Diskusi tentang Pemilukda langsung atau

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa
sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Kami juga
berterimakasih kepada setiap pihak yang telah terlibat dan membantu kami dalam
penyusunan makalah ini.
Makalah untuk Mata Kuliah Sisitem Pemerintahan Indonesia kali ini mengangkat
topik mengenai Pemilukada Langsung atau Pemilukada Melalui DPRD. Makalah ini kami
susun sedemikian rupa dengan mencari dan menggabungkan sejumlah informasi yang kami
dapatkan baik melalaui buku, media cetak, elektronik maupun media lainnya. Kami berharap
dengan informasi yang kami dapat dan kemudian kami sajikan ini dapat memberikan
penjelasan yang cukup tentang Pemilukada di Indonesia.
Demikian satu dua kata yang bisa kami sampaikan kepada seluruh pembaca makalah
ini. Jika ada kesalahan baik dalam penulisan maupun kutipan, kami terlebih dahulu memohon
maaf dan kami juga berharap semua pihak dapat memakluminya. Semoga semua pihak dapat
menikmati dan mengambil esensi dari makalah ini. Trimakasih.

Tim Penyusun

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .....................................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ..........................................................................................................
I.2 Identifikasi Masalah .................................................................................................
I.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Sejarah Pemilu ........................................................................................................
II.2 Pemilukada Langsung..............................................................................................
II.3 Pemilukada Tidak Langsung ...................................................................................
BAB IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Gubernur, Bupati, danWalikota
masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih

secara demokratis”. Berarti prinsip dasarnya adalah kepala daerah dipilih secara demokratis,
sehingga apakah kepala daerah dipilih langsung ataukah tidak langsung diatur dengan
undang-undang. Namun harus diakui pemilihan langsung sesungguhnya merupakan tindak
lanjut realisasi prinsip-prinsip demokrasi secara normatif yakni jaminan atas bekerjanya
prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik (Pratikno, 2005).
Smith, Dahl, maupun Mawhood mengatakan bahwa untuk mewujudkan apa yang
disebut: local accountability, political equity, and local responsiveness, yang merupakan
tujuan desentralisasi, di antara prasyarat yang harus dipenuhi untuk mencapainya adalah
pemerintah daerah harus (1) memiliki teritorial kekuasaan yang jelas (legal territorial of
power); (2) memiliki pendapatan daerah sendiri (local own income); (3) memiliki lembaga
perwakilan rakyat (local representative body) yang berfungsi untuk mengontrol eksekutif
daerah; dan (4) adanya kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh masyarakat melalui
mekanisme pemilu (Syarif Hidayat, 2000). Maka meski masih ada sejumlah kelemahan
dalam regulasi dan pelaksanaannya, gagasan mengembalikan pilkada kepada anggota DPRD
merupakan langkah mundur dalam membangun demokrasi yang lebih substantif.
Pilkada oleh anggota DPRD pernah dilakukan ketika undang-undang pemerintahan
daerah masih menggunakan UU No. 22/1999. Model pemilihan ini relatif lebih hemat dan
efisien dari sisi biaya dibanding dengan sistem pemilihan langsung seperti digunakan saat ini,
namun kurang melibatkan partisipasi masyarakat secara luas dalam menentukan
pemimpinnya sehingga menjadi kurang demokratis dibandingkan jika dipilih langsung.

Selain sangat terbuka kemungkinan terjadinya praktik dagang sapi (money politics) oleh
anggota DPRD dan oligarki parlemen. Cara pemilihan melalui lembaga perwakilan sering
berdampak dengan munculnya gubernur; bupati/walikota yang tidak sesuai dengan harapan
rakyat. Sebaliknya melalui pilkada langsung lebih dapat menghasilkan pemimpin yang lebih
sesuai dengan harapan rakyat karena rakyat dapat langsung melihat, menilai dan memilih
pemimpin yang dianggap cocok menjadi gubernur, bupati/walikota. Alasan para pihak yang
mengusulkan agar mengembalikan pilkada kepada anggota DPRD pada umumnya didasarkan
pada 3 (tiga) pokok masalah berikut. Pertama, pilkada langsung terbukti tidak efisien dilihat
dari sisi anggaran. Kedua, pilkada langsung banyak memicu dan melahirkan konflik
horisontal dalam masyarakat, seringkali bahkan berkepanjangan. Sementara pada proses dan

hasilnya masih jauh dari ideal. Sebagian orang bahkan melihat, bahwa para kepala daerah
produk pilkada langsung tidak lebih baik dari para kepala daerah hasil pemilihan oleh dewan.
Ketiga, pilkada langsung banyak diwarnai praktik-praktik tidak sehat seperti jual beli suara
(Agus Sutisna, 2010).
Tulisan ini akan membedah lebih lanjut kelemahan yang disangkakan pada
Pilkada langsung. Apakah kelemahan itu hanya milik pilkada langsung?
Apa strategi atau rekomendasi untuk memperbaiki kualitas pilkada langsung?.

B. Identifikasi Masalah

1. Apa pengertian dan landasan hukum Pemilukada
2. Apa kelemahan dan kelebihan Pemilukada langsung dan pemilukada melalui
DPRD
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian dan landasan hukum Pemilukada
2. Menganalisis permasalahan tentang Pemilukada langsung dan Pemilukada melalui
DPRD

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Sejarah Pemilu Di Indonesia

A. Pemilu 1955 (Masa Parlementer)
1.

Sistem Pemilu
Pemilu 1955 adalah pemilu pertama yang diselenggarakan dalam sejarah
kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru berusia 10 (sepuluh) tahun. Pemilu

1955 dilaksanakan pada masa Demokrasi Parlementer pada kabinet Burhanuddin
Harahap. Pemungutan suara dilakukan 2 (dua) kali, yaitu untuk memilih anggota

DPR pada 29 September 1955 dan untuk memilih anggota Dewan Konstituante
pada 15 Desember 1955.
2.

Asas Pemilu
Pemilu 1955 dilaksanakan dengan asas :
a. Jujur, artinya bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
b. Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan
minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan dipilih.
c. Berkesamaan, artinya bahwa semua warga negara yang telah mempunyai hak
pilih mempunyai hak suara yang sama, yaitu masing-masing satu suara.
d. Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan
diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang
dipilihnya.
e. Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut
hati nuraninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan

dengan cara apapun.
f. Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati
nuraninya, tanpa perantara dan tanpa tingkatan.

3.

Dasar Hukum Penyelenggaraan
a. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang pemilihan Anggota Konstituante
dan Anggota DPR sebagaimana diubah dengan UU Nomor 18 Tahun 1953.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1954 tentang Menyelenggarakan
Undang-undang Pemilu.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1954 tentang Cara Pencalonan
Keanggotaan DPR / Konstituante oleh Anggota Angkatan Perang dan
Pernyataan Non Aktif/ Pemberhentian berdasarkan penerimaan keanggotaan
pencalonan keanggotaan tersebut, maupun larangan mengadakan Kampanye
Pemilu terhadap Anggota Angkatan Perang.

4.

Badan Penyelenggara Pemilu

Untuk menyelenggarakan Pemilu dibentuk badan penyelenggara pemilihan,
dengan berpedoman pada Surat Edaran Menteri Kehakiman Nomor JB.2/9/4
Und.Tanggal 23 April 1953 dan 5/11/37/KDN tanggal 30 Juli 1953, yaitu :
a. Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) : mempersiapkan dan menyelenggarakan
pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR. Keanggotaan PPI

sekurang-kurangnya 5 (lima) orang dan sebanyak-banyaknya 9 (sembilan)
orang, dengan masa kerja 4 (empat) tahun.
b. Panitia Pemilihan (PP) : dibentuk disetiap daerah pemilihan untuk membantu
persiapan dan menyelenggarakan pemilihan anggota konstituante dan anggota
DPR. Susunan keanggotaan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota dan
sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota, dengan masa kerja 4 (empat)
tahun.
c. Panitia Pemilihan Kabupaten (PPK) dibentuk pada tiap kabupaten oleh
Menteri Dalam Negeri yang bertugas membantu panitia pemilihan
mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan anggota Konstituante dan
anggota DPR.
d. Panitia Pemungutan Suara (PPS) dibentuk disetiap kecamatan oleh Menteri
Dalam Negeri dengan tugas mensahkan daftar pemilih, membantu persiapan
pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR serta menyelenggarakan

pemungutan suara. Keanggotaan PPS sekurang-kurangnya 5 (lima) orang
anggota dan Camat karena jabatannya menjadi ketua PPS merangkap anggota.
Wakil ketua dan anggota diangkat dan diberhentikan oleh PPK atas nama
Menteri Dalam Negeri.
5.

Peserta Pemilu 1955
Pemilu anggota DPR diikuti 118 peserta yang terdiri dari 36 partai politik, 34
organisasi kemasyarakatan dan 48 perorangan, sedangkan untuk Pemilu anggota
Konstituante diikuti 91 peserta yang terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi
kemasyarakatan dan 29 perorangan. Partai politik tersebut antara lain :
a. Partai Komunis Indonesia (PKI), berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh
Moh.Yusuf Sarjono.
b. Partai Islam Masjumi, berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh dr. Sukirman
Wirjo - Sardjono.
c. Partai Buruh Indonesia, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh Nyono.
d. Partai Rakyat Djelata, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh Sutan Dewanis.
e. Partai Kristen Indonesia (Parkindo), berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh
DS. Probowinoto.
f. Partai Sosialis Indonesia, berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh Mr. Amir

Syarifudin.
g. Partai Rakyat Sosialis, berdiri 20 Nopember 1945 diketuai oleh Sutan Syahrir.

h. Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI), berdiri 8 Desember 1945, diketuai
oleh J. Kasimo.
i. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) diketuai oleh JB. Assa.
j. Gabungan Partai Sosialis Indonesia dan Partai Rakyat Sosialis, menjadi Partai
Sosialis pada 17 Desember 1945, diketuai oleh Sutan Syahrir, Amir Syarifudin
dan Oei Hwee Goat.
k. Partai Republik Indonesia, Gerakan Republik Indonesia dan Serikat Rakyat
Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) 29 Januari 1946, diketuai
oleh Sidik Joyosuharto.
B. Pemilu 1971-1997 (Masa Orde Baru)
1.

PEMILU 1971
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa
Indonesia. Pemilu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru, tepatnya
5 tahun setelah pemerintahan ini berkuasa. Pemilu yang dilaksanakan pada 5

Juli 1971 ini diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR. Sistem Pemilu
1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem
stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan
DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih
memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia
(LUBER).
 Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut
hati nuraninya, tanpa perantara dan tanpa tingkatan.
 Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan
minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan dipilih.
 Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut
hati nuraninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan
dengan cara apapun.

 Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak
akan diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang
dipilihnya.
c. Dasar Hukum

 TAP MPRS No. XI/MPRS/1966.
 TAP MPRS No. XLII/MPRS/1966.
 UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota
Badan Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat.
 UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR
dan DPRD.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan Presiden
Nomor 3 Tahun 1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang
keanggotaannya terdiri atas Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan,
Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan Perhubungan. Struktur
organisasi penyelenggara di pusat, disebut Panitia Pemilihan Indonesia (PPI),
diprovinsi disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I (PPD I), dikabupaten/
kotamadya disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II, dikecamatan disebut
Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan didesa/ kelurahan disebut Panitia
Pendaftaran Pemilih (Pantarlih). Untuk melaksanakan pemungutan dan
penghitungan suara dibentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS). Bagi warga negara RI diluar negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar
Negeri (PPLN), Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri (PPSLN) dan
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang
bersifat sementara (adhoc).
e. Peserta Pemilu 1971
1)

Partai Nahdlatul Ulama.

2)

Partai Muslim Indonesia.

3)

Partai Serikat Islam Indonesia.

4)

Persatuan Tarbiyah Islamiiah.

5)

Partai Nasionalis Indonesia.

6)

Partai Kristen Indonesia.

7)

Partai Katholik.

2.

8)

Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia.

9)

Partai Murba.

10)

Sekber Golongan Karya.

PEMILU 1977
a. Sistem Pemilu
Pemilu kedua pada pemerintahan orde baru ini diselenggarakan pada tanggal 2
Mei 1977. Sama halnya dengan Pemilu 1971, pada Pemilu 1977 juga
menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel
daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1977 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia.
c. Dasar Hukum
 Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan
Negara Bidang Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar
Negeri.
 Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.
 Undang-undang Nomor 3/1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
 Undang-undang Nomor 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di
daerah.
 Undang-undang Nomor 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
 Undang-undang Nomor 5/1979 tentang Pemerintahan Desa.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Pemilu 1977 diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Pemilu yang
memiliki struktur yang sama dengan penyelenggaraan pada tahun 1971, yaitu
PPI ditingkat pusat, PPD I diprovinsi, PPD II dikabupaten/ kotamadya, PPS di
kecamatan, Pantarlih didesa/ kelurahan dan KPPS. Bagi warga negara
Indonesia diluar negeri dibentuk PPLN, PPSLN dan KPPSLN yang bersifat
sementara (adhoc).
e. Peserta Pemilu 1977
Pada Pemilu 1977, ada fusi atau peleburan partai politik peserta Pemilu 1971
sehingga Pemilu 1977 diikuti 3 (tiga) peserta Pemilu, yaitu :
1)

Partai

Persatuan

Pembangunan

(PPP)

yang

penggabungan dari NU, Parmusi, Perti dan PSII.

merupakan

fusi/

2)

Golongan Karya (GOLKAR).

3)

Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan fusi/ penggabungan dari
PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI dan Partai Murba.

3.

PEMILU 1982
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1982 merupakan pemilu ketiga yang diselenggarakan pada
pemerintahan Orde Baru. Pemilu ini diselenggarakan pada tanggal 4 Mei
1982. Sistem Pemilu 1982 tidak berbeda dengan sistem yang digunakan dalam
Pemilu 1971 dan Pemilu 1977, masih menggunakan sistem perwakilan
berimbang (proporsional).
b. Asas Pemilu
Pemilu 1982 dilaksanakan dengan asas Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.
c. Dasar Hukum
 Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan
Negara dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1978 Tentang Pemilu.
 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1980 tentang Pemilihan Umum.
 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1982 sama dengan struktur
organisasi penyelenggara Pemilu 1977, yaitu : PPI, PPD I, PPD II, PPS,
Pantarlih dan KPPS serta PPLN, PPSLN dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu 1982

4.

1)

Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

2)

Golongan Karya (Golkar).

3)

Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

PEMILU 1987
a. Sistem Pemilu
Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1987 masih sama dengan sistem
yang digunakan dalam Pemilu 1982, yaitu menganut sistem perwakilan
berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. Dilaksanakan pada tanggal 23
April 1987.
b. Asas Pemilu

Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia.
c. Dasar Hukum
 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dan Ketetapan MPR
Nomor III/ MPR/1983 tentang Pemilihan Umum.
 UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun
1969 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU
Nomor 2 Tahun 1980.
 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu1982 sama dengan struktur
organisasi penyelenggara Pemilu 1977, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II,
PPS, Pantarlih, dan KPPS serta PPLN, PPSLN dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu 1987

5.

1)

Partai Persatuan Pembangunan.

2)

Golongan Karya.

3)

Partai Demokrasi Indonesia.

PEMILU 1992
a. Sistem Pemilu
Pemilu kelima pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 9 Juni
1992. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1992 masih sama dengan
sistim yang digunakan dalam Pemilu 1987, yaitu menganut sistem perwakilan
berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia.
c. Dasar Hukum
 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN dan Ketetapan MPR
Nomor III/ MPR/1988 tentang Pemilu.
 UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun
1969 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU
Nomor 2 Tahun 1980.

 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985.
 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1985.
 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1990.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992 sama dengan struktur
organisasi penyelenggara Pemilu 1987, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II,
PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu 1992

6.

1)

Partai Persatuan Pembangunan.

2)

Golongan Karya.

3)

Partai Demokrasi Indonesia.

PEMILU 1997
a. Sistem Pemilu
Pemilu keenam pada pemerintahan Orde Baru ini dilaksanakan pada tanggal
29 Mei 1997. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1997 masih sama
dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1992, yaitu menganut sistem
perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1997 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia.
c. Dasar Hukum
 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dan Ketetapan MPR
Nomor III/ MPR/1993 tentang Pemilu.
 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pemilihan Umum.
 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 5 Tahun 1975 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1985.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1997 sama dengan struktur
organisasi penyelenggara Pemilu 1992, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II,
PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu 1997

1)

Partai Persatuan Pembangunan.

2)

Golongan Karya.

3)

Partai Demokrasi Indonesia.

C. Pemilu 1999-2009 (Masa Reformasi)
1.

PEMILU 1999
a. Sistem Pemilu.
Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi. Pemungutan
suara dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 secara serentak diseluruh wilayah
Indonesia. Sistem Pemilu 1999 sama dengan Pemilu 1997 yaitu sistem
perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1999 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil.
c. Dasar Hukum
 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR dan DPRD.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Pemilu tahun 1999 dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang
dibentuk oleh Presiden. KPU beranggotakan 48 orang dari unsur partai politik
dan 5 orang wakil pemerintah. Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU juga
dibantu oleh Sekretariat Umum KPU. Penyelenggara pemilu tingkat pusat
dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang jumlah dan unsur
anggotanya sama dengan KPU. Untuk penyelenggaraan ditingkat daerah
dilaksanakan oleh PPD I, PPD II, PPK, PPS dan KPPS. Untuk
penyelenggaraan diluar negeri dilaksanakan oleh PPLN, PPSLN dan KPPSLN
yang keanggotaannya terdiri atas wakil-wakil parpol peserta Pemilu ditambah
beberapa orang wakil dari pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat.
e. Peserta Pemilu 1999
Peserta Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai Politik, yaitu :
1)

Partai Indonesia Baru.

2)

Partai Kristen Nasional Indonesia.

3)

Partai Nasional Indonesia.

4)

Partai Aliansi Demokrat Indonesia.

5)

Partai Kebangkitan Muslim Indonesia.

6)

Partai Ummat Islam.

7)

Partai Kebangkitan Umat.

8)

Partai Masyumi Baru.

9)

Partai Persatuan Pembangunan.

10) Partai Syarikat Islam Indonesia.
11)

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

12) Partai Abul Yatama.
13) Partai Kebangsaan Merdeka.
14) Partai Demokrasi Kasih Bangsa.
15) Partai Amanat Nasional.
16) Partai Rakyat Demokratik.
17) Partai Syarikat Islam Indonesia 1905.
18) Partai Katholik Demokrat.
19) Partai Pilihan Rakyat.
20) Partai Rakyat Indoneia.
21) Partai Politik Islam Indonesia Masyumi.
22) Partai Bulan Bintang.
23) Partai Solidaritas Pekerja.
24) Partai Keadilan.
25) Partai Nahdlatul Umat.
26) PNI Front Marhaenis.
27) Partai Ikatan Pend. Kmd. Indonesia.
28) Partai Republik.
29) Partai Islam Demokrat.
30) PNI Massa Marhaen.
31) Partai Musyawarah Rakyat Banyak.
32) Partai Demokrasi Indonesia.
33) Partai Golongan Karya.
34) Partai Persatuan.
35) Partai Kebangkitan Bangsa.

36) Partai Uni Demokrasi Indonesia.
37) Partai Buruh Nasional.
38) Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).
39) Partai Daulat Rakyat .
40) Partai Cinta Damai.
41) Partai Keadilan dan Persatuan.
42) Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia.
43) Partai Nasional Bangsa Indonesia.
44) Partai Bhinneka Tunggal Ika.
45) Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia.
46) Partai Nasional Demokrat.
47) Partai Umat Muslimin Indonesia.
48) Partai Pekerja Indonesia.
2.

PEMILU 2004
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang memungkinkan rakyat memilih
langsung wakil mereka untuk duduk di DPR, DPD dan DPRD serta memilih
langsung presiden dan wakil presiden. Pemilu 2004 diselenggarakan secara
serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 Anggota DPR, 128
Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/
Kota) se Indonesia periode 2004-2009. Sedangkan untuk memilih presiden dan
wakil presiden untuk masa bakti 2004-2009 diselenggarakan pada tanggal 5 Juli
2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran II).
a. Sistem Pemilu
Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari pemilu-pemilu
sebelumnya. Pemilu untuk memilih Anggota DPR dan DPRD (termasuk
didalamnya DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota) dilaksanakan
dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar
calon terbuka. Partai politik akan mendapatkan kursi sejumlah suara sah yang
diperolehnya. Perolehan kursi ini akan diberikan kepada calon yang memenuhi
atau melebihi nilai BPP. Apabila tidak ada, maka kursi akan diberikan kepada
calon berdasarkan nomor urut. Pemilu untuk memilih Anggota DPD
dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.
b. Asas Pemilu

Pemilu 2004 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil.
c. Dasar Hukum
 Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
 Undang-undang No. 12 Thn 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
DPD dan DPRD.
 Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Penyelenggaraan Pemilu 2004 dilakukan oleh KPU. Penyelenggaraan
ditingkat provinsi dilakukan KPU Provinsi, sedangkan ditingkat kabupaten/
kota oleh KPU Kabupaten/ Kota. Selain badan penyelenggara pemilu diatas,
terdapat juga penyelenggara pemilu yang bersifat sementara (adhoc) yaitu
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk
tingkat desa/ kelurahan dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan diluar negeri, dibentuk Panitia
Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara Luar Negeri (KPPSLN).
e. Peserta Pemilu 2004
Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2004 diikuti 24 partai, yaitu :
1)

Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme).

2)

Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD).

3)

Partai Bulan Bintang (PBB).

4)

Partai Merdeka.

5)

Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

6)

Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK).

7)

Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB).

8)

Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK).

9)

Partai Demokrat.

10) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKP Indonesia).
11)

Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).

12) Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI).
13) Partai Amanat Nasional (PAN).

14) Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB).
15) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
16) Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
17) Partai Bintang Reformasi (PBR).
18) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
19) Partai Damai Sejahtera.
20) Partai Golongan Karya (Partai Golkar).
21) Partai Patriot Pancasila.
22) Partai Sarikat Indonesia.
23) Partai Persatuan Daerah (PPD).
24) Partai Pelopor.
f. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004
Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 putaran I (pertama)
sebanyak 5 (lima) pasangan, adalah sebagai berikut :
1)

H. Wiranto, SH. dan Ir. H.Salahuddin Wahid.

2)

Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi.

3)

Prof. Dr. H. M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo.

4)

H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla.

5)

Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc.

Karena kelima pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden putaran I (pertama) belum ada yang memperoleh
suara lebih dari 50%, maka dilakukan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
putaran II (kedua), dengan peserta dua pasangan calon presiden dan wakil
presiden yang memperoleh suara terbanyak pertama dan terbanyak kedua,
yaitu :

3.

1)

Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi.

2)

H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla.

PEMILU 2009
Pemilu 2009 adalah pemilu ketiga pada masa reformasi yang diselenggarakan
secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih 560 Anggota DPR, 132
Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/
Kota) se Indonesia periode 2009-2014. Sedangkan untuk memilih presiden dan
wakil presiden untuk masa bakti 2009-2014 diselenggarakan pada tanggal 8 Juli
2009 (satu putaran).

a. Sistem Pemilu
Pemilu 2009 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/ Kota dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka. Kursi yang dimenangkan
setiap partai politik mencerminkan proporsi total suara yang didapat setiap
parpol. Mekanisme sistem ini memberikan peran besar kepada pemilih untuk
menentukan sendiri wakilnya yang akan duduk dilembaga perwakilan. Calon
terpilih adalah mereka yang memperoleh suara terbanyak. Untuk memilih
Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Distrik
disini adalah provinsi, dimana setiap provinsi memiliki 4 (empat) perwakilan.
b. Asas Pemilu
Pemilu 2009 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil.
c. Dasar Hukum
 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum.
 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD
dan DPRD.
 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan oleh suatu
Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
Penyelenggara pemilu ditingkat nasional dilaksanakan oleh KPU, ditingkat
provinsi dilaksanakan oleh KPU Provinsi, ditingkat kabupaten/ kota
dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/ Kota. Selain badan penyelenggara pemilu
diatas, terdapat juga penyelenggara pemilu yang bersifat sementara (adhoc)
yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS)
untuk tingkat desa/ kelurahan dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara (KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan diluar negeri, dibentuk
Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).

e. Peserta Pemilu
Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009 diikuti oleh 44 partai, 38
partai merupakan partai nasional dan 6 partai merupakan partai lokal Aceh.
Partai-partai tersebut adalah :
1)

Partai Hati Nurani Rakyat.

2)

Partai Karya Peduli Bangsa.

3)

Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia.

4)

Partai Peduli Rakyat Nasional.

5)

Partai Gerakan Indonesia Raya.

6)

Partai Barisan Nasional.

7)

Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.

8)

Partai Keadilan Sejahtera.

9)

Partai Amanat Nasional.

10) Partai Perjuangan Indonesia Baru.
11)

Partai Kedaulatan.

12) Partai Persatuan Daerah.
13) Partai Kebangkitan Bangsa.
14) Partai Pemuda Indonesia.
15) Partai Nasional Indonesia Marhaenisme.
16) Partai Demokrasi Pembaruan.
17) Partai Karya Perjuangan.
18) Partai Matahari Bangsa.
19) Partai Penegak Demokrasi Indonesia.
20) Partai Demokrasi Kebangsaan.
21) Partai Republika Nusantara.
22) Partai Pelopor.
23) Partai Golongan Karya.
24) Partai Persatuan Pembangunan.
25) Partai Damai Sejahtera.
26) Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia.
27) Partai Bulan Bintang.
28) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
29) Partai Bintang Reformasi.
30) Partai Patriot.

31) Partai Demokrat.
32) Partai Kasih Demokrasi Indonesia.
33) Partai Indonesia Sejahtera.
34) Partai Kebangkitan Nasional Ulama.
35) Partai Aceh Aman Seujahtra (Partai Lokal).
36) Partai Daulat Aceh (Partai Lokal).
37) Partai Suara Independen Rakyat Aceh (Partai Lokal).
38) Partai Rakyat Aceh (Partai Lokal).
39) Partai Aceh (Partai Lokal).
40) Partai Bersatu Aceh (Partai Lokal).
41) Partai Merdeka.
42) Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia.
43) Partai Sarikat Indonesia.
44) Partai Buruh.
f. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009
Peserta Pemilu 2009 diikuti oleh 3 (tiga) pasangan calon, yaitu :
1)

Hj. Megawati Soekarnoputri dan H. Prabowo Subianto (didukung oleh
PDIP, Partai Gerindra, PNI Marhaenisme, Partai Buruh, Pakar Pangan,
Partai Merdeka, Partai Kedaulatan, PSI, PPNUI).

2)

Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Prof. Dr. Boediono (didukung oleh
Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, PKB, PBB, PDS, PKPB, PBR, PPRN,
PKPI, PDP, PPPI, Partai RepublikaN, Partai Patriot, PNBKI, PMB, PPI,
Partai Pelopor, PKDI, PIS, Partai PIB, Partai PDI).

3)

Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla dan H. Wiranto, S.IP (didukung oleh
Partai Golkar dan Partai Hanura).

2.2. Pengertian dan Landasan Hukum Pemilukada
A. Pengertian Pemilukada
Pemilukada yaitu pemilihan kepala daerah dan wakilnya yaitu pemilihan
Gubernur dan wakilnya maupun pemilihan Bupati/walikota dan wakilnya yang
merupakan perwujudan pengembalian hak-hak rakyat dalam memilih pemimpin di
daerah. Pilkada langsung merupakan instrumen politik dari rakyat dalam
kerangka kepemimpinan kepala daerah. Legistimasi adalah komitmen untuk
mewujudkan nilai-nilai dan norma-norma yang berdimensi hukum, moral, dan

sosial. Seorang kepala daerah yang memiliki legitimasi adalah kepala daerah yang
terpilihdengan prosedur yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta
melalui proses kampanye dan pemilihan yang demokratis dan sesuai dengan
norma-norma sosial dan didukung suara trerbanyak
B. Landasan Hukum Pemilukada
Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 secara langsung telah
mengilhami dilaksanakannya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(Pemilukada) secara langsung pula. Hal ini didukung pula dengan semangat
otonomi daerah yang telah digulirkan pada tahun 1999. Oleh karena itulah, sejak
tahun 2005, telah diselenggarakan Pemilukada secara langsung, baik ditingkat
provinsi maupun kabupaten/ kota. Penyelenggaraan ini diatur dalam UU Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa “Kepala
daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil”. Pasangan calon yang akan berkompetisi dalam
Pemilukada adalah pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau
gabungan partai politik. Pemilukada masuk dalam rezim Pemilu setelah
disahkannya UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
sehingga sampai saat ini Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lebih
dikenal dengan istilah Pemilukada. Pada tahun 2008, tepatnya setelah
diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasangan Calon yang dapat
turut serta dalam Pemilukada tidak hanya pasangan calon yang diajukan oleh
partai politik atau gabungan partai politik, tetapi juga dari perseorangan.
g. Asas Pemilukada
Pemilukada dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil.
h. Dasar Hukum
 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana

diubah terakhir dengan PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga
Atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah.
 UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.
i. Badan Penyelenggara
Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur diselenggarakan oleh KPU Provinsi,
sedangkan Pemilu Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota
oleh KPU Kabupaten/ Kota.
j. Peserta
Peserta Pemilukada adalah Pasangan Calon dari :
1)

Partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh kursi paling
rendah 15% (lima belas perseratus) dari jumlah kursi DPRD didaerah
bersangkutan atau memperoleh suara sah paling rendah 15% (lima belas
perseratus) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu Anggota
DPRD didaerah bersangkutan.

2)

Perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang telah memenuhi
persyaratan secara berpasangan sebagai satu kesatuan, dengan syarat
dukungan sejumlah :

Jumlah Dukungan
sekurang-kurangnya:
6,5 %

Provinsi

Jumlah Penduduk
Kabupaten/ Kota

sampai dengan 2 juta

sampai dengan 250 ribu

5%

jiwa
lebih dari 2 juta - 6

jiwa
lebih dari 250 ribu - 500

4%

juta jiwa
lebih dari 6 juta - 12

ribu jiwa
lebih dari 500 ribu - 1 juta

juta jiwa
jiwa
3%
lebih dari 12 juta jiwa
lebih dari 1 juta jiwa
Jumlah dukungan diatas harus tersebar dilebih dari 50% jumlah
kabupaten/ kota diprovinsi yang bersangkutan (Pemilu Gubernur dan
Wakil Gubernur). Sedangkan untuk Pemilu Bupati dan Wakil Bupati atau

Walikota dan Wakil Walikota jumlah dukungan harus tersebar di lebih
dari 50% jumlah kecamatan dikabupaten/ kota yang bersangkutan.
2.3.

Pemilukada Langsung

A. Pemilukada Langsung
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak berlakunya

Undang-Undang Nomor

22 Tahun

2007 tentang

Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga
secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan
berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007. Pada tahun 2011,
terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu UndangUndang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan
adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum
(Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Khusus di Aceh, Pilkada
diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan diawasi oleh
Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah
pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang
menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon
perseorangan

yang

didukung

oleh

sejumlah

orang.

Undang-undang

ini

menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal
menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Khusus
di Aceh, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal

B. Kelebihan Pemilukada Langsung
Perlu juga diakui bahwa bagian dari kelebihan pilkada secara langsung adalah
adanya pergeseran sistem yang cukup mendasar, yakni dari sistem sentralistik ke
desentralistik. Dalam hal ini, tentu masyarakat akan lebih memiliki kelonggaran untuk
menjatuhkan pilihannya kepada sosok yang benar-benar mereka kenali dan mereka
percayai.

Bahkan,

sebagian

masyarakat

secara

tidak

langsung

memiliki

kecenderungan yang tinggi untuk menitipkan pemerintahan daerahnya kepada seorang
putera daerah. Walaupun tentu saja idealisme semacam ini tidak bisa dipersepsikan
secara seragam oleh seluruh masyarakat pemilih. Karena putera daerah bukanlah satusatunya jaminan kapabilitas dirinya dalam menjalankan roda pemerintahan.
Banyak permasalahan baik dari implikasi politik maupun dampak sosial
ekonomi baik yang menguntungkan maupun tidak. Ada beberapa keunggulan pilkada
dengan model pemilihan secara langsung.
Pertama, pilkada secara langsung memungkinkan proses yang lebih Partisipasi.
Partisipasi jelas akan membuka akses dan kontrol masyarakat yang lebih kuat sebagai
aktor yang telibat dalam pilkada dalam arti partisipasi secara langsung merupakan
prakondisi untuk mewujudkan kedaulatan ditangan rakyat dalam konteks politik dan
pemerintahan.
Kedua, proses pilkada secara langsung memberikan ruang dan pilihan yang terbuka
bagi masyarakat untuk menentukan calon pemimpin yang memiliki kapasitas, dan
komitmen yang kuat serta legitimate dimata masyarakat sehingga pemimpin yang
baru tersebut dapat membuahkan keputusan-keputusan yang lebih baik dengan
dukungan dan kepercayaan dari masyarakat luas dan juga diharapkan akan terjadinya
rasa tanggung jawab secara timbal balik. Sang kepala daerah lebih merasa
mendapatkan dukungan dari masyarakat, sehingga kebijakan-kebijakan tentu saja
lebih berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. pada saat yang sama,
rakyat juga akan lebih mendukung kebijakan-kebijakan kepala daerah sebab mereka
telah berperan secara langsung dalam pengangkatan kepala daerah.

Ketiga, mendekatkan elit politik dengan konstituen atau masyarakat. Diharapkan
dengan pemilihan seperti ini mayarakat akan lebih mengenal pemimpin mereka di
daerah sehingga akan memudahkan proses komunikasi politik di daerah.
Keempat, lebih

terdesenralisasi.

Berbeda

dengan

pemilihan

kepala

daerah

sebelumnya, pemilihan kepala daerah dilakukan pemerintah pusat dengan cara
menunjuk atau menetapkan aktor politik untuk menempati jabatan politik di daerah.
Kelebihan diadakannya pilkada langsung adalah kepala daerah terpilih akan
memiliki mandat dan legitimasi yang samngat kuat, kepala daerah terpilih tidak perlu
terikat pada konsesi partai-partai atau faksi-faksi politik yang telah mencalonkannya,
sistem pilkada langsung lebih akuntabel karena adanya akuntabilitas politik, Check
and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih berjalan seimbang,
kriteria calon kepala daerah dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan
memberikan suaranya, pilkada langsung sebagai wadah pendidikan politik rakyat,
kancah pelatihan dan pengembangan demokrasi, pilkada langsung sebagai persiapan
untuk karir politik lanjutan, membangun stabilitas poilitik dan mencegah separatisme,
kesetaraan politik dan mencegah konsentrasi di pusat.
Beberapa kelebihan dalam penyelenggaraan pilkada langsung antara lain
sebagai berikut :
a) Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena
pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama
ini telah dilakukan secara langsung.
b) Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah
diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota,
masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota
dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
c) Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat. Ia
menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan

dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya
memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
d) Pilkada

langsung

sebagai

sarana

untuk

memperkuat

otonomi

daerah.

Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal.
Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005,
maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah,
antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
e) Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan
nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari
jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional
yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai
politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya
pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

C. Kelemahan Pemilukada Langsung
Secara umum ada tiga kelemahan yang disangkakan melekat pada pilkada
langsung, yakni (1) biaya pilkada langsung mahal yang tidak hanya menjadi beban
APBD daerah yang bersangkutan, namun juga bagi kandidat; (2) intensitas konflik
pilkada langsung tinggi; dan (3) pilkada langsung tidak menjamin terpilihnya calon
yang berkualitas. Pembahasan berikut mengupas ketiga aspek tersebut tersebut.

1. Beban Anggaran
Dibanding model memilih kepala daerah oleh anggota DPRD, model memilih
kepala daerah secara langsung memerlukan biaya lebih besar yang harus di
sediakan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan maupun oleh para kandidat
yang berkompetisi. Belanja pilkada antar daerah berbeda tergantung pada : (1)
Jumlah pemilih, (2) Jumlah TPS , (3) Jumlah wilayah adiministratif di daerah
pemilihan (kab/kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan , (4) Jumlah pasangan calon ,
(5) Jumlah\ putaran pilkada. Belanja kandidat antara lain: (1) belanja kampanye,
(2) belanja saksi, (3) belanja kandidasi di partai politik/pendukung di jalur

perseorangan. Biaya yang besar karena pemilihan secara langsung melibatkan
seluruh pemilih di daerah pemilihan, sedangkan apabila kepala daerah dipilih
oleh dewan hanya melibatkan para anggota DPRD yang jumlahnya hanya
sebanyak 20-50 orang untuk DPRD kabupaten/kota, dan sebanyak 35-100 orang
untuk DPRD provinsi.
Kerapkali besarnya biaya yang disediakan APBD disandingkan dengan
pengandaian pembangunan jembatan, gedung sekolah atau prasarana lainnya
yang manfaatnya lebih langsung dirasakan oleh masyarakat, meski sejatinya
kedua aktivitas itu tidak bisa dikomparasikan. Juga yang sering luput dari
perhatian, belanja APBD untuk membiayai pilkada punya manfaat ekonomi bagi
daerah.
Ketentuan Pasal 72 (2) PP 6/2005 (dan perubahannya) mengatur bahwa pihak
ketiga dalam pengadaan surat suara adalah perusahaan percetakan dari daerah
pemilihan itu, kecuali tidak ada maka dapat menunjuk perusahaan percetakan
terdekat dengan daerah pemilihan. Aturan ini seandainya tidak menabrak Keppres
No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa Pemerintah (dan
perubahannya) akan membuat pengusaha percetakan lokal yang nota bene
menggunakan pekerja lokal memperoleh manfaat yang besar. UU No. 22/1007
mengatur pekerja pemilu harus berdomisili di wilayah kerjanya, sehingga uang
jasa kerja berupa honorarium mengalir kepada penduduk di daerah pemilihan
bersangkutan. Begitupun belanja sosialisasi oleh KPUD, pemerintah daerah dan
elemen masyarakat, dan belanja kampanye oleh para kandidat terdistribusi pada
masyarakat setempat dalam bentuk kegiatan pemberian informasi dan pendidikan
pemilih maupun kepada pengusaha lokal dalam bentuk pembuatan atribut
kampanye. Kegiatan kampanye, misalnya juga membuka ruang bagi para
pedagang kecil untuk berdagang di lokasi kegiatan. Media massa lokal, cetak
maupun elektronik, juga memperoleh porsi dari iklan politik.
Pilkada langsung kerap dituding menjadi beban tahun anggaran berjalan dan
karenanya mengganggu penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah
pada tahun itu. Agar tidak menjadi beban anggaran tahun berjalan maka untuk
pembiayaannya daerah dapat menyiapkan Dana Cadangan Belanja Pilkada.
Ketentuan Pasal 15 Permendagri No. 44/2007 jo Permendagri No. 57/2009
mengatur bahwa dalam hal ada keterbatasan kemampuan keuangan daerah untuk
menyediakan dana pilkada tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran,

daerah dapat membentuk Dana Cadangan Belanja Pilkada. Provinsi Jawa Tengah
termasuk sedikit daerah yang menyiapkan Dana Cadangan Belanja Pilkada untuk
Pilgub 2008.
Penyediaan Dana Cadangan Belanja Pilkada merupakan pilihan cerdas,
terutama bagi daerah yang pelaksanaan pilkada berdekatan dengan pelaksanaan
pemilu yang juga menyerap dana APBD. Juga untuk menghindari kemungkinan
penundaan pilkada karena faktor biaya yang tidak mampu disediakan oleh
pemerintah daerah yang bersangkutan. Terpilihnya kepala daerah yang berkualitas
melalui pilkada langsung menjadikan harga penyelenggaraan pilkada langsung
sangat murah. Tetapi tentu berlaku sebaliknya, menjadi sangat mahal jika dengan
serapan dana besar ternyata hanya sebatas demokrasi prosedural sehingga tidak
menjamin kualitas produknya. Dalam demokrasi prosedural memang dapat
tercapai prinsip-prinsip pemilihan yang langsung, bebas, jujur dan adil tetapi dari
proses itu tidak dijamin menghasilkan kepala daerah yang punya responsivitas
dan akuntabilitas kepada rakyat di daerah pemilihannya.
2. Intensitas Konflik
Pada penyelenggaraan pilkada di sejumlah daerah terjadi konflik yang disertai
kekerasan dan/atau menuai gugatan hukum baik di Pengadilan Negeri, Pengadilan
Tata Usaha Negara, maupun Mahkamah Agung (yang selanjutnya dengan UU No.
22/2007 sengketa pilkada menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi). Terjadinya
konflik di pilkada karena sejumlah titik rawan yang disebabkan antara lain oleh
rentang daerah pemilihan yang pendek, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara
kelompok yang berbeda kepentingan dalam masyarakat, dan oleh regulasi pilkada
yang memiliki ruang bagi konflik politik itu. Pengalaman menunjukkan konflik
pilkada bersumber pada hal-hal berikut:
a. Konflik yang bersumber pada proses pemutakhiran data pemilih yang proses
pemutakhirannya belum mampu menjamin tersedianya data pemilih yang akurat.
b. Konflik pada proses penjaringan calon kepala daerah/wakil kepala daerah oleh
partai politik atau gabungan partai politik yang seringkali dilakukan tidak
transaparan sehingga tidak memuaskan para pihak yang terlibat dan terjadi
ketegangan antara DPP dan DPD/DPC, bahkan massa karena perbedaan pilihan
calon yang diusung atau perbedaan dalam memlih mitra koalisi.
c. Konflik yang terjadi pada proses penetapan calon kepala daerah/wakil kepala
daerah sebagai peserta oleh KPUD, jika prosedur dan hasil penelitian calon

kepala daerah/wakil kepala daerah mendapat reaksi dari kelompok pendukung
calon yang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan. Dan sebaliknya konflik yang
bersumber pada persyaratan calon yang diragukan keabsahannya oleh
masyarakat, sehingga dinilai tidak menjamin terpilihnya kepala daerah yang jujur,
bersih dan track record-nya baik.
d. Konflik yang bersumber pada kampanye negatif yang diikuti reaksi balasan oleh
pihak lawan
e. Konflik yang bersumber pada pelanggaran larangan praktik politik uang dan
pelanggaran netralitas birokrasi.
f. Konflik yang bersumber pada kecurangan oleh pihak manapun saat pemungutan
suara dan penghitungan suara Konflik yang bersumber pada penetapan hasil
penghitungan suara oleh KPUD, karena dalam pilkada berlaku simple majority
yang mengatur batas minimal kemenangan calon terpilih hanya 30 persen, bisa
berakibat ketidaksiapan pemilih untuk menerima kekalahan pasangan calon yang
didukung hanya karena selisih suara tipis
g. Konflik yang bersumber pada kinerja penyelenggara pilkada yang dinilai tidak
professional dan partisan Konflik yang bersumber pada perbedaan penafsiran
aturan main pilkada Namun ricuh dan kisruhnya pi

Dokumen yang terkait

Konstruksi Media tentang Kontroversi Penerimaan Siswa Baru di Kota Malang (Analisis Framing pada Surat Kabar Radar Malang Periode 30 Juni – 3 Juli 2012)

0 72 56

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN PEMBENTUKAN CITRA POSITIF RUMAH SAKIT Studi pada Keluarga Pasien Rawat Jalan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang tentang Pelayanan Poliklinik

2 56 65

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Persepsi para guru tentang perpajakan dan pemotongan pajak penghasilan orang pribadi atas dana bantuan operasional sekolah (studi kasus SDN dan SMPN se-Jakarta Barat)

2 46 99

Makna Kekerasan Pada Film Jagal (The Act Of Killing) (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Film Dokumenter "Jagal (The Act of Killing)" tentang Pembunuhan Anti-PKI pada Tahun 1965-1966, Karya Joshua Oppenheimer)

17 109 98

Rancangan media informasi tentang makanan tradisional Peyeum Bandung

5 77 1

makalah Geografi tentang Bintang

0 8 4

Penggunaan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Pasar Baru Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2011-2012

4 103 122

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22