Kerugian ekonomi pada usahatani akibat e
MERAPI
Kerugian ekonomi pada usaha tani akibat erupsi Merapi dapat berupa
kerugian langsung karena tanaman dan ternak mati, penurunan produksi, dan
turunnya harga jual pada kondisi bencana. Kerugian pada tingkat petani mencapai
puluhan juta rupiah, sedangkan tingkat regional mencapai triliunan rupiah..
Saat bencana Merapi setidaknya ada tiga faktor utama yang dihadapi petani,
yaitu kondisi tempat tinggal yang rusak, lahan usaha yang rusak dan tidak
berproduksi dan berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga dan kelembagaan
usaha tidak berfungsi.
Kerusakan atau kerugian yang dialami petani menimbulkan berbagai
permasalahan yang penting segera ditangani, terutama perubahan ekonomi, pola
hidup berubah sehingga penanganan dan pendekatan bukan saja secara akademik
tetapi secara kultural dalam relokasi korban/berpindah pemukiman maupun peralihan
sistem usahatani, dari tanaman pangan ke tanaman perkebunan.
Dengan lahan yang sempit produksi pertanian akan tidak mampu untuk
mencukupi biaya hidup keluarga tani. Tanah yang sempit menyebabkan biaya
produksi terlalu tinggi (high cost) dibanding dengan per satuan tanah yang luas, baik
ditinjau dari segi tenaga kerja, penggunaan bibit, pemupukan, biaya penanggulangan
hama dan penyakit maupun biaya peralatan dengan daya manfaat rendah.
Tanah
yang
sempit
menyebabkan
efisiensi
penggunaan
mekanisasi
pengolahan tanah tidak efektif. Banyaknya pematang, salah satu faktor mengurangi
lahan efektif. Dapat dibayangkan dengan luasan 1000 m2, dengan lebar pematang 40
cm, kali panjang luasan tanah 1000 m2 dengan pematang dapat mencapai 240 m
Sehingga luas tanah untuk pematang mencapai 96 m2 sendiri yang tidak berfungsi
sebagai lahan penghasil produk pertanian.
Selain tersebut diatas kehilangan produksi dapat mencapai 20% sehingga
biaya produksi bila dikurangi dengan hasil panen yang dicapai rata-rata 4,53 ton/Ha,
maka akan mengalami pendapatan yang minus.
Perubahan yang terjadi pada budaya masyarakat umumnya meliputi beberapa
aspek, seperti perubahan pada aspek sosial ekonomi dan budaya. Dampak yang
dihasilkan dari erupsi Merapi sangat luar biasa, misalnya dampaknya pada sektor
pertanian dan peternakan, dengan rusaknya berbagai tanaman dan kematian ternak .
Dampak pada manusia, adalah kematian dan rusaknya tempat tinggal serta hilangnya
mata pencaharian. Dampak pada sumber air lingkungan yaitu terganggunya kesehatan
manusia karena adanya abu vulkalnik. Semua dampak tersebut memberikan
perubahan yang besar terhadap pola hidup masyarakat.
Dalam kasus erupsi merapi, faktor yang paling dominan adalah adanya
perubahan lingkungan akibat bencana alam dan perubahan kuantitas dan kualitas
sumberdaya.
DAMPAK PADA SEKTOR PERTANIAN
Material erupsi Merapi yang memengaruhi pertanian, terdiri atas (1) pasir abu
vulkanis yang terdeposit dilahan pertanian, atau menutupi pertnaman; (2) lahar
dingin, yang secara fisik langsung merusak pertanaman; dan (3) awan atau lahar
panas.
Dampak erupsi Merapi menyebabkan kerugian pada berbagai komoditas
pertanian, dan yang terbesar penyebab kerusakan adalah banjir lahar dingin.
Kerusakan atau kerugian yang dialami petani menimbulkan berbagai
permasalahan yang penting segera ditangani, terutama perubahan ekonomi, pola
hidup berubah sehingga penanganan dan pendekatan bukan saja secara akademik
tetapi secara kultural dalam relokasi korban/berpindah pemukiman maupun peralihan
sistem usaha tani, dari tanaman pangan ke tanaman perkebunan.
Berdasarkan landasan teori yang sudah diuraikan, maka diajukan hipotesis untuk diuji
sebagai berikut :
1) Terdapat perbedaan yang nyata pendapatan usahatani kopi petani kopi sebelum dan
sesudah erupsia Gunung Sinabung.
2) Terdapat perbedaan yang nyata orientasi nilai budaya dan sikap mental keluarga
petani kopi terhadap hakekat pendidikan sebelum dan sesudah erupsi Gunung
Sinabung.
3) Terdapat perbedaan yang nyata orientasi nilai budaya dan sikapmentalkeluarga
petani kopi terhadaphakekat sumber pangan sebelum dan sesudah erupsi Gunung
Sinabung.
4) Terdapat perbedaan yang nyata orientasi nilai budaya dan sikap mental keluarga
petani kopi terhadaphakekat perumahan sebelum dan sesudah erupsi Gunung
Sinabung.
5) Terdapat perbedaan yang nyataorientasi nilai budaya dan sikap mental nyata
keluarga petani kopi terhadaphakekat kepemilikan lahan sebelum dan sesudah erupsi
Gunung Sinabung.
Menurut catatan BPPTKG, tidak semua peristiwa erupsi Gunung Merapi
mengakibatkan kerugian yang besar meskipun tetap ada kerusakan yang diakibatkan
oleh material vulkanik. Kegiatan erupsi Gunung Merapi yang sehebat erupsi tahun
1930an adalah kegiatan erupsi ditahun 1960an, kemiripan ini bukan karena
banyaknya korban jiwa, namun karena kekuatan erupsi itu sendiri, yaitu banyaknya
material vulkanik yang dikeluarkan pada saat erupsi maupun lahar dingin. Pada
erupsi 1960an banyak desa-desa di wilayah Kabupaten Magelang, tanah-tanah
pertanian dan fasilitas publik yang rusak.
(Siti Alfiah Mukmin, “Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Sleman di Sekitar Gunung
Merapi Tahun 1930-1969”. Skripsi, (Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UGM,
2003), tidak diterbitkan).
dampak sebelum dan sesudah meletusnya Gunung Sinabung terhadap sosial
ekonomi masyarakat tidak positif, artinya pasca meletusnya Gunung Sinabung
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penurunan tingkat sosial ekonomi
masyarakat baik dalam tingkat pendapatan atau penghasilan, sumber pendapatan
untuk pendidikan anak, serta kesehatan.
Kerugian ekonomi pada usaha tani akibat erupsi Merapi dapat berupa
kerugian langsung karena tanaman dan ternak mati, penurunan produksi, dan
turunnya harga jual pada kondisi bencana. Kerugian pada tingkat petani mencapai
puluhan juta rupiah, sedangkan tingkat regional mencapai triliunan rupiah..
Saat bencana Merapi setidaknya ada tiga faktor utama yang dihadapi petani,
yaitu kondisi tempat tinggal yang rusak, lahan usaha yang rusak dan tidak
berproduksi dan berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga dan kelembagaan
usaha tidak berfungsi.
Kerusakan atau kerugian yang dialami petani menimbulkan berbagai
permasalahan yang penting segera ditangani, terutama perubahan ekonomi, pola
hidup berubah sehingga penanganan dan pendekatan bukan saja secara akademik
tetapi secara kultural dalam relokasi korban/berpindah pemukiman maupun peralihan
sistem usahatani, dari tanaman pangan ke tanaman perkebunan.
Dengan lahan yang sempit produksi pertanian akan tidak mampu untuk
mencukupi biaya hidup keluarga tani. Tanah yang sempit menyebabkan biaya
produksi terlalu tinggi (high cost) dibanding dengan per satuan tanah yang luas, baik
ditinjau dari segi tenaga kerja, penggunaan bibit, pemupukan, biaya penanggulangan
hama dan penyakit maupun biaya peralatan dengan daya manfaat rendah.
Tanah
yang
sempit
menyebabkan
efisiensi
penggunaan
mekanisasi
pengolahan tanah tidak efektif. Banyaknya pematang, salah satu faktor mengurangi
lahan efektif. Dapat dibayangkan dengan luasan 1000 m2, dengan lebar pematang 40
cm, kali panjang luasan tanah 1000 m2 dengan pematang dapat mencapai 240 m
Sehingga luas tanah untuk pematang mencapai 96 m2 sendiri yang tidak berfungsi
sebagai lahan penghasil produk pertanian.
Selain tersebut diatas kehilangan produksi dapat mencapai 20% sehingga
biaya produksi bila dikurangi dengan hasil panen yang dicapai rata-rata 4,53 ton/Ha,
maka akan mengalami pendapatan yang minus.
Perubahan yang terjadi pada budaya masyarakat umumnya meliputi beberapa
aspek, seperti perubahan pada aspek sosial ekonomi dan budaya. Dampak yang
dihasilkan dari erupsi Merapi sangat luar biasa, misalnya dampaknya pada sektor
pertanian dan peternakan, dengan rusaknya berbagai tanaman dan kematian ternak .
Dampak pada manusia, adalah kematian dan rusaknya tempat tinggal serta hilangnya
mata pencaharian. Dampak pada sumber air lingkungan yaitu terganggunya kesehatan
manusia karena adanya abu vulkalnik. Semua dampak tersebut memberikan
perubahan yang besar terhadap pola hidup masyarakat.
Dalam kasus erupsi merapi, faktor yang paling dominan adalah adanya
perubahan lingkungan akibat bencana alam dan perubahan kuantitas dan kualitas
sumberdaya.
DAMPAK PADA SEKTOR PERTANIAN
Material erupsi Merapi yang memengaruhi pertanian, terdiri atas (1) pasir abu
vulkanis yang terdeposit dilahan pertanian, atau menutupi pertnaman; (2) lahar
dingin, yang secara fisik langsung merusak pertanaman; dan (3) awan atau lahar
panas.
Dampak erupsi Merapi menyebabkan kerugian pada berbagai komoditas
pertanian, dan yang terbesar penyebab kerusakan adalah banjir lahar dingin.
Kerusakan atau kerugian yang dialami petani menimbulkan berbagai
permasalahan yang penting segera ditangani, terutama perubahan ekonomi, pola
hidup berubah sehingga penanganan dan pendekatan bukan saja secara akademik
tetapi secara kultural dalam relokasi korban/berpindah pemukiman maupun peralihan
sistem usaha tani, dari tanaman pangan ke tanaman perkebunan.
Berdasarkan landasan teori yang sudah diuraikan, maka diajukan hipotesis untuk diuji
sebagai berikut :
1) Terdapat perbedaan yang nyata pendapatan usahatani kopi petani kopi sebelum dan
sesudah erupsia Gunung Sinabung.
2) Terdapat perbedaan yang nyata orientasi nilai budaya dan sikap mental keluarga
petani kopi terhadap hakekat pendidikan sebelum dan sesudah erupsi Gunung
Sinabung.
3) Terdapat perbedaan yang nyata orientasi nilai budaya dan sikapmentalkeluarga
petani kopi terhadaphakekat sumber pangan sebelum dan sesudah erupsi Gunung
Sinabung.
4) Terdapat perbedaan yang nyata orientasi nilai budaya dan sikap mental keluarga
petani kopi terhadaphakekat perumahan sebelum dan sesudah erupsi Gunung
Sinabung.
5) Terdapat perbedaan yang nyataorientasi nilai budaya dan sikap mental nyata
keluarga petani kopi terhadaphakekat kepemilikan lahan sebelum dan sesudah erupsi
Gunung Sinabung.
Menurut catatan BPPTKG, tidak semua peristiwa erupsi Gunung Merapi
mengakibatkan kerugian yang besar meskipun tetap ada kerusakan yang diakibatkan
oleh material vulkanik. Kegiatan erupsi Gunung Merapi yang sehebat erupsi tahun
1930an adalah kegiatan erupsi ditahun 1960an, kemiripan ini bukan karena
banyaknya korban jiwa, namun karena kekuatan erupsi itu sendiri, yaitu banyaknya
material vulkanik yang dikeluarkan pada saat erupsi maupun lahar dingin. Pada
erupsi 1960an banyak desa-desa di wilayah Kabupaten Magelang, tanah-tanah
pertanian dan fasilitas publik yang rusak.
(Siti Alfiah Mukmin, “Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Sleman di Sekitar Gunung
Merapi Tahun 1930-1969”. Skripsi, (Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UGM,
2003), tidak diterbitkan).
dampak sebelum dan sesudah meletusnya Gunung Sinabung terhadap sosial
ekonomi masyarakat tidak positif, artinya pasca meletusnya Gunung Sinabung
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penurunan tingkat sosial ekonomi
masyarakat baik dalam tingkat pendapatan atau penghasilan, sumber pendapatan
untuk pendidikan anak, serta kesehatan.