BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alternatif Strategi Peningkatan Daya Saing SMA Kristen 2 Salatiga

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daya Saing Pendidikan
2.1.1 Konsep
Daya saing merupakan konsep yang memiliki arti
dan

cakupan

yang

luas

serta

kompleks

dalam

penggunaannya (Siggel, 2007; Ogrean & Herciu, 2010).
Pengertian


daya

saing

dapat

dipandang

dalam

perspektif makro dan mikro. Dalam perspektif makro,
Hong

(2008)

menjelaskan

bahwa


daya

saing

meningkatkan kemakmuran suatu negara dengan cara
meningkatkan

pendapatan

penduduknya

yang

mencakup bidang sosial, budaya, dan ekonomi di pasar
internasional. Sejalan dengan pendapat Hong, Blunck
(2006) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan
warga negara dalam mencapai taraf hidup yang tinggi.
Pengertian tersebut mencakup pengertian daya saing
secara nasional, dipandang dari kemampuan negara
dalam keadaan ekonomi. Sedangkan dipandang dari

perspektif mikro, daya saing terbatas pada sektor
ekonomi dan industri bisnis (Siggel, 2007).
Istilah daya saing muncul dan banyak digunakan
dalam sektor ekonomi dan bisnis. Michael Porter,
seorang ahli dalam bidang strategi, memfokuskan
konsep daya saing dengan kemakmuran yang merujuk
pada

aktivitas

untuk

menambahkan

nilai

dengan

menyediakan produk dan jasa dengan harga diatas
biaya


produksi

dipandang

dari

(dalam

Ketels,

sektor

industri,

2006).

Sedangkan

Blunck


(2006)

menyatakan bahwa daya saing adalah kemampuan
9

sebuah perusahaan untuk menyediakan barang dan
jasa dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Hamel
dan

Prahalad

(dalam

menambahkan

bahwa

Crainer


&

daya

Dearlove,

saing

2014)

merupakan

kemampuan untuk menciptakan dengan harga yang
lebih rendah dan lebih cepat daripada pesaing lain
serta memiliki kompetensi utama yang menimbulkan
produk

yang

tidak


diantisipasi

oleh

pesaing.

Berdasarkan perspektif mikro tersebut, daya saing
merujuk pada aktivitas suatu perusahaan atau industri
yang

mampu

mendapatkan

pemasukan

dengan

menyediakan barang dan jasa melalui cara yang lebih

efisien dan efektif.
Secara umum, Sumihardjo (dalam Suryadi et al.,
2009) mendefinisikan daya saing sebagai kekuatan
untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu
yang

dilakukan

kelompok

atau

institusi.

Sebuah

kelompok atau institusi yang berdaya saing tersebut
memiliki keunggulan yang memunculkan nilai lebih
apabila dibandingkan dengan kelompok atau institusi
lain.

Kemampuan dan usaha menciptakan daya saing
tidak terbatas hanya pada produksi barang tetapi juga
pada produksi jasa. Salah satu bidang produksi jasa
yang mengadopsi istilah daya saing tersebut adalah
bidang pendidikan. Hemsley-Brown, J., & Oplatka
(2006)

menyatakan

bahwa

pendidikan

tidak

lagi

dianggap sebagai produk barang melainkan sebagai
produk jasa.
Marginson


&

Wende (2007)

menghubungkan

istilah daya saing dalam bidang pendidikan dengan
10

kata keunggulan, reputasi, dan status. Dalam bidang
pendidikan dan bisnis, daya saing sama-sama diartikan
sebagai menjadi lebih baik atau unik, memiliki reputasi
yang baik, meningkatnya jumlah pelanggan (siswa),
dikenal oleh masyarakat, dan memiliki jaringan yang
luas (Haan & Yan, 2013). Melalui penelitian yang
dilakukan

di


beberapa

institusi

pendidikan

dan

universitas di Belanda, Haan dan Yan menarik suatu
pemahaman

bahwa

daya

pendidikan

tergantung

peningkatan

nilai

saing
pada

internal

yang

dalam

sektor

perbaikan

dan

ditentukan

oleh

penilaian eksternal, seperti pertumbuhan jumlah dan
besaran

siswa,

peningkatan

peringkat,

perolehan

prestasi, dsb.
Berdasarkan

kajian

tentang

daya

saing

pendidikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa daya
saing pendidikan merupakan kemampuan institusi
pendidikan, yang dalam konteks ini adalah sekolah,
untuk

menjadi

lebih

baik

dan

unggul

dalam

memberikan pelayanan jasa pendidikan dibandingkan
sekolah lain. Daya saing unggul yang dimiliki sekolah
tercermin dalam peningkatan jumlah siswa baru yang
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang
dimiliki oleh sekolah.

2.1.2

Faktor

yang

mempengaruhi

daya

saing

bagi

setiap

pendidikan
Daya

saing

sangat

diperlukan

institusi, termasuk sekolah, sebagai sarana untuk
mencapai kesuksesan dan dapat bertahan dalam dunia
yang penuh dengan kompetisi. Daya saing yang dimiliki
11

oleh sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
penting bagi terciptanya daya saing yang sustainable
bagi sekolah. Faktor-faktor tersebut dijabarkan untuk
memperjelas pemahaman berkaitan dengan daya saing
sekolah.

Mazzarol

&

Soutar

(1999)

memaparkan

bebarapa faktor yang mendukung terbentuknya daya
saing institusi pendidikan. Faktor tersebut adalah
reputasi, sumber daya sekolah yang meliputi program
sekolah dan kekuatan finansial, teknologi informasi,
sumber daya manusia, dan kemitraan.

a.

Reputasi
Reputasi berpengaruh terhadap pembentukan

daya saing institusi (DeNisi, A. S., Hitt, M. A., &
Jackson (2003). Casidy (2013) menyatakan bahwa
reputasi adalah penilaian terhadap kualitas institusi
yang terbentuk karena adanya konsistensi kualitas
yang ditunjukkan oleh institusi tersebut. Sedangkan
menurut Bennet dan Ali Choudoury (dalam Chapleo,
2010), reputasi adalam sebuah manifestasi fitur-fitur
yang

dimiliki

institusi

pendidikan

yang

membedakannya dengan institusi lain.
Menciptakan
periode waktu

reputasi institusi membutuhkan

tertentu

yang didukung pula

oleh

komunikasi yang efektif antara institusi dan pelanggan.
Knapp (dalam Ghodeswar, 2008) menjelaskan bahwa
identitas

institusi yang baik bisa

dicapai apabila

direncanakan, didukung, dan dijaga dengan baik oleh
setiap komponen dalam institusi tersebut. Reputasi
baik yang dimiliki oleh sekolah menjadi faktor penting
yang dapat digunakan oleh sekolah dalam menghadapi
persaingan

dengan

sekolah

lain.

Reputasi

kuat
12

merupakan salah satu kompetensi kunci bagi institusi
pendidikan untuk sukses bersaing dalam persaingan
global (Mazzarol dan Soutar dalam Casidy, 2013).
Reputasi sekolah dapat dapat dibentuk oleh faktor fisik
seperti lokasi (Chapleo, 2010) serta layanan yang
ditawarkan oleh sekolah tersebut.
Dalam

penelitian

yang

dilakukan

Krismawintari (2011), reputasi sekolah

oleh

merupakan

faktor penting yang mendasari orang tua siswa dalam
memilih

sekolah.

Reputasi

sekolah

tidak

dapat

dibentuk secara instan oleh pihak sekolah, dibutuhkan
kerjasama kuat dan berkelanjutan oleh warga sekolah.
Selain memberikan kualitas pembelajaran dan layanan
pendidikan yang baik, proses pembentukan reputasi
sekolah sebaiknya juga didukung dengan promosi yang
baik dan berkelanjutan.
Kegiatan

promosi penting dalam membentuk

persepsi masyarakat. Reputasi sekolah pada umumnya
diciptakan

melalui

persepsi

masyarakat

selaku

pengguna, yang didasarkan pada pengalaman yang
dirasakan mayarakat terhadap jasa pendidikan yang
ditawarkan sekolah tersebut. Reputasi sekolah dan
persepsi

masyarakat

dapat

dibentuk

melalui

kompetensi yang dimiliki oleh sekolah tersebut dan
dikembangkan

sehingga

memiliki

nilai

pembeda

dibandingkan dengan sekolah lain. Ghodeswar (2008)
menyatakan bahwa reputasi baik terbentuk karena
konsistensi antara pesan yang disampaikan dengan
implementasi

yang

dirasakan

oleh

masyarakat.

Reputasi sekolah yang baik mendorong calon siswa
potensial untuk memilih institusi tersebut dan dapat
13

menumbuhkan

rasa

kesetiaan

terhadap

institusi

tersebut

b.

Sumber Daya Sekolah
Sumber daya sekolah merupakan faktor lain yang

berpengaruh terhadap daya saing sekolah. Sumber
daya sekolah yang menunjang terbentuknya daya saing
antara lain kekuatan finansial (Carter dalam Depperu,
D., & Cerrato, 2005; Kazlauskaite, R., & Buciuniene,
2008) dan program sekolah.
Faktor finansial merupakan salah satu sumber
daya sekolah yang menjadi faktor terbentuknya daya
saing sekolah (Kazlauskaite, R., & Buciuniene, 2008).
Faktor finansial sebagai sumber daya sekolah berperan
penting untuk mendukung penyelenggaraan program
dan kegiatan sekolah yang berkualitas. Keberhasilan
sekolah

dalam

pembelajaran
berkualitas

menyelenggarakan
dan

melalui

menjadi hal yang

program

program

kegiatan

ketercukupan

dana

sekolah
tersebut

pendukung terciptanya daya saing

sekolah.
Sumber

daya

sekolah

lain

yang

mampu

membentuk daya saing adalah kemampuan sekolah
untuk menciptakan program sekolah yang memiliki
sifat inimitable (sukar ditiru). Program yang bersifat
inimitable tersebut adalah salah satu faktor potensial

yang

menjadikan

institusi

memiliki

daya

saing

(Srivastava, R. K., Fahey, L., & Christensen, 2001).
Program tersebut merupakan faktor pembeda yang
dapat mempengaruhi pelanggan potensial (siswa) dalam
mempertimbangkan institusi pendidikan yang akan
dipilih.
14

Hasil penelitian oleh Bosetti (2004) menunjukkan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi orang tua
dalam pemilihan sekolah adalah program sekolah yang
ditawarkan. Sebanyak 31% orang tua yang menjadi
responden menjawab bahwa program sekolah menjadi
daya tarik mereka dalam memilih sekolah. Program
sekolah tersebut dapat berupa kegiatan intrakurikuler
dan

ekstrakurikuler

yang

menawarkan

kelebihan

dibandingkan sekolah lain.

c.

Teknologi Informasi
Teknologi informasi menjadi faktor potensial yang

mendukung keunggulan daya saing (Rohrbeck, 2010).
Perkembangan dunia yang semakin bergantung pada
teknologi informasi dan komunikasi modern menjadi
alasan pentingnya sekolah untuk mampu beradaptasi
dan mengadopsi teknologi tersebut. Penggunaan TI
sebagai faktor pembentuk daya

saing di institusi

pendidikan tidak terlepas dari bagaimana integrasi TI
dalam proses pembelajaran.
Penggunaan TI dalam proses pembelajaran dapat
meningkatkan
2003).

kualitas

Disamping

pembelajaran,

hasil

pembelajaran

peningkatan

integrasi

teknologi

kualitas
dalam

(Tinio,
hasil
proses

pembelajaran juga dapat meningkatkan motivasi dan
kecepatan proses belajar siswa. Tamandl & Nagy (2013)
menyatakan bahwa kualitas hasil pembelajaran siswa
menjadi salah

satu

faktor bagaimana

daya

saing

sekolah terbentuk.
Penggunaan teknologi informasi sebagai faktor
pembentuk daya saing tidak terbatas pada manajemen
pembelajaran tetapi meluas pada penggunaan TI pada
15

manajemen

informasi

di

sekolah.

TI

dapat

dimanfaatkan dalam administrasi sekolah dan menjadi
sarana penyampaian informasi atau publikasi kepada
masyarakat. Penggunaan teknologi informasi tersebut
menjadikan sistem manajemen di institusi pendidikan
menjadi lebih fleksibel dan efisien dalam segi waktu
dan biaya (Tagalou, Massourou, &

Kuriakopoulou,

2013; Tamandl & Nagy, 2013). Untuk mendukung
keberhasilan

penggunaan

TI

dalam

proses

pembelajaran dan administrasi sekolah, Schiller (2003)
menekankan

pentingnya

dukungan

kuat

para

stakeholder terutama oleh kepala sekolah.

d.

Sumber Daya Manusia
Sumber

merupakan

daya
salah

manusia
satu

dalam

faktor

penting

institusi
dalam

keunggulan daya saing (Rahayu, 2010). Sumber daya
manusia

di

sekolah

terdiri

atas

guru,

tenaga

kependidikan, dan komite sekolah.
Mengingat bahwa produk jasa pendidikan, yaitu
ilmu

pengetahuan, merupakan produk yang tidak

dapat terlihat, kemampuan dan keahlian sumber daya
manusia (tenaga pendidik) dalam mentransferkan ilmu
pengetahuan tersebut diperlukan untuk menciptakan
keunggulan saya saing institusi pendidikan. Menurut
Rahayu (2010), kesesuaian kualifikasi akademik tenaga
pendidik dan kependidikan, jumlah tenaga pendidik
bersertifikasi,

serta

keahlian

tenaga

kependidikan

merupakan faktor penting untuk mencapai daya saing
sekolah yang berkelanjutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Krismawintari
(2011)

menunjukkan

bahwa

guru

yang

memiliki
16

kompetensi

dan

menjadi

softskill

mempengaruhi orang tua

faktor

dalam memilih

yang

sekolah.

Bosetti (2004) dalam penelitiannya juga menunjukkan
hasil yang serupa bahwa 24% orang tua yang menjadi
responden mempertimbangkan faktor guru

sebagai

pertimbangan dalam pemilihan sekolah. Kedua hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa guru sebagai
sumber daya manusia di sekolah berperan penting
dalam menciptakan daya saing bagi sekolah.
Tenaga
merupakan

kependidikan

yang

berkeahlian

juga

hal penting yang mendukung sekolah

dalam menciptakan daya saing (Rahayu, 2010). Sekolah
perlu

memperhatikan

kependidikan

sehingga

pula

kompetensi

manajemen

sekolah

tenaga
dapat

terlaksana dengan baik. Disamping guru dan tenaga
kependidikan, keberadaan komite sekolah merupakan
aset penting yang berperan dalam peningkatan kualitas
pendidikan di sekolah (Tjuana, 2012). Hal senada
dinyatakan oleh Halal (dalam Binsardi & Ekwulugo,
2003) bahwa hubungan sekolah dengan perwakilan
masyarakat dan orang tua merupakan faktor penting
bagi sekolah. Berdasarkan hal tersebut kompetensi
guru, tenaga kependidikan dan peran aktif komite
sekolah dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi program sekolah sangat diperlukan dalam
meningkatkan daya saing sekolah.

e.

Kemitraan
Beberapa

studi

literatur

menyatakan

bahwa

kemitraan merupakan salah satu faktor keunggulan
daya saing bagi institusi (Ireland, Hitt, & Vaidyanath,
2002;

Trim,

2003).

Kemitraan

sekolah

dengan
17

pemerintah, institusi pendidikan sejawat, serta lembaga
lain yang dapat dipergunakan untuk pengembangan
sekolah tersebut. Kemitraan dianggap penting bagi
sekolah

karena

menyediakan

dapat

kesempatan

memperluas

jangkauan,

baru

akses

untuk

dan

kemajuan sekolah, memproyeksikan kesempatan baru
berkaitan

potensi

calon

pelanggan

(siswa),

serta

mendorong kemandirian sekolah dalam persaingan
(Trim, 2003). Breen & Hing (2012) dalam penelitiannya
menjelaskan beberapa keuntungan utama yang didapat
oleh pihak sekolah melalui kemitraan dengan institusi
lain atau pihak lain adalah sekolah dapat menambah
daya

jual

melalui

program

yang

ditawarkan,

meningkatkan reputasi sekolah, mendapatkan bantuan
dana untuk pengembangan sekolah, dan meningkatkan
skala ekonomi atau keadaan finansial sekolah. Melalui
kemitraan yang terjalin, peluang lebih terbuka bagi
sekolah dalam menciptakan program-program yang
bersifat inimitable sebagai salah satu faktor yang dapat
meningkatkan daya saing sekolah tersebut.
Menurut

Trim

(2003),

hal

yang

perlu

diperhatikan, terutama oleh stakeholder sekolah dalam
proses menjalin kerjasama adalah budaya yang dimiliki
sekolah tersebut. Pemimpin atau pembuat kebijakan
harus jeli untuk menganalisa apakah institusi lain yang
akan menjalin kemitraan memiliki tujuan dan nilai
yang

sejalan.

kesamaan

Kemitraan

tujuan

dan

yang
nilai

didasarkan

pada

berpengaruh

pada

kelangsungan program kerjasama tersebut. Disamping
hal tersebut, untuk menciptakan jalinan kemitraan
yang baik dengan institusi lain, sekolah harus selalu
18

memiliki komunikasi yang terbuka dengan institusi
terkait.

2.2

Rencana Strategis Peningkatan

Daya Saing

Sekolah
Untuk

meningkatkan

memerlukan
Crainer &

daya

saing,

sekolah

strategi. Hamel dan Prahalad

(dalam

Dearlove, 2014) mendefinisikan strategi

sebagai sebuah latihan memposisikan pilihan-pilihan
institusi yang akan diuji dengan bagaimana pilihan
tersebut sesuai dengan
Sedangkan
sebagai

Rahayu

suatu

struktur

(2010)

kesatuan

yang

telah

mendefinisikan

rencana

yang

ada.

strategi

luas

dan

terintegrasi yang menghubungkan antara kekuatan
internal organisasi dengan
lingkungan

eksternalnya

peluang
yang

dan

ancaman

dirancang

untuk

memastikan tujuan organisasi dapat dicapai melalui
implementasi yang tepat. Proses perumusan strategi
yang

dilakukan

oleh

sebagai perencanaan
produk

dari

sekolah
strategis

perencanaan

sering disebut juga
sekolah.

strategis

Sedangkan

sekolah

pada

umumnya dituangkan kedalam bentuk dokumen yang
dinamakan rencana strategis.
Drucker (dalam Walters, E. W., & McKay, 2005)
mendefinisikan perencanaan strategis sebagai proses
yang

dilakukan

institusi

yang

memproyeksikan

keadaan

institusi

dengan

mempertimbangkan

bertujuan

faktor

dimasa
internal

untuk
depan
dan

eksternal institusi. Proses tersebut selanjutnya diikuti
dengan perumusan tujuan dan strategi institusi yang
tertuang dalam bentuk dokumen yang disebut dengan
19

rencana strategis. Berdasarkan pendapat tersebut, hal
penting yang perlu diperhatikan dalam perumusan
rencana strategis adalah keadaan pasar yang mungkin
berubah dari waktu ke waktu. Dalam perumusan
rencana

strategis

memperhatikan

sekolah,

aspek

sekolah

perubahan

sebaiknya

yang

terjadi

di

lingkungan masyarakat dan menyelaraskan dengan
keadaan sekolah, sehingga rencana strategis tersebut
kemudian dapat diimplementasikan.
Rencana strategis merupakan sebuah dokumen
yang berisi tentang rencana institusi dalam mencapai
misinya

(Gates,

2010).

Dalam

konteks

sekolah,

rencana strategis merupakan rencana sekolah untuk
mencapai

tujuan

yang

hendak

dicapai.

Rencana

strategis sekolah merupakan sebuah fondasi yang
dimiliki sekolah yang berisi mengenai hal-hal apa saja
yang harus dilakukan sekolah dalam jangka waktu
tertentu. Selain itu, Gates juga menambahkan bahwa
rencana strategis berperan penting sebagai pedoman
untuk

melakukan

perbaikan

berkelanjutan

dan

meminimalisir resiko yang mungkin timbul.
Beberapa
pendekatan

studi

yang

literatur
dapat

perencanaan

strategis.

perencanaan

strategis

pendekatan

berdiskusi

tentang

dipergunakan

dalam

Salah
yang

terintegrasi

yang

satu

pendekatan

disarankan

adalah

mengkombinasikan

pendekatan berdasarkan sumber daya (resource-based
view) dengan pendekatan pasar (market-based view)

(Rahayu, 2010).
Pendekatan

sumber

daya

pada

perumusan

strategi di bidang pendidikan berfokus pada hubungan
20

antara karakteristik internal sekolah dengan kinerja
sekolah, sedangkan pendekatan pasar menyatakan
bahwa analisis terhadap kondisi eksternal sekolah
merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan
dalam perumusan strategi (Rahayu, 2010). Analisis
terhadap

lingkungan

eksternal

memproyeksikan

peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap
pembentukan strategi. Dalam proses analisis terhadap
lingkungan

eksternal

tersebut,

Porter

(2008)

menawarkan lima faktor yang dipertimbangkan dalam
analisis eksternal yaitu adanya persaingan diantara
para kompetitor yang telah ada, ancaman kompetitor
baru, ancaman barang/jasa pengganti, posisi tawar
pembeli, posisi tawar pemasok.
Dalam

perencanaan

strategis

untuk

meningkatkan daya saing, sekolah dapat menggunakan
pendekatan
memadukan

terintegrasi.
pendekatan

Pendekatan

terintegrasi

resource-based

dengan

market-based, yaitu analisis terhadap sumber daya

yang dimiliki sekolah dan kemampuan internal sekolah
dengan analisis terhadap kondisi dan karakteristik
lingkungan eksternal sekolah. Perumusan strategi yang
didasarkan pada pendekatan terintegrasi menentukan
segmen pasar mana yang akan dilayani, kebutuhan apa
dari konsumen pada segmen pasar itu yang harus
dilayani

dan

bagaimana

kompetensi

inti

institusi

digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar (Rahayu,
2010).
Beberapa literatur tentang manajemen strategis
membahas tentang strategi yang dapat digunakan
untuk meraih keunggulan daya saing. Strategi yang
21

dapat digunakan adalah strategi kompetitif dan strategi
kooperatif (Rahayu, 2010). Institusi dapat memilih
salah satu strategi yang cocok untuk diterapkan dalam
perencanaan strategisnya yang disesuaikan dengan
keadaan sumber daya institusi tersebut. Penggabungan
strategi

kompetitif

dan

strategi

kooperatif

juga

dimungkinkan dalam meraih keunggulan daya saing
institusi.
Porter

(dalam

Crainer

&

Dearlove,

2014)

memperkenalkan salah satu konsep strategi kompetitif
yang disebut dengan strategi generik, yang meliputi tiga
strategi yaitu 1) diferensiasi, 2) biaya, dan 3) fokus.
Strategi

diferensiasi

menekankan

pada

aspek

penawaran lebih, berupa kualitas, pelayanan, dan
sarana khusus, yang diberikan oleh institusi kepada
pelanggannya. Dalam bidang pendidikan, aspek yang
ditawarkan berupa kurikulum, program pendidikan,
fasilitas, kemudahan akses, proses pendidikan dan
layanan pendidikan (Noya, 2013). Dalam strategi biaya
menekankan pada penawaran produk dan jasa dengan
biaya

terendah.

mengatur

biaya

Sekolah
yang

dengan

ditawarkan

strategi
lebih

biaya
rendah

dibandingkan sekolah lain, namun tetap menawarkan
produk

jasa

paendidikan

yang

setingkat

dengan

sekolah lain. Sedangkan strategi fokus menekankan
untuk menawarkan produk atau jasanya terhadap
kelompok pelanggan potensial tertentu. Dalam sektor
pendidikan, sekolah dapat mengklasifikasikan target
pelanggan potensial melalui faktor ekonomi pelanggan:
tidak mampu, menengah dan mampu (Purwanto dalam
Noya, 2013). Dengan melihat kondisi ekonomi target
22

pelanggan

potensial,

sekolah

selanjutnya

menyesuaikan biaya dengan jasa pendidikan yang
ditawarkan.
Strategi kooperatif untuk meraih keunggulan
daya saing berfokus pada perluasan jaringan kemitraan
(partnership)

dengan

institusi

lain.

Dalam

bidang

pendidikan, institusi pendidikan seperti sekolah dapat
bekerja sama dengan industri kerja (Breen & Hing,
2012), pemerintah, lembaga

non

pemerintah, dan

institusi pendidikan sejawat. Strategi kooperatif dinilai
mampu meningkatkan performa institusi (Das, T. K., &
Teng, 2003). Dalam hal tersebut, institusi pendidikan
termasuk

sekolah

dapat

menggunakan

strategi

kooperatif dengan cara memperluas jaringan kemitraan
dengan institusi lain untuk memperkuat daya saing
sekolah.

2.3 Rekayasa Ulang Pendidikan
2.3.1 Pengertian Rekayasa Ulang Pendidikan
Rekayasa Ulang Pendidikan merupakan aplikasi
dari Rekayasa Ulang Proses Bisnis yang pada awal
mulanya digunakan pada bidang ekonomi dan bisnis.
Rekayasa Ulang atau Reenginering merupakan sebuah
pendekatan yang diperkenalkan perrtama kali oleh
Michael Hammer pada tahun 1990. Hammer dan
Champy (dalam Habib, 2013) mendefinisikan rekayasa
ulang sebagai pemikiran ulang secara fundamental dan
perancangan kembali proses bisnis yang bertujuan
untuk menciptakan perbaikan kerja yang dramatis
pada performa kinerja yang mengalami krisis, seperti
23

krisis pada harga, kualitas, pelayanan, dan kecepatan.
Sedangkan Gazetesi (dalam Tavmergen & Özdemir,
2001) mendefinisikan rekayasa ulang sebagai sebuah
alat institusi untuk meningkatkan dan mendesain
kembali inti dari proses bisnis dengan melakukan
penilaian yang bersifat fundamental dalam proses
bisnis

tersebut.

Berdasarkan

pengertian

tersebut,

rekayasa ulang bisnis berfokus pada suatu perbaikan
ulang kinerja sebuah institusi yang untuk meraih hasil
dramatis atas tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan
mengatasi keadaan kritis sebagai dampak kompetisi.
Proses rekayasa ulang merupakan pendekatan
yang membantu institusi untuk memikirkan kembali
dimana

posisi kerja

institusi saat ini, bagaimana

melakukan perubahan, dan bagaimana hasil yang akan
dicapai.

Menurut

Hammer

dan

Champy

(dalam

Kristianti, 2011) dalam penerapannya, rekayasa ulang
memiliki empat kata kunci, yaitu fundamental, radikal,
dramatis, dan proses. Perubahan yang terjadi dalam
proses rekayasa ulang bersifat fundamental dan radikal
dengan

menilai

proses

manajemen

yang

sedang

berlangsung untuk selanjutnya diperbaiki sehingga
dapat

memberikan

nilai

tambah

dalam

institusi

(Tavmergen & Özdemir, 2001). Agar mampu mengelola
perubahan yang radikal dengan efektif, pemimpin
harus memperhatikan faktor komunikasi dan sumber
daya manusia dalam institusi tersebut (Smith, dalam
Ahmad & Francis, 2007). Komunikasi berperan penting
untuk mendukung perubahan dalam implementasi
Rekayasa Ulang Pendidikan dan untuk memelihara
komitmen yang telah ditetapkan oleh institusi tersebut.
24

Disamping komunikasi, pemimpin juga diharapkan
memiliki

kemampuan

untuk

dapat

memetakan

kemampuan SDM yang dibutuhkan sehingga tujuan
strategis yang ditetapkan dapat tercapai.
Dalam

bidang

dianggap

sebagai

pendidik

untuk

sistem

pendidikan,

kerangka
memikirkan

penyampaian

berlangsung

kerja

untuk

dan

pendidikan

kemudian

rekayasa

ulang

konseptual

bagi

menilai

kembali

yang

sedang

disesuaikan

dengan

permintaan ekonomi global yang menuntut tersedianya
produk

pendidikan

berkualitas

serta

jaringan

kerjasama yang saling bergantung satu sama lain
(Weller dalam Tunç, 2013). Tujuan Rekayasa Ulang
Pendidikan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi berbagai aktivitas pendidikan (Sprawls, n.d.;
Tunç, 2013). Rekayasa ulang pendidikan memampukan
sekolah untuk menentukan langkah perubahan yang
dibutuhkan secara mendasar dan membawa perbaikan
sehingga pada akhirnya mampu bertahan dan unggul
dalam kompetisi.
Dalam implementasi Rekayasa Ulang Pendidikan,
Ahmad & Francis (2007) menekankan tujuh faktor
penting yang perlu diperhatikan agar implementasi
tersebut mencapai tujuannya. Tujuh faktor penting
tersebut adalah 1) kultur kerjasama antar karyawan
dan kultur yang berorientasi pada mutu; 2) sistem
manajemen mutu melalui perbaikan berkelanjutan dan
pemberian penghargaan/insentif terhadap karyawan; 3)
manajemen perubahan, yang dalam hal ini pemimpin
harus

peka

terhadap

isu-isu

terkait

SDM

yang

berpotensi untuk menolak perubahan serta peka dalam
25

mengatur
mungkin

dampak potensial atas
timbul;

4)

perubahan

pengurangan

yang

birokrasi untuk

menciptakan manajemen yang partisipatif sehingga
mendorong

munculnya

informasi/sistem
meningkatkan

inovasi;

5)

yang

berfungsi

informasi
kecepatan

proses,

teknologi
untuk

meminimalisir

kesalahan, dan meningkatkan efektfitas; 6) manajemen
program, dengan mempertimbangkan seluruh aspek
pendukung yang didokumentasikan melalui rencana
program; dan 7) ketercukupan dana. Seluruh faktor
penting tersebut perlu diperhatikan oleh pemimpin dan
seluruh karyawan, sehingga sinergi antar pihak dalam
institusi mampu terbentuk dan tujuan perubahan
mampu dicapai.

2.3.2 Tahapan Rekayasa Ulang Pendidikan
Rekayasa

ulang

pendidikan

merupakan

serangkaian proses yang bersifat sistematis, diawali
dari proses analisis, perancangan, dan implementasi.
Proses

analisis

bertujuan

merupakan

untuk

menemukan

tahapan

awal

permasalahan

yang
dan

mendata kebutuhan yang diperlukan oleh institusi
pendidikan yang untuk selanjutnya dilakukan proses
perancangan dan proses implementasi. Gross (2004)
menggunakan tiga langkah dalam proses rekayasa
ulang pendidikan, yaitu:
1. Current

state

assessment.

Tahapan

ini

merupakan tahapan penilaian terhadap kondisi
sekolah di masa sekarang. Dalam langkah ini,
persepsi akan visi yang hendak dicapai harus
dipastikan dan disamakan.
26

2. Identify and consider new technologies . Tahapan
selanjutnya

adalah

mengidentifikasi

mempertimbangkan

teknologi

digunakan

dalam

proses

bagaimana

penggunaannya,

dan

yang

akan

merekayasa

ulang,

dan

siapa

yang

harus terlibat dalam proses tersebut.
3. Crafting suggestion and solutions. Tahapan ini
merumuskan saran dan solusi nyata dari hasil
penilaian terhadap kondisi sekolah dan pemilihan
teknologi yang mendasari proses rekayasa ulang.
Dalam

tahap

ini

juga

mempertimbangkan

keuntungan dan kerugian yang akan dihadapi
terkait dengan solusi yang telah dirumuskan.
Sprawls

(n.d.)

menawarkan

sebuah

model

analitikal rekayasa ulang pendidikan. Beberapa poin
penting dalam model tersebut yang dapat menjadi
kerangka dalam praksis Rekayasa Ulang Pendidikan,
antara lain:
1. Menentukan kebutuhan pendidikan yang harus
dipenuhi

sesuai

dengan

tujuan

kegiatan

pendidikan yang ditetapkan.
2. Mengembangkan analisis kepada calon peserta
didik

yang

berkaitan

dengan

latar

belakang

pendidikan, distribusi geografis, dan waktu yang
tersedia untuk kegiatan belajar.
3. Menerapkan prinsip-prinsip yang tepat untuk
belajar

dan

mengembangkan

media

yang

diperlukan.
4. Mengidentifikasi

dan

membuat

referensi

tambahan dan sumber yang mendukung kegiatan
pembelajaran.
27

5. Mengembangkan

manajemen

yang

tepat dan

sistem administrasi untuk kegiatan pendidikan.
6. Mengembangkan sistem belajar real world supaya
memberikan

pengalaman

yang

nyata,

membimbing, dan merangsang kegiatan belajar.
7. Memberikan kesempatan bagi guru untuk belajar
dan mengembangkan diri yang bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas guru sebagai fasilitator
pembelajaran
8. Menggunakan ICT.
Hal yang perlu diperhatikan dalam rekayasa
ulang sekolah adalah tujuan yang ingin dicapai, yang
umumnya tercantum dalam visi sekolah. Visi menjadi
sangat

penting

karena

keputusan dan kinerja

merupakan

dasar

atas

yang dilaksanakan. Untuk

mencapai visi tersebut, sekolah harus memperhatikan
kebutuhan peserta didik, sumber daya yang dimiliki
sekolah, kemampuan guru dalam pembelajaran, staff
dalam pengembangan manajemen administrasi, serta
penggunaan teknologi informasi di sekolah.

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Rekayasa Ulang
Pendidikan
Rekayasa Ulang pendidikan merupakan salah
satu

pendekatan

yang

direkomendasikan

untuk

institusi pendidikan agar lebih memiliki daya saing
yang

kompetitif

(Tunç,

2013).

Danim

(2006)

mengemukakan tiga faktor yang mendasari Rekayasa
Ulang Pendidikan, yaitu

pelangan, kompetisi, dan

perubahan:
28

1. Pelanggan
Faktor ini berkaitan dengan pelanggan yang
bermain

peran

Ketersediaan

dalam

proses

pelanggan

pendidikan.

dibutuhkan

dalam

menunjang proses pendidikan. Disamping hal
tersebut, kebutuhan pelanggan jasa pendidikan
atas kualitas, varietas, individualitas, dan hasil
segera

sangat berpengaruh. Titik tekan dari

faktor ini bukan sekedar output tapi outcome dari
pendidikan.
2. Kompetisi
Faktor ini berkaitan dengan iklim kompetisi yang
meningkat

berkaitan

pendidikan,

dengan

kemudahan

dalam

sektor

biaya

mendapatkan

fasilitas, pelayanan, dan kualitas.
3. Perubahan
Faktor ini berkaitan dengan sifat tetap dari
perubahan. Perubahan di era globalisasi yang
ditandai dengan dominasi alat teknologi dan
informasi

sangat

berpengaruh

pada

pendidikan. Perubahan dalam era
tersebut

memaksa

dunia

sektor

globalisasi

pendidikan

untuk

menggunakan peran kecanggihan alat teknologi
dan informasi.
Disamping ketiga hal tersebut, Sprawls (n.d.)
berpendapat

bahwa

terdapat

empat

hal

yang

mempengaruhi praktek rekayasa ulang dalam bidang
pendidikan, yaitu:
1. Perubahan kebutuhan pendidikan karena adanya
inovasi dalam berbagai profesi, perdagangan,
29

bisnis,

dan

perluasan

informasi

serta

pengetahuan dalam masyarakat.
2. Kebutuhan untuk alternatif pembelajaran yang
lebih kompatibel dengan gaya hidup kontemporer
dan tanggung jawab individu.
3. Ketersediaan teknologi digital secara luas untuk
pengembangan bahan pendidikan, komunikasi,
manajemen

informasi,

pendayagunaan

akses

sumber daya di seluruh dunia, dan pengelolaan
pendidikan.
4. Meningkatnya potensi kinerja manusia (guru dan
siswa) dengan desain dan pelaksanaan kegiatan
pembelajaran yang berbasis teknologi.
Ditinjau dari beberapa faktor yang mendasari
rekayasa ulang pendidikan, SMA Kristen 2 Salatiga
memiliki faktor-faktor yang mendukung dilakukannya
rekayasa ulang pendidikan. Hal tersebut tercermin
dalam jumlah penerimaan siswa baru rendah, iklim
persaingan antar sekolah swasta dan negeri dalam
penerimaan siswa baru yang semakin kompetitif di kota
Salatiga, dan perubahan dalam bidang teknologi yang
menuntut penyesuaian dalam proses penyampaian jasa
dan

layanan

melalui

pendidikan

rekayasa

di

ulang

sekolah.

Diharapkan

pendidikan,

dapat

meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan
pendidikan di SMA Kristen 2 Salatiga sehingga mampu
meningkatkan daya saing sekolah.

30

2.4 Analisis Fi shbone
Teknik analisis Fishbone atau diagram Ishikawa
merupakan teknik analisis yang dikembangkan oleh Dr.
Kaoru

Ishikawa

dengan

bentuk

diagram

yang

menyerupai tulang ikan. Menurut Muhaimin, Suti’ah, &
Prabowo (2010), teknik analisis Fishbone digunakan
untuk mengidentifikasi faktor permasalahan dengan
mendasarkan pada struktur gambar hubungan antara
satu dengan yang lain, serta menganalisis proses
tindak lanjut yang didasarkan pada tinjauan berbagai
faktor permasalahan. Dengan kata lain, teknik analisis
tersebut

Fishbone

digunakan

untuk

mendiagnosis

faktor permasalahan dan mengembangkan aktivitas
lebih lanjut berdasarkan hasil analisis masalah.
Teknik analisis Fishbone secara sistematis dapat
dipergunakan untuk: 1) mengidentifikasi penyebab dan
sub

penyebab

permasalahan

(Bose,

2012),

2)

mengkategorikan masalah, 3) menganalisis berbagai
hubungan

dari penyebab

menyediakan

data

yang signifikan, dan

untuk dilakukan

analisis

4)

lebih

lanjut. Sedangkan menurut Abhishek, Li, Zanwar, Lou,
& Huang (2011), teknik analisis fishbone membantu
menvisualisasikan

dan

menyampaikan

hubungan

penting dari elemen-elemen permasalahan.
Dalam teknik analisis fishbone, langkah pertama
adalah meletakkan permasalahan (problem) atau akibat
(effect)

adalah

pada gambar kepala ikan. Langkah kedua
menentukan

faktor

permasalahan

(cause)

diletakkan pada gambar tulang-tulang ikan. Faktor
permasalahan

pada

umumnya

dapat

diidentifikasi
31

menggunakan

kategori

4M:

material,

method,

manpower, machine atau 4Ps: parts, procedur, plant,
people,

namun

kategori

tersebut

dapat

berbeda

disesuaikan dengan permasalahan yang ditentukan
(Dogget,

2005).

Langkah

ketiga

setelah

faktor

permasalahan ditentukan adalah mengidentifikasi akar
permasalahan

(root

permasalahan

yang

berdasarkan

cause/ sub

diidentifikasi

masing-masing

faktor.

cause).

Akar

dikelompokkan
Pada

diagram

fishbone, akar permasalahan diletakkan pada sub-sub
tulang ikan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1
berikut:
Gambar 2.1 Diagram Fishbone

Sumber: Ross (2014)

Dalam proses penyusunan diagram fishbone,
proses

brainstorming

dapat

dilakukan

untuk

mempermudah identifikasi akar permasalahan. Faktor
permasalahan

yang

sudah

dirumuskan

akan
32

mempermudah

proses

identifikasi

akar-akar

permasalahan. Kata tanya “mengapa” dapat digunakan
berulang kali sebagai alat bantu hingga ditemukan akar
permasalahan
dimaksud.

yang

Setelah

menimbulkan
faktor

masalah

permasalahan

yang

dan

akar

permasalahan ditemukan, analisis dapat dilanjutkan
untuk

merumuskan

aktivitas

lebih

lanjut

yang

bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.
Analisis fishbone dalam penelitian ini digunakan
untuk

mengetahui

akar

permasalahan

yang

menyebabkan rendahnya daya saing SMA Kristen 2
Salatiga. Sedangkan faktor permasalahan yang dibahas
dalam

penelitian

mempengaruhi

ini

mengacu

terbentuknya

pada

daya

faktor

saing

yang

sekolah

sebagaimana dikemukakan oleh Mazzarol & Zoutar
(1999). Disamping menganalisis akar permasalahan,
analisis fishbone juga digunakan sebagai alat analisis
untuk memproyeksikan kebutuhan yang diperlukan
untuk menghilangkan akar permasalahan yang ada.
Dengan

memproyeksikan

pendidikan,

hal

dilakukannya

masalah

tersebut

proses

dan

dapat

kebutuhan
mendukung

pembentukan

strategi

peningkatan daya saing SMA Kristen 2 Salatiga dengan
pendekatan rekayasa ulang pendidikan.

2.5 Penelitian Terdahulu
Beberapa

penelitian

terdahulu

yang

relevan

dengan penelitian ini antara lain penelitian berjudul
“Analisis

Akar

Permasalahan

Turunnya

Minat

Masyarakat Masuk SMA Swasta (Studi Kasus Pada
33

SMA Theresiana)” yang dilakukan oleh Kristianti (2011).
Dalam

penelitian

tersebut,

beberapa

strategi

dirumuskan menggunakan pendekatan Rekayasa Ulang
Pendidikan,

antara

lain

a)

mengubah

sistem

pembelajaran tradisional menjadi sistem pembelajaran
berbasis ICT, outdoor, dan merancang pembelajaran
yang menumbuhkan minat belajar siswa, b) membekali
guru dengan kemampuan pedagogi dan profesional
yang lebih baik agar mampu merancang pembelajaran
secara lebih inovatif dan menarik minat siswa untuk
belajar,

c)

meningkatkan

kemampuan

manajemen

kepala sekolah agar mampu merekayasa ulang SMA
Theresiana Salatiga sehingga diminati kembali oleh
masyarakat,

d)

dengan pangsa

menurunkan

uang sekolah

sesuai

pasar, e) mengupayakan beasiswa

kepada siswa tidak mampu dengan meningkatkan
kerjasama

dengan

berbagai

pihak,

komunitas alumni SMA Theresiana
penggalangan

dana

untuk

f)

membentuk

sebagai upaya

melengkapi

sarana

prasarana sekolah, g) membuka atau mengganti SMA
menjadi SMK karena SMK dinilai lebih diminati oleh
masyarakat.
Penelitian oleh Wall, Novak, & Wilkerson (2005)
berjudul

“Doctor

of

Nursing

Practice

Program

Development: Reengineering Health Care”. Penelitian

terebut berlatar belakang pada permasalahan yaitu
krisis yang dihadapi dalam dunia pendidikan jasa
pelayanan kesehatan dikarenakan biaya pendidikan
jasa

pelayanan

kesehatan

yang

meningkat secara

drastis dan akses terhadap pendidikan tersebut yang
kurang memadai di Amerika Serikat. Beberapa strategi
34

dirancang

dengan

tujuan

untuk

meningkatkan

pelayanan pendidikan di bidang kesehatan sehingga
dapat meningkatkan minat mahasiswa. Strategi yang
dirancang

yaitu:

a)

mengembangkan

program

pendidikan pelayanan kesehatan dengan kurikulum
yang lebih inovatif. Kurikulum tersebut memperluas
cakupan materi dengan disiplin ilmu lain yang relevan
dengan pendidikan pelayanan kesehatan. Beberapa
materi

yang

ditambahkan

antara

lain

praktik

manajemen, kebijakan kesehatan, teknologi informasi,
dan penanganan kesehatan pada efek terorisme. Untuk
pengembangan jangka panjang, strategi yang dilakukan
adalah pembukaan kuliah musim panas dan kuliah
online,

b)

melakukan

Partnership

atau

Kemitraan

dengan lembaga lain yang mendukung peningkatan
pelayanan pendidikan di bidang kesehatan. Kerjasama
yang dibentuk antara lain dengan sesama fakultas
pelayanan kesehatan, rumah sakit, komunitas, dan
pemerintah.
Penelitian oleh

Tryggvason &

Apelian (2006)

berjudul “Re-Engineering Engineering Education for the
Challenges of the 21st Century”. Perubahan dunia di

abad

ke-21

yang

mendasarkan

teknologi

dan

kecepatannya menjadi tantangan baru bagi program
Pendidikan

Teknik.

Untuk

menjawab

tantangan

tersebut, pendekatan rekayasa ulang digunakan untuk
menyusun rekomendasi bagi penyelenggara program
Pendidikan Teknik. Rekomendasi tersebut adalah 1)
penyusunan ulang kurikulum yang ditawarkan dan
bagaimana penyampaiannya, sehingga pengajar dapat
membekali ilmu teknik secara mendasar pada siswa;
35

dan

2)

bekerja

sama

dengan

industri

dalam

pembelajaran pendidikan teknik sehingga siswa lebih
siap di dunia industri.
Penelitian oleh Poerba, Ayuningtyas, & Dilmy,
(2008)

yang

berjudul

Perusahaan

Gita

dilatarbelakangi
perusahaan

“Manajemen

Group”.

oleh

Penelitian

kerugian

sehingga

Stratejik

yang

dilakukan

Pada

tersebut

dialami
analisis

oleh
akar

permasalahan. Berdasarkan akar permasalahan yang
diidentifikasi, maka strategi yang direkomendasikan
adalah

perbaikan

internal

perusahaan

dengan

perumusan standarisasi perusahaan.
Penelitian oleh Bose (2012) berjudul “Application
of Fishbone Analysis for Evaluating Supply Chain and
Business Process- A Case Study On The St James
Hospital” menghasilkan beberapa solusi terhadap akar

permasalahan yang telah diidentifikasi antara lain 1)
penggunaan sistem informasi terpusat, 2) mengadopsi
sistem

pemesanan

melaksanakan

berbasis

training

pegawai,

elektronik,
4)

3)

menciptakan

standar kerja, dan 5) merekrut pegawai baru dalam
manajemen.
Dibandingkan

dengan

beberapa

penelitian

terdahulu diatas, penelitian ini memiliki kesamaan dan
perbedaan. Letak kesamaannya adalah penggunaan
analisis

Fishbone

dan

penggunaan

pendekatan

rekayasa ulang. Analisis Fishbone digunakan untuk
menganalisis

akar

permasalahan

sebagaimana

dilakukan oleh Bose, Kristianti, dan Poerba et al. dan
penggunaan rekayasa ulang yang digunakan dalam
perumusan

strategi

yang

juga

digunakan

oleh
36

Kristianti, Tryggvason & Apelian, dan Wall et al..
Sedangkan letak perbedaan terletak pada penelitian
milik Poerba et al. dan Bose dimana penelitian tersebut
bukan dalam bidang pendidikan namun pada bidang
bisnis dan jasa.

2.6 Kerangka Berpikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian ini diawali dengan
adanya

masalah

terkait jumlah

siswa

baru

yang

mengalami penurunan di SMA Kristen 2 Salatiga.
Penurunan jumlah siswa baru merupakan salah satu
indikator bahwa sekolah tersebut memiliki daya saing
yang rendah (Belfield & Levin, 2002). Masalah tersebut
menjadi

latar

belakang

yang

menjadi

dasar

dari

penelitian yang dilakukan.
Tahap

awal

yang

dilakukan

alternatif strategi peningkatan daya
adalah

melalui

analisis

akar

untuk

mencari

saing sekolah

permasalahan

yang

berpengaruh terhadap menurunnya jumlah siswa baru
di SMA Kristen 2 Salatiga. Teknik analisis
digunakan
mencari

adalah

teknik

analisis

fishbone

yang
untuk

akar permasalahan yang didasarkan pada

lima faktor yang mempengaruhi daya saing, yaitu
reputasi

sekolah,

sumber

daya

sekolah,

teknologi

informasi, sumber daya manusia, dan kemitraan. Akar
permasalahan yang telah dianalisis kemudian menjadi
masukan yang dipergunakan untuk memproyeksikan
kebutuhan

sekolah.

Dalam

perencanaan

pendekatan

yang

digunakan

rekayasa

ulang

adalah

pendidikan

strategis,

pendekatan
dan

juga
37

mempertimbangkan tinjauan literatur tentang strategi
kompetitif dan strategi kooperatif. Selanjutnya, hasil
perencanaan

strategis

dituangkan

dalam

bentuk

dokumen rencana strategis.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka
berpikir penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir Penelitian

Rekayasa Ulang
Pendidikan

Daya saing sekolah
rendah

Analisis akar
permasalahan
rendahnya daya
saing SMA Kristen 2
Salatiga

Rencana strategis
peningkatan daya
saing SMA Kristen 2
Salatiga

Analisis Fishbone:
Reputasi, Sumber daya,
TI, SDM, Kemitraan

38