257840466 LINGUA STBA LIA Vol 8 No 1 2009

ISSN 1412-9183

Volume 8 Nomor 1, Maret 2009

JURNAL \LH\A\-l
2:

Sekolah Tinggi
Bahasa Asing

S T BA

-

--

ISSN 1412-9183
Volmne 8 Nomor 1, Maret 2009

JURNAL ILMIAH


LINGUA
PUSATPENELITIAN DANPENGABDIANPADAMASYARAKAT
SEKOlAHTINGGI BAHASAASING UAJAKARTA
Penasihat
Dr. Ekayani Tobing
Penanggung Jawab

Sulistini Dwi Putranti MHum.
Penyunting Penyelia

AslmlaniMunir, M Pd
Penyunting Pelaksana

Dewi A. Yudhasari, MHum.
Agus Wahyudin, MPd
Penyunting TamuIPenelaah AhJi
Dr. Agus Aris Munandar

Sekretaris
Agus Wahyudin, MPd

TataUsaha

Tety Kurman
Alamat Redaksi

Jalan Pengadegan Tnnur Raya No.3
Telepon(021) 79181051, Faksimile (021) 79181048
E-mail: askalanimunir@yahoo.com

ISSN 1412-9183
Volume 8 Nomor 1, Maret 2009

JURNAL fLHtAH

LINaUA
DAFTARISI

Jendela

1


Beberapa Kendala dalam Penetjemahan Novel Jepang
Jargon Johana

1-17

Bahasa IkIa.n Politik Partai Demokrasi Indonesia
Petjuangan (PDIP) pada Kampanye Pemilu Legislatif2009
Katubi
.J Produktivitas I-Sf Sebagai Penanda Jamak Nomina Regular

18-37

38-54

Pada Teks "Brain Powered" dalam Reader's Digest
EdisiMei2007
Neneng Sri Wahyuningsih
Implementasi e-Learning dalam Pengajaran Pemahaman
Membaca

setyowati
Pedoman Penulisan Jumal Dmiah LINGUA

55-79

Menetjemahkan adalah mengalihbahasakan suatu bahasa ke bahasa lain.
Ketika menetjemahkan, ada beberapa kendala yang pasti akan dihadapi, baik
. teknik maupun nonteknis. Hal ini dapat tetjadi karena perbedaan geografis dan
karakteristik antardua bahasa yang digunakan, seperti struktur kalimat,
onomatope dan mimesis, serta adat atau kebiasaan. Untuk menghadapi kendalakendala dalam penetjemahan diperlukan sejumlah cara. Seperti apakah itu?
Silakan Anda baca dalam tulisan pertama, "Beberapa Kendala dalam
Penetjemahan Novel Jepang".
Berbagai cara bahasa digunakan, tidak saja untuk penetjemahan seperti
di atas, tetapi bisa juga untuk iklan, tidak terkecuali untuk politik. Melalui
bahasa politik sebuah partai dapat memperkuat atau memperlemah kekuasaan.
PDIP sebagai partai oposisi mencoba menggunakan bahasa iklan sebagai
perlawanan atas kesuksesan yang selalu diekspos oleh pihak pemerintah.
Bahasa iklan apa saja yang dilakukan oleh PDIP saat kampanye 2009?
Sehmgkapnya dapat dibaca dalam tulisan kedua ini:
Penggunaan bahasa juga dapat dilihat berdasarkan pembentukannya,

seperti halnya tulisan ketiga berikut. Produktivitas -s sebagai penanda jamak
nomina regular temyata banyak muncul padat teks, misalnya "Brain Powered"
dalam Reders Digest edisi Mei 2007 yang lalu. Seberapa banyak produktivitas s dalam teks tersebut? Kita amati secara saksama hasil penelitian sekaligus
tulisan ketiga ini.
Supaya pembelajaran bahasa diperoleh maksimal, diperlukan berbagai
cara untuk mencapainya. Salah satu cara itu adalah penerapan e-learning dalam
pengajaran pemahaman membaca mata pelajaran Bahasa Inggris. Dalam
penelitian ini didapatkan simpulan bahwa kelas yang diberi perlakuan dengan
menggunakan metode e-Iearning lebih responsive jika dibandingkan dengan
kelas yang tidak diberi perlakuan metode tersebut. Telaah studi eksperimen ini
sangat menarik sebagai altematif pembelajaran bahasa Inggris. Agar Iebih jelas,
kita simak Volume 8, N omor 1, Maret 2009.
Jakarta, 09 Maret 2009
Redaksi
lendela

BEBERAPA KENDALA DALAM PENERJEMAHAN NOVEL JEPANG
Jonjon Johana, M. Ed:
Abstrak
Secara umum, penerjemahan adalah mengalihbahasakan suatu bahasa ke dalam bahasa

lain, sedangkan secara khusus, penerjemahan dapat dilakukan dengan mengambil intisari
makna yang tersirat di dalam suatu ujaran atau pemyataan. Artinya, menarik simpulan dari
ujaran atau pemyataan dengan cara mengubahnya dengan kata-kata yang lebih sederhana dan
jelas agar mudah dipahami. Ketika menerjemahkan, pasti kita akan dihadapkan pada berbagai
kendala, baik masalah teknis maupun nonteknis, yang disebabkan oleh perbedaan geografis
dan perbedaan karakteristik antardua bahasa, seperti perbedaan struktur kalimat, huruf, sifat
dialek, onomatope dan mimesis, serta adat istiadat dan kebiasaan yang melatari bahasa masingmasing. Meskipun terdapat banyak macam kendala yang harus dihadapi, apabila penerjemah
berusaha dan berupaya untuk memecahkan kendala-kendala tersebut, penerjemahan novel atau
cerpen Jepang ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan.

Kata kunci: penerjemahan, kendala teknis, kendala nonteknis

Abstract
In general, translation is transferring the meaning from one language to another
language, whereas specifically translation is done by retrieving the implied meaning of
utterances or statements by making a synthesis on the utterances or statements into simplified
words to make it easier for target readers to understand. There are technical and non technical
problems in translation due to geographical and language differences, such as syntactic,
graphological, dialectical, and cultural differences. However, translating Japanese short stories
or novels is feasibly done if translator manages to overcome such problems.

Key words: translating, technical problems, non technical problems

1. Pendahuluan
Secara umum, peneIjemahan adalah mengalihbahasakan suatu bahasa
ke dalam bahasa lain, misalnya mengalihbahasakan bahasa Inggris ke dalam
bahasa Indonesia atau sebaliknya. Secara khusus, peneIjemahan dapat
dilakukan dengan mengambil inti sari makna yang tersirat di dalam suatu ujaran
atau pemyataan. PeneIjemahan dalam arti yang kedua adalah menarik simpulan

• Dosen tetap di Jurusan Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Padjadjaran, Bandung sekaligus
sebagai penerjemah.
Beberapa KendaIa daIam Penerjemahan Novel Jepang (Jonjon Jobana)

1

dari ujaran atau pemyataan dengan cara mengubahnya dengan kata-kata yang
lebih sederhana dan jelas agar mudah dipahami.
Pada saat menerjemahkan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia atau
sebaliknya, pasti kita akan dihadapkan pada berbagai macam kendahi.
Kendala-kendala tersebut dapat muncul diakibatkan oleh letak geografis

negara, budaya (yang di dalamnya termasuk adat istiadat dan kebiasaan) dari
pemakai bahasa tersebut, dan unsur-unsur di dalam bahasa itu sendiri, seperti
tata bentuk, tata kalimat, huruf, dan sebagainya.
Ada orang yang mengatakan ·bahwa menerjemahkan adalah suatu
pekerjaan yang sulit juga sekaligus menyenangkan. Penulis sependapat dengan
pemyataan tersebut. Sulitnya, apabila menemukan suatu kata, ungkapan, atau
sesuatu yang dilatarbelakangi oleh adat istiadat dan kebiasaan yang belum
pemah dilihat atau didengar, kita akan terus-menerus mencarinya dengan
membuka-buka kamus atau bertanya pada orang yang mungkin tahu makna
kata, ungkapan, dan kebiasaan tersebut. Kadang-kadang untuk menemukan
makna dari kata atau ungkapan tersebut dapat menghabiskan waktu berharihari. Menyenangkannya apabila sudah ditemukan jalan pemecahan untuk
kesulitan tersebut.
Tulisan ini akan mengungkap berbagai macam kendala atau kesulitan
yang dialami pada saat menerjemahkan novel-novel Jepang ke dalam bahasa
Indonesia. Kendala-kendala yang dihadapi pada saat menerjemahkan novelnovel tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

2. Kendala-kendala yang Dihadapi pada Saat Menerjemahkan Novel
Jepang

Berikut ini adalah paparan mengenai contoh kendala yang dihadapi

ketika menerjemahkan novel Jepang. Munculnya kendala tersebut diakibatkan
2

LfNl;UA Vol. 8 No.1, Mat:et 1-17

oleh letak geografis Jepang, unsur-unsur di dalam bahasa itu sendiri,
onomatope dan mimesis, dialek, permainan kata-kata, permainan hurnf, serta
adanya perbedaan budaya antara Jepang dan Indonesia.

2.1 Kendala yang Diakibatkan oleh Letak Geografis antara Indonesia dan
Jepang

Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa Jepang merupakan negara
yang terletak di daerah subtropis, sedangkan Indonesia berada di daerah tropis,
di bawah garis khatulistiwa. Dengan demikian, tentunya kedua negara tersebut
terdapat jenis binatang dan tumbuhan yang berbeda pula. Jika dalam teks
bahasa Jepang muncul kata pohon sakura atau bunga sakura, hal ini dapat
diterjemahkan apa adanya karena kata sakura sudah merupakan suatu yang
umum yang sudah dikenal oleh dunia. Sebagai contoh kasus, dalam
penerjemahan Kaze No Matasaburo muncul kata keyald, maka untuk

menerjemahkan kata ini kita harns mencari dulu padanannya di dalam kamus
bahasa Jepang-Inggris, kemudian kita harns mencari padanannya dalam
bahasa Indonesia melalui kamus bahasa Inggris-Indonesia. N amun, di dalam
kamus bahasa Inggris-Indonesia, kebanyakan sebagai padanan kata-kata
. tersebut hanya tertulis 'sejenis pohon besar'. Akan terasa aneh sekali apabila
untuk padanan kata tersebut ditulis 'sejenis pohon besar'. Apabila terjadi kasus
seperti ini, tidak ada cara lain selain memasukkan kata-kata tersebut apa
adanya atau memasukkan bahasa Inggrisnya.
Dalam hal nama binatang pun, dengan terpaksa kita harns menerapkan
cara yang sama dengan yang diterapkan untuk nama tumbuh-tumbuhan.
Untung saja, pada saat menerjemahkan Noruwei No Mori, binatang-binatang
yang muncul dalam novel tersebut terdapat pula di Indonesia. Dengan
demikian, pada waktu meneIjemahkannya tidak terdapat kesulitan. Namun,
Beberapa Kendala dalam Penerjemahan Novel Jepang (Jonjon Jobana)

3

kita akan merasa kesulitan apabila muncul nama binatang yang sebenarnya di
Indonesia juga ada, tetapi tidak ada kata yang tepat sebagai padanannya,
misalnya binatang kecil yang bergerak-gerak maju-mundur dengan sangat gesit

di atas permukaan air sungai yang disebut mizusumashi. Untuk binatang iru,
tidak dapat ditemukan padanannya di dalam bahasa Indonesia. Jika muncul
kasus seperti ini, terpaksa diterapkan cara penerjemahan yang sarna seperti di
atas, dengan memberikan catatan kaki, atau sebagai altematif dalam rangka
pengayaan

kosakata

bahasa

Indonesia,

mungkin

saja

kita

dapat

memadankannya dengan bahasa daerah tertentu.

2.2 Onomatope dan Mimesis
Struktur kalimat bahasa Jepang berbeda dengan struktur bahasa
Indonesia. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa kalimat bahasa Indonesia
berstruktur S - P - 0, sedangkan kalimat bahasa J epang berstruktur S - 0 - p
dengan dilekati berbagai partikel. Untuk soal struktur kalimat ini, jika sudah
menguasainya,

kita

tidak

akan

menemui

permasalahan

dalam

menerjemahkannya.
Banyak orang yang mengatakan bahwa salah satu karakteristik bahasa
Jepang adalah adanya onomatope dan mimesis. Dalam bahasa Jepang, katakata yang termasuk ke dalam jenis onomatope dan mimesis ini jumlahnya
sangat banyak, dan kata-kata ini dapat dikatakan muncul hampir dalam semua
novel Jepang. Tentu saja di dalam komik kata-kata jenis ini akan muncul jauh
lebih banyak lagi.
Untuk kata-kata dari jenis onomatope, tidaklah terlalu sulit untuk
menerjemahkannya. Kita dapat berupaya untuk mencari padanannya dengan
gaya penerjemahan kita sendiri. Sebagai contoh akan dimunculkan kalimat

4

LINGUA Vol.8 No.1, Maret 1-17

yang mengandung jenis kata-kata dimaksud dari novel Noruwei No Mori karya
Murakami Haruki.
(1)

;ak fj: L-lvc
t> jp t>

r"Cfi' fi'

t> fi0 ""(1;\""(,

c 1; \ 5

. Wareware wa hidoku shinto shita matsubayashi no naka 0 aruite ita. Michi no
ue ni wa natsu no owari ni shinda semi no shigai ga karakara ni kawaite
chirabatte ite, sore ga kutsu no shita de paripari to iu oto 0 tateta.

'Kami berjalan di dalam hutan pinus yang sunyi senyap. Di jalanan, bangkai
uir-uir (jangkrik), yang mati di akhir musim panas, berserakan sudah
mengering dan bangkai-bangkai itu mengeluarkan bunyi berkeretak di bawah
sepatu kami. '
Pada kalimat di atas terdapat onomatope paripari. Paripari ini
menggambarkan bunyi peeahnya sesuatu yang sangat kering. Oleh sebab itu,
penulis menerjemahkan kata tersebut dengan kata 'berkeretak'. Akan tetapi,
"berkeretak" ini memberikan kesan kepada kita bahwa sesuatu itu sangat keras.
Dengan demikian, dapat saja kata tersebut diubah dengan kata "berkeresak"
jika kata ini dapat diterima. "Berkeresak" memberikan kesan bahwa sesuatu itu
.sifatnya kering dan ringan. Untuk kata-kata dari jenis onomatope ini dapat
dieari padanannya berdasarkan pada intuisi bahasa kita.
Berbeda dengan onomatope, untuk mimesis kita akan sangat kesulitan
untuk menemukan padanannya dalam bahasa Indonesia. Tentu saja ada juga
kata-kata dari jenis ini yang dapat kita padankan dengan kata-kata dalam
bahasa Indonesia meskipun padanan tersebut tidaklah pas betul. Di sini akan
dimuneulkan kembali eontoh kalimat sebelumnya.

Beberapa Kendala dalam Penerjernahan Novel Jepang (Jonjon Jobana)

5

(1)

tlGk fi
t:dp G

'\ -cftf( G Ii -':) -C v

'I

-C,

Wareware wa hidoku shinto shita matsubayashi no naka 0 aruite ita. Michi no
ue ni wa natsu no owari ni shinda semi no shigai ga karakara ni kawaite
chirabatte ite, sore ga kutsu no shita de paripari to iu oto 0 tateta.
'Kami berjalan di dalam hutan pinus yang sunyi senyap. Di jalanan, bangkai
uir-uir Gangkrik), yang mati di akhir musim panas, berserakan sudah
mengering dan bangkai-bangkai itu mengeluarkan bunyi berkeretak di bawah
sepatu kami' .
Pada kalimat (1) terdapat kata shin yang merupakan mimesis yang
menggambarkan suasana yang amat sangat sunyi. Shin dapat dipadankan
dengan kata majemuk 'sunyi-senyap' meskipun tidakpas sekali. Selanjutnya,
kata karakarani di dalam kalimat yang kedua menggambarkan suatu kondisi
benda, dalam hal ini uir-uir, dalam keadaan kering sekering-keringnya tidak
mengandung kadar air lagi. Dalam terjemahannya, kata ini tidak ada
padanannya.
Sebagai contoh lain, jika muncul mImeSIS yang menggambarkan
suasana tersenyum, seperti nikkori, nikkot, niyaniya, dan nitanita, penerjemah
akan kebingungan. Semua mimesis di atas masing-masing menggambarkan
suasana senyum yang berbeda. Selain itu, apabila muncul pula mimesis yang
menggambarkan kondisi berjalan seseorang seperti burabura, furafura,
nosonoso atau nosorinosori, tekuteku, tobotobo, yoboyobo, dan yochiyochi,
penerjemah akan sangat kebingungan. Meskipun ada juga beberapa kata yang
dapat diberi padanannya dalam bahasa Indonesia, kebanyakan dari mimesis ini
sulit sekali untuk diterjemahkan. Apabila setelah berusaha juga tidak

6

UNallAVoI.8No.l, Mare): 1-17

mendapatkan padanannya, tindakan yang dapat diambil oleh penerjemah
hanyalah angkat tangan.
Sebagai tambahan, temyata kesulitan untuk menerjemahkan onomatope
dan mimesis ini tidak dihadapi oleh penerjemah dari Indonesia saja.
Penerjemah yang menggunakan bahasa Cina juga menghadapi permasalahan
, yang sarna. Misalnya untuk menerjemahkan onomatope gushatt (bunyi retak
atau patahnya benda keras yang mengandung kadar air), penerjemah dari
Malaysia yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Kanton memadankannya
dengan kata garatt, sedangkan penerjemah dari Taiwan menerjemahkannya
menjadi kata gatsutt. Waktu menerjemahkan kata ini, penulis memadankannya
dengan kata 'berderak' meskipun kata ini kurang tepat. Namun, pada saat itu,
penulis tidak dapat menemukan kata yang lebih tepat daripada kata ini.

2.3 Dialek
Di dalam novel Jepang tidak jarang muneul dialek dari suatu daerah
tertentu. Walaupun demikian, bagi orang Jepang sendiri dialek tersebut bukan
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipahamai karena hanya berbeda sedikit
dengan bahasa standar. Pada waktu meneIjemahkan dialek yang terdapat dalam
novel-novel tersebut ke dalam bahasa Indonesia, kita tidak mungkin
menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah tertentu yang ada di Indonesia
karena antara dialek bahasa Jepang dan bahasa daerah di Indonesia sifatnya
sangat berbeda. Apabila kita menghadapi masalah seperti ini, tidak ada eara
lain selain menerjemahkannya dengan bahasa Indonesia standar. Sebagai
eontoh dapat dilihat dialek yang muneul di dalam eerpen Kaze no Matasaburo
karya Miyazawa Kenji yang berbunyi seperti berikut.
(2a)

"Nashite naidera, una kamotanoga?"
Beberapa Kendala dalam Penerjemahan Novel Jepang (Jonjon Johana)

7

"'Kenapa kamu menangis? Apa kamu menjahilinya?'"

"Dogo adari dabe?"

"'Di sekitar mana yaT"
Dialek yang digunakan Miyazawa Kenji dalam cerpennya ini adalah
dialek Nambu. Jika diubah menjadi bahasa standar, dialek tersebut akan
menjadi seperti berikut.
(2b)

r l::5
"Doushite naiteru no, ldmi ga karakatta no ka?,'

"'Kenapa kamu menangis? Apa kamu menjahilinya?'"
(3b)

r l:: =- '&J f:. VJ f=' 0 5 PJ
"Doko atari darou ne?"

'''Di sekitar mana yam
Dari kedua kalimat tersebut dapat dilihat bahwa antara dialek Nambu dan
bahasa standar tidak terdapat perbedaan yang sangat mencolok. Kata-kata yang
muncul di dalam kalimat yang berupa dialek tersebut dapat dipahami oleh
seluruh orang Jepang. Dalam penerjemahannya, kedua kalimat tersebut
menjadi bahasa standar bahasa Indonesia.
Contoh lain yang berkaitan dengan dialek ini akan dimunculkati
penggalan dialog di dalam novel Bocchan karya Natsume Soseki, yang muncul
di antara tokoh utama Bocchan dan nenek tempat Botchan koso
(4)

r

VJ Q

t L-J

"Sensei wa gekkyuu ga oagariru no ka namoshi."

'''Apakah gaji bulanan Pak guru akan naik?'"

"Agete yarutte iu kara, kotowarou to omoun desu."

8

UN4UA Vol.8 No.1, Mar«t 1-17

'''Ya katanya akan dinaikkan, tetapi saya akan menolaknya.'"

r

Iv

Q 0)

t L- J

"Nande, okotowariru no zo namoshi?"

"'Mengapa menolaknya?'"
Partikel akhir kalimat namoshi yang digunakan oleh nenek pemilik kos
dalarn kalimat di atas merupakan partikel akhir kalimat di dalarn dialek
Kyushu. Partikel akhir kalimat seperti itu fungsinya sarna dengan kata fatis,
seperti deh, dong, loh, dan sih dalarn bahasa Indonesia. Selain itu, memang di
dalarn dialek Kyushu, verba yang digunakari agak sedikit berbeda dengan
bahasa Jepang standar. Walaupun demikian, tidaklah sulit untuk membedakan
dan maknanya pun tetap sarna. Dari contoh di atas dapat dilihat, untuk verba
agaru 'naik' dalarn bahasa standar, dalarn dialek Kyushu menjadi agariru, dan

untuk kotowaru 'menolak' menjadi kotowariru.
Dengan demikian, jika muncul dialek dalarn novel bahasa Jepang, tidak
adacara lain, kita hams meneIjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia standar
karena apabila kita teIjemahkan ke dalarn satu bahasa daerah yang ada di
Indonesia, mungkin itu hanya akan dapat dipaharni oleh pengguna bahasa
daerah itu.

2.4 Permainan Kata-kata
Pengarang-pengarang novel Jepang cukup banyak yang memasukkan
permainan kata-kata ke dalarn karyanya. Pengarang yang sangat piawai dalarn
permainan kata-kata ini di antaranya adalah Inoue Hisashi (sayangnya penulis
belum mendapat kesempatan untuk menerjemahkan salah satu karyanya). Pada
novel Bocchan yang sudah muncul di atas pun terdapat pula permainan katakata. Dalarn kesempatan ini, akan penulis berikan contoh permainan kata-kata
yang muncul dalarn novel Bocchan tersebut.
Beberapa Kendala dalam Penerjemaban Novel Jepang (Jonjon Johana)

9

--1T d t/-\y?-'tlRJctlvt;:o

(5)

-C tt t

tc.tt Ivt;:o

J: IJ

f33

5 t Iv C ttl; '\

rttt

J

t

c
"Beraboume, inago mo batta mo onaji mon da. Daiichi sensei

0

tsuramaete namoshi ta nanda. Nameshi wa dengaku no told yori hoka ni kuu
monjanai"to abekobe ni

yarikomete yattara "Namoshi to nameshi to wa

chigau zo na, moshi, " to itta.
(6)

P

V7 O):)(¥tr . .C\

*0) tt 0 *

50
Goruld ga Roshia no bungakusha de, Maruld ga Shiba no shashinshi
de, kome no naruld ga inochi no oya darou.
Pada kalimat dialog (5) Soseki mempennainkan kata namoshi yang
merupakan dialek Kyushu yang berfungsi sebagai kata fatis,. seperti yang
sudah diuraikan sebelumnya, dengan kata nameshi yang berarti 'nasi dicampur
sayur mentah'. Jika kalimat ini diterjemahkan apa adanya sesuai yang tertulis
di dalam bahasa Jepang, humor atau canda yang ingin disampaikan oleh
pengarang tidak akan tersampaikan. Untuk itu, dalam menerjemahkan kalimat
(5) di atas, penulis menerjemahkannya sebagai berikut.

"'Tolol kamu. Belalang juga walang juga, sama saja. Lagi pula, mana ada
murid ngomong hei-loh pada gurunya? Hello itu digunakan hanya pada waktu
menelepon, tahu ", kataku dengan seenaknya. "Hei, hei-Ioh dengan hello itu
berbeda, loh, " katanya.'
Jika pada nameshi wa dengaku no told yori hokani kuumon janai
diterjemahkan apa adanya, kalimatnya akan menjadi 'nasi campur sayur itu

hanya dimakan pada saat selamatan tanam padi', unsur humor yang ingin

10

LfNC;UA Vol.8 No.1, Maret 1-17

.

.

disampaikan oleh pengarang tidak akan tersampaikan, juga menjadi tidak akan
ada kaitannya dengan kalimat sebelum dan sesudahnya.
Pada kalimat (6), Soseki memunculkan kata-kata bersajak yang
berakhiran bunyi /d. Apabila diterjemahkan sesuai naskah aslinya, kalimatnya
akan berbunyi
. 'Sastrawan Rusia, Gorki; tukang potret pertama di Shiba, Jepang, Maruki; dan
pohon yang berbuah padi adalah orang tua.'
Naskah asli yang bersajak dari Soseki ini, apabila diterjemahkan seperti
di atas menjadi tidak bersajak lagi. Agar kal.i.mat tersebut menjadi bersajak
dalam bahasa Indonesia, frasa kome no naru /d yang berarti 'pohon yang
berbuah padi', dapat diubah menjadi 'pencari rizki' atau 'pemberi rizki'.
Dengan demikian, kalimat tersebut di dalam terjemahan bahasa Indonesia
menjadi 'Sastrawan Rusia, Gorki, tukang potret pertama di Shiba, Jepang,
Maruki, dan orang tua adalah pencari rizki'
Untuk kalimat-kalimat yang mengandung permainan kata-kata seperti
InI,

sedikit banyak kita hams melakukan upaya agar apa yang ingin

disampaikan pengarang tersampaikan tanpa mengurangi orisinalitas dari isi
cerita. Tentu saja dalam menerjemahkan permainan kata-kata seperti ini
.sedapat mungkin kita upayakan agar tidak terlalu menyimpang dari teks asIi.
Namun, apabila tidak ada cara lain lagi yang dapat diambil, terpaksa kita
mengambil cara penerjemahan bebas agar kita dapat menyampaikan unsur
humor yang ingin disampaikan oleh pengarang.

2.5 Permainan Buruf
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa bahasa Jepang pada
umumnya menggunakan tiga jenis huruf, yaitu huruf hiragana, katakana, dan
kanji. Keharmonisan bahasa Jepang akan muncul jika ditulis dengan ketiga
Beberapa Kendala dalam Penerjemahan Novel Jepang (Jonjon Jobana)

11

jenis huruf tersebut. Apabila membaca tulisan yang hurufuya semua ditulis
dengan hiragana atau katakana saja, kadang-kadang kita akan merasa
kebingungan karena seolah-olah huruf itu bersambung-sambung. Akan tetapi,
apabila huruf dari tulisan tersebut merupakan gabungan dari ketiga jenis hurut
tadi, kita akan merasa mudah untuk membacanya.
Pada masa lampau, dalam bahasa Jepang terdapat pula huruf yang
disebut dengan man 'yogana. Man 'yogana adalah huruf yang digunakan
sebelum adanya huruf hiragana dan katakana. Huruf ini disebut huruf
man 'yogana karena dipakai dalam buku· kumpulan sajak atau lagu-Iagu yang

dibuat oleh golongan bangsawan dan ningrat pada akhir zaman Nara (tahun
780-an) yang disebut man 'yoshu. Huruf ini meminjam bunyi kanji untuk
mengungkapkan kata-kata di

dalam bahasa Jepang, misalnya untuk

mengungkapkan kata haru 'musim semi'. Kalau sekarang, jika ditulis dengan
kanji, akan terdiri dari satu kanji yaitu
hiragana, akan menjadi dua huruf, yaitu
man 'yogana, huruf itu akan menjadi

3f¥:,

sedangkan apabila ditulis dengan

O. Akan tetapi, jika ditulis dengan
Huruf ini sama sekali tidak ada

kaitannya dengan makna huruf kanji pembentuknya, hanya meminjam
bunyinya.
Tiga tahun yang laIu, tepatnya Maret 2006, penulis diberi kesempatan
untuk menghadiri simposium penerjemah karya Murakami Haruki di Jepang.
Simposium ini diprakarsai oleh The Japan Foundation bekerjasama dengan
koran Jepang, Yomiuri Shimbun. Berpuluh-puluh penerjemah dari seluruh
dunia diundang untuk mengikuti simposium ini. Kira-kira sebulan atau dua
bulan sebelum berangkat ke Jepang, para penerjemah ini diberi PR oleh panitia
pelaksana untuk menerjemahkan cerpen karya Murakami Haruki. Cerpen yang
dikirim oleh panitia ada dua buah dan penerjemah diberi kebebasan untuk

12

LfNQllAVol.8 No.1, Maret 1-17

memilih salah satu dari kedua cerpen terse but. Akan tetapi, karena cerpennya
pendek-pendek, kebanyakan para penerjemah menerjemahkan kedua-duanya.
Di dalarn salah satu dari cerpen, yaitu Yoru No Kumozaru, terdapat
kata-kata yang sarna dengan arti yang sarna pula, tetapi menggunakan huruf
yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya akan penulis munculkan kata-kata
. yang merupakan dialog antara tokoh utarna dan tokoh monyet laba-Iaba dalarn
cerpen tersebut di bawah ini.

r

(7)

J

"Yaya, kimi wa dare da?"to watashi wa tazuneta.

r

,

?J