tumbuh di atas tanah kering

TUMBUH DI ATAS TANAH KERING
(Kumpulan Tulisan Tentang Sastra Dan Pembelajaran Bahasa Jawa)
A. Sastra :
1. Cerita perjalan mbok Randha Gondang : Analisis
Struktur naratif Levi- Strauss
2. Cerita Rakyat Endang Roro Tompe: Analisis Struktur
Naratif Valdimir Propp.
3. Pengaruh Ekspresionisme Dalam Karya Sastra Jawa
4. The Dragon: klasfikkai Tipologi Cerita Rakyat
Indonesia
5. Balesan Layang Saka Kekasih: Mendeme R. Djoko
Prakosa
6. Struktur Cerita Kidang Alas Ngrayudan: Analisis
struktur Maranda
B. Bahasa :
1. Makna Aspektualitas Bentukan Sa- Kriya Dalam
Bahasa Jawa
2. Perkembangan Fonologi Dalam Permerollehan
Bahasa Pertama
3. Pembentukan Watak Dan Karater Bangsa Melalui
Pengajaran Bahasa Dan Sastra Jawa.

4. Kebudayaan Sebagai Kponten Dan Konteks
Pendidikan
5. Manungsa Pinangka Jejer Ing Pamulangan

LEMBAR PUBLIKASI

[Type text]

1

Judul

:

TUMBUH DI ATAS TANAH KERING

Lamongan, 28 Oktober 2013
Koordinator Perpustakaan,

Penulis,


Bambang Sukoco S.E, MM.Pd

Dra. Rini Murwati

NIP. 19720412 198903 1010

NIP.19650828 199103 2012

2

Cerita Perjalanan Mbok Randha Gondang:
Analisis Struktur naratif Levi-Strauss
Pendahuluan
Kisah Perjalanan Mbok Randha Gondhang, merupakan cerita
rakyat yang berkembang di tengah masyarakat desa Gondang Lor,
Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan dan sekitarnya,
diwariskan secara turun temurun dari mulut ke mulut. Kelestarian
cerita ini sampai sekarang masih terjaga dengan baik di kalangan
generasi tua, kelestarian itu didukung dengan keberadaan makam

yang dianggap sebagai makam Mbok Randha Gondang.
Keberadaan makam itu dilegalitas bukan hanya oleh
masyarakat Gondang Lor dan sekitarnya saja tetapi juga oleh
masyarakat dari luar daerah, dibuktikan dengan banyak peziarah
yang datang ke makam MBok Randha Gondhang dan
mengadakan tahlilan pada malam-malam tertentu. Para peziarah
itu datang dari Gresik, Tuban, Surabaya, dan sekitarnya. Bukti
legalitas dari Pemerintah Daerah tersebut diwujudkan dalam
kegiatan ziarah menjelang Hari Jadi kabupaten lamongan, yang
dilakukan oleh Bupati dan para petinggi di tingkat pemerintahan
Kabupaten lamongan. Mbok Randha Gondang diakui sebagai
tokoh pejuang yang memperjuangkan agama Islam, di wilayah
Kabupaten Lamongan,
Termasuk mbah Dewi Sekardadu menika leluhur, termasuk
perjuangan dengan gigih dengan ajaran Syeh maulana Iskak
piymbakipun asal agama Budha gantos Islam.Samangke
makamipun taksih dipunziarahi, dipunuri-uri inggih punika tiap
tahunipun dipunperingati saking Kabupaten Lamongan mbok
bilih Mbah dewi Sekardadu adalah pejuang, pejuang negara
dan pejuang Islam di tlatah kabupaten Lamongan (115 – 120).

Kisah perjalanan dan perjuangan Mbok Randha Gondang ini
sangat menarik, alur cerita yang berliku, penuh peristiwa-peristiwa
yang terjadi dan dapat diambil hikmahnya, penuh dengan perilaku
yang dapat dijadikan bahan introsepsi dan suri tauladan. Struktur,

[Type text]

3

dan fungsinya cerita perjalanan Mbok Randha Gondang bagi
masyarakat Gondanglor dan masyarakat sekitarnya sebagai
bentuk pemertahanan sebuah nilai kearifan lokal.
Teori Struktur fungsi yang digunakan untuk mengkaji cerita ini
adalah teori struktur naratif Levis strauss dan teori fungsi yang
dikemukakan oleh William P Bascom.
Sebagai cerita lisan, cerita ini masuk dalam salah satu tradisi lisan
yang dapat diteliti dengan cara kerja filologi, khususnya filologi
lisan.
Kajian Teori
1. Filologi Lisan

Hutomo dalam bukunya berjudul Filologi Lisan, menyatakan
bahwa cerita lisan bisa ditelaah secara kerja filologi, sebuah
cabang ilmu yang mempelajari kebudayaan suatu bangsa melalui
bahasa bangsa yang bersangkutan dan bukan sekedar
perbandingan teks untuk mencari asal – usul teks, maka setiap
versi teks mempunyai fungsi yang berbeda-beda di setiap tempat
dan pada waktu yang berbeda. Jika begitu halnya versi lisan pun
berhak diteliti secara filologis (Hutomo, 1999:4) Mnac Edward
Leach (dalam Hutomo, 1991: 14) berpendapat bahwa sastra lisan
itu sebagai a lively fossil which refuses to die, teks-teks sastra lisan
juga mengandung ‘kekunoan’ di samping’kekinian’. Dengan dasar
itu dikenallah istilah filologi lisan sebagai cabang filologi tulis
karena sastra sebagai kajiannya tidak hanya berupa sastra tulis
tetapi juga sastra lisan.
Ciri utama sastra lisan menurut Hutomo (dalam Sudikan,
2001:114) 1) penyebaran melalui mulut, maksudnya ekspresi
budaya disebarkan, baik dari segi waktu maupun ruang melalui
mulut, 2) lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa,
masyarakat di luar kota, atau masyarakat yang belum mengenal
huruf, 3) menggambarkan ciri – ciri budaya sesuatu masyarakat, 4)

tidak diketahui siapa pengarangnya dan arena itu menjadi milik
masyarakat, 5) bercorak puitis, teratur, dan berulang – ulang, (6)
tidak mementingkan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada
aspek khayalan/fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat
modern, tetapi sastra lisan memiliki fungsi penting di dalam
4

masyarakatnya, 7) terdiri atas berbagai versi, dan 8) bahasa,
menggunakan gaya bahasa lisan (sehari – hari) mengandung
dialek, kadang – kadang tidak lengkap. Cerita Perjalanan Mbok
randha Gondang sebagai cerita lisan akan dianalisis
menggunakan analisis struktur naratif ala Levi-Strauss yaitu
sebuah teori analisis struktur naratif dongeng yang berfokus pada
analisis formulasi plot dan fungsi (peran).
2. Struktur naratif
Struktur adalah hubungan antara unsur-unsur pembentuk
dalam susunan keseluruhan. Hubungan antar unsur tersebut dapat
berupa hubungan dramatik, logika maupun waktu (Hutomo dalam
Sudikan, 2001:25) Analisis struktur adalah menganalisis hubungan
unsur-unsur pembentuk dalam susunan keseluruhan. Analisis

struktur naratif adalah menganalisis hubungan unsur – unsur
pembentuk
dalam
susunan
keseluruhan
sebuah
teks/cerita/dongeng untuk menemukan struktur dasar seperti
alur/plot atau fungsi (seperti fungsi karakter) yang mengatur
operasional tesk/cerita/dongeng. Dalam dongeng bentuk formulasi
plot, seperti konflik dan pemecahannya, perjuangan dan
rekonsiliasi, dan perpisahan dan penyatuan. Bila dihubungkan
dengan fungsi, fungsinya untuk melukiskan kontradiksi tertentu
dalam kehidupan, dan kemudian memecahkan kontradiksi itu.
3. Analisis Struktur Naratif Levi-Strauss
Levi-Strauss menerapkan analisis struktur narasi untuk
menganalisis dongeng (mite&legenda). Konsep utama analisis
struktur naratif menurut levi-strauss, seperti halnya analisis struktur
pada bahasa (Sudikan, 2001:34) yang selalu berpasangan (oposisi
biner), langue dengan parole, paradigmatik dengan sintagmatik,
diakronis dengan sinkronis. Bahasa adalah alat komunikasi pesan

dengan
menggunakan
kata,
mitos
komunikasi
pesan
menggunakan cerita. Pada tataran langue, struktut dongeng juga
meruapakan komunikasi simbolik yang disepakati secara kolektif.
Pada tataran parole penceritaan dongeng bebas, tergatung yang

[Type text]

5

bercerita. Pada tataran sinkronis dongeng merupakan mythememytheme yang secara struktur saling terkait.
Fokus analisis struktur naratif Levi strauss adalah relasi antar
struktur. Relasi antar stuktur ini yang melatarbelakangi fenomena
kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Selain memiliki muatan
naratif, dongeng (mite/legenda) juga mengandung semacam
amanat yang dikodekan. Tugas penelliti selain menganalisis

muatan naratif juga mengurai kode itu juga menyingkap
maknanya.
4. Fungsi Cerita Dalam Masyarakat
Menurut Bascom dalam Sudikan (2001:109), Sastra Lisan
mempunyai empat fungsi yaitu, 1) sebagai sebuah bentuk hiburan,
2) sebagai alat pengesahan pranata sosial, 3)sebagai alat
pengesahan pranata-pranata dan lembaga –lembaga kebudayaan,
4) sebagai pengawas dan pemaksa agar norma-norma
masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Pembahasan
1 Analisis Struktur Naratif
Analisis didasarkan pada fokus analisis Levi-Strauss dengan
pembacaan terhadap keseluruhan narasi cerita untuk menangkap
kesan cerita, tokoh-tokoh dan berbagai tindakan yang dilakukan
dan membagi menjadi beberapa bagian episode, dilanjutkan
dengan pengumpulan ceriteme – ceriteme atau mythememytheme, yakni mengumpulkan kalimat-kalimat dalam cerita yang
mengandung deskripsi tindakan, pemikiran atau segala sesuatu
yang memperlihatkan relasi-relasi antar elemen, selanjutnya
menarik hubungan relasi antar elemen untuk mengkonstruk
sebuah makna internal, terakhir menarik kesimpulan, dengan

memaknakan cerita-cerita internal dengan kesimpulan referensial
atau kontekstual.
Kisah dalam cerita ini bila dikaji secara mendalam kurang
dapat diterima akal sehat. Tidak dapat diterima akal karena 1)
terbukti sampai saat ini sepengetahuan penulis, yang dianggap
menjadi makam Dewi Sekardadu ada di tiga tempat yaitu: a) di
desa Buduran Kecamatan Sidoarjo, b) di Kec. Kebomas, Kab,
6

Gresik , dan c) di desa Gondanglor, Kec. Sugio Lamongan, dan
mungkin masih banyak lagi di tempat lain, 2) setting waktu yang
dimulai pada abad 12 sampai dengan abad 15.
Kisah perjalanan ini adalah sebuah cerita tentang tokoh yang
sangat berpengaruh yang bernama Dewi Sekardadu atau yang
kemudian disebut sebagai Mbok Randa Gondang, yang berkelana
mencari putranya yang bernama Raden Paku. Dan kemudian
sampai di sebuah desa bernama Gondanglor, Kec. Sugio.
Kabupaten Lamongan. Dewi Sekardadu itu diceritakan seorang
putra putri dari Raja Blambangan yang bernama Minak Sempuyu,
yang berkuasa di Blambangan sekitar abad 15. Putra dari Dewi

Sekardadu itu adalah Raden Paku, yang pada akhirnya bergelar
sebagai Sunan Giri.
Cerita dari Perjalanan Mbok Randha Gondang mencari
putranya di bawah ini merupakan terjemahan bebas dari hasil
wawancara dengan narasumber dan dari buku cerita yang ditulis
narasumber. Dan dibagi-bagi menurut episode yang mengandung
tindakan/peran. Pembagiannya seperti di bawah ini.
1.

Sang Raja Menak sembuyu bingung dan bersedih hati
karena rakyatnya mendapat musibah penyakit yang sangat
hebat demikian juga satu-satunya putri sekar kedaton yang
bernama Dewi Sekardadu sakit parah, dan masyarakat
Blambangan dan belum dapat disembuhkan.
Dewi Sekardadu ingkang aslinipun saking Blambangan
putra dari Menak Sembuyu. Rikala semanten Raja
Menak Sempuyu ingkang agamanipun Hindu Budha
ingkang penyebaranipun sangat pesat, kagungan putra
setunggal naminipun Dewi Sekardadu. Ayuning rupa
wonten negari Blambangan termasuk boten wonten
bandinganipun (5).

2.

Sang raja mengadakan sayembara barang siapa mampu
menyembuhkan Sang Putri, apabila wanita disaudarakan
dengan sang putri, bila laki-laki akan dinikahkan dengan
sang putri, dan menggantikan beliau menjadi raja
Blambangan.

[Type text]

7

akhiripun tlatah banyuwangi Blambangan wonten
naminipun penyakit pageblug ingkang sonten seger
kuwarasan, enjing pejah, enjing seger kuwarasan sonten
pejah. Kacarita Raja Menak Sempuyu bingung mikiraken
warga masyarakat ingkang kados makaten, inggih punika
kenging pageblug kalawau, akhiripun adeg patembaya,
sapa bae bisa nglerepaken pageblug ana ing tlatah
Banyuwangi termasuk putrinipun piyambak inggih sakit.
(5-10)
3.

4.

5.

8

Banyak raja dari Negara tetangga dan juga para patih, tidak
terkecuali putra Mahapatih Blambangan sendiri megikuti
sayembara itu. Tetapi tidak ada satupun yang berhasil.
Seorang musyafir alim yang bernama Syeh Maulana Iskak
datang le Blambangan bertujuan untuk syiar agama Islam,
karena banyak mengalami rintangan beliau untuk
memutuskan meminta petunjuk kepada Alloh dengan
bertafakur di puncak Gunung.=
Kacarita ing sasat niku Syeh maulana Iskak dipun
prentah dening Jeng Sunan Ampel, atas idinipun
ngislamaken daerah tlatah banyuwangi blambangan. Ing
ngriku piyambakipun munajat wonten ing nginggilipun
redi, sholat ta’aruf dhateng ngarsane Alloh SWT. Saat
menika lah ratu Blambangan mangutus bende wara –
wara, lajeng ketingal wonten ing nginggilipun redi wonten
sinar putih lajeng piyambakipun punggawa kraton sami
murugi dhateng arah sinar kalawau, dumadakan boten
sanes wonten priyagung ingkang nemba semedi utawi
ta’aruf dhumateng ngarsanipun Alloh. (15 – 20)
Masyarakat Blambangan melihat cahaya putih di atas
gunung, kemudian didekati ternya ada seorang laki-laki
asing yang sedang bertafakur. Karena memancarkan
cahaya putih, rakyat Blambangan beranggapan banyak
Syeh Maulana adalah seorang yang amat sakti. Oleh karena
itu rakyat melaporkan keberadaan Syeh Maulana Iskak

6.

7.

8.

kepada raja. Raja mengutus Mahapatih untuk memanggil
Syeh Maulana Iskak untuk diajak ke istana.
Syeh Maulana Iskak diminta untuk mengobati Sang Dewi
Sekardadu, dan bila mampu akan dijadikan menantu. Syeh
Maulana Iskak mau dan sanggup mengobati Dewi
Sekardadu, dengan imbalan Sang Raja beserta rakyatnya
mau mengikuti ajaran yang diajarkan oleh Syeh Maulana
Iskak, yaitu ajaran Islam. Sang raja berjanji mau mengikuti
ajaran Islam. Atas ijin Alloh SWT, Syeh Maulana Iskak
mampu mengobati Dewi Sekardadu.
akhiripun dipunuluk salam kaliyan anak buahipun raja
Blambangan kalawau. Ing akhire crita piyambakipun,
matur bilih negeri Blambangan saat menika wonten
pageblug penyakit ingkang sanget agengipun. Akhiripun
Jeng Syeh Maulana Iskak kalawau matur, piyambakipun
saguh ngusadani Dewi Sekardadu maupun wonten
Blambangan penyakit kalawau (20 – 25)
Setelah sembuh kemudian Dewi sekardadu dinikahkan
dengan Syeh Maulana Iskak, seluruh rakyat blambangan
bersuka cita, kecuali Mahapatih Blambangan. Beliau sangat
marah, karena sebenarnya Mahapatih menginginkan
putranya sendiri yang menikah dengan Dewi Sekardadu,
dengan harapan setelah putranya menikah dengan Dewi
sekardadu
bisa
menggantikan
kedudukan
Raja
Blambangan. Diam-diam Mahapatih menyusun rencana
untuk mewujudkan keinginan itu.
Akhiripun piyambakipun ngusadani Mbah Siti Sekardadu
termasuk putranipun Menak sempuyu. Dengan izin Alloh
SWT piyambakipun berangsur-angsur saras lan
pageblug ing negeri Blambangan ugi semanten, icalidi
pangestunipun Alloh SWT kelantaran Syeh Maulana
Iskak kalawau. Akhiripun dipundhaupaken inggih punika
Syeh Maulana Iskak kaliyan Mbah Dewi Sekrdadu (30 –
35)
Di dalam istana Dewi Sekardadu dan Syeh Maulana Iskak
hidup berbahagia sebagai suami istri, tidak terlalu lama Dewi

[Type text]

9

Sekardadu mengandung. Tetapi kebahagian itu tidak lama
mereka rasakan, karena Raja Menak Sempuyu berniat
mengusir
Syeh maulana Iskak merasa malu telah
mengingkari janji dan tidak mau memeluk agama Islam.
Raja menak Sempuyu memange syahadatin niku lisane
memang inggih, nanging batinipun taksih agami Hindu,
aslinipun lingsem kepingin ngusir
inggih punika
mantunipun. Sajeg kalawau Menak Sempuyu ngutus
dhateng patihe supados ngreka daya dospundi caranipun
medal saking negeri Blambangan (35 – 40)
9.

Syeh Maulana Iskak medengar dan melihat gelagat seperti
itu, di suatu tengah malam, berpamitan kepada istrinya
untuk meniggalkan Blambangan, meneruskan perjalanan
syiar agama Islam dan berpesan bila putranya lahir supaya
diberi nama Raden Paku. Dengan hati sedih Dewi
Sekardadu melepas kepergian Syeh maulana Iskak.
Sanalika Syeh maulana Iskak cekak-cukupipin terusir
medal saking negeri Blambangan dan wasiat inggih
punika dhateng istrinipun menaawi kakung mangke
piyambakipun badhe nengeri ingkang putra inggih punika
Ainul Yakin. Salajengipun Syeh Maulana Iskak medal
saking Blambangan, dengan istrinipun trenyuh sanget,
saking awratipun kalih kangmmasipun termasuk Syeh
Maulana Iskak medal saking negeri (45 – 50)
10. Mendengar kepergian Syeh Maulana Iskak Mahapatih
sangat senang hatinya, dan berharap keinginannya untuk
menikahkan putranya dengan dewi Sekardadu akan
terwujud.
Suatu
hari
mahapatih
mengungkapkan
keinginannya itu kepada raja, Sang Minak Sembuyu setuju.
Kemudian Dewi Sekardadu dipanggil dan menghadap sang
ayahanda. Dewi Sekardadu ketika itu kandungannya sudah
hampir
sembilan
bulan,
dan
kondisinya
sangat
memprihatinkan, badannya tidak terurus, wajahnya pucat,
karena terbawa kesedihan hatinya ditinggal suami dalam
kondisi hamil dan tidak mengetahui kapan bisa bertemu lagi.
Dan ketika kemudian diberitahu akan dinikahkan dengan
10

putra Mahapatih, Dewi Sekadadu hanya mampu
mengiyakan dengan meminta waktu sampai melahirkan
putra yang dikandungnya. Mahapatih bergirang hati,
demikian juga raja Minak Sembuyu. Raja Minak Sembuyu
berharap dengan menikah lagi kesedihan Dewi sekardadu
akan terobati.
11. Sesampai di keputren Dewi Sekardadu memanggil
pengasuhnya, dan menyusun rencana untuk menggagalkan
keinginan Mahapatih.
12. Mahapatih juga menyusun rencana setelah Dewi Sekardadu
melahirkan, bayi tiu harus segera disingkirkan agar kelak
tidak menjadi gangguan bagi putranya Mahapatih kembali
menghasut Raja menak Semputu dengan mengatakan
bahwa dia bermimpi bahwa akan lahir seorang bayi laki-laki
yang akan merobohkan kerajaan blambangan.
Boten dangu bobotanipun sampun meh sangang sasi,
ing ngriku patih Blambangan nyupena mbok bilih badhe
wonten bayi kakung ingkang lahir ing benjangipun badhe
ngrubuhaken kerajaan Blambangan. Salajengipun
mekaten Raja Menak Sempuyu wara-wara malih mbok
bilih ing benjang menawi wonten bayi kakung lahir
supados diperjaya sedaya (45 – 55)
13. Di Suatu malam, hanya ditemani para emban, Dewi
Sekardadu melahirkan sseorang putra. Demi keselamatan
putranya dengan berat hati memerintahkan salah satu
emban berserta suaminya untuk membawa putranya keluar
dari istana dan menghanyutkan putra yang telah diberi nama
Ainul Yakin di samudra, dan memasrahkan keselamatan
putranya hanya kepada Alloh SWT semata. Dengan pesan
untuk tetap mengawasi (ngulati) putranya itu sampai
mengetahui bahwa putranya telah ditemukan oleh
seseorang yang kebetulan melintas di laut itu. Dan juga
harus berusaha mengetahui siapa yang menemukan.
14. Bayi yang dilarung dilaut kemudian ditemukan oleh awak
kapal dari sebuah kapal dagang dari gresik. Dari
pembicaraan para awak kapal itu Mbok Emban mengetahui

[Type text]

11

bahwa kapal dagang itu kepunyaan Nyai Ageng Panitih,
seorang saudagar wanita yang belum mempunyai anak dan
anak yang ditemukan itu nanti akan diserahkan kepada
Juragannya yaitu Nyai Panitih. Dan diberi nama Jaka
Samodra. Setelah itu segeralah embok emban tersebut
pulang ke istana dan menghadap Dewi Sekardadu,
menjelaskan semua yang terjadi. Giranglah hati Sang Dewi,
karena mengetahui putranya telah selamat.
Crita ngenani bayi kakung kalawau dipanggihaken
dening saudagar sugih ingkang saking Gresik inggih
punika Pinatih, Mbok Randha Pinatih, saking Gresik
akhiripun Mbok Randha Pinatih kalawau kleresan boten
kagunga
putra,
saking
remenipun
manahipun
digulawentah dididik ngantos dewasa, dhateng Mbok
Randha Pinatih wonten Gresik (60 – 65)
15. Episode selanjutnya dimulai dengan kepergian Dewi
Sekardadu ditemani embok Emban meninggalkan istana
dengan diam - diam selain untuk menghindari pernikahanan
yang
sudah
direncanakan
bertahun-tahun
oleh
ayahandanya dan mahapatih, tujuan utamanya adalah
mencari suaminya dan putranya.
Nurut crita ingkang dipunasta Mbah dewi Sekardadu,
sasampunipun dipuntilar ingkang garwa lan putranipun,
piyambake lara wuyung, kepingin manggihi, madosi putra
lan garwanipun kalawau sahengga piyambakipun kaliyan
bekal
syariat
agami
Islam
ingkang
sampun
dipunparingaken dene Syeh maulana Iskak (70 – 75)
16. Untuk menghindari para prajurit Blambangan yang tentu
saja diutus oleh ayahanda, Dewi sekardadu bersama
abdinya berjalan melewati hutan belantara, mendaki
gunung, menyusuri sungai, hanya sesekali masuk
pedusunan untuk mencari/ membeli bekal. Tak terkira
penderitaan yang dialami Dewi Sekardadu sepanjang
perjalanan. Sesampai di wilayah bekas kerajaan Singosari,
tepatnya di daerah Lawang, Dewi Sekardadu berniat tinggal
12

lama, sambil berdakwah kepada masyarakat setempat, yang
saat itu belum beragama Islam.
17. Selama hampir selama 15 tahun waktu berlalu dari mulai
meninggalkan Blambangan sampai mesanggrah di Lawang,
Dewi Sekardadu merasa cukup untuk kembali meneruskan
kembali perjalanannya mencari putra dan suaminya.
Dengan ditemani abdinya kembali berjalan menuju utara,
mencari daerah yang bernama Gresik. Sesampai di
pelabuhan sedayu, segeralah utusan kepada abdinya untuk
mencari kabar tentang keberadaan putranya dan Nyai
Pinatih. Sementara Dewi Sekardadu beristirahat di desa
Barang.
kaliyan bekal syariat agami Islam ingkang sampun
dipunparingaken
dene
Syeh
maulana
Iskak,
piyambakipun terus mlampah mengaler-mengaler
sampek ndugi Kenjeran, ten mriku nggih napa niku
ngulang ngaos, dhateng tlatah Glagah termasuk
madepok wonten Baranggayam inggih ngulang ngaos,
mangidul sampek ndugi Lamongan, Kembangbahu,
sampeyan tingali tulisan kula ten mriku jelas (75 – 80).
18. Abdi Dewi Sekardadu, mendapat kabar bahwa Nyai Pinatih,
ibu angkat putranya telah meninggal dunia. Sementara
putranya setelah berguru kepada Sunan Ampel dan bertemu
ayahnya Syeh Maulana Iskak, sekarang bertempat tinggal
dan mendirikan pesantren yang kemudian menjadi kedaton
Giri. Bergelar Sunan Giri. Kabar itu segera disampaikan
kepada Dewi Sekardadu. Dewi Sekardadu segera kembali
mengutus abdinya untuk sowan ke kedaton Giri.
19. Sesampai di kedaton Giri abdi dewi Sekardadu tersebut
menceritakan semua dari awal riwayat pernikahan ibunda
dan ayahanda Sunan Giri, serta kelahiran Sunan Giri.
Setelah mendengar semuanya Sunan Giri segera bersiap
untuk menemui ibundanya di desa Barang.
20. Raden Paku atau Sunan Giri bertemu ibunda Dewi
Sekardadu di desa Barang, setelah bersukacita beberapa
hari, Sunan Giri mengajak ibunda untuk menetap di Giri,

[Type text]

13

tetapi Dewi sekardadu menolak, dan ingin melanjutkan
perjalanan sambil terus berdakwah.
21. Perjalanan Dewi Sekardadu bersama rombongan yaitu
embok emban yang mengikutinya sejak dari Blambangan,
ditambah Mbah Buyut Gading dan dua orang abdi yang
berasal dari desa Barang, dengan membawa seperangkat
gamelan, dilanjutkan ke barat, melewati hutan glagah,
sekarang menjadi nama desa Glagah, Kec. Glagah.
Sesampai di Deket sekarang istirahat beberapa hari.
Melanjutkan perjalanan ke arah barat sampai ke wilayah
yang sangat singit (kramat) sekarang bernama desa Kramat.
22. Perjalanan terus ke selatan sampai ke sebuah hutan yang
penuh dengan kembang yang berbahu harum dan berputar
sejenak untuk menikmati bahu arum kembang yang ada di
hutan tersebut. Sekarang wilayah itu bernama desa Puter
Kec. Kembangbahu. Perjalanan dilanjutkan keselatan,
mendaki gunung menyusuri tepian sebuah sungai, yang
airnya mengalir dari atas gunung tersebut. Sampailah Dewi
Sekardadu bersama rombongan di sebuah mata air yang
sangat jernih yaitu di sendang Tretes mantup. Di situ
rombongan Dewi Sekardadu mesanggrah beberapa waktu.
kaliyan bekal syariat agami Islam ingkang sampun
dipunparingaken
dene
Syeh
maulana
Iskak,
piyambakipun terus mlampah mengaler-mengaler
sampek ndugi Kenjeran, ten mriku nggih napa niku
ngulang ngaos, dhateng tlatah Glagah termasuk
madepok wonten Baranggayam inggih ngulang ngaos,
mangidul sampek ndugi Lamongan, Kembangbahu,
sampeyan tingali tulisan kula ten mriku jelas daerah
Lawangaagung, ngantos Deketagung (75 – 80)
23. Diceritakan juga disepanjang perjalanan Dewi sekardadu
beserta rombongan sambil ngamen, dengan misi syiar
agama Islam. Setelah dirasa cukup perjalanan dilanjutkan
lagi menuju ke barat, sampai di sebuah pintu gerbang bekas
pesanggrahan para raja Jenggala di masa lalu yaitu di desa
Lawanganagung, perjalanan terus berlanjut sampai di
14

Deketagung bekas pesanggrahan, dan berhenti di suatu
tempat yang agak tinggi tetapi disamping ada sebuah telaga
yang sangat jernih airnya. Dan memerintah rombongan
untuk berhenti, beristirahat dan untuk selanjutnya untuk
bersiap-siap membuat pondok di tempat itu, “Daerah
Lawangaagung, ngantos Deketagung, cumandhok wonten
ing dusun Gondang. Ing teng nriki Dewi Sekardadu empun
ketingalipun sreg, kalih ngajari masyarakat sekitaripun
dusun Gondang masalah syariat agami Islam”.
24. Selanjutnya, di situlah (yang kemudian hari bernama desa
Gondang) Dewi Sekardadu memutuskan untuk tinggal dan
mendirikan pondok sebagai sarana meneruskan cita-cita
suaminya yaitu Syeh Maulana Iskak, meskipun sampai saat
itu belum dapat bertemu dengan suaminya itu. Selain itu
Dewi Sekardadu berniat membantu kehidupan masyarakat
di situ yang dilihatnya sangat kekurangan.
25. Setelah beberapa waktu Dewi Sekardadu terkenal kaya raya
tetapi juga sangat dermawan, siapapun yang meminta
pertolongan selalu dibantu.Sepertinya kekayaan itu tidak
ada habisnya. Demikian juga sebagai Guru Ngaji/Nyai,
pondok Dewi sekadadu sangat terkenal, santrinya banyak
dan berasal dari luar wilayah. Yang membuat orang kagum
adalah ketika para santri makan dan ketika mengadakan
kenduri yang dihadiri oleh para penggembala yang
berjumlah 40 orang, Dewi Sekardadu hanya menyediakan
nasi sacething (satu bakul nasi) dan satu kendhil sayuran,
tetapi berapapun orang yang makan selalu cukup tidak
pernah kurang/ habis.
Salajengipun Mbah dewi Sekardadu niku madosi
piyambak nanging laer angen, onten angen sapi diceluk,
angen kebo, angen wedhus. Pun lare angen
dipunklumpukaken ontene lare sekawan dasa sekawan
kirang langkungipun sekawan dasa niku. Akhiripun
wonten sekul sing wonten kendhil laukipun ayam, kain
mori lajeng wonten artane ingkang saking emas jaman
semanten niku golden niku emas, ngijabahan “ le
mengko nek wis takdongani sampeyan gak oleh oyokan,

[Type text]

15

siji njupuk siji njupuk, sampek akhir”. Tapi nyatane wong
lare-lare angen, lare kemroka mantun didoai
kiyambakipun kain mori empun diseret, artane disaki,
sekule ditubleg, lauke ditubleg teng ngriku kosong. Pun
mundur ternyata sik penuh utuh, kados awala kalawau,
dados lare kalawau bergiliran ngantos telase lare nembe
kendhil saged kosong (145 – 150)
26. Kekayaan dan kesaktian Dewi Sekardadu yang hanya
seorang janda, membuatnya sangat terkenal. Sehingga ada
sekelompok perampok yang mencoba merampok di kediam
Dewi Sekardadu, tetapi tidak berhasil karena kadahuluan
pagi menjelang. Hal itu membuatnya dewi Sekardadu
semakin terkenal, sebagai seorang janda yang terusir (kagondang) tetapi sangat kaya raya. Pada akhirnya Dewi
sekardadu terkenal dengan sebutan Mbok Randa Gondang,
dan tempat itu pun bernama Gondang.
27. Seiring waktu berlalu Mbok Randa Gondang semakin tua
dan pada akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di situ.
Sebelum meninggal Mbok Randa Gondang 1) meminta
untuk dikubur bersama gamelan dan teken serta beberapa
barang miliknya, 2) dan apabila masyarakat ingin membalas
budinya cukup membuang segenggam tanah diatas
makamnya.
”mbah mbok kula mbah panjenengan utangi arta, wong
panjenengan niku klasane, lan yatrane kangge sinten
mbah? Kula utange mawon”. Lajeng Mbah Dewi
Sekardadu ngaten “ Lha iya ndhuk kowe utang pira?
Mbukaka nang ngisor klasa iku”. Saumpami setunggal
juta inggih wontenipun setunggal juta, critane, lajeng
saking kathahipun tiyang nyambut, saunine napa mawon
kiyambake bakal keturutan saking karomahe Mbah Dewi
Sekardadu, dengan syarat kiyambake purun nglakoni
dhateng prentahe Gusti Alloh lan nilar napa kang dados
awisanipun. Lajeng pesenipun ingkang terakhir, bekne
sampun sepuh mbok bilih sampun kapundhut kalih Alloh
SWT menawi enten sing dereng saged nyaur kapurih
mbeta siti sagegem minangka dipunikraraken minangka
16

penyaur utang kalawau. Niku wasiate Mbah dewi
Sekardadu (120 – 130)
Pengelompokan episode sesuai dengan ceritheme-ceritheme
(mengandung tema tertentu).
Episode I (pada no 2,6 dan 8) digambarkan tokoh raja Minak
Sembuyu, yang telah berjanji tetapi tidak menepati janji (ingkar) ,
dan (pada no 7, 9, 10, 11,12 ) digambarkan tokoh mahapatih yang
sangat licik, dan selalu berfikir untuk mencari keuntungan
meskipun dengan jalan mengingkari janji atau bertindak yang keji
terhadap orang lain. Sifat-sifat yang demikian itu tidak akan
mendapat hasil yang sesuai dengan keinginanannya, andaikan
berhasilpun hanya sementara waktu.Sementara (pada no 8 )
digambarkan tokoh Dewi Sekardadu yang menepati janji mau
diperistri dan mau mengikuti ajaran Syeh Maulana Iskak. (pada no
6-7) digambarkan Syeh Maulana Iskak adalah seorang yang jujur
dan bertanggungjawab terhadap apa yang menjadi tugasnya
meskipun hasilnya mungkin tidak dapat dipetik sekarang, mungkin
yang akan merasakan anak cucunya kelak. Dapat digambarkan :
MS dan MP : tidak mau menepati janji dan licik, ingin
memang sendiri
DS dan SMI : menepati janji, dan jujur/bertanggungjawab,
mengalah.
Hal tersebut menjadi sebuah kebalikan bila dibandingkan
antara tokoh-tokoh tersebut. Kebalikan dalam hal sifat tokoh, sifat
ingkar dan licik dibandingkan dengan sifat menepati janji dan
jujur/bertanggungjawab.
Dilihat dari sudut pandang budaya Jawa, seorang itu bila
berjanji jangan sampai mengingkari apalagi seorang bangsawan
(orang terpandang) terutama bagi seorang pemimpin atau raja,
sabda pandita ratu ora kena wola-wali, karena Ratu/Pemimpin itu
ibarat wakil Alloh SWT, Alloh bersifat mutlak menepati janji,
seorang wakil tidak boleh berbuat sebaliknya, apabila berbuat
sebaliknya maka yang menerima akibat tidak hanya dirinya dan
keluarganya sendiri tetapi juga seluruh bawahan dan rakyatnya.

[Type text]

17

Pada episode I ini dilihat dari struktur naratif merupakan tahap
perkenalan.
Episode II (pada no 7,9,10,11,12) digambarkan tokoh
mahapatih , seorang abdi yang berkianat kepada gustinya, (pada
no 13- 15) digambarkan tokoh mbok Emban, abdi yang begitu
setia kepada gustinya. Dalam tradisi Jawa, kesetiaan seorang
abdi terhadap tuannya adalah sebuah keniscayaan, seperti halnya
manusia sebagai hamba Alloh, dan bila terjadi pelanggaran akibat
terburuk pasti diterimanya. Episode II ini merupakan hubungan … .
MS :
menolak menepati janjinya untuk mengikuti ajaran
SMI
SMI dan DS : menikah, berbahagia.
DS :
Hamil
Di episode ini, fungsi pengontrol berlaku, dan apakah nilainilai itu sekarang masih berlaku atau tidak pada masyarakat Jawa
pada masa sekarang,merupakan sebuah pertanyaan yang dapat
dijawab dengan melihat dan
merasakan apa yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat Jawa khususnya dan Indonesia pada
umumnya. Pada episode II ini merupakan tahap pemunculan
konflik.
Episode III (pada no 10, 11, 13, 14 15) menggambarkan
bagaimana keikhlasan, kesetian dan kebulatan tekad Dewi
Sekardadu untuk tetap mempertahankan keutuhan dan esucian
rumah tangganya. Dengan keiklasan penuh merelakan kepergian
suami tercintanya untuk berdakwah dengan menghindari konflik
dengan ayahandanya, juga keiklasan hati ketika harus melepaskan
putranya untuk dilarung di lautan dengan memasrahkan seluruh
keselamatan putranya pada kuasa Alloh SWT. Dan kemudian
bertekat untuk menemukan kembali suami dan putranya walaupun
menyadari tidaklah mudah jalan yang akan ditempuh.
Yang menarik dalam ketiga episode itu adalah adanya
pertentangan (oposisi) antara nilai-nilai yang terkandung dalam
cerita itu, nilai-nilai yang bersifat negatif seperti kelicikan,
pengkianatan, ingkar janji dioposisikan dengan kejujuran/
bertanggungjawab, kesetiaan, dan menepati janji. Disertai
18

dengan sifat dan sikap postif yang lain seperti, ikhlas, pasrah,
mengalah dan kebulatan tekad. Manusia Jawa baru dikatakan
njawa, bila berada pada posisi positif, selaras dengan berbagai
falsafah orang Jawa, seperti ngundhuh wohing pakarti, sapa jujur
bakal mujur, nrima ing pandum, sabaya mukti sabaya mati, wani
ngalah luhur wekasane, sura dira jayaning rat, lebur dening
pangastuti dan masih banyak lagi lainnya. Pada episode II dan II
peningkatan konflik sudah mulai terlihat.
MP :
menghasut MS untuk membunuh/mengusir SMI
dan berencana membunuh putra SMI dan DS.
SMI : berpamitan kepada DS, DS sedih hatinya.
DS : melahirkan dan menghanyutkan putranya di selat
Bali.
Fungsi pengontrol, pengukuhan dan penegasan pada apa
yang menjadi keyakinan dan falsafah masyarakat Jawa,
terkukuhkan untuk terus dipegang teguh oleh masyarakat
pendukungnya.
Episode IV (pada no1, 11, 15, 16) menceritakan bagaimana
kesedihan Dewi Sekardadu, ketika mengalami sakit parah yang
hampir-hampir tidak tersembuhkan, juga setelah kepergian suami,
dan semua permasalahan itu harus dihadapi sendiri, mulai dari
masa kehamilan sampai kelahiran, juga permasalahan yang
ditimbulkan oleh akal licik dari Mahapatih. Sementara (pada no 8,
17, 18, 19) kebahagiaan yang diterima oleh Dewi Sekardadu juga
sebanding dengan kesedihan yang dialami, yaitu ketika
disembuhkan dari sakit, menikah dengan Syeh Maulana Iskak,
sesorang yang sangat alim dan terhormat. Dan setelah melalui
perjalanan yang sangat luar biasa, juga mendapat kebahagian
yang setimpal, yaitu dapat bertemu putranya yang telah menjadi
seorang Raja bergelar Sunan Giri, yang sangat terhormat dan
terkenal sangat alim. Yang menarik pada episode ini adalah
sebuah kepercayaan masyarakat Jawa, bahwa: ing donya kuwi
anane loro/sajodho, kalau ada kesedihan pasti akan ada masa
kebahagiaan.

[Type text]

19

MP :

menginginkan DS untu dinikahkan dengan
putranya.
MS : menyetujui permintaan MP.
DS :
mengiyakan permintaan MP, tetapi dalam hatinya
menolak dan menyusun rencana untuk menggalakan
pernikahan itu. Semua kesedihan dan penderitaan
diterima dengan sikap keikhlasan yang luar biasa
sebagai perempuan. Sebagai tanggungjawab seorang
istri dan ibu,
DS : memutuskan untuk mencari suami dan putranya.
RP : diasuh oleh Nyai Pinatih
RP :
berguru ke Sunan Ampel dan bertemu dengan
ayahnya SMI
DS :
bertemu dengan putranya RP.
Episode V (pada no 20,21, 22, 23) menceritakan bagaimana
kebulatan tekad dan ketabahan Dewi Sekardadu ketika
memutuskan menolak permintaan putranya untuk menetap di
Kedaton Giri. Dewi Sekardadu memilih melanjutkan perjalanan
untuk meneruskan dakwah/syiar agama Islam, meneruskan
perjuangan suami tercinta yang tidak bisa ditemuinya, sebagai
bentuk baktinya sebagai seorang istri. Juga kepasrahan menerima
dan menjalani takdir dari Alloh SWT.
Pada episode IV dan episode V, ini tergambar dengan jelas
bagai sebaiknya seseorang yang merupakan bagaian dari
masyarakat Jawa, harus menyadari bahwa semua peristiwa yang
dialami manusia di bumi ini (kesedihan, kebahagian, jodoh,
kelahiran, rezeki, dan kematian) hanyalah mengikuti takdir yang
sudah digariskan oleh Alloh SWT, dengan tetap harus berikhtiar
semaksimal mungkin sesuai dengan batas akhir kemampuan yang
diberikan Alloh SWT. Episode ke IV dan V merupakan konflik.
Sampai pada klimaks
RP :
mengajak ibundanya untuk tinggal di Pesantren Giri.
DS :
bersikukuh untuk mengikuti takdirnya, sebagai
seorang istri yang berkuwajiban meneruskan
perjuangan suami.
DS:
tidak pernah bertemu dengan suaminya.
20

Episode VI (pada no 23, 24 dan 25) pada episode ini Dewi
sekardadu sudah menetap di desa Gondang dan terkenal dengan
nama Mbok Randa Gondang, diceritakan bagaimana Mbok Randa
Gondang menebar kebaikan kepada masyarakat sekitar dan
kepada siapapun yang meminta pertolongan, juga ketekunannya
mengajar mengaji kepada masyarakat sekitar juga kepada seluruh
santrinya yang datang dari luar wilayah Gondang. Kelebihan,
kesaktian, kekayaan, kebaikan, kedermawan dan ketekunan itu
membuatnya menjadi terkenal. Hal tersebut mengundang niat
jahat penjahat untuk merampok hartanya. Tetapi atas kuasa Alloh
SWT niat jahat itu tidak kesampaian. Fungsi pengukuhan terhadap
suatu kepercayaan kolektif masyarakat Jawa masih sangat
percaya orang baik selalu dilindungi oleh Yang Maha Kuasa. Itu
hal yang menarik yang dapat ditemui dalam episode VI ini. Apakah
nilai kepercayaan itu masih berlaku sampai sekarang? Masih
relevankah? Bila realita yang dihadapi masyarakat sekarang
adalah bisa saja orang baik dianggap dan dijadikan jahat,
sementara orang jahat, ditokohkan menjadi orang baik, hanya
karena demi kepentingan seseorang atau kelompok. Demikian
juga orang yang mempunyai kelebihan, kesaktian, ketabahan,
kebaikan yang luar biasa, pastilah bukan orang sembarangan,
tentu mempunyai latar belakang silsilah yang paling tidak
keturunan para raja/bangsawan atau minimal keturunan orang
alim. Kepercayaan ini juga masih diyakini oleh masyarakat Jawa.
Tetapi betulkah dalam realita social pada masa sekarang, karena
ternyata tidak semua keturunan orang baik akan menjadi baik,
demikian juga tidak semua keturunan orang jahat menjadi jahat,
seperti sebuah peribahasa tunggak jati mati, tunggak jarak mrajak,
tentu saja dengan berbagai sebab, akibat ulah manusia itu sendiri.
Pada episode VI sampai pada anti klimak.
DS: menetap di desa Gondang, membantu kesulitan hidup
masyarakat Gondang dan sekitaranya.
DS : mendirikan pondok dan mengajar ngaji
Episode VII (pada no 26) mengisahkan akhir dari sebuah
perjalanan panjang Dewi Sekardadu atau Mbok Randa Gondang,

[Type text]

21

dalam menjalani takdirnya sebagai manusia yang taat dan
menerima takdir dari Alloh SWT. Sebagai tahap penyelesaian
terangkum dalam episode VII ini.
DS : meninggal Dunia
2. Fungsi Cerita Bagi Masyrakat
Kisah perjalanan ini sama seperti cerita-cerita mite atau
dongeng yang lain, mempunyai fungsi (Ahimsa Putra dalam
Sudikan, 2001: 35) bagi masyarakatnya. 1) sebagai alat
pengesahan pranata sosial, 2)sebagai alat pengesahan pranatapranata dan lembaga –lembaga kebudayaan, 3) sebagai
pengawas dan pemaksa agar norma-norma masyarakat akan
selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Fungsi ceritanya ini sebagai pengesahan pranata-pranata dan
pengukuhan nilai budaya yang selama ini menjadi falsafah orang
Jawa umumnya dan umat Islam pada khususnya di wilayah desa
Godang sekitarnya.
Dalam budaya Jawa seorang wanita ideal Masyarakat Jawa
memandang wanita Jawa itu selain cantik lahiriyah juga cantik
batiniyah. Wanita cantik secara fisik adalah wanita sebagai
makhluk indah yang dengan kecantikannya menunjukkan sisi
keserasian dan keindahan. Wanita adalah bumi yang subur, yang
siap menumbuhkan tanaman. Wanita adalah bunga yang indah,
menebarkan bau harum mewangi dan membuat senang siapa saja
yang melihatnya.
Dewi Sekardadu ingkang aslinipun saking Blambangan
putra dari Menak Sembuyu. Rikala semanten Raja Menak
Sempuyu ingkang agamanipun Hindu Budha ingkang
penyebaranipun sangat pesat, kagungan putra setunggal
naminipun Dewi Sekardadu. Ayuning rupa wonten negari
Blambangan termasuk boten wonten bandinganipun (5).
Wanita cantik secara batin adalah sosok yang seolah
diwajibkan untuk menjadi wanita dalam artian wani ditata atau
berani diatur hidupnya. Narima ing pandhum, dimana wanita harus
mau (narima) dan mampu menjadi pendamping laki-laki seberat
apapun bebannya, demi menunjukan rasa cinta itu kepada suami.
22

Sampai-sampai untuk menyebut pasangan digunakan istilah
garwa, sigarane nyawa, atau belahan jiwa. Istilah garwa ini untuk
menepis anggapan bahwa wanita dalam budaya Jawa hanya
sekedar kanca wingking, walau posisinya seringkali tetap di urutan
kedua.
Dalam kehidupan nyata tidak semua wanita Jawa memenuhi
semua kriteria itu, sebagai manusia biasa tentu ada kelebihan dan
kekurangannya, ada sisi positif dan ada sisi negatif, kontradiksi
seperti itu selalu saja ada, dan menimbulkan konflik baik secara
individual wanita Jawa itu sendiri, wanita Jawa pada khususnya
dan masyarakat Jawa umumnya. Tidak semua wanita terlahir
cantik secara fisik menurut kriteria umum, karena cantik secara
fisik itu relatif bagi maing-masing orang yang memandang.
Sementara kriteria cantik batiniyah itu disepakati bersama secara
kolektif oleh masyarakat Jawa. Kriteria-kriteria itu bagi wanita Jawa
sangatlah sulit untuk memenuhi semuanya. Salah satu contoh
kriteria sifat nrima (dari sisi negatif maupun positif), itu sangat sulit
sekali dilaksanakan, karena keinginan berontak, memenuhi
keinginan, dan menunjukkan jati dirinya lebih dominan. Seperti
halnya Dewi Sekardadu, yang dalam posisi lemah, tidak serta
merta menerima apa yang dikehendaki oleh orang lain (Ayahnya
dan Patih), dan menyikapinya secara positif dengan kehalusan
sikap dan ketetapan hatinya mampu menentukan dan
memutuskan apa yang harus dilakukan, dengan menyadari betul
resiko yang harus dihadapinya.
Sasampunipun dipuntilar ingkang garwa lan putranipun,
piyambake lara wuyung, kepingin manggihi, madosi putra
lan garwanipun kalawau sahengga piyambakipun kaliyan
bekal syariat agami Islam ingkang sampun dipunparingaken
dene Syeh maulana Iskak, piyambakipun terus mlampah
mengaler-mengaler sampek ndugi Kenjeran, ten mriku nggih
napa niku ngulang ngaos, dhateng tlatah Glagah termasuk
madepok wonten Baranggayam (75 – 80)
Sementara kebanyakan wanita tidak dapat mengambil keputusan
secara positif, atau bahkan mengambil jalan pintas secara negatif,

[Type text]

23

dengan menerima begitu saja kehendak orang lain, atau kalau
tidak mungkin bunuh diri dan lain sebagainya.
Penokohan Dewi Sekardadu oleh masyarakat Gondhang ini
untuk memenuhi harapan dan impian mereka akan sebuah sosok
wanita ideal yang sesungguhnya dan bisa djadikan panutan.
Sebagai wanita yang mampu menjaga kehormatan dirinya,
sebagai seorang istri yang patuh dan taat pada suami dan mampu
menjaga kesucian rumah tangganya, sebagai seorang ibu yang
sangat bertanggungjawab terhadap putranya, dengan demikian
memenuhi kriteria sebagai wanita Jawa yang ideal,
Sanalika Syeh maulana Iskak cekak-cukupipin terusir medal
saking negeri Blambangan dan wasiat inggih punika
dhateng istrinipun menaawi kakung mangke piyambakipun
badhe nengeri ingkang putra inggih punika Ainul Yakin.
Salajengipun Syeh Maulana Iskak medal saking
Blambangan, dengan istrinipun trenyuh sanget, saking
awratipun kalih kangmmasipun termasuk Syeh Maulana
Iskak medal saking negeri (40 – 45)
Dewi Sekardadu adalah juga seorang muslimah. Sebagai
seorang muslimah yang taat dan bertanggungjawab, yang hidup
ketika itu, dimana hampir semua masyarakat masih menganut
agama Hindu dan Budha, mempunyai kewajiban untuk
mensyiarkan agama Islam yang dianutnya. Sehingga penokohan
Mbok Randha Gondang itu sebagai lambang perjuangan syiar
agama Islam di desa Gondang dan sekitarnya.
Sasampunipun dipuntilar ingkang garwa lan putranipun,
piyambake lara wuyung, kepingin manggihi, madosi putra
lan garwanipun kalawau sahengga piyambakipun kaliyan
bekal syariat agami Islam ingkang sampun dipunparingaken
dene Syeh maulana Iskak, piyambakipun terus mlampah
mengaler-mengaler sampek ndugi Kenjeran, ten mriku nggih
napa niku ngulang ngaos, dhateng tlatah Glagah termasuk
madepok wonten Baranggayam (75 – 80 ).
Perjuangan syiar Mbok Randha Gondang menjadi sebuah
kebanggaan kolektif bagi masyarakat Gondang, karena ketokohan
24

dan perjuangan Mbok Randha Gondang juga diakui oleh sebagian
masyarakat di Kab. Lamongan, terbukti setiap Hari Jadi Kabupaten
Lamongan, para petinggi ziarah di makam Mbok Randha
Gondang, pada hari-hari dan bulan-bulan tertentu ada peziarah
yang terdiri dari jamaah tarekat dari daerah lain juga melakukan
ritual di situ.
Termasuk mbah Dewi Sekardadu menika leluhur, termasuk
perjuangan dengan gigih dengan ajaran Syeh maulana
Iskak piymbakipun asal agama Budha gantos Islam.
Samngke makamipun taksih dipunziarahi, dipunuri-uri
inggih punika tiap tahunipun dipunperingati saking
Kabupaten Lamongan mbok bilih Mbah dewi Sekardadu
adalah pejuang, pejuang negara dan pejuang Islam di
tlatah kabupaten Lamongan (115 – 120).
Sebagai penegasan nilai utama wanita Jawa, Cerita
Perjalanan Mbok Randha Gondang bisa ditafsirkan sebagai
sebuah upaya untuk menegaskan bagaimana seharusnya seorang
wanita muslimah Jawa, bersikap dan mendudukkan dirinya
sebagai seorang wanita tama, yaitu seorang wanita yang mampu
menjaga kehormatan dirinya dalam kondisi apapun, mampu
menjadi istri yang baik, mampu menjadi ibu yang baik, dan mampu
menjadi seorang pejuang yang tangguh dalam memperjuangkan
agama, cita-cita dan harapannya.

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis tentang formulsi
plot dan fungsinya/perannya dari keseluruhan kisah perjalanan
Mbok Randha Gondang mencari putranya ini
1. merupakan dongeng (mythe/legenda) yang berfungsi untuk
mempertegas, mengukuhkan, dan mengontrol nilai dan
falsafah yang dipegang teguh oleh masyarakat gondang
sekitarnya, masyarakat Jawa dan Indonesia umumnya.
Bahwa semua takdir itu telah ditentukan oleh Alloh SWT,

[Type text]

25

sebagai umat manusia tidak akan mampu memilih, tetapi
wajib berikhitiyar, dimana kesedihan, dan kebahagiaan,
kesetiaan dan pengkianatan, kejujuran da kelicikan, akan
datang silih berganti.
2. Sebagai alat mendidik generasi muda tentang sosok contoh
wanita ideal, adalah wanita yang cantik lahir dan batin,
lembut, penyayang, tetapi teguh dalam pendirian dan
tangguh dalam berjuang. .
3. Sebagai kebanggaan kolektif tentang perjuangan seorang
wanita dalam memperjuangkan agama Islam dan
kemakmuran masyarakat di sekitarnya. Meskipun tokoh
dalam kisah perjalanan ini merupakan tokoh yang benarbenar pernah ada dan merupakan tokoh sejarah tentang
kebenaran dan keakuratan datanya masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.

26

DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja,James
1991 Folklor Indonesia: ilmu gosip, dongeng dan lain-lain
Jakarta. Jakarta: Grafitipers
Sudikan, Setya Yuwana
2001 Metode Penelitian Sastra Lisan: paradigma,
pendekatan, teori, kosep,tehnik penyususnan proposal,
tehnik pengumpulan data, tehnik analisis data, dan
tehnik penulisan laporan.Surabaya: Citra Wacana

[Type text]

27

ANALISIS STRUKTUR NARATIF VALDIMIR PROPP: Cerita
Rakyat Endang Rara Tompe
A.
Pendahuluan
Cerita Endang Rara Tompe (ERT), ini adalah satu dari varian cerita
yang bersumber dari cerita Panji. Dengan tokoh utama yang sama
yaitu Raden Panji Asmarabangun dan Dewi candra Kirana. Cerita
Panji adalah sebuah legenda yang termasuk legenda perorangan.
Legenda ini berkisah tentang seorang pangeran dari Kerajaan
Kahuripan, yang selalu kehilangan istrinya Dewi Candra
Kirana/Dewi Sekartaji, atau juga Dewi Candra Kirana yang selalu
kehilangan suaminya. Sehingga menimbulkan banyak versi,
seperti ‘Ande-ande Lumut’, dan Kethek Oglerng (seorang
pangeran yang menjelma menjadi seekor kera) (Danandjaya,
1991:74).
Cerita Panji telah ditelaah oleh para ahli, santara
lain, C.C.Berg (1928) yang memaparkan masa penyebaran cerita
Panji di Nusantara yang berkisar antara tahun 1277 M (peristiwa
Pamalayu) hingga ± 1400 M. C.C.Berg menambahkan bahwa
cerita Panji berkembang di kalangan istana raja-raja Jawa Timur,
dan
juga
dalam
lingkungan
istana-istana
Bali.R.M.Ng.Poerbatjaraka menelaah perkembangan dan inti cerita
Panji dengan mengemukakanbahwa cerita Panji berkembang
pesat pada masa keemasan kerajaan Majapahit, dengan
berpedoman pada pendapat W.F.Stutterheim yang menyatakan
bahwa relief tokoh Panji dan para pengiringnya yang ditemukan di
daerah Gambyok, Kediri, relief tersebut dibuat sekitar tahun 1400
M. Inti cerita Panji menurut R. Ng. Poerbacaraka (1968) ada enam
unsur, 1) pelaku utama ialah Inu Kertapati, putra Raja Kuripan, dan
Candra Kirana putri Raja Daha, 2) pertemuan Panji dengan
kekasih pertama, seorang dari kalangan rakyat, dalam suatu
perburuan, 3)terbunuhnya sang kekasih, 4)hilangnya Candra
Kirana, calon permaisuri Panji, 5) adegan-adegan pengembaraan
dua tokoh utama, dan, 6) bertemunya kembalidua tokohutama,
yang kemudiandiikat dengan perkawinan. AnalisisDanandjaya,
dalam bukunya yang berjudul A Javanese Cinderella Tale with a
Pedagogical Value, menyebutkan cerita Panji dengan judul ‘Ande28

ande Lumut’ ini termasuk cerita dengan tipe Cinderella Jawa tipe
510A (1991:99).
Cerita ERT yang akan dianalisis ini,tokoh dan peran Kethek
Ogleng tidak sama dengan yang disebutkan oleh Danadjaya.
Danandjaya menyebutkan bahwa Kethek Ogleng adalah jelmaan
dari seorang pangeran (Danandjaya, 1991:74), sementara dalam
ERT Kethek Ogleng adalah jelmaan dari seorang Dewa yaitu
Bathara Narada.
ERT akan dianalisis dengan menggunakan analisis struktur
naratif
dari Valdimir Propp. Analisis ini bertujuan untuk
menemukan fungsi pelaku dan penyebarannya dari cerita ERT.
B.
Teori Struktur Naratif Ala Valdimir Propp
Prinsip dasar analisis struktur Valdimir Propp adalah sebuah
dongeng itu pada prinsipnya mempunyai tipe yang sama dalam
struktur plotnya. Sehingga dalam sebuah cerita dongeng itu para
pelaku dan sifat-sifatnya bisa berubah tetapi perbuatan dan peran
mereka tetap sama, dalam arti sama atau mengisyaratkan
perbuatan yang sama. Perbuatan itu disebut fungsi (Sudikan,
2001:67).
Menurut Propp ada 31 satu fungsi. Skema fungsi yang
dikembangkan oleh Propp ini berlaku untuk umum untuk semua
jenis dongeng. Akan tetapi tidak semua dongeng harus memiliki
semua fungsi, ada juga dongeng yang jumlahyang terbatas
(Sudikan, 2001:68). Ketiga puluh fungsi itu adalah :
1. Seorang anggota keluarga meninggalkan rumah
2. Satu larangan diucapkan kepada ksatria
3. Larangan dilanggar
4. Penjahat mencoba mendatangi
5. Penjahat menerima pemberitahuan tentang mangsanya
6. Penjahat mencoba memperdaya mangsanya dengan
tujuan untuk memiliki ( menjadikan isteri atau suami )
atau merampok hartanya
7. Mangsa terperdaya dan dengan kesadaran justru
membantu musuhnya

[Type text]

29

8.

Penjahat menyusahkan atau menciderai seorang
anggota keluarga (8a) Seorang anggota keluarga yang
sama kekurangan sesuatu atau ingin memiliki sesuatu
9. Kecelakaan atau kekurangan dimaklumi, ksatria diminta
atau diperintah , ia boleh pergi atau disuruh pergi
10. Percari bersepakat atau memutuskan untuk membalas
11. Kesatria meninggalkan rumah
12. Kesatria diuji, ditanya, diserang dan lain-lain yang
menggiring kesatria kearah penerimaan yang sama ada
sesuatu alat magis atau pembantu
13. Kesatria membalas orang yang memberi tindakan
sesuatu tersebut
14. memperoleh agen sakti
15. Ksatria dipindahkan, diantar atau dipandu ke tempattempat objek yang dicari
16.Ksatria dan penjahat terlibat dalam pertarungan
17.Ksatria ditandai
18.Penjahat dibunuh
19.Kecelakaan atau kekurangan awal diatasi
20.Ksatria pulang
21.Ksaria dikejar
22.Ksatria diselamatkan
23.Ksatria yang tidak dikenali , tiba di negerinya atau negeri
lain
24.Ksatria palsu menyampaikan tuntutan palsu
25.Tugas berat diemban oleh ksatria
26.Tugas dapat diselesaikan
27.Ksatria dikenali
28.Ksatria palsu atau penjahat terbuka
29.Ksatria menjelma dengan wajahnya yang baru
30.Penjahat dihukum
31.Ksatria menikah dan naik tahta
C.
Ringkasan Cerita.
Cerita rakyat berjudul Endang Rara Tompe yang akan dibahas ini
berasal dari cerita rakyat yang berkembang di Kabupaten Pacitan,
yang ditulis oleh Bonari Nabonenar berbahasa Jawa, terangkum
dalam Cerita Rakyat Jawa Timur, yang diprakarsi oleh Paguyuban
Pengarang Sas