BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Asimilasi Antara Penduduk Migran Dengan Penduduk Lokal (Studi kasus : Interaksi Multietnis di Kelurahan Tigabinanga,Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki sekitar 500-an suku bangsa. Sejak berdiri, wilayah Indonesia dihuni oleh berbagai kelompok etnik, agama dan ras yang hidup bersama dalam suatu wilayah Indonesia. Keanekaragaman yang berbeda-beda menjadi kekayaan bangsa Indonesia, setiap suku yang ada didalamnya memiliki ciri-ciri dan latar belakang kebudayaan yang berbeda yang berjajar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia memiliki lima buah pulau besar yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan banyak lagi pulau-pulau kecil yang ditempati oleh masyarakat Indonesia. Pulau-pulau tersebut ditempati oleh suku-suku yang beranekaragam dengan bahasa, sikap, dan budaya yang mencirikan jati diri mereka.

  Bangsa Indonesia tetap menjunjung tinggi BHINEKA TUNGGAL IKA yaitu meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua, yang artinya bahwa masyarakat Indonesia menghormati setiap perbedaan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa yang ada didalamnya. Budaya dan kebiasaan yang khas pada suatu suku bangsa merupakan salah satu ciri untuk membedakan antara suatu suku bangsa dengan suku bangsa yang lain. Kekhasan itu dapat dianggap sebagai kebudayaan dari suku bangsa yang bersangkutan. Keberagaman budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah sebuah potensi untuk membentuk identitas kita sebagai bangsa Indonesia (Wirutomo, 2012:87).

  Kebudayaan suku bangsa salah satunya adalah tingkah laku atau prilaku manusia baik dalam kehidupan sehari-harinya, maupun caranya ia berhubungan dengan orang lain, karena hal tersebut menimbulkan interaksi. Setiap tindakan yang ditunjukkan dari setiap suku bangsa yang berbeda biasanya akan menimbulkan pola interaksi yang berbeda pula, seturut dengan latar belakang budaya yang mereka miliki masing-masing.

  Manusia memiliki naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang berkesinambungan tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial. Manusia memiliki sifat yang dapat digolongkan ke dalam manusia sebagai makhluk sosial artinya dituntut untuk menjalin hubungan sosial dengan sesamanya. Hubungan sosial merupakan salah satu hubungan yang harus dilaksanakan, mengandung pengertian bahwa dalam hubungan itu setiap individu menyadari tentang kehadirannya di samping kehadiran individu lain. Hal ini disebabkan bahwa dengan kata sosial berarti “hubungan yang berdasarkan adanya kesadaran yang satu terhadap yang lain, di mana mereka saling berbuat, saling mengakui dan saling mengenal atau mutual

  

action dan mutual recognition”. Manusia sebagai makhluk sosial, dituntut pula

  ada kehidupan berkelompok, sehingga keadaan ini mirip sebuah community, seperti desa, suku bangsa dan sebagainya yang masing-masing kelompok memiliki ciri yang berbeda satu sama lain (Santosa, 1999:13).

  Tidak dipungkiri bahwa selama manusia itu masih hidup maka manusia tersebut akan melakukan interaksi antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa manusia tersebut adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa manusia lain. Interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas- aktivitas sosial. Melalui interaksi tersebut maka manusia mampu mengevaluasi dirinya. Kehidupan masyarakat yang setiap harinya melakukan aktivitas guna kelangsungan hidup, dimana interaksi terjadi melalui kontak sosial dan komunikasi. Manusia senantiasa untuk bertemu dan berkomunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya. Arti penting dari komunikasi adalah bahwa seorang memberikan tafsiran pada prilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak- gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Kontak sosial terjadi apabila orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Melalui komunikasilah masyarakat akan menjalin kerja sama (Soekanto, 1990:67).

  Salah satu penelitian yang menunjukkan kehidupan masyarakat yang majemuk dalam penelitian Novendra dan kawan-kawan dalam buku Integrasi Nasional di Daerah Riau Suatu Pendekatan Budaya tentang hubungan sosial penduduk ”asal” dengan ”pendatang” yaitu masyarakat Melayu dan Banjar.

  Terjalinnya hubungan sosial menimbulkan kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan. Bidang ekonomi misalnya, interaksi terjadi di pasar. Pedagang di pasar Tembilahan adalah orang-orang Banjar, hanya sebagian kecil dari Cina dan Minang. Para penduduk melayu yang bertindak sebagai pembeli, berinteraksi dengan parapenjual dari Banjar. Bentuk kerja sama lain terlihat dalam lingkungan tempat tinggal yang membaur dengan lingkungan RT atau RW dan membentuk kelompok arisan. Dari bidang sosial kerjasama mereka terlihat pada peristiwa- peristiwa hari raya, pesta perkawinan atau sunat Rasul, upacara keagamaan, siskamling dan gotong-royong. Secara keseluruhan bahwa interaksi masyarakat

  Melayu dan Banjar baik, akrab dan saling tenggang rasa diakibatkan karena pemukiman mereka yang membaur dan mereka memiliki satu keyakinan agama (Novendra dkk, 1995/1996 : 25-26).

  Contoh kasus di atas yang membahas pola interaksi masyarakat Banjar dan Melayu memperlihatkan meskipun mereka memiliki banyak perbedaan baik dari kebudayaan dan prilaku namun tetap saja mereka dapat bekerjasama dalam aktivitas sehari-hari. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh kondisi tempat tinggal mereka yang membaur dan keyakinan yang sama, namun bagaimana pola interaksi masyarakat jika masyarakat Indonesia yang melakukan migran hidup di suatu daerah dengan banyak perbedaan dan dalam lingkungan tempat tinggal yang tidak membaur. Tidak semua hubungan antar kelompok etnik mengarah kepada konflik. Keberagaman kelompok etnik dan perbedaan budaya yang ada dalam suatu masyarakat juga dapat menghasilkan hubungan kerja sama, bahkan pembauran antar kelompok etnik dalam interaksi sehari-hari secara alamiah.

  Dalam konteks sehari-hari kita juga dapat merasakan perbedaan budaya dan keberagaman kelompok etnik tidak serta merta menjadi halangan dalam berinteraksi. Hal itu justru merupakan potensi masyarakat yang secara positif dapat dikembangkan sebagai unsur-unsur pembentuk identitas masyarakat Indonesia (Wirutomo, 2012:88).

  Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis yaitu Batak, Angkola atau Mandailing, Melayu dan Nias, serta terdapat juga berbagai daerah di dalamnya. Kabupaten Karo merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara . Karo

   

  merupakan sebuah suku yang mendiami Dataran Tinggi Karo. Suku Karo yang dalam bahasa aslinya disebut Kalak Karo merupakan salah satu suku asli di Sumatera Utara. Suku ini memiliki bahasanya sendiri, yaitu bahasa Karo atau

  

Cakap Karo dan aksaranya sendiri. Bramderisco. 2010. Suku Karo

  http://bramderisco.wordpress.com/tag/suku ‐karo/. diakses 7 Maret 2014, pukul 21.31 WIB.

  Kabanjahe sebagai Kecamatan sekaligus ibu kota Kabupaten Karo merupakan salah satu wilayah yang memiliki masyarakat majemuk. Kabanjahe dominan ditempati oleh masyarakat asli suku Karo dan beberapa suku pendatang lainnya. Suku Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi suku Karo sendiri. Masyarakat Karo kuat berpegang kepada adat istiadat yang luhur, merupakan modal yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembangunan. Dilihat dari letak geografis Tanah Karo maka mata pencarian utama masyarakat Karo adalah pertanian dan peternakan.

  Penduduk asli di daerah Kabanjahe adalah masyarakat Suku Karo. Meskipun di Kabanjahe didomisili oleh masyarakat Suku Karo, namun tidak terpungkiri persebaran masyarakat baik dari kalangan Suku lain juga tetap terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari keanekaragaman masyarakat yang tinggal dan bekerja di Kabanjahe. Suku Karo yang merupakan mayoritas dari penduduk Kabanjahe, yaitu 60% dari keseluruhan penduduk kota ini. Selain dari Suku Karo masih ada suku-suku lain di Kabanjahe, seperti Suku Toba, Simalungun, Dairi, Minangkabau, Jawa dan Cina. Payung, 1981. Pelapisan sosial di Kabanjahe. Jakarta: UI FISIP http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=91277&lokasi=lokal, diakses pada tanggal 7 Maret 2014, pukul 2.26 WIB.

  Persebaran masyarakat yang berasal dari suku lain menjadikan semakin tingginya keanekaragaman di wilayah Kabanjahe dan semakin memungkinkan adanya interaksi sosial didalamnya. Sejauh ini meskipun pulau Sumatera memiliki berbagai macam suku namun hingga saat ini belum pernah ditemukan konflik antara suku didalamnya. Demikian juga dengan daerah Kabanjahe yang penduduk aslinya adalah Suku Karo yang hingga pada saat ini juga belum pernah ditemukan kerusuhan antar etnik. Terlihat meskipun dengan beranekaragam suku yang ada didalamnya menjadikan interaksi masyarakat semakin meningkat dan hidup saling menghormati perbedaan. Dapat diartikan bahwa dengan keanekaragaman tersebut tidak menjadi konflik bagi masyarakat.

  Masyarakat yang tinggal di Kabanjahe terdiri dari berbagai ragam etnik, bukan hanya Suku Karo. Hal tersebut di buktikan dengan banyaknya dijumpai rumah peribadatan masyarakat baik Mesjid dan bangunan Gereja suku seperti GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun ), HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), keragaman suku yang meningkatkan tingkat interaksi juga terdapat di daerah Tiga Binanga yang merupakan salah satu daerah Kecamatan di wilayah Kabanjahe. Penduduk asli masyarakat Tiga Binanga adalah Suku Karo atau diidentikkan dengan etnis yang lebih dahulu menghuni teritori pemukiman. Mereka hidup dengan bekerja sebagai petani dan akrab dengan alam. Kehidupan masyarakat di Kecamatan Tiga Binanga tetap mempertahankan nilai-nilai budaya Karo. Kehidupan masyarakat yang terdapat di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga yang menjadi tuan tanah (host population) dengan sistem kebudayaan yang masih kental dengan peradatan. Artinya terdapat budaya karo yang menjunjung nilai kekerabatan hingga saat ini tetap dipertahankan yang biasa disebut dengan sangkep nggeluh. Yaitu suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo yang secara garis besar terdiri atas senina, anak beru dan kalimbubu (Tribal Collibium) ( Prinst, 2008:43).

  Masyarakat Suku Karo memiliki lahan perladangan yang luas karena nenek moyang mereka merupakan pembuka tanah (Host Population) di wilayah Tiga Binanga. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan sejarah berdirinya wilayah Kelurahan Tiga Binanga yang dahulunya dikepalai oleh Ngadang Sebayang yang menjadi pemimpin selama empat dasawarsa di Kelurahan Tiga Binanga. Hingga saat ini yang menjadi tuan tanah di wilayah Kelurahan Tiga Binaga adalah bermarga Sebayang yang merupakan keturunan dari Ngadang Sebayang yang menjadi pembuka Kelurahan tersebut. Menjabat menjadi Kepala Kampung selama 46 tahun menjadikan keturunan dari beliau memiliki warisan tanah yang luas, hingga sekarang masyarakat tetap mempertahankan sistem pertanian sebagai salah satu sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian. Irwan. 2011.

  Silima Merga. Tanah Karo. (http://silima ‐ merga.blogspot.com/2011/02/gambaran

  ‐umum‐kecamatan‐tiga‐binanga.html diakses pada tanggal 11 Februari 2014, pukul 8.29 WIB).

  Kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah Kelurahan Tiga Binanga dapat dikatakan memiliki semangat tinggi dalam bekerja. Terlihat hampir keseluruhan masyarakat bekerja keras guna meningkatkan pendapatan perekonomian untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Misalnya saja dilihat dari semangat kerja masyarakat Suku Karo, meskipun mereka memiliki lahan pertanian yang luas namun masyarakat tidak hanya sepenuhnya berprofesi sebagi petani. Masyarakat juga melakukan pekerjaan sampingan seperti membuka usaha dagang, baik membuka pertokoan, rumah makan dan layanan sosial lainnya, ada juga masyarakat yang berjualan ketika tiba hari selasa yang merupakan hari pekan bagi masyarakat Kecamatan Tiga Binanga. Selain itu ada juga masyarakat yang membuat usaha home industry, misalnya seperti menganyam tikar, membuat kursi dari bahan bambu. Artinya masyarakat memiliki pekerjaan ganda sehingga membutuhkan orang lain guna membantu mengelola pekerjaannya.

  Berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 Kabupaten Karo, Kalvin Sitepu sebagai kordinator BPS Kecamatan Tiga Binanga menyatakan bahwa kondisi kehidupan sosial ekonomi meningkat di Kelurahan Tiga Binanga.

  Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata pendapatan hasil panen masyarakat khususnya dari sektor pertanian ladang sawah yaitu mencapai 356 ton/Ha/tahun.

  Jadi hal tersebut dapat menjadi salah satu pemicu banyaknya masyarakat yang berasal dari luar daerah Tiga Binanga tertarik untuk datang dan mencari pekerjaan. Peningkatan kehidupan sosial ekonomi penduduk Kelurahan Tiga Binanga dapat dilihat dari semakin tingginya kesadaran para masyarakat akan pentingnya peran pendidikan dalam memperbaiki kualitas kehidupan serta semakin bersemangatnya penduduk bekerja dalam upaya meningkatkan pendapatan ekomoni.

  Kalvin. 2013.Tiga Binanga dalam angka. Kabanjahe : BPS (http://karokab.bps.go.id/data/publikasi/kca030_13/files/search/searchtext.xml diakses 11 Februari 2014, pukul 21.00 WIB).

  Penduduk migran yang datang dan memasuki Kelurahan Tiga Binanga berasal dari suku Jawa, Batak Toba , Padang dan Nias. Beberapa suku yang ada di Sumatera seperti Suku Batak Toba, Padang dan Nias memiliki suatu ciri budaya merantau dan Kelurahan Tiga Binanga ini menjadi salah satu tempat bagi suku- suku tersebut untuk mengadu nasib. Hal ini disebabkan karena masyarakat di Kelurahan Tiga Binanga memiliki lahan perladangan yang luas dan secara otomatis membutuhkan pekerja yang banyak guna mengerjakan kegiatan pertanian. Selain itu juga banyak ditemukan usaha-usaha masyarakat yang membutuhkan pekerja sehingga menjadi suatu peluang bagi penduduk migran untuk memperoleh pekerjaan. Peningkatan luas lahan panen masyarakat mencapai 676 ha/tahun serta hasil produksi mencapai 2407 ton/tahun. Kalvin. 2013.Tiga Binanga dalam angka. Kabanjahe : BPS (http://karokab.bps.go.id/data/publikasi/kca030_13/files/search/searchtext.xml diakses 11 Februari 2014, pukul 21.30 WIB). Hal tersebut menjadikan anggota keluarga tidak sanggup untuk mengerjakan pekerjaan ladangnya. Maka dari itu mereka membutuhkan banyak tenaga kerja guna membantu mereka dalam mengelola pekerjaannya. Pada awalnya kegiatan pertanian dikerjakan oleh kerabat atau keluarga sipemilik lahan secara bergotong-royong, namun sekarang justru migran tersebut yang mengambil alih sebagai pekerja. Penduduk lokal justru mengajak para migran untuk bekerjasama dengannya dalam mengelola lahan pertaniannya. Padahal penduduk lokal memiliki kerabat-kerabat yang dapat diajak untuk bekerja sama dalam megelola pekerjaan ladangnya. Namun penduduk lokal mempercayakan para migran yang tidak memiliki hubungan kekerabatan untuk bekerjasama. Hal yang menjadi sorotan lainnya adalah hubungan antara penduduk migran dengan penduduk lokal tersebut tidak hanya sebatas hubungan majikan dengan pekerja. Namun hubungan mereka menjadi terlihat lebih akrab satu dengan yang lainnya. Berawal dari interaksi yang kerap dilakukan sehingga memungkinkan juga timbulnya pola asimilasi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

  Maka dari itulah penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pola asimilasi antara penduduk migran dengan penduduk lokal. Melalui penelitian ini, diharapkan terlihat jelas adanya pola asimilasi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Termasuk didalamnya strategi adaptasi seperti apa yang dilakukan oleh penduduk migran sehingga mereka dapat membentuk kerja sama dan sistem kekerabatan dengan penduduk lokal yang ada di daerah Kelurahan Tiga Binanga.

1.2 Rumusan Masalah

  Dari latar belakang yang sudah dijelaskan melihat kondisi wilayah Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo yang memiliki jenis tanah yang subur dan penduduk lokal tersebut hidup dengan sistem peradatan yang masih kental. Namun kondisi wilayah saat ini terlihat ramai didatangi oleh penduduk migran yang berasal dari suku dan kebudayaan yang berbeda dengan penduduk lokal, namun dapat membentuk suatu sistem kekerabatan dan menjalin kerja sama. Untuk itu adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1.

  Bagaimana Pola asimilasi penduduk Migran dengan Penduduk Lokal di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo ? 2. Bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan oleh Penduduk Migran sehingga mampu menjalin kerja sama dan membentuk kekeluargaan dengan penduduk lokal di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga?

1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

1. Dari analisa mengetahui bagaimana pola asimilasi penduduk Migran dan

  Penduduk Lokal yang ada di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo serta bagaimana strategi yang mereka lakukan untuk membentuk kerja sama dan menjalin sistem kekerabatan.

  2. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti beserta para pembacanya guna meningkatkan pemahaman akan kehidupan masyarakat.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis a.

  Hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi dalam pengembangan ilmu khususnya sosiologi Pedesaan, Sosiologi Keluarga dan Hubungan Antar-Kelompok.

  b.

  Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber dan masukan bagi pembacanya guna lebih memahami kehidupan masyarakat sosial khususnya lebih mengetahui bagaimana pola asimilasi penduduk Migran dengan Penduduk Lokal serta bagaimana strategi yang dilakukan oleh pendatang migran sehingga membentuk kerja sama dan menjalin sistem kekerabatan di Kelurahan Tiga Binanga kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo.

1.4.2 Manfaat Praktis

  Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis dalam membuat karya ilmiah dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Definisi Konsep a.

  Asimilasi Asimilasi adalah Suatu proses sosial dimana seseorang diperhadapkan dengan kebudayaan asing dan kebudayaan asing tersebut disaring dan diterima namun kebudayaan asing tersebut tidak merubah kebudayaan aslinya. Dalam hal ini menjelaskan adanya asimilasi yang berawal dari interaksi sosial antara masyarakat lokal (Host Population) yaitu masyarakat Suku Karo dengan masyarakat Migran yang berasal dari Suku Jawa, Batak Toba, Padang dan Nias. Bermula dari interaksi sosial sehingga adanya proses asimilasi, setelah hal tersebut terealisasikan sehinnga memungkinkan terjadinya suatu proses amalgamasi di tengah- tengah masyarakat.

  b.

  Penduduk Lokal Penduduk lokal merupakan masyarakat yang tinggal di dalam suatu daerah dengan tetap menerakpan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka atau yang lebih dahulu menghuni teritori pemukiman (host

  

population ). Masyarakat lokal (asli) juga memiliki salah satu dari marga

  yang terdapat di wilayah tempat tinggalnya. Masyarakat memiliki lahan serta usaha-usaha yang membutuhkan bantuan orang lain dalam mengelola pekerjaannya.

  c.

  Penduduk Migran Penduduk migran adalah orang-orang yang melakukan migrasi. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lainnya dan perpindahan tersebut menyoroti bahwa di daerah tersebut lebih memiliki potensi untuk mendapatkan pekerjaan guna memperbaiki tingkat prekonomian. Perpindahan tersebut juga cenderung menghasilakan proses amalgamasi di daerah yang ditempati.

  d.

  Strategi Adaptasi Strategi merupakan cara yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok untuk menghasilkan suatu fokus yang ingin dicapai. Dalam menjalankan strategi tersebut pasti ditemukan usaha dan kerjasama antara satu dengan yang lainnya. Adaptasi merupakan penyesuaian diri oleh penduduk migran dengan penduduk lokal. Dalam strategi adaptasi ini masyarakat migran datang dan menerapkan kebiasaan-kebiasaan serta aturan yang terdapat di wilayah tempat mereka merantau.

Dokumen yang terkait

Asimilasi Antara Penduduk Migran Dengan Penduduk Lokal (Studi kasus : Interaksi Multietnis di Kelurahan Tigabinanga,Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo)

4 73 108

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Bab I

0 1 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Implementasi Strategi Pengendalian Pertumbuhan Penduduk Pada Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Keluarga Berencana (Bppkb) Di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Konflik Elit Lokal Dalam Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan (studi kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Tembung)

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Proyeksi Jumlah Penduduk dengan Menggunakan Model ARIMA di Kabupaten Nias Utara tahun 2014

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kajian Potensi Pengembangan Rumah-Hotel di Kawasan Permukiman Kelurahan Aur

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perilaku Politik Pemilih Pemula Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo)

0 2 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 1nteraksi Sosial - Asimilasi Antara Penduduk Migran Dengan Penduduk Lokal (Studi kasus : Interaksi Multietnis di Kelurahan Tigabinanga,Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo)

0 0 14