjutan dari teori
behaviorisme tersebut.
B. Tujuan

1.

Agar Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan pengertian teori
belajar Kognitif.

2.

Agar Mahasiswa mampu mengetahui tokoh-tokoh teori belajar Kognitif
beserta contoh-contoh pemikirannya.

3.

Agar Mahasiswa mampu mengetahui serta implikasikan teori belajar
kognitif dalam proses belajar mengajar.
C. Manfaat

1.

Mahasiswa menjadi mengerti akan pengertian teori belajar kognitif


2.

Mahasiswa mengetahui tokoh-tokoh teori belajar Kognitif beserta contohcontoh pemikirannya.

3.

Mahasiswa mengetahui serta implikasikan teori belajar kognitif dalam
proses belajar mengajar.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Kognitif
Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya
berfikir. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi
populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang
mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan,
menyangka,

pertimbangan,


pengolahan

informasi,

pemecahan

masalah,

kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan
keyakinan.
Sedangkan secara istilah dalam pendidikan Kognitif adalah salah satu teori
diantara teori-teori belajar dimana belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek
kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah
laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan, dan perubahan tingkah laku, sangat dipengaruhi oleh
proses belajar berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.
Teori belajar ini hadir dan muncul disebabkan para Ahli Psikologi belum
puas dengan penjelasan yang teori-teori yang terdahulu. Mereka berpendapat
bahwa tingkah laku seseorang selalu di dasarkan pada kognisi, yaitu suatu

perbuatan mengetahui atau perbuatan pikiran terhadap situasi dimana tingkah laku
itu terjadi. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu
proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh
Winkel (1996) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai
sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu
proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia

sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk
memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah
laku, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Objek-objek
yang di amatinya dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan,
atau lambing yang merupakan sesuatu yang bersifat mental. Misalnya, seseorang
menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalaman kepada temannya. Ketika
dia menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat
mennghadirkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu,
dia hanya dapat menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau
kalimat.

Dari keterangan dan penjelasan di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum
kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu ;
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication),
analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti
persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembang kan kemampuan
rasional (akal).
B. Teori Belajar Kognitif Menurut Jean Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika,
yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis, yaitu perkembangan
system syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan
semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya akan semakin meningkat.
Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun
1927 sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget
menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan
dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara
kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan
individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar
individu.


Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang cukup dominan
selama beberapa dekade. Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang
bagaimana anak belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas
anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya.
Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan
lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari
kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan
lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan
penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran
ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan
subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi
obyektif.
Proses belajar haruslah di sesuaikan dengan perkembagan syaraf seorang
anak, dengan bertambahnya umur maka susunan saraf seorang akan semakin
kompleks dan memungkinkan kemampuannya semakin meningkat. Karena itu
proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu
sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarki, yaitu melalui tahaptahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu
yang diluar kemampuan kognitifnya. Dalam perkembangan intelektual ada tiga
hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu :
 Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan

fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan
(action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada
perkembangan struktur-struktur.
 Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon
yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang
dihadapinya.
 Fungsi, Adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan
intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua
fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada
organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi

proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan
berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses
yaitu asimilasi dan akomodasi.
Menurut Pieget, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu
asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.
1.

Asimilasi, adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif
yang sudah ada dalam benak siswa.

2.

Akomodasi, adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
baru.

3.

Equilibrasi, adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi
dan akomodasi.
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan

dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik
agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan
berbagai hal dari lingkungan.
Menurut Piaget aspek perkembangan kognitif meliputi empat tahap, yaitu:
1.

Sensory-motor (sensori-motor)
Selama perkembangan dalam periode ini berlangsung sejak anak lahir
sampai usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih
berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka.
Meskipun primitif dan terkesan tidak penting, intelegensi sensori-motor
sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia
menjadi pondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki
anak tersebut kelak.

2.

Pre operational (praoperasional)
Perkembangan ini bermula pada saat anak berumur 2-7 tahun dan telah
memiliki penguasaan sempurna mengenai objek permanence, artinya anak

tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang
ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau
sudah tak dilihat dan tak didengar lagi. Jadi, padangan terhadap eksistensi
benda tersebut berbeda dari pandangan pada periode sensori-motor, yakni
tidak lagi bergantung pada pengamatan belaka.
3.

Concrete operational (konkret-operasional)
Dalam periode konkret operasional ini belangsung hingga usia menjelang
remaja, kemudian anak mulai memperoleh tamnbahan kemampuan yang
disebut sistem of operations (satuan langkah berfikir). Kemampuan ini
berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya
dengan peristiwa tertentu dalam sistem pemikirannya sendiri.

4.

Formal operational (formal-operasional)
Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah menjelang atau
sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan dapat
mengatasi masalah keterbatasan pemikiran.
Dalam perkembangan kognitif akhir ini seorang remaja telah memiliki

kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun
berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:
o kapasitas menggunakan hipotesis
o kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak
Dalam dua macam kemampuan kognitif yang sangat berpengaruh terhadap
kualiatas skema kognitif itu tentu telah dimiliki oleh orang-orang dewasa. Oleh
karenanya, seorang remaja pelajar yang telah berhasil menempuh proses
perkembangan formal operasional secara kognitif dapat dianggap telah mulai
dewasa.
1.

Implikasi Teori Pieget untuk Pendidikan
Para pendidik memandang bahwa teori Pieget itucdapat dipakai sebagai

dasar pertimbangan guru di dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di

dalam kurikulum. Hunt mempraktekkan di dalam program pendidikan TK yang
menekankan pada perkembangan sensori motoris dan proeperasional. Misal
belajar menggambar, mengenal benda, dan menghitung.
Seorang guru yang tidak memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan
kognitif anak ini akan cenderung menyulitkan siswa. Contoh, mengajarkan
konsep-konsep abstrak tentang Shalat kepada sekelompok siswa kelas dua SD,
tanpa adanya usaha untuk mengkongkretkan konsep-konsepp tersebut, tidak
hanya sia-sia, tetapi justru akan lebih membingungkan siswa.
Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran, adalah :
1.

Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.

2.

Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.

3.

Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.
Teori belajar Piaget dalam aplikasi praktisnya mementingkan keterlibatan

siswa dalam proses belajar mengajar, karena hanya dengan melibatkan atau
mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akoomodasi pengetahuan dapat
terjadi dengan baik. Secara umum pengaplikasian teori piaget dalam kegiatan
pembelajaran biasanya mengikuti pola berikut :
1.

Menentukan tujuan-tujuann instruksional

2.

Memilih amteri pelajaran

3.

Menentukan topic-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa
(dengan bimbingan minimum dari guru).

4.

Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topic-topik
yang akan dipelajari siswa.

5.

Mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreativitas siswa
untuk

6.

Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

2.

Kritik terhadap teori Pieget
Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum

Piaget bahwa pemikiran anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran
orang dewasa, dan jenis logika anak-anak itu berubah seiring dengan
bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti yang meributkan detail-detail
penemuan Piaget, terutama mengenai usia ketika anak mampu menyelesaikan
tugas-tugas spesifik.
Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan
bahwa anak sudah mampu memahami konservasi (conservation) dalam usia yang
lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget. Studi lain yang mengkritik
teori Piaget yaitu bahwa anak-anak baru mencapai pemahaman tentang objek
permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon dan De Vos (1991) 104 anak
diamati sampai mereka berusia 18 tahun, dan diuji dengan

berbagai tugas

operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang dipakai Piaget, termasuk
pengujian hipotesa. Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap
operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson
serta Baillargeon dan DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan
kemampuan anak-anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak
yang lebih tua.
C.

Teori Belajar Kognitif Menurut Ausubel
Menurut Ausubel belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari

diasimilasikan secara non arbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan yang
telah

dimiliki

sebelumnya.

Ausubel

seorang

psikologist

kognitif,

ia

mengemukakan bahwa yang perlu diperhatikan seorang guru ialah strategi
mengajarnya. Sebagai contoh pelajaran berhitung bisa menjadi tidak berhasil jika
murid hanya di suruh menghafal formula-formula tanpa mengetahui arti formula-

formula itu. Sebaliknya bisa lebih bermakna jika murid diajari fungsi dan arti dari
formula-formula tersebut.
Dalam aplikasinya teori Ausubel ini menuntut siswa belajar secara deduktif (dari
umum ke khusus). Secara umum, teori Ausubel ini dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran melalui tahap-tahap sebagai berikut :
 Menentukan tujuan-tujuan intruksional;
 Mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan, dan struktur
kognitifnya melalui tes awal, interview, pertanyaan, dan lain-lain;
 Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian
konsep-konsep kunci;
 Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi itu;
 Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus
dipelajari;
 Membuat rangkuman terhadap materi yang baru saja disampaikan dengan
uraian yang singkat;
 Membelajarkan peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsipprinsip yang ada dengan memberikan focus pada hubungan yang terjalin
antara konsep yang ada;
 Mengevaluasi proses dan hasil bejar.
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut
“pengatur kemajuan” (advance organizer) didefenisikan dan dipresentasikan
dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep
atau informasi umum mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan
diajarkan kepada siswa. Ada tiga manfaat dari “advance organizer” ini, yaitu :
Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi pelajaran
yang akan dipelajari;
1.

Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang
sedang dipejari siswa saat ini dan dengan apa yang akan dipelajari;

2.

Dapat membantu siswa untuk memahami bahan secara lebih mudah.

D.

Teori Belajar Kognitif Menurut Bruner
Bruner menusulkan teorinya yang disebut free discovery learning.

menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika dosen
member kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk
konsep, teori, defenisi, dan sebagainya), melalui contoh-contoh yang ia jumpai
dalam kehidupan. Dengan kata lain siswa dibimbing secara induktif untuk
memahami suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran misalnya
siswa tidak semata-mata menghafal defenisi kata kejujuran tersebut melainkan
dengan mempelajari contoh-contohnya yang konkret tentang kejujuran dan dari
contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefenisikan kata kejujuran.
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar
mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen
untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari
sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk
meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program
pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual
pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril,
yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan,
sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin
keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.
Teori belajar Bruner ini dalam aplikasinya sangat membebaskan siswa
untuk belajar sendiri. Karena itulah teori Bruner ini dianggap sanagt cenerung
bersifat discovery (belajar dengan cara menemukan). Disamping itu karena teori
Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan maka desain yang
berulang-ulang ini lazim disebut sebagai kurikulum spiral Bruner. Kurikulum
piral menuntut guru untuk member materi pembelajaran setahap-demi setahap dari
yang sederhana ke yang kompleks, dimana suatu materi yang sebelumnyasudah

diberikan, suatu saat muncul kembali, secara terintegrasi, di dalam suatu materi
baru yang lebih kempleks.
Dalam teori belajar, Bruner juga berpendapat bahwa kegiatan belajar akan
berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap.
Ketiga tahap itu adalah:
1.

Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru;

2.

Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis
pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang
mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain;

3.

Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap
kedua tadi benar atau tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar

dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada
empat tema pendidikan yaitu:
1.

Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan;

2.

Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar;

3.

Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi;

4.

Motivasi

atau

keinginan

untuk

belajar

siswa,

dan

cara

untuk

memotivasinya.
Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat
diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam
tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan
dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema
hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan
uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar
terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya

masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak
informasi, motivasi, dan minat siswa.
Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme”
yang mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam
pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran
mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus.
Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas
seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan
itu banyak tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem
penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek lingkungan sebagai masukan. Teori
belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat
mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan
maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama
dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta
didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh
sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan
optimal melalui sentuhan proses pendidikan.
Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat
mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi
kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi
aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan
memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui
proses belajar mengajar di kelas. Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang
mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan yang
diantaranya : Kognitif.
Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :
1.

Pengetahuan (mengingat, menghafal),

2.

Pemahaman (menginterpretasikan),

3.

Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu
masalah),

4.

Analisis (menjabarkan suatu konsep),

5.

Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep
utuh),

6.

Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).
E.

Teori Belajar Kognitif Menurut Gestalt
Teori Gestalt dikembangkan oleh Koffka, Kohler, dan Wertheimer.

Menurut teori Gestalt belajar adalah proses pengembangan insight. Insight adalah
pemahaman terhadap hubungan antar bagian dalam suatu situasi permasalahan.
Berbeda dengan teori Behavioristik yang menganggap belajar itu bersifat
mekanistis, sehingga mengabaikan atau mengingkari peranan insight. Teori
Gestalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah
laku. Peletak dasar teori belajar Gestalt ialah Max Wertheimer sebagai usaha
untuk memperbaiki proses belajar denga rote learning dengan pengertian bukan
menghapal. Dalam belajar, menurut teori Gestalt, yang terpenting adalah
penyesuaian pertama, yaitu mendapatkan respons atau tanggapan yang tepat.
Belajar yang terpenting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari,
tetapi mengerti atau memperoleh insight. Belajar dengan pengertiian lebih
dipentingkan daripada hanya memasukkan sejumlah kesan. Belajar dengan insight
adalah sebagai berikut :
1.

Insight tergantung dari kemampuan dasar;

2.

Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan;

3.

Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa,
sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati;

4.

Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit;

5.

Belajar dengan insight dapat diulangi;

6.

Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi
baru.

1.

Prinsip-prinsip Teori belajar Gestalt
Seperti diketahui Teori Belajar gestalt lebih menekankan kepada persepsi.

Karena itu prinsip-prinsip atau hokum-hukum yanga ada pada Gestalt pada
umumnya menyangkut persepsi. Adapun teori-teori gestalt antara lain :
1.

Belajar berdasarkan keseluruhan

2.

Belajar adalah suatu proses perkembangan

3.

Anak didik sebagai organism keseluruhan

4.

Terjadi transfer

5.

Belajar harus dengan insight

6.

Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan
tujuan.

7.

Belajar berlangsung secara terus-menerus.
F. Teori Belajar Kognitif Menurut Vygotsky
Lev Vygotsky mengkritik pendapat Piaget yang menyatakan bahwa faktor
utama yang mendorong perkembangan kognitif seseorang adalah motivasi
atau daya dari dalam si individu itu sendiri untuk mau belajar dan berinteraksi
dengan lingkungan. Vygotsky justru berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu
interaksi antar individu tersebut dengan orang-orang lain merupakan faktor
terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang
(Ruseffendi, 1992:32).
Teori Vygotsky merupakan salah satu teori penting dalam psikologi
perkembangan. Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak
bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun
tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya. Vygotsky
berpendapat pula bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif
apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana
lingkungan

yang

mendukung

(supportive)

dalam

bimbingan

atau

pendampingan seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalnya
seorang guru.
Oakley (2004:38) menjelaskan bahwa teori Vygotsky berfokus pada empat
faktor yaitu budaya (culture), bahasa (language), zona perkembangan
proksimal (zone of proximal development atau ZPD) dan scaffolding.
Selanjutnya, Oakley (2004:38-41) merinci ketiga hal tersebut sebagai berikut :
1) Budaya (culture)
Vygotsky berpendapat bahwa budaya dan lingkungan sosial seorang anak
adalah hal terpenting yang mempengaruhi pembentukan pengetahuan mereka.
Anak-anak belajar melalui lagu, bahasa, kesenian dan permainan. Ia juga
menyatakan bahwa budaya mempengaruhi proses belajar, anak-anak belajar
melalui interaksi dan kerjasama dengan orang lain dan lingkungannya.
Vygotsky dalam Komalasari (2010:20) meyakini bahwa jalan pikiran
seseorang harus dimengerti dari latar sosial budaya dan sejarahnya. Perolehan
pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang sesuai dengan teori
sosiogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi
individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat
sekunder. Artinya pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal
dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu
bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga
menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi
pengetahuannya.
Hal ini juga dipertegas oleh Winataputra, dkk (2008:6.9) yang menyatakan
bahwa proses dan konteks kultural yang beragam juga menghasilkan belajar
yang beragam pula. Sebagai contoh kita dapat mengamati bagaimana anakanak mempelajari suatu konsep melalui modus tertentu. Sebelum media visual
banyak digunakan, anak-anak mempelajari nilai-nilai yang berlaku melalui
apa yang didengar dari orang lain.
2) Bahasa (language)

Vygotsky mengemukakan bahwa bahasa berperan penting dalam proses
perkembangan kognitif anak. Menurutnya pula, ada hubungan yang jelas
antara perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif. Ia menyatakan
bahwa ada tiga tahap perkembangan bahasa. Tiga tahap perkembangan
tersebut dideskripsikan dalam tabel berikut :
Tabel Tahap Perkembangan Bahasa Vygotsky
Tahap
Social speech

Perkiraan Usia
Sampai 3 tahun

(eksternal
speech)
Egocentric

Deskripsi
Bicara biasanya dilakukan untuk mengontrol
tingkah

3-7 tahun

speech

dan

untuk

mengekspresikan

pemikiran sederhana seperti emosi
Anak-anak lebih sering berbicara dengan diri
mereka sendiri, mereka membicarakan apa yang
mereka

Inner speech

laku,

lakukan

dan

mengapa

mereka

melakukannya
Di atas 7 tahun Inner speech atau pembicaraan batin, merupakan
sampai dewasa

proses hubungan antara pikiran dan bahasa, pada
tahap ini setiap individu telah sampai pada tipe
fungsi mental yang lebih tinggi

3) Zona perkembangan proksimal atau Zone of proximal development
(ZPD)
Vygotsky dalam Komalasari (2010:23) mengemukakan konsepnya tentang
zona perkembangan proksimal (zone of proximal development).
Menurutnya perkembangan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua
tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan
potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang
untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan berbagai masalah secara
sendiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental. Sedangkan tingkat
perkembangan

potensial

tampak

dari

kemampuan

seseorang

untuk

menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibimbing orang
dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih mampu
atau kompeten. Ini disebut kemampuan intermental. Jarak antara tingkat

perkembangan aktual dengan tingkat perkembangan potensial disebut zona
perkembangan proksimal, yang diartikan sebagai fungsi-fungsi atau
kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih pada proses
pematangan.
Hal yang sama juga disebutkan oleh Jauhar (2011:39) yaitu zone of
proximal

development

adalah

daerah

antar

tingkat

perkembangan

sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah
secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau
teman sebaya yang lebih mampu
Vygotsky juga menambahkan bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika
anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugastugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka yang disebut dengan
zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di
atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi
mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja
sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke
dalam individu tersebut.
4). Scaffolding
Berkaitan dengan teori ZPD ini, Bruner dalam Oakley (2004:42)
mengembangkan ide `Vygotsky lebih jauh. Ia menyarankan agar guru
menggunakan Scaffolding dalam pembelajaran. Menurut Ruseffendi
(1992:34) Scaffolding adalah bantuan atau support kepada seseorang anak
dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten dengan maksud
agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang
lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif
yang actual dari anak yang bersangkutan.

Implikasi Teori Vygotsky Proses Pembelajaran

Implikasi teori Vygotsky dalam pembelajaran menurut Oakley (2004:4850) yaitu sebagai berikut:
a) Proses pembelajaran yang diberikan oleh guru harus sesuai dengan tingkat
perkembangan potensial siswa. Siswa seharusnya diberikan tugas yang
dapat

membantu

mereka untuk mencapai

tingkat

perkembangan

potensialnya.
b) Vygotsky mempromosikan penggunaan pembelajaran kolaboratif dan
kooperatif,

dimana

siswa

dapat

saling

berinteraksi

dan

saling

memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam
masing-masing ZPD mereka.
Menurut Ruseffendi (1992:34) menjelaskan implikasi teori Vygotsky
dalam pembelajaran diantaranya adalah guru bertugas menyediakan atau
mengatur lingkungan belajar siswa dan mengatur tugas-tugas yang harus
dikerjakan siswa, serta memberikan dukungan dinamis, sedemikian hingga
setiap siswa bisa berkembang secara maksimal dalam zona perkembangan
proksimal.
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip
dalam perkembangan belajar seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256)
yaitu:
(1) pembelajaran sosial (social leaning)
Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran
kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui
interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap;
(2) Zona of Proximal Development (ZPD)
Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan
menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan,
pengertian dan kompetensi. Dalam interaksi sosial dikelas, ketika
terjadi saling tukar pendapat antar siswa dalam memecahkan suatu
masalah, siswa yang lebih pandai member bantuan kepada siswa yang
mengalami kesulitan berupa petunjuk bagaimana cara memecahkan
masalah tersebut, maka terjadi scaffolding, siswa yang mengalami

kesulitan tersebut terbantu oleh teman yang lebih pandai. Ketika guru
membantu secukupnya kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajarnya, maka terjadi scaffolding.
(3) Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship).
Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh
kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli,
orang dewasa, atau teman yang lebih pandai;
(4) Pembelajaran Termediasi (mediated learning).
Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang
kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan
secukupnya dalam memecahkan masalah siswa. Ide-ide konstruktivis
modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky (Karpov &
Bransford, 1995), yang telah digunakan untuk menunjang metode
pengajaran

yang

menekankan

pada

pembelajaran

kooperatif,

pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan.
Empat prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya telah memegang suatu
peran penting. Salah satu diantaranya adalah penekanannya pada hakekat
sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui
interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Pada
proyek kooperatif, siswa dihadapkan pada proses berfikir teman sebaya
mereka: metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh
siswa, tetapi juga membuat proses berfikir siswa lain terbuka untuk seluruh
siswa. Vygotsky memperhatikan bahwa pemecahan masalah yang berhasil
berbicara kepada diri mereka sendiri tentang langkah- Iangkah pemecahan
masalah yang sulit. Dalam kelompok kooperatif, siswa lain dapat
mendengarkan pembicaraan dalam hati ini yang diucapkan dengan keras oleh
pemecah masalah dan belajar bagaimana jalan pikiran atau pendekatan yang
dipakai pemecah masalah yang berhasil ini. Vigotsky mengemukakan tiga
kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu :
(1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
(2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,

(3) siswa gagal meraih keberhasilan.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan Teori Belajar kognitif dapat kami simpulkan sebagai berikut :
a. Pandangan Teori Belajar Kognitif adalah:
1.

Elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki
oleh perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar
dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri.

2.

Belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran,
untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar.
Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal
dalam berpikir yakni pengolahan informasi.

3.

Belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral
yang bersifat jasmaniah meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak
lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa.

4.

Teori belajar kognitif lebih menekankan arti penting proses internal,
mental manusia. Tingkah laku manusia yang tampak, tak dapat diukur dan
diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti : motivasi,
kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.

b. Tokoh-Tokoh Teori Belajar kognitif adalah :
1.

Piagiet

2.

Ausubel

3.

Bruner

4.

Gestalt

5.

Vygotsky

B.

Saran

Hendaknya pengetahuan tentang kognitif siswa perlu dikaji secara
mendalam oleh para calon guru dan para guru demi menyukseskan proses
pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif siswa, guru akan
mengalami kesulitan dalam membelajarkannya di kelas, yang pada akhirnya
mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di
kelas. Karena faktor kognitif yang dimiliki oleh siswa merupakan salah satu faktor
utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas. Faktor
kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan siswa melalui
kegiatan belajar baik secara mandiri maupun secara kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Fauziah.2011. Psikologi Umum, Sumatera Utara : IAIN SU.
Djamarah, Syaiful Bahri.2011. Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Syah, Muhibbin.2003. Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
_______.”28 Februari 2015.http://valmband.multiply.com/journal/item/12
_______.”Teori

Perkembangan

Kognitif

Piaget”.

28

Februari

2015.

http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-piaget//