Planet planet dalam Sistem Tata Surya Si

Planet-planet dalam Sistem Tata Surya – Sistem Tata Surya adalah kumpulan benda-benda
langit yang terdiri dari Matahari sebagai bintang pusat peredaran dan semua objek yang
terikat oleh gaya gravitasinya. Objek-objek tersebut diantaranya adalah 8 buah Planet, 5 buah
Planet Kerdil (dwarf Planet), 173 buah Satelit alami dan jutaan benda lainnya seperti Meteor,
Asteroid dan Komet. Saat ini, ada 8 Planet yang dikategorikan sebagai Planet yaitu
Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus. Pluto yang
ditemukan pada tahun 1930 pernah dianggap sebagai Planet kesembilan hingga tahun 2006
Persatuan Astronomi Internasional (International Astronomical Union) melalui resolusinya
menetapkan Pluto menjadi kategori dwarf Planet (Planet Kerdil) bersama dengan 4 Planet
Kerdil lainnya yaitu Eris, Ceres, Haumea dan Makemake. Dengan demikian, sejak 2006
Planet yang terdapat di sistem Tata Surya hanya berjumlah 8 Planet.
Daftar 8 Planet dalam Sistem Tata Surya
Secara umum, Planet didefinisikan sebagai benda langit yang tidak dapat mengeluarkan
panas ataupun cahaya dan bergerak mengelilingi Matahari secara tetap. Jumlah Planet yang
ditetapkan oleh Persatuan Astronomi Internasional atau IAU (International Astronomical
Union) adalah 8 buah Planet. Berikut ini adalah Daftar urutan 8 Planet dalam Sistem Tata
Surya beserta data-data lainnya seperti jumlah satelit, berat massa, jaraknya dengan Matahari
dan lain sebagainya :

MERKURIUS
Nama dalam Bahasa Inggris

Jarak ke Matahari (Jarak Orbit)
Massa
Massa dibanding dengan Bumi
Radius (Jari-jari)
Diameter dibanding dengan Bumi
Volume
Volume dibanding dengan Bumi

: MERCURY
: 57.909.227 km
: 3,3010 x 1023 kg
: 0,055 x Bumi
: 2.439,7 km (Diameter = 4.879,4 km)
: 0,3829 x Bumi
: 60.827.208.742 km3
: 0,056 x Bumi

Periode Rotasi
Jumlah Satelit


: 58,646 hari
: Tidak ada

VENUS
Nama dalam Bahasa Inggris
Jarak ke Matahari (Jarak Orbit)
Massa
Massa dibanding dengan Bumi
Radius (Jari-jari)
Diameter dibanding dengan Bumi
Volume
Volume dibanding dengan Bumi
Periode Rotasi
Jumlah Satelit

: VENUS
: 108.209.475 km
: 4.8673 x 1024 kg
: 0,815 x Bumi
: 6,051.8 km (Diameter = 12.103,6 km)

: 0,9499 x Bumi
: 928.415.345.893 km3
: 0,857 x Bumi
: 243,018 hari
: Tidak ada

BUMI
Nama dalam Bahasa Inggris
Jarak ke Matahari (Jarak Orbit)
Massa
Radius (Jari-jari)
Volume
Periode Rotasi
Jumlah Satelit

: EARTH
: 149.598.262 km
: 5,9722 x 1024 kg
: 6.371,00 km (Diameter = 12.742,00 km)
: 1.083.206.916.846 km3

: 0,99726968 hari
:1

MARS
Nama dalam Bahasa Inggris
Jarak ke Matahari (Jarak Orbit)
Massa
Massa dibanding dengan Bumi
Radius (Jari-jari)
Diameter dibanding dengan Bumi
Volume
Volume dibanding dengan Bumi
Periode Rotasi
Jumlah Satelit

: MARS
: 227.943.824 km
: 6,4169 x 1023 kg
: 0,107 x Bumi
: 3.389,5 km (Diameter = 6.779 km)

: 0,532 x Bumi
: 163.115.609.799 km3
: 0,151 x Bumi
: 1,026 hari
:2

YUPITER
Nama dalam Bahasa Inggris
Jarak ke Matahari (Jarak Orbit)
Massa
Massa dibanding dengan Bumi
Radius (Jari-jari)
Diameter dibanding dengan Bumi
Volume
Volume dibanding dengan Bumi
Periode Rotasi
Jumlah Satelit

: JUPITER
: 778.340.821 km

: 1,8981 x 1027 kg
: 317,828 x Bumi
: 69.911 km (Diameter = 139.822 km)
: 10,9733 x Bumi
: 1.431.281.810.739.360 km3
: 1.321,337 x Bumi
: 0,41354
: 67 (17 satelit masih tunggu dikonfirmasi)

SATURNUS
Nama dalam Bahasa Inggris
Jarak ke Matahari (Jarak Orbit)
Massa
Massa dibanding dengan Bumi
Radius (Jari-jari)
Diameter dibanding dengan Bumi
Volume
Volume dibanding dengan Bumi
Periode Rotasi
Jumlah Satelit


: SATURN
: 1.426.666.422 km
: 5,6832 x 1026 kg
: 95,161 x Bumi
: 58.232 km (Diameter = 116.464 km)
: 9,1402 x Bumi
: 827.129.915.150.897 km3
: 763,594 x Bumi
: 0,444 hari
: 62 (9 satelit masih tunggu dikonfirmasi)

URANUS
Nama dalam Bahasa Inggris
Jarak ke Matahari (Jarak Orbit)
Massa
Massa dibanding dengan Bumi
Radius (Jari-jari)
Diameter dibanding dengan Bumi
Volume

Volume dibanding dengan Bumi
Periode Rotasi
Jumlah Satelit
NEPTUNUS

: URANUS
: 2.870.658.186 km
: 8,6810 x 1025 kg
: 14,536 x Bumi
: 25.362 km (Diameter = 50.724 km)
: 3,9809 x Bumi
: 68,334,355,695,584 km3
: 63,085 x Bumi
: 0,718 hari
: 27

Nama dalam Bahasa Inggris
Jarak ke Matahari (Jarak Orbit)
Massa
Massa dibanding dengan Bumi

Radius (Jari-jari)
Diameter dibanding dengan Bumi
Volume
Volume dibanding dengan Bumi
Periode Rotasi
Jumlah Satelit

: NEPTUNE
: 4.498.396.441 km
: 1,0241 x 1026 kg
: 17,148 x Bumi
: 24.622 km (Diameter = 49.244 km)
: 3,8647 x Bumi
: 62.525.703.987.421 km3
: 57,723 x Bumi
: 0,671 hari
: 14 (1 satelit masih tunggu dikonfirmasi)

Catatan :
– Data-data Planet diatas dikutip dari solarsystem.nasa.gov

Sebelum di jelaskan lebih luas tentang planet-planet di tata surya ini, untuk sedikit menambah
wawasan kita, kita lihat dulu klasifikasi planet-planet tersebut berdasarkan beberapa
kriterianya.
Nah inilah klasifikasinya
Planet-planet yang ada di tata surya dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria,
antara lain sebagai berikut:
A. Berdasarkan Massanya, planet dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu sebagai
berikut:
1. Planet Bermassa Besar (Superior Planet), terdiri dari: Jupiter, Saturnus, Uranus, dan
Neptunus.
2. Planet Bermassa Kecil (Inferior Planet), terdiri dari: Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars.
B. Berdasarkan Jaraknya ke Matahari, planet dapat dibedakan atas dua macam planet, yaitu
sebagai berikut:
1. Planet Dalam (Interior Planet)
Planet Dalam yaitu Planet-Planet yang jarak rata-ratanya ke Matahari lebih pendek daripada
jarak rata-rata Planet Bumi ke Matahari. Berdasarkan kriteria tersebut, maka yang termasuk
Planet Dalam adalah Planet Merkurius dan Venus. Planet Merkurius dan Venus mempunyai
kecepatan beredar mengelilingi Matahari berbeda-beda, sehingga letak atau kedudukan planet
tersebut bila dilihat dari Bumi akan berubah-ubah pula.
Sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan Bumi-Matahari dengan suatu Planet

disebut Elongasi. Besarnya sudut Elongasi yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan
Bumi-Matahari-Merkurius yaitu antara 0 -28 derajat, sedangkan sudut Elongasi Bumimatahari-Venus adalah 0 - 50 derajat.
2. Planet Luar (Eksterior Planet)
Planet Luar yaitu Planet-Planet yang jarak rata-ratanya ke Matahari lebih panjang daripada
jarak rata-rata Planet Bumi ke Matahari. Termasuk ke dalam kelompok Planet Luar adalah
Planet Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Dilihat dari Bumi, sudut Elongasi kelompok Planet Luar berkisar antara 0 -180 derajat. Bila
Elongasi salah satu Planet mencapai 180 derajat hal ini berarti Planet tersebut sedang berada
dalam kedudukan oposisi, yaitu kedudukan suatu Planet berlawanan arah dengan posisi
Matahari dilihat dari Bumi. Pada saat oposisi, berarti Planet tersebut berada pada jarak paling
dekat dengan Bumi.
Bila Elongasi salah satu Planet mencapai 00 berarti Planet tersebut mencapai kedudukan
konjungsi, yaitu suatu kedudukan Planet yang berada dalam posisi searah dengan Matahari
dilihat dari Bumi. Pada saat konjungsi, berarti Planet tersebut berada pada jarak paling jauh
dengan Bumi.
Sekian penjeasan singkat tentang klasifikasi planet-planet berdasarkan kriterianya,
sekarang di lanjutkan dengan penjelasan tentang planet-planet di tata surya.
Berikut ini dijelaskan satu persatu mengenai planet-planet sebagai anggota tata surya.
A. Planet Merkurius

Merkurius merupakan Planet paling dekat dengan Matahari, jarak rata-ratanya hanya sekitar
57,8 juta km. Akibatnya, suhu udara pada siang hari sangat panas (mencapai 4000C),
sedangkan malam hari sangat dingin (mencapai -2000 C). Perbedaan suhu harian yang sangat
besar disebabkan Planet ini tidak mempunyai atmosfer. Merkurius berukuran paling kecil,
garis tengahnya hanya 4.850 km hampir sama dengan ukuran bulan (diameter 3.476 km).
Planet ini beredar mengelilingi matahari dalam suatu orbit eliptis (lonjong) dengan periode
revolusinya sekitar 88 hari, sedangkan periode rotasinya sekitar 59 hari.
Mirip dengan Bulan, Merkurius mempunyai banyak kawah dan juga tidak mempunyai satelit
alami serta atmosfir. Merkurius mempunyai inti besi yang menciptakan sebuah medan
magnet dengan kekuatan 0.1% dari kekuatan medan magnet bumi. Suhu permukaan dari
Merkurius berkisar antara 90 sampai 700 Kelvin (-180 sampai 430 derajat Celcius).
Pengamatan tercatat dari Merkurius paling awal dimulai dari zaman orang Sumeria pada
milenium ke tiga sebelum masehi. Bangsa Romawi menamakan planet ini dengan nama salah
satu dari dewa mereka, Merkurius (dikenal juga sebagai Hermes pada mitologi Yunani dan
Nabu pada mitologi Babilonia). Lambang astronomis untuk merkurius adalah abstraksi dari
kepala Merkurius sang dewa dengan topi bersayap diatas caduceus. Orang Yunani pada
zaman Hesiod menamai Merkurius Stilbon dan Hermaon karena sebelum abad ke lima

sebelum masehi mereka mengira bahwa Merkurius itu adalah dua benda antariksa yang
berbeda, yang satu hanya tampak pada saat matahari terbit dan yang satunya lagi hanya
tampak pada saat matahari terbenam. Di India, Merkurius dinamai Budha (बब ध), anak dari
Candra sang bulan. Di budaya Tiongkok, Korea, Jepang dan Vietnam, Merkurius dinamakan
"bintang air". Orang-orang Ibrani menamakannya Kokhav Hamah (‫)כוכב חמה‬, "bintang dari
yang panas" ("yang panas" maksudnya matahari). Diameter Merkurius 40% lebih kecil
daripada Bumi (4879,4 km), dan 40% lebih besar daripada Bulan. Ukurannya juga lebih kecil
(walaupun lebih padat) daripada bulan Jupiter, Ganymede dan bulan Saturnus, Titan.
B. Planet Venus

Venus merupakan planet yang letaknya paling dekat ke bumi, yaitu sekitar 42 juta km,
sehingga dapat terlihat jelas dari bumi sebagai suatu noktah kecil yang sangat terang dan
berkilauan menyerupai bintang pada pagi atau senja hari. Venus sering disebut sebagai
bintang kejora pada saat Planet Venus berada pada posisi elongasi barat dan bintang senja
pada waktu elongasi timur. Kecemerlangan planet Venus disebabkan pula oleh adanya
atmosfer berupa awan putih yang menyelubunginya dan berfungsi memantulkan cahaya
matahari.
Jarak rata-rata Venus ke matahari sekitar 108 juta km, diselubungi atmosfer yang sangat tebal
terdiri atas gas karbondioksida dan sulfat, sehingga pada siang hari suhunya dapat mencapai
4770 C, sedangkan pada malam hari suhunya tetap tinggi karena panas yang diterima tertahan
atmosfer. Diameter planet Venus sekitar 12.140 km, periode rotasinya sekitar 244 hari dengan
arah sesuai jarum jam, dan periode revolusinya sekitar 225 hari.
Atmosfer Venus mengandung 97% karbondioksida (CO2) dan 3% nitrogen, sehingga hampir
tidak mungkin terdapat kehidupan. Arah rotasi Venus berlawanan dengan arah rotasi planetplanet lain. Selain itu, jangka waktu rotasi Venus lebih lama daripada jangka waktu
revolusinya dalam mengelilingi matahari. Kandungan atmosfernya yang pekat dengan CO2
menyebabkan suhu permukaannya sangat tinggi akibat efek rumah kaca. Atmosfer Venus
tebal dan selalu diselubungi oleh awan. Pakar astrobiologi berspekulasi bahwa pada lapisan
awan Venus termobakteri tertentu masih dapat melangsungkan kehidupan.
C. Planet Bumi (The Earth)

Bumi merupakan planet yang berada pada urutan ketiga dari matahari. Jarak rata-ratanya ke
matahari sekitar 150 juta km, periode revolusinya sekitar 365,25 hari, dan periode rotasinya
sekitar 23 jam 56 menit dengan arah barat-timur. Planet bumi mempunyai satu satelit alam
yang selalu beredar mengelilingi bumi yaitu Bulan (The Moon). Diameter Bumi sekitar
12.756 km hampir sama dengan diameter Planet Venus.
Lapisan ozon, setinggi 50 kilometer, berada di lapisan stratosfer dan mesosfer dan
melindungi bumi dari sinar ultraungu. Perbedaan suhu permukaan bumi adalah antara -70 °C
hingga 55 °C bergantung pada iklim setempat. Sehari dibagi menjadi 24 jam dan setahun di
bumi sama dengan 365,2425 hari. Bumi mempunyai massa seberat 59.760 miliar ton, dengan
luas permukaan 510 juta kilometer persegi. Berat jenis Bumi (sekitar 5.500 kilogram per
meter kubik) digunakan sebagai unit perbandingan berat jenis planet yang lain, dengan berat
jenis Bumi dipatok sebagai 1.
Kerak bumi lebih tipis di dasar laut yaitu sekitar 5 kilometer. Kerak bumi terbagi kepada
beberapa bagian dan bergerak melalui pergerakan tektonik lempeng (teori Continental Drift)
yang menghasilkan gempa bumi. Titik tertinggi di permukaan bumi adalah gunung Everest
setinggi 8.848 meter dan titik terdalam adalah palung Mariana di samudra Pasifik dengan
kedalaman 10.924 meter. Danau terdalam adalah Danau Baikal dengan kedalaman 1.637
meter, sedangkan danau terbesar adalah Laut Kaspia dengan luas 394.299 km2.
D. Planet Mars

Mars merupakan planet luar (eksterior planet) yang paling dekat ke bumi. Planet ini tampak

sangat jelas dari bumi setiap 2 tahun 2 bulan sekali yaitu pada kedudukan oposisi. Sebab saat
itu jaraknya hanya sekitar 56 juta km dari bumi, sehingga merupakan satu-satunya planet
yang bagian permukaannya dapat diamati dari bumi dengan mempergunakan teleskop,
sedangkan planet lain terlalu sulit diamati karena diselubungi oleh gas berupa awan tebal
selain jaraknya yang terlalu jauh.
Di planet Mars, terdapat sebuah fitur unik di daerah Cydonia Mensae. Fitur ini merupakan
sebuah perbukitan yang bila dilihat dari atas nampak sebagai sebuah wajah manusia. Banyak
orang yang menganggapnya sebagai sebuah bukti dari peradaban yang telah lama musnah di
Mars, walaupun di masa kini, telah terbukti bahwa fitur tersebut hanyalah sebuah
kenampakan alam biasa.
Berdasarkan pengamatan orbit dan pemeriksaan terhadap kumpulan meteorit Mars,
permukaan Mars terdiri dari basalt. Beberapa bukti menunjukkan bahwa sebagian permukaan
Mars memunyai silika yang lebih kaya daripada basalt biasa, dan mungkin mirip dengan
batu-batu andesitik di Bumi; namun, hasil-hasil pengamatan tersebut juga dapat dijelaskan
dengan kaca silika. Sebagian besar permukaan Mars dilapisi oleh debu besi (III) oksida yang
memberinya kenampakan merah.
Keadaan di Mars paling mirip dengan bumi, sehingga memungkinkan terdapatnya kehidupan.
Karena itu, para astronom lebih banyak menghabiskan waktu mempelajari Mars daripada
planet lain. Jarak rata-rata ke Matahari sekitar 228 juta km, periode revolusinya sekitar 687
hari, sedangkan periode rotasi sekitar 24 jam 37 menit. Diameter planet sekitar setengah dari
diameter bumi (6.790 km), diselimuti lapisan atmosfer yang tipis, dengan suhu udara relatif
lebih rendah daripada suhu udara di bumi. Planet Mars mempunyai dua satelit alam, yakni
Phobos dan Deimos.
E. Planet Jupiter

Jupiter merupakan planet terbesar di tata surya, diameter sekitar 142.600 km, terdiri atas
materi dengan tingkat kerapatannya rendah, terutama hidrogen dan helium. Jarak rata-ratanya
ke matahari sekitar 778 juta km, berotasi pada sumbunya dengan sangat cepat yakni sekitar 9
jam 50 menit, sedangkan periode revolusinya sekitar 11,9 tahun. Planet Jupiter mempunyai
satelit alam yang jumlahnya paling banyak yaitu sekitar 13 satelit, di antaranya terdapat
beberapa satelit yang ukurannya besar yaitu Ganimedes, Calisto, Galilea, Io dan Europa.
Yupiter memiliki cincin yang sangat tipis ,berwarna hampir sama dengan atmosfernya dan

sedikit memantulkan cahaya matahari. Cincin Yupiter terbentuk atas materi yang gelap
kemerah-merahan. Materi pembentuknya bukanlah dari es seperti Saturnus melainkan ialah
batuan dan pecahan-pecahan debu. Setelah diteliti, cincin Yupiter merupakan hasil dari gagal
terbentuknya satelit Yupiter.
F. Planet Saturnus

Saturnus merupakan planet terbesar ke dua setelah Jupiter, diameternya sekitar 120.200 km,
periode rotasinya sekitar 10 jam 14 menit, dan revolusinya sekitar 29,5 tahun. Planet ini
mempunyai tiga cincin tipis yang arahnya selalu sejajar dengan ekuatornya, yaitu Cincin Luar
(diameter 273.600 km), Cincin Tengah (diameter 152.000 km), dan Cincin Dalam (diameter
160.000 km). Antara Cincin Dalam dengan permukaan Saturnus dipisahkan oleh ruang
kosong yang berjarak sekitar 11.265 km. Planet Saturnus mempunyai atmosfer sangat rapat
terdiri atas hidrogen, helium, metana, dan amoniak. Planet Saturnus mempunyai satelit alam
berjumlah sekitar 11 satelit, diantaranya Titan, Rhea, Thetys, dan Dione.
Saturnus memiliki kerapatan yang rendah karena sebagian besar zat penyusunnya berupa gas
dan cairan. Inti Saturnus diperkirakan terdiri dari batuan padat dengan atmosfer tersusun atas
gas amonia dan metana, hal ini tidak memungkinkan adanya kehidupan di Saturnus.
Cincin Saturnus sangat unik, terdiri beribu-ribu cincin yang mengelilingi planet ini. Bahan
pembentuk cincin ini masih belum diketahui. Para ilmuwan berpendapat, cincin itu tidak
mungkin terbuat dari lempengan padat karena akan hancur oleh gaya sentrifugal. Namun,
tidak mungkin juga terbuat dari zat cair karena gaya sentrifugal akan mengakibatkan
timbulnya gelombang. Jadi, sejauh ini, diperkirakan yang paling mungkin membentuk cincincincin itu adalah bongkahan-bongkahan es meteorit.
Hingga 2006, Saturnus diketahui memiliki 56 buah satelit alami. Tujuh di antaranya cukup
masif untuk dapat runtuh berbentuk bola di bawah gaya gravitasinya sendiri. Mereka adalah
Mimas, Enceladus, Tethys, Dione, Rhea, Titan (Satelit terbesar dengan ukuran lebih besar
dari planet Merkurius) dan Iapetus.
G. Planet Uranus

Uranus mempunyai diameter 49.000 km hampir empat kali lipat diameter bumi. Periode
revolusinya sekitar 84 tahun, sedangkan rotasinya sekitar 10 jam 49 menit. Berbeda dengan
planet lainnya, sumbu rotasi pada planet ini searah dengan arah datangnya sinar matahari,
sehingga kutubnya seringkali menghadap ke arah matahari. Atmosfernya dipenuhi hidrogen,
helium dan metana. Di luar batas atmosfer, Planet Uranus terdapat lima satelit alam yang
mengelilinginya, yaitu Miranda, Ariel, Umbriel, Titania, dan Oberon. Jarak rata-rata ke
matahari sekitar 2.870 juta km. Planet inipun merupakan planet raksasa yang sebagian besar
massanya berupa gas dan bercincin, ketebalan cincinnya hanya sekitar 1 meter terdiri atas
partikel-partikel gas yang sangat tipis dan redup.
Uranus komposisinya sama dengan Neptunus dan keduanya mempunyai komposisi yang
berbeda dari raksasa gas yang lebih besar, Jupiter dan Saturn. Karenanya, para astronom
kadang-kadang menempatkannya dalam kategori yang berbeda, "raksasa es". Atmosfer
Uranus, yang sama dengan Jupiter dan Saturnus karena terutama terdiri dari hidrogen dan
helium, mengandung banyak "es" seperti air, amonia dan metana, bersama dengan jejak
hidrokarbon. Atmosfernya itu adalah atmofer yang terdingin dalam Tata Surya, dengan suhu
terendah 49 K (−224 °C). Atmosfer planet itu punya struktur awan berlapis-lapis dan
kompleks dan dianggap bahwa awan terendah terdiri atas air dan lapisan awan teratas
diperkirakan terdiri dari metana. Kontras dengan itu, interior Uranus terutama terdiri atas es
dan bebatuan.
H. Planet Neptunus

Neptunus merupakan planet superior dengan diameter 50.200 km, letaknya paling jauh dari
matahari. Jarak rata-rata ke matahari sekitar 4.497 juta km. Periode revolusinya sekitar 164,8
tahun, sedangkan periode rotasinya sekitar 15 jam 48 menit. Atmosfer Neptunus dipenuhi
oleh hidrogen, helium, metana, dan amoniak yang lebih padat dibandingkan dengan Jupiter
dan Saturnus. Satelit alam yang beredar mengelilingi Neptunus ada dua, yaitu Triton dan
Nereid. Planet Neptunus mempunyai dua cincin utama dan dua cincin redup di bagian dalam
yang mempunyai lebar sekitar 15 km.Komposisi penyusun planet ini adalah besi dan unsur
berat lainnya. Planet Neptunus memiliki 8 buah satelit, di antaranya Triton, Proteus, Nereid
dan Larissa.
I. Pluto

Planet ini sekarang sudah hilang,atau menghilang dari tata surya kita..
Pengertian dan Proses terjadinya Tata Surya, Matahari, Planet, dan Pelangi

Tata surya adalah sekelompok benda langit yang terdiri atas matahari sebagai pusat dan
sumber cahaya yang dikelilingi oleh planet-planet beserta satelit-satelitnya, asteroid
(planetoid), komet, dan meteor. Bagaimana tata surya kita terbentuk di jagat raya ini?
Terdapat beberapa teori atau hipotesis yang menjelaskan pertanyaan tersebut, antara lain
Hipotesis Kabut, Teori Planetesimal, Teori Pasang Surut Bintang, dan Teori Vorteks.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang maha kuasa karena atas
limpahan rahmat dan hidayahnyalah sehingga kami dapat
menyelesaikan maakalah geografi ini yang berjudul “ teori-teori
terjadinya tata surya dan jagad raya “ walaupun masih
sederhana.
Dalam pembuatan makalah ini, kami tidak luput dari
berabagai macam kendala. Namun berkat ketabahan dan kerja
keras yang di iringi dengan doa yang tulus kepada Allah swt.
Kendala tersebut sedikit demi sedikit dapat terisi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan saran dan
kritiknya untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam
penulisan hal semacam ini di masa-masa yang akan datang
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Lamuru, 1 November 2011
Penulis
Kelompok II

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar

i

Daftar isi
BAB I .PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Pokok permasalahan
C. Tujuan
BAB II .PEMBAHASAN
A. Sejarah terjadinya tata surya
Teori-teori terjadinya tata surya
Gambar-gambar tata surya
B. Asal mula jagat raya
Teori-teori terjadinya jagat raya
BAB III .PENUTUP
A. Kesimpulan
3
B. Keritik dan
saran
Daftar pustaka

ii
1
1
1
1
2
2
2
8
9
11
13
1

13
14

ii
BAB I

A. LATAR BELAKANG

Sebuah teori lahir dari keingintahuan akan suatu kejadian atau
keadaan. Tidak mudah untuk mempercayai sebuah teori baru, apalagi jika
teori tersebut lahir ditengah kondisi masyarakat yang memiliki
kepercayaan yang berbeda. Tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi
oleh para ilmuwan di awal-awal penemuan mereka.
Jauh sebelum Masehi, berbagai penelitian, pengamatan dan
perhitungan telah dilakukan mengetahui semua rahasia dibalik Tata Surya.
Dari para pengamat Yunani ditemukan bahwa selain objek-objek yang

terlihat tetap di langit, tampak juga objek-objek yang mengembara dan
dinamakan planet. Sampai dengan tahun 1960, perkembangan teori
pembentukan Tata Surya bisa dibagi dalam dua kelompok besar yakni
masa sebelum Newton dan masa sesudah Newton. Teori-teori itu akan di
bahas pada pembahasan makalah ini.
Dalam rangka memperingati 200 tahun kelahiran Charles Darwin,
sang penggagas teori evolusi, di selenggarakan diskusi yang berjudul
“Agama, Sains, dan Teori Evolusi” pada tanggal 29 april 2009 . Agak
terlambat memang, sebab tarikh kelahiran Darwin tercatat pada bulan
Desember, tepatnya pada tanggal 12 Desember 1809. Sedang bulan April
sendiri tercatat sebagai bulan wafat Darwin. Darwin wafat pada 19 April
1882 di usia 72 tahun. Tetapi pokok soal yang didiskusikan pada malam
itu sungguh bersifat lifetime, dengan demikian menjadi bersifat relatif
terhadap waktu. sebuah fakta mendasar bahwa sistem besar yang bekerja
di jagat raya ini, baik jagat makro maupun mikro, tak lain adalah evolusi.
Dalam buku A Brief History of Time,Hawking menjelaskan bahwa jagat
raya ini bermula dari sebuah singularitas pada sekitar 10 milyar tahun
lampau. Dari singularitas inilah terjadi Big Bang, sebuah dentuman besar.
Setelah terjadi ledakan besar, jagat raya kemudian terus-menerus
mengalami proses pemuaian.

B. POKOK PERMASALAHAN
Berdasarkan dari uraian di atas yang telah di sebutkan maka penulis
ingin mencoba untuk mengemukakan teori-teori terjadinya tata surya dan
asal mula jagad raya. Maka dalam makalah ini akan di bahas tentang
teori-teori terjadinya tata surya dan asal mula jagad raya.

C. TUJUAN
Setelah mempelajari BAB ini di harapkan mampu mengemukakan
teori-teori terjadinya tata surya dan jagat raya.

1
BAB II

A.SEJARAH TERJADINYA TATA SURYA

Sebuah teori lahir dari keingintahuan akan suatu kejadian atau
keadaan. Tidak mudah untuk mempercayai sebuah teori baru, apalagi jika
teori tersebut lahir ditengah kondisi masyarakat yang memiliki
kepercayaan yang berbeda. Tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi
oleh para ilmuwan di awal-awal penemuan mereka.

Hal utama yang dihadapi untuk mengerti lebih jauh lagi tentang Tata
Surya adalah bagaimana Tata Surya itu terbentuk, bagaimana objek-objek
didalamnya bergerak dan berinteraksi serta gaya yang bekerja mengatur
semua gerakan tersebut. Jauh sebelum Masehi, berbagai penelitian,
pengamatan dan perhitungan telah dilakukan mengetahui semua rahasia
dibalik Tata Surya.
Pengamatan pertama kali dilakukan oleh bangsa China dan Asia Tengah,
khususnya dalam pengaruhnya pada navigasi dan pertanian. Dari para
pengamat Yunani ditemukan bahwa selain objek-objek yang terlihat tetap
di langit, tampak juga objek-objek yang mengembara dan dinamakan
planet. Orang-orang Yunani saat itu menyadari bahwa Matahari, Bumi,
dan Planet merupakan bagian dari sistem yang berbeda. Awalnya mereka
memperkirakan Bumi dan Matahari berbentuk pipih tapi Phytagoras (572492 BC) menyatakan semua benda langit berbentuk bola (bundar).
Sampai dengan tahun 1960, perkembangan teori pembentukan Tata Surya
bisa dibagi dalam dua kelompok besar yakni masa sebelum Newton dan
masa sesudah Newton.
Teori-teori terjadinya tata surya:

2
1. Permulaan Perhitungan Ilmiah
Perhitungan secara ilmiah pertama kali dilakukan oleh Aristachrus dari
Samos (310-230 BC). Ia mencoba menghitung sudut Bulan-Bumi-Matahari
dan mencari perbandingan jarak dari Bumi-Matahari, dan Bumi-Bulan.
Aristachrus juga merupakan orang pertama yang menyimpulkan Bumi
bergerak mengelilingi Matahari dalam lintasan berbentuk lingkaran yang
menjadi titik awal teori Heliosentrik. Jadi bisa kita lihat kalau teori
heliosentrik bukan teori yang baru muncul di masa Copernicus. Namun
jauh sebelum itu, Aristrachrus sudah meletakkan dasar bagi teori
heliosentris tersebut.
Pada era Alexandria, Eratoshenes (276-195BC) dari Yunani berhasil
menemukan cara mengukur besar Bumi, dengan mengukur panjang
bayangan dari kolom Alexandria dan Syene. Ia menyimpulkan, perbedaan
lintang keduanya merupakan 1/50 dari keseluruhan revolusi. Hasil
perhitungannya memberi perbedaan sebesar 13% dari hasil yang ada saat
ini.
2.Ptolemy dan Teori Geosentrik
Ptolemy (c 150AD) menyatakan bahwa semua objek bergerak relatif
terhadap bumi. Dan teori ini dipercaya selama hampir 1400 tahun. Tapi
teori geosentrik mempunyai kelemahan, yaitu Matahari dan Bulan
bergerak dalam jejak lingkaran mengitari Bumi, sementara planet
bergerak tidak teratur dalam serangkaian simpul ke arah timur. Untuk
mengatasi masalah ini, Ptolemy mengajukan dua komponen gerak. Yang
pertama, gerak dalam orbit lingkaran yang seragam dengan periode satu
tahun pada titik yang disebut deferent. Gerak yang kedua disebut
epycycle, gerak seragam dalam lintasan lingkaran dan berpusat pada
deferent.
3. Teori heliosentrik dan gereja
Nicolaus Copernicus (1473-1543) merupakan orang pertama yang

secara terang-terangan menyatakan bahwa Matahari merupakan pusat
sistem Tata Surya, dan Bumi bergerak mengeliinginya dalam orbit
lingkaran. Untuk masalah orbit, data yang didapat Copernicus
memperlihatkan adanya indikasi penyimpangan kecepatan sudut orbit
planet-planet. Namun ia mempertahankan bentuk orbit lingkaran dengan
menyatakan bahwa orbitnya tidak kosentrik. Teori heliosentrik
disampaikan Copernicus dalam publikasinya yang berjudul De
Revolutionibus Orbium Coelestium kepada Paus Pope III dan diterima oleh
gereja.
Tapi dikemudian hari setelah kematian Copernicus pandangan gereja
berubah ketika pada akhir abad ke-16 filsuf Italy, Giordano Bruno,
menyatakan semua bintang mirip dengan Matahari dan masing-masing
memiliki sistem planetnya yang dihuni oleh jenis manusia yang berbeda.
Pandangan inilah yang menyebabkan ia dibakar dan teori Heliosentrik
dianggap berbahaya karena bertentangan dengan pandangan gereja yang
menganggap manusialah yang menjadi sentral di alam semesta.
4. Lahirnya Hukum Kepler
Walaupun Copernicus telah menerbitkan tulisannya tentang Teori
Heliosentrik, tidak semua orang setuju dengannya. Salah satunya, Tycho
Brahe (1546-1601) dari Denmark yang mendukung teori matahari dan
bulan mengelilingi bumi sementara planet lainnya mengelilingi matahari.
Tahun 1576, Brahe membangun sebuah observatorium di pulau Hven, di
laut Baltic dan melakukan penelitian disana sampai kemudian ia pindah ke
Prague pada tahun 1596.
Di Prague, Brahe menghabiskan sisa hidupnya menyelesaikan tabel gerak
planet dengan bantuan asistennya Johannes Kepler (1571-1630). Setelah
kematian Brahe, Kepler menelaah data yang ditinggalkan Brahe dan
menemukan bahwa orbit planet tidak sirkular melainkan elliptik.
Kepler kemudian mengeluarkan tiga hukum gerak orbit yang dikenal
sampai saat ini yaitu ;
1.
Planet bergerak dalam orbit ellips mengelilingi matahari sebagai
pusat sistem.
2.
Radius vektor menyapu luas yang sama dalam interval waktu yang
sama.
3.
Kuadrat kala edar planet mengelilingi matahari sebanding dengan
pangkat tiga jarak rata-rata dari matahari.
3
Kepler menuliskan pekerjaannya dalam sejumlah buku, diantaranya
adalah Epitome of The Copernican AstronomyIndex Librorum Prohibitorum
yang merupakan buku terlarang bagi umat Katolik. Dalam daftar ini juga
terdapat publikasi Copernicus, De Revolutionibus Orbium Coelestium. dan
segera menjadi bagian dari daftar
5. Awal mula dipakainya teleskop
Pada tahun 1608, teleskop dibuat oleh Galileo Galilei (1562-1642), .Galileo
merupakan seorang professor matematika di Pisa yang tertarik dengan
mekanika khususnya tentang gerak planet. Ia salah satu yang tertarik
dengan publikasi Kepler dan yakin tentang teori heliosentrik. Dengan

teleskopnya, Galileo berhasil menemukan satelit-satelit Galilean di Jupiter
dan menjadi orang pertama yang melihat keberadaan cincin di Saturnus.
Salah satu pengamatan penting yang meyakinkannya mengenai teori
heliosentrik adalah masalah fasa Venus. Berdasarkan teori geosentrik,
Ptolemy menyatakan venus berada dekat dengan titik diantara matahari
dan bumi sehingga pengamat dari bumi hanya bisa melihat venus saat
mengalami fasa sabit.
Tapi berdasarkan teori heliosentrik dan didukung pengamatan
Galileo,
semua fasa Venus bisa terlihat bahkan ditemukan juga sudut
piringan venus lebih besar saat fasa sabit dibanding saat purnama.
Publikasi Galileo yang memuat pemikirannya tentang teori geosentrik vs
heliosentrik, Dialogue of The Two Chief World System, menyebabkan
dirinya dijadikan tahanan rumah dan dianggap sebagai penentang oleh
gereja.
6. Dasar yang diletakkan Newton
Di tahun kematian Galileo, Izaac Newton (1642-1727) dilahirkan. Bisa
dikatakan Newton memberi dasar bagi pekerjaannya dan orang-orang
sebelum dirinya terutama mengenai asal mula Tata Surya. Ia menyusun
Hukum Gerak Newton dan kontribusi terbesarnya bagi Astronomi adalah
Hukum Gravitasi yang membuktikan bahwa gaya antara dua benda
sebanding dengan massa masing-masing objek dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak antara kedua benda. Hukum Gravitasi Newton
memberi penjelasan fisis bagi Hukum Kepler yang ditemukan sebelumnya
berdasarkan hasil pengamatan. Hasil pekerjaannya dipublikasikan dalam
Principia yang ia tulis selama 15 tahun.
Teori Newton menjadi dasar bagi berbagai teori pembentukan Tata Surya
yang lahir kemudian, sampai dengan tahun 1960 termasuk didalamnya
teori monistik dan teori dualistik. Teori monistik menyatakan bahwa
matahari dan planet berasal dari materi yang sama. Sedangkan teori
dualistik menyatakan matahari dan bumi berasal dari sumber materi yang
berbeda dan terbetuk pada waktu yang berbeda.
7. Teori Pembentukan Tata Surya Sesudah Newton
Kemunculan Newton dengan teori gravitasinya menjadi dasar yang kuat
dalam menciptakan teori ilmiah pembentukan Tata Surya. Dalam artikel ini
akan dibahas teori pembentukan Tata Surya yang lahir sesudah era
Newton sampai akhir abad ke-19. Perkembangan teori pembentukan Tata
Surya sampai dengan tahun 1960 terbagi dalam dua kelompok pemikiran
yakni teori monistik yang menyatakan bahwa matahari dan planet berasal
dari materi yang sama. Dan yang kedua teori dualistik menyatakan
matahari dan bumi berasal dari sumber materi yang berbeda dan terbetuk
pada waktu yang berbeda.
8. Teori Komet Buffon
Tahun 1745, George comte de Buffon (1701-1788) dari Perancis
mempostulatkan teori dualistik dan katastrofi yang menyatakan bahwa
tabrakan komet dengan permukaan matahari menyebabkan materi
matahari terlontar dan membentuk planet pada jarak yang berbeda.
Kelemahannya Buffon tidak bisa menjelaskan asal komet. Ia hanya
mengasumsikan bahwa komet jauh lebih masif dari kenyataannya.
9. Teori Nebula Laplace

Ada beberapa teori yang menginspirasi terbentuknya teori Laplace,
dimulai dari filsuf Perancis, Renè Descartes (1596-1650) yang percaya
bahwa angkasa terisi oleh “fluida alam semesta” dan planet terbentuk
dalam pusaran air. Sayangnya teori ini tidak didukung dasar ilmiah.
Seratus tahun kemudian Immanuel Kant (1724-1804) menunjukkan
adanya awan gas yang berkontraksi dibawah pengaruh gravitasi sehingga
awan tersebut menjadi pipih. Ide ini didasarkan dari teori pusaran
Descartes tapi fluidanya berubah menjadi gas. Setelah adanya teleskop,
William Herschel (1738-1822)

4
mengamati adanya nebula yang ia asumsikan sebagai kumpulan bintang
yang gagal. Tahun 1791, ia melihat bintang tunggal yang dikelilingi halo
yang terang. Hal inilah yang memberinya kesimplan bahwa bintang
terbentuk dari nebula dan halo merupakan sisa nebula.
Dari teori-teori ini Pierre Laplace (1749-1827) menyatakan adanya awan
gas dan debu yang berputar pelan dan mengalami keruntuhan akibat
gravitasi. Pada saat keruntuhan, momentum sudut dipertahankan melalui
putaran yang dipercepat sehingga terjadi pemipihan. Selama kontraksi
ada materi yang tertinggal kedalam bentuk piringan sementara pusat
massa terus berkontraksi. Materi yang terlepas kedalam piringan akan
membentuk sejumlah cincin dan materi di dalam cincin akan
mengelompok akibat adanya gravitasi. Kondensasi juga terjadi di setiap
cincin yang menyebabkan terbentuknya sistem planet. Materi di dalam
awan yang runtuh dan memiliki massa dominan akan membentuk
matahari.
Namun menurut Clerk Maxwell (1831-1879) letak permasalahan teori ini
cincin hanya bisa stabil jika terdiri dari partikel-partikel padat bukannya
gas. Menurut Maxwell cincin tidak bisa berkondensasi menjadi planet
karena gaya inersianya akan memisahkan bagian dalam dan luar cincin.
Seandainya proses pemisahan bisa terlewati, massa cincin masih jauh
lebih masif dibanding massa planet yang terbentuk.
Permasalahan lain muncul dari distribusi momentum sudut dimana tidak
ada mekanisme tertentu yang bisa menjelaskan bahwa keberadaan
materi dalam jumlah kecil, yang membentuk planet, bisa memiliki semua
momentum sudutnya. Seharusnya sebagian besar momentum sudut
berada di pusat objek. Jika momentum sudut intrinsik dari materi luar bisa
membentuk planet, maka kondensasi pusat tidak mungkin runtuh untuk
membentuk bintang,
10. Penyempurnaan Teori Laplace
Tahun 1854, Edouard Roche (1820-1883) mengatakan bahwa awan yang
diajukan Laplace dalam teorinya bisa memiliki kondensasi pusat yang
tinggi sehingga sebagian besar massa berada dekat spin axis dan
memiliki kaitan yang kecil dengan momentum angular. Tahun 1873, Roche
menyempurnakan teori Laplace dengan analisis “Matahari ditambah
atmosfer”, yang memiliki kondensasi pusat yang tinggi. Model ini berada
diluar rentang planet dan mengalami keruntuhan saat mendingin. Dalam
model ini atmosfer berkorotasi terhadap matahari. Saat sistem mengalami
keruntuhan kecepatan sudut bertambah untuk mempertahankan
momentum sudut sementara jarak mengecil. Jika jarak mengecil lebih

cepat dari radius efektif atmosfer, maka semua atmosfer diluar jarak akan
membentuk cincin.
Keberatan dari James Jeans (1877-1946). Ia menunjukkan dengan
distribusi nebula yang diberikan oleh Roche, materi luar akan menjadi
renggang sehingga tidak dapat melawan gaya pasang surut terhadap
pusat massanya dan kondensasi tidak akan terjadi. Jeans juga
mennunjukkan bahwa untuk materi di dalam cincin yang mengalir dari
nebula yang runtuh menuju kondensasi membutuhkan kerapatan yang
lebih besar dari kerapatan sistem. Hal ini akan menghasilkan massa
atmosfer dengan magnitudo mendekati magnitudo di pusat massa,
sehingga bisa menyelesaikan permasalahan momentum sudut.
11. Teori Pembentukan Tata Surya Awal Abad ke-20
Perkembangan teori pementukan Tata Surya pada dekade terakhir abad
ke-19 dan dekade pertama abad ke-20, didominasi oleh 2 orang Amerika
yakni Thomas Chamberlin (1843-1928) dan Forest Moulton (1872-1952).
Dalam membangun teorinya, mereka melakukan komunikasi secara
konstan, bertukar pemikiran dan menguji ide-ide yang muncul, namun
publikasi atas karya besar mereka dilakukan

5
secara terpisah.
Pada tahun 1890-an, Chamberlin menawarkan solusi untuk teori nebula
Laplace. Ia menawarkan adanya satu akumulasi yang membentuk planet
atau inti planet (objek kecil terkondensasi diluar materi nebula) yang
kemudian dikenal sebagai planetesimal. Menurut Chamberlin,
planetesimal akan bergabung membentuk proto planet. Namun karena
adanya perbedaan kecepatan partikel dalam dan partikel luar, dimana
partikel dalam bergerak lebih cepat dari partikel luar, maka objek yang
terbentuk akan memiliki spin retrograde.
Walaupun ide planetesimal ini cukup baik, sejak tahun 1900 Chamberlin
dan Moulton mengembangkan teori alternatif untuk pembentukan planet.
Keduanya mengembangkan teori tentang materi yang terlontar dari
bintang membentuk nebula spiral. Nebula spiral ini tidak diketahui
asalnya dan berhasil dipotret oleh para pengamat. Menurut mereka,
materi yang terlontar ini bisa membentuk planet yang akan mengitari
bintang induknya. Tapi ide ini kemudian mereka tolak karena orbit yang
mereka dapatkan terlalu eksentrik/lonjong.
Chamberlin kemudian membangun teori baru yang melibatkan erupsi
matahari. Ia memberikan kemungkinan bahwa spiral nebula merupakan
hasil interaksi pemisahan dari bintang yang berada dalam proses erupsi
dengan bintang lainnya. Teori ini membutuhkan matahari yang aktif
dengan prominensa yang masif. Namun sayangnya gaya pasang surut
bintang yang berinteraksi dengan matahari hanya mampu menahan
materi prominensa di luar matahari tapi tidak mampu memindahkan
materi dari matahari. Untuk itu dibutuhkan jarak matahari-bintang lebih
besar dari limit Roche untuk matahari dan massa masif yang lebih besar
dari massa matahari untuk bintang lainnya.
12. Teori Pasang Surut Jeans
Astronomi Inggris, James Jeans (1877-1946) mengemukakan Tata Surya
merupakan hasil interaksi antara bintang lain dan matahari. Perbedaan

ide yang ia munculkan dengan ide Chamberlin – Moulton terletak pada
absennya prominensa. Menurut Jeans dalam interaksi antara matahari
dengan bintang lain yang melewatinya, pasang surut yang ditimbulkan
pada matahari sangat besar sehingga ada materi yang terlepas dalam
bentuk filamen. Filamen ini tidak stabil dan pecah menjadi gumpalangimpalan yang kemudian membentuk proto planet. Akibat pengaruh
gravitasi dari bintang proto planet memiliki momentum sudut yang cukup
untuk masuk kedalam orbit disekitar matahari. Pada akhirnya efek pasang
surut matahari pada proto planet saat pertama kali melewati perihelion
memberikan kemungkinan bagi proses pembentukan planet untuk
membentuk satelit.
Pada model ini tampaknya spin matahari yang lambat dikesampingkan
karena dianggap matahari telah terlebih dahulu terbentuk sebelum proses
pembentukan planet. Selain itu tanpa adanya prominensa maka
kemiringan axis solar spin dan bidang orbit matahari-bintang tidak akan
bisa dijelaskan.
Tahun 1919, Jeans memperbaharui teorinya. Ia menyatakan bahwa saat
pertemuan kedua bintang terjadi, radius matahari sama dengan orbit
Neptunus. Pengubahan ini memperlihatkan kemudahan untuk
melontarkan materi pada jarak yang dikehendaki. Materinya juga cukup
dingin, dengan temperatur 20 K dan massa sekitar ½ massa jupiter.
Harold Jeffreys (1891-1989) yang sebelumnya mengkritik teori
Chamberlin-Moulton juga memberikan beberapa keberatan atas teori
Jeans. Keberatan pertamanya mengenai keberadaan bintang masif yang
jarang sehingga kemungkinan adanya bintang yang berpapasan dengan
matahari pada jarak yang diharapkan sangatlah kecil.
Tahun 1939, keberatan lain datang dari Lyman Spitzer (1914-1997).
Menurutnya

6
jika matahari sudah berada dalam kondisi sekarang saat materinya
membentuk Jupiter maka diperlukan materi pembentuk yang berasal dari
kedalaman dimana kerapatannya sama dengan kerapatan rata-rata
matahari dan temperatur sekitar 106 K. Tapi jika harga temperatur ini
dipakai dalam persamaan untuk massa kritis jeans, maka massa minimum
Jupiter menjadi 100 kali massa Jupiter saat ini.

7
GAMBAR-GAMBAR TATA SURYA

8
B.ASAL MULA JAGAD RAYA
Jawaban mo
del berseloroh seperti ini mengingatkan kita pada jawaban Santo
Agustinus ketika ditanyakan kepadanya tentang apa yang dilakukan Tuhan
sebelum peristiwa Big Bang itu terjadi. Jawab Agustinus: Tuhan sibuk
membangun neraka buat orang-orang yang melontarkan pertanyaan
seperti itu

9
Meneruskan tradisi rutin bulanan selama ini, Jaringan Islam Liberal (JIL)
pada tanggal 27 April 2009 menyelenggarakan sebuah diskusi dengan
mengangkat tema “Agama, Sains, dan Teori Evolusi”. Diskusi yang
berlangsung di Teater Utan Kayu, 68 H Jakarta, malam itu menghadirkan
dua narasumber: Karlina L. Supelli dan Mulyadhi Kartanegara.
Secara tidak langsung tema ini diangkat dalam rangka memperingati 200
tahun kelahiran Charles Darwin, sang penggagas teori evolusi. Agak
terlambat memang, sebab tarikh kelahiran Darwin tercatat pada bulan
Desember, tepatnya pada tanggal 12 Desember 1809. Sedang bulan April

sendiri tercatat sebagai bulan wafat Darwin. Darwin wafat pada 19 April
1882 di usia 72 tahun. Tetapi pokok soal yang didiskusikan pada malam
itu sungguh bersifat lifetime, dengan demikian menjadi bersifat relatif
terhadap waktu.
Kalau kita baca buku Stephen Hawking, Riwayat Sang Kala: Dari
Dentuman Besar hingga Lubang Hitam ([A Brief History of Time] Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 1995), juga buku Charles Darwin, Asal Usul
Spesies ([The Origin of Species by Means of Natural Selection or the
Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life] jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2007), kesadaran kita akan segera tergiring pada sebuah
fakta mendasar bahwa sistem besar yang bekerja di jagat raya ini, baik
jagat makro maupun mikro, tak lain adalah evolusi. Dari sejak berdirinya
jagat raya hingga pembentukan “interior-interiornya”, sistem besar yang
bekerja adalah evolusi.
Dalam buku A Brief History of Time, Hawking menjelaskan bahwa jagat
raya ini bermula dari sebuah singularitas pada sekitar 10 milyar tahun
lampau. Dari singularitas inilah terjadi Big Bang,sebuah dentuman besar.
Setelah terjadi ledakan besar, jagat raya kemudian terus-menerus
mengalami proses pemuaian. Dalam perjalanan pemuaian ini, temperatur
jagat raya lambat laun mengalami penurunan. Pemuaian terus-menerus
yang sekaligus dibarengi oleh penurunan temperatur, kodrat jagat raya
kemudian berakhir pada sebuah singularitas, sebagaimana ia muncul awal
mula. Pada singularitas kali ini, jagat raya akan mengalami Kerkahan
Besar atau Big Crunch. Perkiraan astronomis, dari waktu sekarang sampai
terjadinya peristiwa Kerkahan Besar nanti, juga dibutuhkan waktu 10
milyar tahun. Kerkahan besar inilah yang dalam ramalan para ahli
astronomi disebut sebagai akhir dari riwayat sang kala atau berakhirnya
sang waktu. Dalam bahasa agama peristiwa Kerkahan Besar ini disebut
sebagai Hari Akhir atau Kiamat Semesta.
Pada level jagat mikro, kita juga melihat hal yang sama. Sebagaimana
halnya jagat makro bermula dari singularitas, jagat mikro juga bermula
dari sebuah “singularitas”, yakni amoeba, makhluk bersel satu serba bisa
di mana semua tugas dapat dilakukan olehnya tanpa mengalami tumpang
tindih. Yang agak berbeda mungkin adalah apakah makhluk-makhluk yang
beragam ini akan berakhir pada sebuah “singularitas” juga ataukah tidak,
sebagaimana berakhirnya jagat makro.
Bermula pada sebuah kubangan kaldu purba yang pas komposisi
adonannya, makhluk bersel satu tersebut kemudian mengalami proses
spesiasi atau percabangan spesies baru, dari yang simpel sampai ke
bentuk yang kompleks. Richard Dawkins, dalam bukunya, Sungai dari
Firdaus: Suatu Pandangan Darwinian tentang Kehidupan (Jakarta: KPG,
2005, hal. 8), menyebut proses spesiasi itu sebagai “a long goodbye”,
sebuah ucapan selamat tinggal yang sangat jauh oleh spesies baru
terhadap spesies lama.
Mulyadhi malam itu menjelaskan peristiwa-peristiwa jagat raya ini dalam
prespektif Rumian (Jalaluddin Rumi). Dalam perspektif Rumian, sistem
besar yang bekerja di dalam alam raya bukanlah pertama-tama adalah
evolusi, tetapi Energi Cinta. Cinta inilah yang menjelaskan munculnya
jagat raya, modus berputar jagat raya, sampai terbentuknya makhluk-

makhluk di dalamnya. Persis sebagaimana bunyi sebuah hadis qudsi yang
sangat disukai oleh para ahli sufi dalam menjelaskan Tuhan dan asal mula
alam raya: kuntu kanzan makhfiyyan, fa ahbabtu an u’raf, fa khalaqtu
khalqan (Pada mulanya, Aku adalah Khazanah Kesunyian. Tapi tak elok
rasanya Aku terjebak lama dalam kesunyian, maka Ku ciptakanlah
makhluk-makhluk itu).
Energi cinta itulah, dalam perspektif Rumian, yang menjelaskan kenapa
Bumi setia berputar mengelilingi Matahari. Kalau saja bukan karena Cinta
itu, niscaya Bumi sudah menelusuri jalannya sendiri, bergerak menjauh
dari Matahari. Walhasil, benda-benda langit akan jatuh pada situasi chaos.
Dengan perspektif Rumian ini, Mulyadhi seolah-olah ingin mengatakan
bahwa sistem besar yang pertama-tama bekerja di dalam jagat raya ini
adalah Cinta. Cinta sebagai first-line, evolusi sebagai second-line.
Menanggapi presentasi Mulyadhi yang didominasi penjelasan dengan
argumentasi Cinta, Karlina melontarkan sebuah metafor yang cerdas dan
sungguh sangat menohok tipikal para ahli sains: Cinta telah terkubur oleh
gravitasi. Dalam bahasa yang agak vulgar mungkin metafor itu hendak
mengatakan: go to the hell with your Love! Dengan metafor seperti ini,
Karlina seolah-olah ingin mengkritik cara bereaksi kalangan agamawan
yang seringkali menyeret hal-hal empirik ke wilayah non-empirik untuk
mencarikan penjelasannya.
Jawaban model berseloroh seperti ini mengingatkan kita pada jawaban
Santo Agustinus ketika ditanyakan kepadanya tentang apa yang dilakukan
Tuhan sebelum peristiwa Big Bang itu terjadi. Jawab Agustinus: Tuhan
sibuk membangun neraka buat orang-orang yang melontarkan
pertanyaan seperti itu (Stephen Hawking, Riwayat Sang Kala. Jakarta:
Pustaka utama Grafiti, 1995, hal. 9).
Dengan metafor Cinta telah terkubur oleh gravitasi, Karlina ingin
mengatakan bahwa cara yang paling masuk akal untuk mengurai
ruwetnya sejarah alam semesta ini, tak lain adalah teori evolusi.
Kekurang-puasan pihak agamawan terhadap penjelasan dengan memakai
argumentasi evolusi lebih disebabkan pemahaman mereka tentang teori
evolusi seolah-olah teori ini menampik adanya Supreme Being atau Tuhan
di balik peristiwa alam raya ini. Menanggapi tuduhan seperti itu, Karlina
menjawab: Tuhan adalah ontologi yang dikleim oleh sekian banyak
episteme.
Menurut Karlina, teori evolusi sama sekali tidak berkaitan dengan wilayah
pertanyaan ambang batas seperti itu. Dalam wawancaranya di Harian
Kompas (Rubrik Persona, 5 April 2009), Jorga Ibrahim --guru besar
Astronomi ITB, Bandung-- menyebut pertanyaan demikian sebagai
pertanyaan khas ilmuwan wilayah perbatasan. Dan sains sama sekali
tidak berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan demikian, pertanyaan
tentang dari dan kemana alam semesta beserta seluruh isinya bergerak
(sangkan paraning dumadi). Karlina sendiri saat

1
0
ditodong dengan pertanyaan seperti ini, ia mengatakan demikian: sejauh
menyangkut wilayah empirik, kita bisa bersandar pada penjelasan sains.
Di luar itu, kita tak bisa lain kecuali terantuk pada sebuah metafor.

Lebih jauh, menurut Karlina, teori evolusi harus dipahami bahwa dengan
teori itu, para ahli sains meyakini adanya sejarah panjang yang melatar
belakangi terbentuknya alam semesta dengan segala makhluk yang ada
di dalamnya. Dengan teori evolusi ini, mereka ingin mengatakan bahwa
alam semesta ini bukanlah peristiwa ahistoris, alam semesta punya
sejarah panjang yang dilaluinya setapak demi setapak. Inilah yang sama
sekali bertolak belakang dengan keyakinan dalam agama bahwa jagat
raya beserta seluruh isinya muncul dengan sekonyong-konyong begitu
saja persis ketika Tuhan bersabda: Kun Fa Yakun (Ada lah, maka segala
sesuatu sekonyong-konyong ada). Munculnya alam semesta secara
sekonyong-konyong inilah yang ditolak oleh para ahli sains.
Teori-teori terjadinya jagat raya
1. Teori “Big Bang” (Dentuman Besar)
Menurut teori ini, jagat raya terbentuk dari ledakan dahsyat yang terjadi
kira-kira 13.700 juta tahun yang lalu. Akibat ledakan tersebut materimateri dengan jumlah sangat banyak terlontar ke segala penjuru alam
semesta. Materi-materi tersebut akhirnya membentuk bintang, planet,
debu kosmis, asteroid, meteor, energi, dan partikel-partikel lain. Teori
”Big Bang” ini didukung oleh seorang astronom dari Amerika Serikat,
yaitu Edwin Hubble.
Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang dilakukan, menunjukkan
bahwa jagat raya ini tidak bersifat statis. Semakin jauh jarak galaksi dari
Bumi, semakin cepat proses pengembangannya. Penemuan tersebut
dikuatkan lagi oleh ahli astrofisika dari Amerika Serikat, Arno
Pnezias dan Robert Wilson pada tahun 1965 telah mengukur tahap
radiasi yang ada di angkasa raya.
2. Teori “Keadaan Tetap” (Stabil)
Teori ”keadaan tetap” atau teori ciptaan sinambung menyatakan bahwa
jagat raya selama berabad-abad selalu dalam keadaan yang sama dan zat
hidrogen senantiasa dicipta dari ketiadaan. Penambahan jumlah zat,
dalam teori ini memerlukan waktu yang sangat lama, yaitu kira-kira seribu
juta tahun untuk satu atom dalam satu volume ruang angkasa. Teori ini
diajukan oleh ahli astronomi Fred Hoyle dan beberapa ahli astrofisika
Inggris.
Dalam teori ”keadaan tetap”, kita harus menerima bahwa zat baru selalu
diciptakan dalam ruang angkasa di antara berbagai galaksi, sehingga
galaksi baru akan terbentuk guna menggantikan galaksi yang menjauh.
Orang sepakat bahwa zat yang merupakan asal mula bintang dan galaksi
tersebut adalah hidrogen.
3. Teori “Mengembang dan Memampat” (The Oscillating Theory)
T

Dokumen yang terkait

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

Upaya guru PAI dalam mengembangkan kreativitas siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam Kelas VIII SMP Nusantara Plus Ciputat

48 349 84

Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Peningkatan Produktivitas sekolah : penelitian di SMK al-Amanah Serpong

20 218 83

Konsep kecerdasan ruhani guru dalam pembentukan karakter peserta didik menurut kajian tafsir Qs. 3/Ali-‘Imran: 159

9 101 103