Sumber Sumber Ilmu Menurut Islam

SUMBER-SUMBER ILMU PENGETAHUAN MENURUT ISLAM

Tugas Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen : Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag

Disusun Oleh :
Azkaa Najmuts Tsaqib
Imawati

(14721028)
(14721013)

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya

sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam tetap
terlimpahkan kepada Nabi Muhammmad SAW yang mana telah membimbing kita semua
dari jalan kebodohan menuju jalan yang terang benderang, yaitu agama islam.
Kami menyusun makalah ini dengan judul “ Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan
menurut Islam”, berdasarkan literatur yang ada. Makalah ini disusun selain untuk memenuhi
tugas mata kuliah Filsafat Ilmu, diharapkan pula dapat memberikan manfaat untuk kita
khususnya yang berhubungan dengan Filsafat Ilmu
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari nilai kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami mohon kepada pembaca atas segala saran maupun kritik guna kesempurnaan makalah
ini di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna serta menambah
wawasan ilmu pengetahuan kita semua. Akhirnya dengan mengharapkan ridha Allah, kami
mengucapkan terima kasih.

Malang, 5 Mei 2015

Penyusun

i

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ........................................................................................

i

DAFTAR ISI.......................................................................................................

ii

BAB I

BAB II

BAB III

:

:

:


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................

1

B. Rumusan Masalah .................................................................

2

C. Tujuan Pembahasan .............................................................

2

PEMBAHASAN
A. Ilmu Pengetahuan dalam Islam ............................................

3

B. Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan menurut Islam... ..........


6

PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA

i

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Human are in pursuit of knowledge memiliki perananan yang signifikan dalam
membuat pertimbangan, keputusan dan juga tindakan pada kehidupan ilmiah. Pengkajian
mendalam dan sisttematis terhadap ilmu, kriteria-kriteria dalam perolehannya dengan
keterbatasan-keterbatasannya serta cara menjaustifikasi ilmu tersebut, dikenal dengan nama
“Epistimologi”.1 Epistimologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berartii
‘pengetahuan’ (knowledge) dan logos yang berarti ‘ilmu’. Epistimologi merupakan cabang

filsafat yang membahas mengenai ilmu, sehingga epistimologi dikenal dengan nama filsafat
ilmu atau teori ilmu.
Epistimologi membahas secara mendalam segala sesuatu mengenai proses yang
terlihat dalam usaha manusia untuk memperoleh ilmu.2 Ilmu merupakan pengetahuan yang
didapat melalui metode keilmuan sehingga metode inilah yang membedakan ilmu dengan
buah pemikiran lainnya.3 Menurut Richard Fumerrton, pertanyaan-pertanyaan tentang
epistimologi mencakup konsep ilmu, bukti, alasan untuk mempercayai, justifikasi,
probabilitas, atau kemungkinan, apa yang bisa dipercayai dan konsep-konsep lainnya yang
hanya dapat dipahami melalui satu atau beberapa hal tersebut diatas. Epistimologi bertujuan
untuk menganalisa proses bagaimana mendapatkan ilmu. Oleh karena itu, pertama-pertama
harus diketahui dimana proses terrsebut mulai dan kapan harus berakhir.
Ilmu merupakan produk dari pandangan alam (worldview) suatu bangsa, agama,
budaya, atau peradaban, karena ia mengandung nilai dan kepercayaan suatu masyarakat
sehingga ilmu tidak bebas nilai (value free). Prinsip-prinsip epistemologi Islam perlu
diderivasi dari pandangan alam Islam untuk memperoleh framework pemikiran yang
tentunya bersumber dari Al-Quran dan Hadis serta tradisi intelektual Islam. Epistemologi
Islam memiliki kekhasan yang tidak dimiliki epistemologi Barat ataupun peradaban lainnya
1

Vincent E. Hendricks, Mainstream and Formal Epistimology, Cambridge: Cambridge University Press, 2006. 1

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Pengetahuan, Cetakan Ke-4,
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009. 69
3
Jujun Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Cetakan ke-17, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009. 9

2

1

yang pernah ada. Oleh karena itu, makalah ini akan memaparkan aspek epistemologi yang
berkaitan dengan sumber-sumber Ilmu dalam Perspektif Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Ilmu Pengetahuan dalam Islam?
2. Apa saja sumber-sumber Ilmu Pengetahuan menurut Islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Ilmu Pengetahuan dalam Islam
2. Untuk mengetahui sumber-sumber Ilmu Pengetahuan menurut Islam


2

BAB II
PEMBAHASAN

A. ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
Islam mewajibkan pencarian ilmu pengetahuan. Nabi Muhammad SAW. Menegaskan
dalam sebuah hadits yang terkenal,

‫طلب العلم فريضة على كل مسلم‬
“Menuntut Ilmu itu Wajib bagi setiap Muslim”4
Ilmu menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Penekanan kepada ilmu
dalam ajaran Islam sangat jelas terlihat dalam Al Qur’an, sunnah Nabi SAW, dan ajaran
semua tokoh Islam dari dulu sampai sekarang. Diantara yang paling utama adalah Al Quran
surah Al-‘Alaq; ayat 1-5 yang memberikan tekanan pada pembacaan sebagai wahana
penting dalam usaha keilmuan, dan pengukuhan kedudukan Allah SWT, Sebagai sumber
tertinggi Ilmu Pengetahuan manusia,
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
Ibnu Katsir menafsirkan kelima ayat di atas dan menyoroti pentingnya ilmu bagi
manusia. Ibnu katsir menulis ;
“ Dalam ayat-ayat ini terdapat peringatan bahwasanya manusia diciptakan dari
segumpal darah. Dan di antara bentuk anugerah Allah Ta’ala adalah mengajarkan
manusia apa yang semula tidak di ketahuinya. Maka kemuliaan dan keagungan manusia
Sunan Ibn Majah kiatb Al-Muqoddimah bab fard al-ulama wa al-hatsts ‘ala talab al-ilm no. 224 (Abu ‘Abdillah
Muhammad ibn Yazid Al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar Al-Fikr, 1995, jilid 1, hlm. 81) Syaikh al-albani
menilainya shahih dalam kitab Shahih wa Da’if al-Jam’al-Shaghir no. 7360 (al-maktabah al-Syamilah).

4

3

terletak pada ilmu. Dan, Inilah kemampuan yang membuat bapak manusia, Adam lebih
istimewa daripada malaikat. “ 5
Dalam kitab Shahih Muslim bahwa Nabi SAW secara khusus menjamin bahwa orang
yang berilmu dan ilmunya tersebut bermanfaat bagi orang lain, maka pahalanya akan terus
mengalir walaupun orang bersangkutan sudah meninggal dunia.

Penghormatan terhadap ilmu dan janji ganjaran dari Allah SWT, telah menjadi
semacam insentif bagi umat islam dalam menciptakan sebuah budaya ilmu yang universal.
Budaya ilmu yang universal tersebut adalah seperti dijelaskan Wan Mohd Nor Wan Daud
bahwa budaya ilmu yang lahir di tengah masyarakat Muslim terbentuk tidak hanya
memerhatikan kaidah deduktif saja, tapi juga kaidah induktif.
” Yang Penting ialah budaya ilmu dalam islam bukan sahaja memberikan penumpuan
kepada kaedah deduktif yang bertolak daripada prinsip Al-Qur’an, Sunnah dan Akal
yang sihat, tetapi juga kaedah induktif, yang mementingkan fakta kejadian alam semesta
serta pengalaman manusia dalam sejarah atau dalam dirinya.”6
Umat Islam sejak awal mengakui dua jenis keilmuan sekaligus, Ilmu Agama dan Ilmu
Alam, Kedua jenis ilmu itu di kategorikan sebagai pengetahuan yang ilmiah dan di
kembangkan melalui metode yang ilmiah pula. Hal ini tentu berbeda dengan yang terjadi di
Barat, dimana pengetahuan dibagi ke dalam dua istilah teknis, yaitu science dan knowledge.
Istilah ini pertama diperuntukkan bagi bidang-bidang ilmu fisik atau empiris, sedangkan
istilah kedua diperuntukkan bagi bidang-bidang ilmu nonfisik seperti konsep mental dan
metafisika. Istilah yang pertama diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan ilmu
pengetahuan, sementara istilah kedua diterjemahkan dengan pengetahuan saja. Dengan kata
lain hanya ilmu yang sifatnya fisik dan empiris saja yang bisa dikategorikan ilmu, sementara
sisanya seperti ilmu agama tidak bisa dikategorikan ilmu (ilmiah). Fenomena seperti itu baru
terjadi pada abad moderen, karena sampai abad pertengahan, pengetahuan belum dibedabedakan kedalam dua istilah teknis diatas, istilah pengetahuan (knowledge) masih mencakup

semua jenis ilmu pengetahuan. Baru ketika memasuki abad modern yang ditandakan dengan

5
6

Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘azim, Jilid 4, hlm. 647-648.
Wan Mohd. Nor Wan Daud, Budaya Ilmu-Satu Penjelasan, Singapura; Pustaka Nasional Pte Ltd, 2003, hlm 24.

4

positivisme, maka pengetahuan yang terukur secara empiris dikhususkan dengan penyebutan
scientific knowledge atau science saja.
Islam tentu saja tidak mengenal pemenggalan zaman menjadi abad klasik,
pertengahan, dan modern. Karena di Islam tidak pernah terjadi tarik-ulur yang dasyat antara
akal dan iman, atau antara kekuasaan dunia dan kekuasaan agama. Islam juga tidak
mengenal renaissance yang ditandakan dengan terbebasnya alam pikiran manusia dari
kungkungan penguasa agama. Karena dari sejak awal kelahirannya, antara agama, akal dan
indra, ketiganya berjalin kelindan dengan sangat baik. Konsekuensinya, tidak akan
ditemukan dalam Khazanah Pemikiran Islam pergeseran definisi Ilmu seperti yang terjadi
didunia Barat. Dari sejak awall dan sampai sekarang, ilmu dalam Islam mencakup bidangbidang fisikjuga bidang-bidang nonfisik.7

Istilah yang digunakannya pun dari sejak awal tidak berubah, yakni ‘ilm. Menurut
Wan Mohd Nor Wan Daud, penggunaan Istilah ‘ilm itu sendiri, sangat terpengaruh oleh
pandangan dunia Islam (Islamic worldview):
“ Pengetahuan dalam bahasa Arab digambarkan dengan istilah al-‘ilm, al-ma’rifah, dan
as-syu’ur (kesadaran). Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang pertamalah yang
terpenting, karena ia merupakan salah satu sifat Tuhan adalah al-‘Aalim, al-‘Aliim dan al‘Allam, yang semuanya berarti Maha Mengetahui; tetapi Dia tidak pernah disebut al-‘Arif atau
as-Sya’ir.

8

Menurut Wan Daud, diteliti dari aspek linguistiknya saja, kata ‘ilm memang bermakna
luas. Merujuk pada kamus Arabic-English Lexicon, wan Daud menjelaskan, perkataan ‘ilm
berasal dari kata ‘ain-lam-mim yang diambil dari kata ‘alamah, yaitu ‘tanda, penunjuk, atau
indikasi yang dengannya sesuatu atau seseorang dikenal; kognisi atau label; ciri-ciri;
indikasi; tanda-tanda’. Disebabkan hal seperti inilah, sejak dahulu umat Islam menganggap
‘ilm ‘ilmu pengetahuan ‘berarti Al-quran; syariat; Sunnah; Islam; iman; ilmu spritual (‘ilm
ladunni), hikmah dan ma’rifah, atau sering jugadisebut cahaya (nur); pikiran; sains;

7

Adian Husaini, Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, Depok: Gema Insani.2013. 60
Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Concept of Knowledge in Islam and its Implications for Education in developing
Country, terj. Munir, Konsep Pengetahuan dalam Islam, Bandung:Pustaka, 1997 M. 65
8

5

(khususnya ‘ilm yang kata jamaknya ‘ulum), dan pendidikan- yang kesemuanya
menghimpun semua hakikat ilmu.9
B. SUMBER-SUMBER ILMU PENGETAHUAN MENURUT ISLAM
Islam mengajarkan bahwa Allah SWT merupakan sumber dan segala sesuatu. Ilmu
dan Kekuasaan-Nya meliputi bumi dan langit yang nyata maupun gaib, dan tidak ada segala
sesuatupun yang luput dari pengawasaan-Nya.

             
Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia.
Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu" (QS Thaha; 98)

                
        
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah
berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS
Ath-Thalaq; 12)

Sumber ilmu primer dalam epistimologi Islam adalah wahyu yang diterima oleh nabi
yang berasal dari Allah SWT, sebagai sumber dari segala sesuatu. Al-Wahyu atau wahyu
merupakan masdar (infinitive) yang memberikan dua pengertian dasar, yaitu tersembunyi
dan cepat. Pengertian Wahyu secara Etimologi meliputi;
a) Ilham sebagai bawaan dasar manusia
b) Ilham berupa naluri pada binatang
c) Isyarat yang cepat menurut rumus dan kode.
9

Ibid. 65

6

d) Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri
manusia, serta
e) Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu perintah untuk
dikerjakan.
Namun, Makna wahyu sebagai istilah adalah “Kalam Allah yang diturunkan kepada
seorang nabi”. Definisi ini menggunakan pengetian Maf’ul, yaitu al-muha yang berarti
diwahyukan.10
Oleh karena itu, penjelasan mengenai sumber ilmu dalam epistimologi Islam
ditekankan kepada; Pertama, Kalam Allah, berupa kitab suci Al Qur’an. Kedua, Nabi atau
Rasulullah sebagai penerima wahyu, dalam hal ini merujuk kepada hadits, yaitu segala
sesuatu yang bersumber dari Rasulullah SAW, baik ucapan,perbuatan, maupun ketetapan
yang berhubungan dengan hokum atau ketentuan-ketentuan Allah SWT. Yang disyariatkan
kepada manusia.11
Namun demikan, epistimologi Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah juga
mengambil sumber ilmu lainnya, yaitu Akal (‘aql) dan hati (qalb) serta indra-indra yang
terdapat dalam diri manusia.

1.

Al Qur’an
Al Quran Merupakan wahyu Allah SWT, yang diturunkan kepada Rosulullah
Muhammad SAW. Oleh karena itu Al Qur’an menempati urutan utama dalam
Hirarki sumber ilmu dalam Epistimologi Islam.
Al Qu’an sebagai sumber ilmu di jelaskan melalui ayat-ayat yang menyatakan
bahwa al Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia dan alam semesta yaitu dalam
surat At-Takwir Ayat 27, Al Furqon ayat 1, dan Al Baqorah ayat 185. Al Qur’an juga
merupakan Dustur Universal yang menjelaskan segala seuastu karena dia di sifati
dzat yang menurunkannya, yaitu Rabb Semesta Alam12

     
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Cetakan ke-6, Jakarta;Pustaka Litera Antar Nusa, 2001, hlm.
37-38
11
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, cetakan ke-7, Jakarta; Rajawali Pres, 2011, hlm 4.
12
Yusuf Al Qaradhowi, Bagaimana Berinteraksi dengan Al Quran, Cetakan Ke-4, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,
2006 hlm 59-60

10

7

Al Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. (At-Takwir; 27 )

         
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya,
agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (QS Al-Furqon ; 1)
Al Qu’an Menurut definisi mayoritas ulama’ adalah Kalam atau Firman Allah
SWT yang di turunkan kepada nabi Muhammad SAW yang pembacaannya
merupakan suatu Ibadah.13 Al Quran memiliki berbagai keistimewaan yang tidak
dimiliki

kitab-kitab

yang

terdahulu,

karena

kitab-kitab

terdahulu

hanya

diperuntukkan bagi satu zaman tertentu. Dengan keistimewaan tersebut, Al-Quran
mampu memecahkan problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan, yaitu
rohani dan jasmani, masalaah sosial serta ekonomi.
Seluruh ilmu didunia ini berasal dari Allah SWT, yang kekuasaannya meliputi
bumi dan langit.14 Allah SWT mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak
diketahuinya sebagaimana disebutkan dalam surah Ar-Rahman ayat 1-4 bahwa Allah
SWT telah mengajarkan kepada manusia Al-Quran. Ia juga mengajarkan kepada
manusia apa-apa yang belum diketahuinya.15
                
Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!"

Jika disebut nama Al-Quran, ia mengandung beberapa hakikat, seperti
kalamullah, mu’jizat, diturunkan kepada hati Nabi, disampaikan secara Muttawatir,
dan membacanya adalah ibadah. Yusuf Qaradhawi menyatakan, lafadz dan makna
Manna ‘Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, hlm 4.
Lihat surat Lukman (31) ayat 26
15
Adian Husaini. Filsafat Ilmu perspektif Barat dan Islam. Jakarta: Gema Insani. 93

13

14

8

Al-Quran bersumber dari Ilahi yang diwahyukan kepada Rasulullah, Muhammad
SAW, melalui wahyu yang jelas dan dibawa turun oleh seorang utusan dari jenis
malaikat, yaitu Jibril, kepada seorang utusan dari jenis manusia. Al-Quran
merupakan Ruh rabbani yang dengannya akal dan hati menjadi hidup, sebagaimana
ia merupakan dustur Ilahi yang mengatur kehidupan individu dan masyarakat. 16
Selain sebagai sumber ilmu yang utama dalam epistimologi Islam, Al-Quran
juga menunjukkan kepada sumber Ilmu lainnya berupa kajian dan orientasi penting
yang dapat melengkapi kebenaran ilmu wahyu. Sumber-sumber ilmu itu menurut
Muhammad Iqbal adalah fenomena alam, psikologi manusia, dan sejarah yang pada
dasarnya diambil dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT. Namun karena ilmu
yang tidak diwahyukan tidak diberikan langsung kepada manusia serta mudah
dibantah karena keterbatasan metodologis maupun aksiologisnya, maka sumber ilmu
tersebut kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan ilmu wahyu.17
Menurut Muhammad Al-ghazali, pada dasarnya Al-Quran memberikan kepada
umat Islam wawasan yang luas dan metode pemikiran yang jelas yang dapat
digunakan oleh setiap generasi serta ilmu yang dibarengi dengan iman, yang sama
sekali tidak ada pertentangan diantara keduanya.18 Al-Quran seharusnya tidak hanya
difokuskan sebagai sumber ilmu fiqih saja, namun ayat yang memerintahkan untuk
mengkaji, melihat, dan menganalisis, harus dijadikan basis untuk berkembangnya
ilmu-ilmu kemanusiaan yang sebenarnya banyak disinggung oleh al-Quran.
Seperti yang dikemukakan diatas bahwa salah satu pembuktian tentang
kebenaran al-Quran adalah ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang
diiisyaratkan. Memang terbukti, bahwa sekian banyak ayat Al-quran yang berbicara
tentang hakikat-hakikat ilmiah yang tidak dikenal pada masa turunnya, namun
terbukti kebenarannya ditengah-tengah perkembangan ilmu, seperti:19
 Teori tentang expanding universe (kosmos yang mengembang) (QS 51:47)
 Matahari adalah planet yang bercahaya, sedangkan bulan adalah pantulan dari
cahaya matahari (QS 10:5)
16

Yusuf Al-Qaradhawi, Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Quran. Cetakan ke -4, Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
2006. 3-4
17
Wan Muhammad Wan Daud, Konsep Pengetahuan dalam Islam. 38-39
18
Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan AL-Quran, cetakan ke-4, Bandung: Mizan. 1999. 40
19
Quraish Shihab, Membumikan AL-Quran. Bandung: PT Mizan Pustaka. 2007. 98

9

 Pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisan-lapisan yang berasal
dari perut bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan pergerakan awan (QS
27 :88)
 Zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi
matahari menjadi tenaga kimia melalui fotosintesis sehingga menghasilkan
energi (QS 36:80). Bahkan istilah al-Quran, al-syajar al-akhdar (pohon yang
hijau) justru lebih tepat dari istilah klorofil (hijau daun), karena zat-zat tersebut
bukan hanya terdapat dalam daun saja, tapi disemua bagian pohon, dahan, dan
ranting yang warnanya hijau.
 Bahwa manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma pria dan setelah fertilisasi
(pembuahan) berdempet di dinding rahim (QS 86:6 dan 7;96:2)
Bukti lain dari kebenaran al-Quran sebagai sumber ilmu pengetahuan yaitu
pada zaman dahulu orang memandang bintang-bintang itu hanyalah sebagai sesuatu
yang sangat kecil dan bercahaya yang bertaburan diangkasa. Namun setelah
ditemukannya teleskop dan ilmu pengetahuan juga semakin berkembang, orang
akhirnya mengetahui bahwa bintang-bintang merupakan bagian dari suatu gugusan
yang dinamakan galaksi yang dialam ini jumlahnya lebih dari 100 milyar. Sedangkan
masing-masing

bintang

ini

terdiri

dari

planet-planetyang

masing-masing

peredarannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling bertabrakan satu sama
lain. Hal ini juga difirmnakan Allah SWT:

            
33. Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.
masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.

Sehingga orang berdasar ilmu pengetahuan yang dimilikinya mengakui bahwa
alam semesta ini maha luas. Sebenarnya Allah telah menegaskan hal ini dalam alQuran yang diturunkan jauh sebelum ditemukannya teleskop yaitu:

     
10

Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Sesungguhnya Kami
benar-benar berkuasa
Oleh karena itu Allah menyuruh umatnya untuk selalu memperhatikan dan
meyakini al-Quran secara ilmiah. Sebagai contoh, didalam ilmu fisikakita mengenal
adanya hukum kesetaraan masa dan energi, sedangkan massa adalah merupakan
besaran pokok dalam arti besaran yang ada dengan sendirinya, sedangkan massa
tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, lalu siapakah penciptanya? Maka kalau kita
kembalikan kepada ajaran tauhid tentu kita akan menjawab bahwa Allah-lah
penciptanya. Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam massa, dalam surat
Qaaf ayat 38 Allah telah berfirman:

             
Dan Sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.

Karena ilmu pengetahuan itu bersumber pada Allah SWT dan pada ayat diatas
telah disebutkan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi berikut segala isinya
dalam enam massa.
Demikianlah

seterusnya,

sehingga

amat

tepatlah

kesimpulan

yang

dikemukakan oleh Dr. Maurice Bucaille dalam bukunya Al-Quran, Bible, dan Sains
Modern, bahwa tidak satu ayatpun dalm al-Quran yang bertentangan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Dari sini ungkapan “agama dimulai dari sikap
percaya dan iman”, oleh al-Quran, tidak diterima secara penuh. Bukan saja karena ia
selalu menganjurkan untuk berfikit, bukan pula hanya disebabkan ada dari ajaranajaran agama yang tidak dapat diyakini kecuali dengan pembuktian logika atau
bukan pula disebabkan oleh keyakinan seseorang yang berdasarkan “taqlid” tidak
luput dari kekurangan, tapi juga karena al-Quran memberi kesempatan kepada siapa
saja secara sendirian atau bersama-sama dan kapan saja, untuk membuktikan

11

kekeliruan al-Quran dengan menandinginya walaupun hanya semisal satu surah
sekalipun (QS 2:23).20

2.

HADITS
Allah SWT menyatakan bahwa Rasulullah SAW merupakan sumber ilmu yang
akan mengajarkan kitab serta hikmah.

          
      
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami
telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat
Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al
Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum
kamu ketahui.(QS Al Baqorah;15)
Al Qur’an dan hadits adalah pedoman hidup, sumber hukum, ilmu, dan ajaran
Islam, serta merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Al
Qur’an merupakan sumber primer yang banyak memuat pokok-pokok ajaran islam
sedangkan hadits merupakan penjelas (bayan) bagi keumuman isi Al Qur’an.
Seorang muslim tidak mungkin memahami syariat Islam secara mendalam dan
lengkap tanpa kehadiran Al Qur’an dan hadits , bahkan seorang mujtahid atau orang
berilmu sekalipun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri menggunakan salah
satu diantara keduanya. Umat Islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana
diwajibkan atas mereka untuk mengikuti Al Qur’an Jika tidak, mereka akan di
kategorikan sebagai golongan “ingkar hadits” dan diancam dengan neraka.21
Sunnah merupakan sumber bagi da’wah dan bimbingan bagi seorang muslim,
sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan keagamaan, kemanusiaan, dan
20
21

Quraish Shihab, Membumikan AL-Quran. Bandung: PT Mizan Pustaka. 2007. 98-99
Munzier Suparta, Ilmu hadits, Cetakan ke-7, Jakarta : Rajawali Pres 2011, hlm 49, 57-58

12

sosial yang dibutuhkan umat manusia untuk meluruskan jalan mereka, membetulkan
kesalahan mereka ataupun melengkapi pengetahuan eksperimental mereka.
Seperti al-Quran, sunnah juga mengandung informasi tentang beberapa hakikat
yang berkaitan dengan masalah-masalah ghaib. Sunnah juga memuat informasi
tentang kejadian-kejadian masa lalu, tentang awal penciptaan tentang rasul-rasul dan
nabi-nabi yang tidak mampu diliput oleh historiografi konvensional dan
perangkatnya. Informasi-informasi masa lalu tersebut tidak diketahui kecuali dengan
melalui wahyu. Sunnah juga mengandung informasi-informasi tentang berbagai
peristiwa yang berkaitan dengan masa depan. Demikian juga mengenai hal-hal yang
akan terjadi setelah hari kiamat.22
Sebagai sumber ilmu pengetahuan kedua, hadis atau sunnah telah menjadi
faktor pendukung utama kemajuan ilmu pendidikan. Banyak hadis yang berbicara
tentang ilmu terutama ilmu pengetahuan. Landasan hadis sebagai sumber ilmu adalah
QS An-Najm ayat 3-4 yang artinya “ tiadalah yang diiucapkannya itu menurut
kemauan dan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya)”
Cara mempelajari atau mengetahui sumber suatu ilmu pengetahuan
diantaranya:
a) Semangat membaca alam sebagai ayatullah pertama
Satu hal yang menarik ialah bahwa al-quran sangat menggalakkan manusia
memperhatikan bahkan meneliti alam dan menemukan ayat-ayat Allah yang
mengatur fenomena itu. Ibnu Rusy, sarjana muslim yang terkenal pernah
mengatakan, bahwa alam raya ini adalah kitab Allah yang pertama, sebelum
kitab-kitab Allah yang lain yang berbentuk wahyuNya. Gejala alam telah
berbicara kepada mereka yang mau mengerti akan ayat-ayat Allah yang telah
dipatuhi alam itu. Didalam praktek, sunnatullah yang diketemukan para Saintis itu
selalu melalui beberapa percobaan atau eksperimen.
b) Pendekatan Hadis


Hilir ke hulu

22

Yusuf al-Qardhawi, As-Sunnah Sebagai Sumber IPTEK dan Peradaban. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1998. 101102

13

Pendekatan hulu berangkat dari penemuan IPTEK menuju Sunnah
yang bertujuan untuk menemukan hadis yang mungkin menjadi sumber
temuan tersebut. Contoh: teori tentang Geosentris dan Heliosentris,
setelah dicocokkan dengan al-Hadis ternyata terbukti bahwa pusat
tatasurya adalah matahari bukan bumi


Hulu ke hilir
Hadis ke iptek contohnya tentang melihat bulan pada saat akan
mulai puasa ramadlan, sebagaimana hadis nabi: “mulailah berpuasa
setelah merukyat hilal dan beridul fitrilah setelah merukyatnya; jika langit
tertutup awan lakukanlah pengkadaran” (H.R Bukhori Muslim).
Diilhami oleh hadis tersebut dan dimotivasi oleh perbedaan dan
kontroversi penentual awal dan akhir ramadlan, maka ICMI Orsat
Kawasan Puspitek dan sekitarnya bekerja sama dengan Orsat Pasar Jumat
dan sekitarnya menemukan teleskop rukyat. Sistem ini menggunakan
teknologi mutakhir dari teleskop, filter substraksi,pengolahan citra,
perekaman video, computer dan telekomunikasi.
Dengan menggunakan penemuan ini, maka pelaksanaan rukyatul
hilal dapat dipermudah dan citranya dapat direkam, konferensi jarak jauh
serta dipancar luaskan dalam siaran langsung televisi melalui satelit
komunikasi.23

Contoh-contoh bukti Sunnah sebagai sumber pengetahuan
a) Gerhana Matahari dan Bulan
Nabi SAW bersabda :

،‫إن الشمس والقمر آيتان من آيات هللا ال ينخسفان ملوت أحد وال لحياته‬
ّ
ّ
ّ ‫فإذا رأيتم ذلك فاذكروا هلل‬
‫وتصدقوا‬
‫وكبروا وصلوا‬
“ sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari sekian tanda
kebesaran Allah. Keduanya tidak menggerhana karena kematian seseorang
maupun karena kelahirannya. Sehingga jika kalian melihat itu (gerhana),
Ahmad As-Showy dkk, Mu’jizat al-Quran dan As-Sunnah tentang IPTEK, Jakarta:Gema Insani Press.1995. 188119

23

14

maka berdzikirlah kepada Allah SWT, bertakbirlah, sholatlah, dan
bersedekahlah”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori dalam Shahihnya
(Kitab Al-Kusuf) dari Abu Mas’ud.
Hadis ini menunjukkan bahwa gerhana matahari dan bulan adalah
dua fenomena alam yang akan terjadi tanpa memandang momentum
kematian maupun kelahiran orang sebagaimana yang dipercayai sementara
kalangan di Jazirah Arab dan negara-negara lain didunia yang suka
menghubung-hubungkan fenomena alam ini dengan kelahiran atau
kematian seorang tokoh. Dalam hadis Nabi SAW ini datang untuk
menghapus khurafat-khurafat tersebut secara total dan menegakan siklus
terjadinya fenomena alam tersebut.
Pada saaat terjadi gerhana matahari jumlah energi mataharii yang
sampai kepada kita berkurang, sehingga suhu panas bumi pun menurun.
Sebaliknya, ketika terjadi gerhana bulan jumlah energi matahari yang
sampai kepada kita meningkat dan secara bersamaan naiklah suhu panas
bumi dalam beberapa menit. Dalam kedua situasi, bumi jelasmenghadapi
bahaya yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Dari sinilah, Nabi SAW
menyuruh kita untuk memperbanyak dzikir, tahmid, takbir, mengagungkan
Allah, berlindung dengan shalat, dan bersegera mengeluarkan sedekah,
dengan harapan semoga Allah menghilangkan bahaya itu dari bumi dan
orang-orang yang menghuninya. Sebab kedua peristiwa ini mengandung
bahaya dan rahasia yang hanya diketahui oleh Allah SWT.
Kita tentu tentu terheran-heran dengan pengetahuan profetik Nabi
SAW yang sangat mendalam dan beliau lontarkan pada seribu empat ratus
tahun silam. Dimana umat manusia kala itu masih tenggelam dalam
beragam khurafat dan mitos, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui
fakta alam yang baru diketahui secara persis oleh ilmu manusia pada
dekade belakangan. Jadi, satu hadis ini saja sebenarnya sudah cukup
menjadi bukti yang menegaskan kebenaran kenabian Nabi SAW dan rasul

15

terakhir ini yang senantiasa tersambung dengan wahyu dan diajari oleh
Sang Maha Pencipta langit dan bumi.24
b) 360 Sendi dalam Tubuh
Nabi SAW besabda:

ّ ‫إنه خلق كل إنسان من بني آدم على‬
.....‫ستين وثالثمائة مفصل‬
“ sesungguhnya setiap manusia dari kalangan anak Adam diciptakan
dengan 360 sendi......”
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih Muslimnya dari Aisyah
ra. Bahwasanya Rasulullah SAW berrsabda: “sesungguhnya setiap
manusia dari kalangan anak adam diciptakan dengan 360 sendi.
Barangsiapa yang bertakbir memaha besarkan Allah, berthamid memuji
Allah, bertasbih menyucikan Allah, dan beristighfar memohon ampunan
kepada Allah, menyingkirkan batu dari jalanan, atau (menyingkirkan) duri
atau tulang dari tengah jalanan, memerintahkan kebaikan, dan mencegah
kemungkaran, sejumlah 360 sendi tersebut, maka hari itu ia telah berjalan
sambil menjauhkan dirinya dari neraka”.
Tampak jelas dalam hadis Nabi SAW diatas, bahwa yang dimaksud
dengan kata As-sulama adalah persendian memungkinkan tulang-tulang
untuk bergerak bebas. Hadis diatas menyiratkan bahwa setiapp muslim
wajib memanjatkan syukur kepada Allah atas karunia-Nya yang telah
diberikan kepadanya berupa kerangka (skeleton) yang tegak lurus.
Hal yang mencengangkan (magnifience) dalam hadis ini adalah
kemampuan Nabi SAW untuk menyebutkan jumlah sendi tubuh manusia
dengan tepat (360 sendi) pada masa ketika tidak mungkin seseorang pun
menguasai ilmu yang paling mudah untuk menerangkan tubuh manusia
atau pengetahuan yang paling gampang (terendah/dasar)tentang jumlah
tulang dalam kerangka manusia, juga jumlah sendi-sendi didalamnya.
Hadis ini diucapkan 1.400 tahun yang lalu dalam lingkungan yang tidak
memahami ilmu pengetahuan, penelitian, dan kodifikasi.
Zaghlul An-Najjar, Al-I’jaz Al-‘Ilmi fi As-Sunnah An-Nabawiyah Al-Juz’u Al-Awwal terj. Zainal Abidin dan
Syakirun Ni’am, Jakarta: Amzah. 2006. 19-52

24

16

Hadis ini dilontarkan pada awal abad ke-7, sementara kita sekarang
ini berada di awal abad 21, dan masih banyak bahkan sebagian besar
manusia modern tidak mengetahui jumlah sendi didalam tubuh manusia.
Sejumlah besar profesor ahli kedokteran dan bedah tulang pada awal abad
ke-21 pun tidak mengetahui secara pasti jumlah tulang maupun sendi
didalam tubuh manusia. Kami telah mencoba mengkonfirmasikan hal ini
kepada sebagian besar profesor ahli ini, namun jawaban mereka berkisar
antara 200-300 tulang dan antara 100-300 sendi.
Namun, Dr. Hamid Ahmad Hamid menyebutkan dalam bukunya
yang berjudul Rihlah Al-Iman fi Jism Al-Insan bahwa jumlah sendi dalam
tubuh manusia sekitar 360 sendi sebagaimana yang diterapkan Rasulullah
SAW 1.400 tahun yang lalu.
Kerangka manusia terdiri dari kumpulan tulang yang menyangga
tubuhnya, dan memberikan bentuk, sekaligus melindungi alat-alatdan
bagian-bagiannya yang lunak dan sensitif, juga menyediakan permukaan
yang kokoh yang menjadi landasan urat. Tanpa persendian yang disiapkan
Allah agar sebagian besar tulang rangka manusia yang keras dapat
bergerak, tentu manusia akan menderita banyak kesakitan, dan menghadapi
berbagai macam persoalan dan beragam kesulitan.
Dari sinilah Rasulullah SAW berwasiat kepada manusia untuk
bersyukur kepada Allah setiap hari sesuai dengan (bersedekah) minimal
sejumlah sendi ditubuhnya jika memang tidak dapat melakukan yang lebih
banyak lagi. Ketika manusia melakukan dzikir, syukur dan sedekah maka
sesungguhnya dia tidak akan mampu memenuhii syukur kepada Allah
walau untuk satu sendi dari 360 sendi yang telah diciptakan Allah didalam
tubuhnya.
Pertanyaannya siapakah selain Allah yang mungkin mengajarkan
kepada Nabi Muhammad SAW bahwa setiap manusia diciptakan dengan
360 sendi? Siapakah yang mendorong Nabi SAW untuk menyelami hal-hal
ghaib seperti ini? Jikalau Allah tidak menguatkan ilmu ini dengan ilmu dari
sisi-Nya yang telah mendahului semua ilmu manusia, maka akan
17

berhentilah ilmu yang diturunkan dan diilhamkan-Nya didalam kitab-Nya
kepada Nabi Muhammad SAW. Penyebutan masalah ini didalam Hadis
shahih yang dinisbatkan kepada Nabi SAW sebagaiman hadis yang kaji
sekarang ini merupakan bukti tersendiri atas kenabian dan kerasulan hingga
hari kiamat.25

3.

AKAL DAN KALBU
Sumber Ilmu selain wahyu dalam epistimologi Islam adalah Akal (‘aql) dan
Kalbu (Qalb). ‘aql sebagai mashdar tidak disebutkan dalam Al Qur’an. Tetapi
sebagai kata kerja ‘aqala dengan segala akar katanya terdapat dalam Al Qur’an
sebanyak 49 kali. Semuanya menunjukan unsur pemikiran pada manusia.26

َُ

ُ ‫ ) َعقل‬di sebut satu kali
Bentuk (‫وه‬
                
   
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal
segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya
setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?

َ ُ َ

Bentuk (‫ ) تع ِقلون‬di sebutkan sekitar 24 Kali

               
             

  

Zaghlul An-Najjar, Al-I’jaz Al-‘Ilmi fi As-Sunnah An-Nabawiyah Al-Juz’u Ats-Tsaniy, terj. M Lukman, Jakarta:
Amzah.2006. 1- 10
26
Hasan Langgunung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta;Pustaka
al-Husna Baru, 2004, hlm. 235.

25

18

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan
wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di
muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang
mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (QS Yusuf : 109)

َ

Bentuk (‫ ) نع ِق ُل‬di sebutkan satu kali

           
Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan
itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni nerak yang menyala-nyala"
(QS Al Mulk : 10 )

ُ َ

Bentuk (‫ ) يع ِقل َها‬di sebutkan satu kali,

         
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (QS Al-‘ankabuut : 43 )

َ ُ َ

Bentuk (‫ ) يع ِقلون‬di sebutkan sekitar 22 kali

              
                 

          

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa
yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi
sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
19

(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
(QS Al Baqarah 164)
Sedangkan kata qalb atau kalbu dalam Al Qur’an digunakan sebanyak 144 kali,
Penggunaan Qalb selalu merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan emosi dan akal
pada manusia. Ia memiliki arti lebih khusus dari nafs sebagai penggerak naluri atau
biologis, yaitu hanya terbatas pada bagian yang disadari.

                 

            
Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti
kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan,
tetapi Allah menjadikan kamu "cinta" kepada keimanan dan menjadikan keimanan
itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan,
dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus (QS
Al-Hujuraat : 7 )
Secara etimologi, kata ‘aql dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja aqalaya’qilu-aqlan, Kamus-kamus Arab memberikan arti ’aql (secara harfiah) dengan
pengertian al-imsak menahan, al-ribath ‘ikatan’, al-hijr ‘menahan’, al-nahy
‘melarang’ dan man’u’ mencegah.27 Orang yang berakal (al-‘aqli) adalah orang yang
mengekang dirinya dan menolak keinginan hawa nafsunya. 28
Merujuk pada kamus Besar Bahasa Indonesia, akal mempunyai beberapa
pengertian yang berbeda, yaitu :
 Daya Pikir ( Untuk Mengerti dan Sebagainya )
 Daya, Upaya, cara Melakukan sesuatu,
 Tipu Daya, Muslihat, dan

27

Ibid, hal. 105
Sayyid Muhammad Az-Za’bawi, Pendidikan Remaja : antara Islam dan Ilmu Jiwa , Jakarta ; Gema Insani, 2007,
hlm 46.

28

20

 Kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungan. 29
Sedangkan Kalbu dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi hati. Namun
Demikian, hati selain memiliki arti biologis (liver), juga memiliki pengertian sebagai
sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai sesuatu yang ada di
dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan
tempat menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan).30
Dari pengertian etimologi tersebut maka ‘aql dan qalb disimpulkan memiliki
fungsi kognisi dan afeksi karena keduaanya mampu melakukan aktivitas berpikir
sekaligus merasa. Secara khusus, bahasa Arab mengaitkan akal dengan kemampuan
seseorang untuk mengekang hawa nafsunya, sedangkan dalam bahasa Indonesia, kita
menjumpai pengertian akal secara negative, yaitu ketika dipergunakan untuk
memperdaya orang.
Qalb menurut al-Ghazali yang akan menyerap ilmu tentang Allah SWT, yang
akan diberi ganjaran atau pahala diakhirat serta tempat terdapatnya ilmu mukassyafah
atau ilmu spritual.31 Menurut al-Ghazali, ‘aql dan qalb merupakan entitas yang sama
dan berkedudukan di hati. Qalb diibaratkan sebagai istananya, sedangkan ‘aql adalah
rajanya.

4.

INDRA
Al Qur’an mengajak manusia untuk menggunakan indra dan akal sekaligus
dalam pengalaman manusia, baik yang bersifat fisik maupun metafisik karena indra
dan akal saling menyempurnakan. Ali Abdul Azhim berpendapat bahwa kedua
sumber ilmu tersebut tidak terpisah dan berdiri sendiri-sendiri sebagaimana
pemahaman mazhab empirisme dan rasionalisme. Allah SWT selalu menyeru
manusia untuk menggunakan nikmat indra dan akal secara simultan. Orang orang
yang mengabaikan indra dan kalbu, maka tersesat dan jauh dari kebenaran.

29

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan ke-3, Jakarta ; Balai Pustaka,
1990, hlm 14
30
Ibid, hal. 301
31
Imam al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Keajaiban hati, Akhlak yang Baik, Nafsu Makan& Syahwat, Bahaya Lidah,
buku ke-6, Bandung: Penerbit Marja’ , 2005.11

21

           
    
78. Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur. (QS An-Nahl; 78)

              
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka
ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS Al-Baqorah;7)
Indra yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia akan dimintai
pertanggung jawabannya kelak di akhirat Oleh karena itu manusia harus berupaya
memelihara indra mereka dan menggunakannya hanya untuk hal hal yang bermanfaat
bagi diri dan agama.

               
 
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya. (QS Al-Isra; 36 )
Dari ayat-ayat tersebut, tampak jelas bahwa Al Qur’an telah menempatkan
tanggung jawab atas indra dalam kaitannya sebagai sumber ilmu. Begitu juga dengan
hati (fuad) yang sama-sama dimintai pertanggung jawabannya karena keduanya tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya dan merupakan satu kesatuan dalam menerima
ilmu. Pancaindra lebih menguasai manusia menurut Al-Ghazali merupakan hal
bersifat fitrah.
22

Menurut Al-Ghazali, Panca indra merupakan sarana penangkap pertama yang
muncul dari dalam diri manusia, disusul dengan daya khayal yang menyusun aneka
bentuk susunan, dari patrikular-patrikular yang ditangkap indra, kemudian tamyiz
(daya pembeda) yang menangkap sesuatu diatas alam empiric sensual disekitar usia
tujuh tahun, kemudian disusul oleh akal yang menangkap hukum-hukum akal yang
tidak terdapat pada fase sebelumnya. Pancaindra diibaratkan sebagai tentara kalbu
yang disebarkan ke dunia fisis-sensual, dan berpotensi di wilayahnya masing-masing
dan laporannya berguna bagi akal. Yang paling dominan diantara pancaindra
menurut Al-Ghazali adalah Indra penglihatan.32

32

Saeful Anwar, Filsafat Ilmu Al-Ghazali, Bandung; Pusaka Setia, 2007, hlm 182-183

23

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
A. Ilmu dan Pengetahuan dalam Islam
Islam mewajibkan pencarian ilmu pengetahuan. Nabi Muhammad SAW.
Menegaskan dalam sebuah hadits yang terkenal,

‫طلب العلم فريضة على كل مسلم‬
“Menuntut Ilmu itu Wajib bagi setiap Muslim”
Ilmu menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Penekanan kepada ilmu
dalam ajaran Islam sangat jelas terlihat dalam Al Qur’an, sunnah Nabi SAW, dan ajaran
semua tokoh Islam dari dulu sampai sekarang. Diantara yang paling utama adalah Al
Quran surah Al-‘Alaq; ayat 1-5 yang memberikan tekanan pada pembacaan sebagai
wahana penting dalam usaha keilmuan, dan pengukuhan kedudukan Allah SWT, Sebagai
sumber tertinggi Ilmu Pengetahuan manusia.
Penghormatan terhadap ilmu dan janji ganjaran dari Allah SWT, telah menjadi
semacam insentif bagi umat islam dalam menciptakan sebuah budaya ilmu yang
universal. Budaya ilmu yang universal tersebut adalah seperti dijelaskan Wan Mohd Nor
Wan Daud bahwa budaya ilmu yang lahir di tengah masyarakat Muslim terbentuk tidak
hanya memerhatikan kaidah deduktif saja, tapi juga kaidah induktif.

B. Sumber-Sumber Ilmu Menurut Islam
1. Al-Quran
Al Qu’an sebagai sumber ilmu di jelaskan melalui ayat-ayat yang menyatakan bahwa
al Qur