BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Defenisi Rumah Sakit - Analisa Kandungan Mikroorganisme Pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Defenisi Rumah Sakit

  Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992, tentang kesehatan dalam rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

  American Hospital Association (1974) memberi batasan rumah sakit sebagai

  berikut : Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, dengan diagnose serta pengobatan penyakit yang diderita pasien dimana rumah sakit juga merupakan pusat pelayanan kesehatan masyarkat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan (Azwar, 1996).

  2.1.2. Tugas Rumah Sakit

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 983/ Menkes/ SK/ XI/ 1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara daya guna dan berhasil dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukkan.

  2.1.3. Klasifikasi Rumah Sakit Umum dan Pemerintah

  Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/ Menkes/ Per/ 11/ 1992 pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E (Azwar, 1996).

  1. Rumah Sakit Tipe A Rumah Sakit Tipe A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukkan tertinggi (to referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.

  2. Rumah Sakit Tipe B Rumah Sakit Tipe B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan Rumah Sakit

  Tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukkan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.

  3. Rumah Sakit Tipe C Rumah sakit ini merupakan rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap ibukota kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukkan dari Puskesmas.

  4. Rumah Sakit Tipe D Rumah sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit tipe C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi, sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D ini juga menampung pelayanan yang berasal dari Puskesmas.

  5. Rumah Sakit Tipe E Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak rumah sakit tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung dan rumah sakit ibu dan anak.

2.2. Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

  Rumah sakit sebagai institusi yang berfungsi untuk menyembuhkan pasien, harus memiliki sarana dan lingkungan yang bersih dan memenuhi syarat kesehatan.

  Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit diatur dalam Kepmenkes RI No. 1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004.

  2.2.1. Upaya Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit 1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit.

  2. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman.

  3. Penyehatan air termasuk kualitasnya.

  4. Penanganan sampah dan limbah.

  5. Penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen.

  6. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

  7. Dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi.

  8. Pengamanan radiasi.

  9. Penyuluhan kesehatan lingkungan.

  2.2.2. Sanitasi Rumah Sakit

  1. Lingkungan

  a. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.

  b. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir, apabila berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya.

  c. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok.

  d. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup.

  e. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek atau tidak terdapat genangan air dan dibuat landau menuju ke saluran terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman. f. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah, masing – masing dihubungkan langsung dengan instalansi pengelolaan air limbah.

  g. Tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat – tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.

  h. Lingkungan, ruang dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang biaknya serangga, binatang pengerat dan binatang pengganggu lainnya.

  2. Konstruksi Bangunan

  a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, mudah dibersihkan dan mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah.

  b. Permukaan dinding harus kuat rata, warna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat.

  c. Ventilasi yang cukup sehingga dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang berjalan dengan baik.

  d. Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukkan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

  e. Langit – langit harus kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan. f. Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

  3. Ruang dan Bangunan Penataan ruang dan bangunan dan penggunaanya harus sesuai dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat resiko terjadinya penularan penyakit sebagai berikut :

  a. Zona resiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis dan ruang pendidikan/pelatihan.

  b. Zona resiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian dan ruang tunggu pasien.

  c. Zona resiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboraturium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy) dan ruang jenazah.

  d. Zona resiko sangat tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin dan ruang patologi.

  4. Kualitas Udara Ruang Mutu udara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan Amoniak).

  b. Kadar debu tidak melampaui 150µg/m³ udara dalam pengukuran rata – rata 24 jam.

  c. Konsentrasi maksimum mikroorganisme per m³ udara di ruang operasi adalah 10 CFU/m³. d. Konsentrasi maksimum mikroorganisme per m³ udara di ruang bersalin adalah 200 CFU/m³.

  e. Konsentrasi maksimum mikroorganisme per m³ udara di ruang perawatan bayi adalah 200 CFU/m³.

  f. Konsentrasi maksimum mikroorganisme per m³ udara di ruang unit gawat darurat adalah 200 CFU/m³.

  5. Lantai dan Dinding Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai berikut :

  a. Ruang operasi : 0 – 5 CFU/cm² dan bebas patogen dan bebas ganggren.

  b. Ruang perawatan : 5 – 10 CFU/cm².

  c. Ruang isolasi : 0 – 5 CFU/cm².

  d. Ruang UGD : 5 – 10 CFU/cm².

  6. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit

  a. Fasilitas penyediaan air minum dan air bersih 1) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.

  2) Tersedia air bersih miminum 500 lt/tempat tidur/hari. 3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan.

  4) Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positip. b. Fasilitas toilet dan kamar mandi 1) Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan bersih.

  2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan.

  3) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, perturasan dan tempat cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar mandi. 4) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau (water seal).

  5) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi dan ruang khusus lainnya, 6) Lubang perawatan harus berhubungan langsung dengan udara luar. 7) Toilet dan kamr mandi harus terpisah antara pria dan wanita, unit rawat inap dan karyawan, karyawan dan toilet pengunjung.

  8) Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah dijangkau dan ada petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1 - 20 pengunjung wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria.

  9) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan.

  10) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi tempat perindukkan nyamuk. c. Fasilitas pembuangan sampah 1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat dan kedap air.

  2) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan.

  3) Terdapat minimal satu buah untuk setiap kamar atau setiap radius 10 m dan setiap radius 20 m pada ruang tunggu terbuka.

  d. Fasilitas pembuangan limbah 1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan saluran tertutup, kedap air dan mengalir dengan lancar.

  2) Mempunyai unit pengolahan limbah sendiri.

  e. Fasilitas pengendalian serangga dan tikus 1) Setiap lubangg pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga dan tikus.

  2) Setiap persilangan pipa dan dinding harus rapat. 3) Setiap sarana penampungan air harus bersih dan tertutup.

  f. Fasilitas sanitasi lainnya 1) Harus tersedia tempat penampungan tinja, air seni, muntahan dan lain – lain yang terbuat dari logam tahan karat pada setiap unit perawatan.

  2) Tersedia khusus untuk penyimpanan perlengkapan kebersihan pada setiap unit perawatan (Depkes,2000).

2.2.3. Tata Laksana Pemeliharaan Ruang Bangunan

  1. Pemeliharaan ruang bangunan a. Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari.

  b. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan dokter, kunjungan keluarga dan sewaktu – waktu bilamana diperlukan.

  c. Cara – cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.

  d. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat.

  e. Pada masing – masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.

  f. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 ( dua ) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.

  g. Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.

  2. Pencahayaan

  a. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya.

  b. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.

  c. Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk, saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik.

  3. Penghawaan (ventilasi) dan pengaturan udara

  a. Ventilasi yang cukup sehingga dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang berjalan dengan baik.

  b. Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar.

  c. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian khusus.

  4. Kebisingan

  a. Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan.

  b. Sumber – sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan, missal dengan peredaman, penyekatan, pemindahan dan pemeliharaan mesin – mesin yang menjadi sumber bising (Kepmenkes RI, 2004).

2.3. Ruang Operasi Rumah Sakit

  Adalah suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Pada Ruang Operasi Rumah Sakit terdapat beberapa ruangan yaitu terdiri dari :

2.3.1. Ruang Pendaftaran

  a. Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi, khususnya pelayanan bedah. b. Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Operasi Rumah Sakit dengan dilengkapi loket, meja kerja, lemari berkas/arsip, telepon/interkom.

  c. Pasien bedah dan pengantar (keluarga atau perawat) dating ke ruang pendaftaran d. Pengantar (keluarga atau perawat), melakukan pendaftaran di Loket pendaftaran, petugas pendaftaran Ruang Operasi Rumah Sakit melakukan pendataan pasien bedah dan pendatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah, selanjutnya pengantar menunggu di ruang tunggu.

  e. Kegiataan administrasi meliputi : 1) Pendataan pasien bedah.

  2) Penandatnganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah. 3) Rincian biaya pembedahan.

  2.3.2. Ruang Tunggu Pengantar

  Ruang dimana keluarga atau pengantar pasien menunggu. Di ruang ini disediakan tempat duduk dengan jumlah yang sesuai aktivitas pelayanan bedah. Bila memungkinkan, sebaiknya disediakan pesawat televise dan ruangan dilengkapi system pengkondisian udara Rumah Sakit.

  2.3.3. Ruang Transfer (Transfer Room)

  a. Pasien bedah dibaringkan di stretcher khusus ruang operasi. Untuk pasien bedah yang dating menggunakan strestcher dari ruang lain, pasien tersebut dipindahkan ke stretcher khusus Ruang Operasi Rumah Sakit.

  b. Pasien melepaskan semua perhiasan dan diserahkan kepada keluarga pasien.

  c. Selanjutnya pasien dibawa ke ruang persiapan (preparation room).

  2.3.4. Ruang Tunggu Pasien (Holding Room)

  Ruang tunggu pasien dimaksudkan untuk tempat menunggu pasien sebelum dilakukan pekerjaan persiapan (preparation) oleh peyugas Ruang Operasi Rumah Sakit dan menunggusebelum masuk ke kompleks ruang operasi. Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit RS tidak memungkinkan, kegiatan pada ruangan ini dapat dilaksanakan di Ruang Transfer.

  2.3.5. Ruang Persiapan Pasien

  a. Ruang yang digunakan untuk mempersiapkan pasien bedah sebelum memasuki ruang operasi.

  b. Di ruang persiapan petugas Ruang Operasi Rumah Sakit membersihkan tubuh pasien bedah, dan mencukur bagian tubuh yang perlu dicukur.

  c. Petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengganti pakaian pasien bedah dengan pakaian khusus pasien Ruang Operasi Rumah Sakit.

  d. Selanjutnya pasien bedah dibawa ke ruang induksi atau langsung ke ruang operasi.

  2.3.6. Ruang Induksi

  Di ruang induksi, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengukur tekanan darah pasien bedah, memasang infus, memberikan kesempatan pada pasien untuk beristirahat/menenangkan diri, dan memberikan penjelasan pada pasien bedah mengenai tindakan yang akan dilaksanakan. Anestesi dapat dilakukan pada ruangan ini. Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit RS tidak memungkinkan, kegiatan anestesi dapat dilaksanakan di Ruang Operasi.

  2.3.7. Ruang Penyiapan Peralatan/Instrumen Bedah

  Peralatan/instrument dan bahan – bahan yang akan digunakan untuk pembedahan dipersiapkan pada ruangan ini.

  2.3.8. Ruang Operasi

  a. Ruang operasi digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi dan atau pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan operasi/ bedah. Ruang operasi harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi.

  b. Di ruang operasi, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang Operasi Rumah Sakit ke meja operasi/bedah.

  c. Di ruang ini pasien operasi dilakukan pembiusan (anestesi).

  d. Setelah pasien operasi tidak sadar, selanjutnya proses operasi dimulai oleh Dokter Ahli Bedah dibantu petugas medik lainnya.

  2.3.9. Ruang Pemulihan

  Ruang pemulihan ditempatkan berdekatan dengan ruang operasi dan diawasi oleh perawat. Pasien operasi yang ditempatkan di ruang pemulihan secara terus – menerus dipantau karena pembiusan normal atau ringan. Daerah ini memerlukan perawatan berkualitas tinggi yang dapat secara cepat menilai pasien tentang status : jantung, pernapasan dan physiologis, selanjutnya melakukan tindakan dengan memberikan pertolongan yang tepat.

  Setiap tempat tidur pasien pasca operasi dilengkapi dengan masing – masing satu outlet Oksigen, suction, Compressed Air, kotak kontak listrik, dan peralatan monitor.

  Kereta darurat (emergency cart) secara terpusat disediakan dan dilengkapi dengan defibrillator, airway, obat – obatan darurat, dan persediaan lainnya.

  2.3.10. Ruang Resusitasi Bayi/Neonatus.

  Ruangan yang dipergunakan untuk menempatkan bayi baru lahir melalui operasi Caesar, untuk dilakukan tindakan resusitasi terhadap bayi.

  Pada ruangan ini dilengkapi dengan tempat tidur bayi dan incubator perawatan bayi. Pada tiap inkubator harus dilengkapi dengan 1(satu) outlet oksigen dan vacuum. Di ruang bayi hanya tinggal sementara dan akan dipindahkan ke ruang bayi bersama ibunya setelah tersebut stabil ke ruang perawatan. Ruangan ini terletak di dekat ruang operasi.

  2.3.11. Ruang Ganti Pakaian (Loker).

  Loker atau ruang ganti pakaian, digunakan untuk Dokter dan petugas medic mengganti pakaian sebelum masuk ke lingkungan ruang operasi.

  Pada loker ini disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci yang dipegang oleh masing – masing petugas dan disediakan juga lemari/tempat menyimpan pakaian ganti dokter dan perawat yang sudah steril. Loker dipisah antara pria dan wanita. Loker juga dilengkapi dengan toilet.

  2.2.12. Ruang Dokter.

  Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian : a. Ruang kerja.

  b. Ruang istirahat/kamar jaga.

2.3.12. Scrub Station.

  Adalah bak cuci tangan bagi Dokter ahli bedah dan petugas medik yang akan mengikuti langsung pembedahan didalam ruang operasi.

  Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus scrub station yang harus dipenuhi, antara lain : a. Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua) orang.

  b. Aliran air pada setiap kran cukup.

  c. Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer.

  d. Dilengkapi dengan tempat cairan disenfektan.

  e. Dilengkapi sikat kuku.

Gambar 2.3.12. Scrub Station untuk 2 orang 2.3.13. Ruang Utilitas Kotor (Spoel Hoek, Disposal).

  a. Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek terdiri dari : 1) Sloop sink. 2) Service sink.

  b. Peralatan/instrument/material kotor dikeluarkan dari ruang operasi ke ruang kotor. c. Barang – barang kotor ini selanjutnya dikirim ke ruang laundry dan CSSD (Central Sterilized Support Departement) untuk dibersihkan dan disterilkan.

  d. Ruang Laundri dan CSSD diluar Ruang Operasi Rumah Sakit.

  2.3.14. Ruang Linen.

  Ruang linen berfungsi menyimpan linen, antara lain duk operasi dan pakaian bedah petugas/dokter pada Ruang Operasi Rumah Sakit.

  2.3.15. Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah.

  a. Ruang tempat penyimpanan instrument yang telah disterilkan. Instrument berada dalam tromol tertutup dan disimpan di dalam lemari instrument. Bahan

  • – bahan lain seperti kasa steril dan kapas yang telah disterilkan juga dapat disimpan di ruangan ini.

  b. Persediaan harus disusun rapi pada rak – rak yang titik terendahnya tidak lebih dari 8 inci (20cm) dari lantai dan titik tertingginya tidak kurang dari 18 inci (45 cm) dari langit – langit. Persediaan rutin diperiksa tanggal kadaluarsanya dan dibungkus secara terpadu.

  c. Ruang penyimpanan peralatan anestesi, peralatan implant orthopedic, dan perlengkapan emegensi diletakkan pada ruang yang berbeda dengan ruang penyimpanan perlengkapan bedah.

  2.3.16. Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor).

  Ruang untuk menyimpan peralatan kebersihan dan ruang tempat menempatkan barang – barang kotor didalam container tertutup yang berasal dari ruang – ruang di dalam bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan di luar bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.

2.4. Persyaratan Teknis Bangunan (Sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit.

  Persyaratan Teknis Ruang Operasi Rumah Sakit bertujuan memberikan petunjuk agar suatu perencanaan, perancangan dan pengelolaan bangunan ruang operasi di rumah sakit memperhatikan kaidah – kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan ruang operasi yang akan dibuat memenuhi standart keamanan, keselamatan, kemudahan dan kenyamanan bagi pasien dan pengguna bangunan lainnya serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

2.4.1. Alur Sirkulasi Ruang.

  Alur sirkulasi (pergerakkan) ruang pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

  Gambar I : Alur kegiatan di bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit

2.4.2. Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit.

  a. Ruangan – ruangan pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit dapat dibagi kedalam beberapa zona (lihat gambar II).

  b. Sistem zonasi pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit bertujuan untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi (infection control ) oleh mikroorganisme dari rumah sakit (area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi.

  c. Dengan menerapkan sistem zonasi ini dapat meminimalkan risiko infeksi pada paska bedah. Kontaminasi mikrobiologi dapat disebabkan oleh : 1) Phenomena yang tidak terkait komponen bangunan, seperti :

  • mikroorganisme (pada kulit) dari pasien atau infeksi yang mana pasien mempunyai kelainan dari apa yang akan dibedah.
  • Petugas ruang operasi, terkontaminasi pada sarung tangan dan pakaian.
  • Kontaminasi dari instrument, kontaminasi cairan.

2.4.3. Aksesibilitas dan Hubungan Antar Ruang.

  a. Aksesibilitas.

  Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan aksesibilitas tempat tidur. Ini berarti bahwa ruang operasi, area persiapan dan lain – lain, dan area lalu lintas yang bersebelahan dengannya harus aksesibel untuk tempat tidur.Selanjutnya, kebutuhan tempat tidur harus dapat melalui area jalur lalu lintas. Tabel II.D, menunjukkan kesimpulan persyaratan dasar yang berhubungan dengan aksesibilitas dari sarana Ruang Operasi Rumah Sakit, dimana sejauh ini mempunyai konsekuensi terhadap lebar ruang/area atau lorong ke ruangan/area.

  Keterangan area Persyaratan minimum Area bebas lalu lintas (antara pegangan tangan = rail) 2.,30 m Sama diatas, apabila tempat tidur harus mampu 2,40 m berputar Lebar bebas dari lorong ke akses area tempat tidur 1,10 m (ruang operasi, area persiapan, dll)

  Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan b. Hubungan antara ruang.

  Persyaratan dasar berikut diterapkan untuk hubungan antar ruang dalam bangunan (sarana) instalasi bedah.

  1). Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit harus bebas dari lalu lintas dalam lokasi rumah sakit, dalam hal ini lalu lintas melalui bagian Ruang Operasi Rumah Sakit tidak diperbolehkan.

  2). Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit secara fisik disekat rapat oleh sarana “air – lock” di lokasi rumah sakit.

  3). Kompleks ruang operasi adalah zona terpisah dari ruang – ruang lain pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit.

  4). Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi harus diatur agar jalur yang dilewatinya dari satu area “steril” ke lainnya dengan tidak melewati area “infeksius”.

2.4.4. Kebutuhan Ruang

  1. Zona Resiko Sangat Tinggi (Ruang operasi = Zone 4) a. Ruang Operasi Minor.

  1. Denah (layout) Ruang Operasi untuk bedah minor atau tindakan endoskopi dengan pembiusan local, regional atau total dilakukan pada ruangan steril. Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan minor, ± 36 m², dengan ukuran ruangan panjang x lebar x tinggi adalah 6 m x 6 m x 3 m.

  2. Peralatan utama pada ruang operasi minor ini adalah : - Meja operasi.

  • Lampu operasi tunggal. Mesin anestesi dengan saluran gas medis dan listrik menggunakan pendan anestesi atau cara lain.
  • Peralatan monitor bedah, dengan diletakkan pada pendan bedah atau cara lain.
  • Film viewer.
  • Jam dinding.

  • Instrument trolley untuk peralatan bedah.
  • Tempat sampah klinis.
  • Tempat linen kotor.
  • Lemari obat/peralatan dan lain – lain.

  Gambar : Contoh Denah Ruang Operasi Minor Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

  Gambar : Contoh Ruang Operasi Minor Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

  2. Ruang Operasi Umum (General Surgery Room)

  a. Denah (Layout) Kamar operasi umum menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total. Kamar operasi umum dapat dipakai spesialistik termasuk ENT, Urology, Ginekolog, Opthatmologi, Bedah Plastik dan setiap tindakan yang tidak membutuhkan peralatan yang mengambil tempat banyak.

  Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42 m², dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7 m x 6 m x 3 m.

  b. peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar ini antara lain :

  • 1 (satu) meja operasi (Operation Table).1 (satu) set lampu operasi (Operation Lamp), terdiri dari lampu utama dan lampu satelit.
  • 2 (dua) set peralatan Pendan (digantung), masing – masing untuk pendan anestesi dan pendan bedah.

  • 1 (satu) mesin anestesi.
  • film viewer.
  • Jam dinding.
  • Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
  • Tempat sampah klinis.
  • Tempat linen kotor.

  Gambar : Contoh Denah Ruang Operasi Minor Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Gambar : Contoh Suasana Ruang Operasi Umum/General (42 m²) Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

  3. Ruang Operasi Besar a. Denah (Layout).

  Kamar besar menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total.

  Ruang operasi bedah dapat digunakan untuk tindakan pembedahan yang membutuhkan peralatan besar dan memerlukan tempat banyak, termasuk diantaranya untuk bedah Neuro, bedah Orthopedi dan bedah jantung. Kebutuhan area ruang operasi besar minimal 50 m², dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7.2 m x 7 m x 3 m.

  Gambar : Contoh Denah Ruang Operasi Besar Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

  Gambar : Contoh Ruang Operasi Besar (50 m²) Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

  b. Peralatan kesehatan utama yang diperlukan antara lain : - 1 (satu) meja operasi khusus.

  • 1 (satu) lampu operasi.
  • 1 (satu) ceiling pendant untuk outlet gas medik dan outlet listrik.

  • 1 (satu) ceiling pendant untuk monitor.
  • Mesin anestesi, dan sebagainya.

  Gambar : Contoh Ruang Operasi Jantung Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

  4.Persyaratan Umum Ruang Sebagai bagian penting dari rumah sakit, beberapa komponen yang digunakan pada ruang operasi memerlukan beberapa persyaratan khusus antara lain : a) Komponen penutup lantai.

  1) Lantai tidak boelh licin, tahan terhadap goresan/gesekan peralatan dan tahan terhadap api.

  2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan bakteri.

  3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vynil anti statik. 4) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pemvakuman basah.

  5) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.

  6) Hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint). 7) Tinggi plint maksimum 15 cm.

  b) Komponen dinding.

  Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut : 1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak berjamur dan anti bakteri.

  2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori – pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.

  3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata. 4) Hubungan/pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk melancarkan arus aliran udara. 5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan(utuh), dan mudah dibersihkan.

  c) Komponen langit – langit.

  Komponen langit – langit memiliki persyaratan sebagai berikut :\ 1) Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti bakteri. 2) Memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu.

  3) Berwarna cerah, tetapi tidak menyialukan pengguna ruangan. 4) Selain lampu operasi yang menggantung, langit – langit juga bias dipergunakan untuk tempat pemasangan pendan bedah dan bermacam gantungan seperti diffuser air conditioning dan lampu fluorescent. 5) Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit tidak boleh system geser, karena menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikroorganisme setiap bergerak.

  d) Pintu Ruangan Operasi.

  1) Disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka tutup secara otomatis.

  2) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan – pembedahan.

  3) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass : double glass fixed windows ).

  4) Lebar pintu 1200 – 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat anti bakteri dan jamur dengan warna terang.

  2. Zona Resiko Tinggi (Kompleks Ruang Operasi = Zone 3)

  a. Ruang Induksi 1. Denah (Layout).

  Pasien bedah menunggu diruangan ini, apabila belum siap. Pembiusan lokal regional dan total dapat dilakukan diruangan ini. Ruangan harus tenang, dan ruangan ini terbebas dari bahaya listrik. Area ruang induksi yang dibutuhkan sekurang – kurangnya 15 m².

  Gambar : Contoh Denah (layout) Ruang Induksi/ Persiapan Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

2.5. Infeksi Nosokomial

2.5.1. Defenisi Infeksi Nosokomial

  Istilah infeksi nosokomial berasal dari kata Greek nosos (penyakit) dan

  

komeion (merawat) Nosocomion (atau menurut Latin, nosocomium) merupakan arti

  rumah sakit. Secara umum defenisi infeksi nosokomial yang telah disepakati yaitu setiap infeksi yang didapat selama perawatan di rumah sakit, tetapi bukan timbul ataupun pada stadium inkubasi pada saat masuk dirawat di rumah sakit, atau merupakan infeksi yang berhubungan dengan perawatan di rumah sakit sebelumnya (Soedarmo, dkk, 2008).

  Menurut Centre for Disease Control and Prevention (1998) dalam Soedarmo, dkk (2008), suatu infeksi didapatkan di rumah sakit apabila:

  1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinis dari infeksi tersebut.

  2. Tanda-tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai perawatan.

  3. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.

  4. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

  Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993, infeksi dikatakan didapat di rumah sakit apabila:

  1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/ gejala atau tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut.

  2. Infeksi terjadi 3x24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit, atau

  3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.

  2.5.2. Mikroorganisme Penyebab Infeksi

  Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh mikroorganisme patogen (bakteri, virus, fungi, dan protozoa). Sering disebabkan oleh bakteri yang berasal dari flora endogen pasien sendiri. Faktor-faktor seperti pengobatan dengan antibiotik, uji diagnostik dan pengobatan yang invasif, penyakit dasar, bersama-sama mengubah flora endogen pasien selama dirawat. Beberapa mikroorganisme seperti basili Gram- negatif, E. coli, spesies enterobakter, klebsiela, pseudomonas aeruginosa,

  

staphilococcus dan streptococcus merupakan pathogen nosokomial yang paling

sering (Soedarmo, dkk, 2008).

  Soedarmo, dkk, (2008) disebutkan beberapa jenis infeksi nosokomial yang paling sering terjadi dan mikroorganisme penyebabnya, antara lain yaitu :

  1. Infeksi Saluran Kemih Dari laporan penelitian, tercatat infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi nosokomial yang paling sering terjadi, lebih kurang 40% dari seluruh infeksi nosokomial. Saluran kemih merupakan tempat utama masuknya bakteria Gram-negatif ke dalam darah. Sepsis pada infeksi saluran kemih pada orang dewasa menyebabkan mortalitas yang tinggi.

  2. Infeksi Luka Operasi Infeksi pada luka operasi menduduki peringkat ke dua dari seluruh kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit umum. Infeksi luka operasi seringkali disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus, enterobacteria, pseudomonas, dan basili Gram-negatif lainnya.

  3. Infeksi Saluran Nafas Infeksi saluran nafas menempati urutan ke tiga dari seluruh kejadian infeksi nosokomial. Kebanyakan infeksi saluran nafas disebabkan oleh basil Gram- negatif usus (klebsiela, enterobakter, seratia, E.coli, dan proteus) dan pseudomonas. Basil Gram-negatif lain yang berhubungan dengan air seperti asinetobakter, flavobakterium, dan alkaligenes juga dapat terlibat.

  4. Bakteremia dan Infeksi Nosokomial pada kateter Intravena Bakteri yang paling berperan dalam terjadinya infeksi intravena ialah

  Stafilokokus (S.aureus dan S.epidermidis), spesies klebsiela (klebsiela, enterobakter, dan seratia), enterokokus dan pseudomonas aeruginosa.

  Soedarmo, dkk, (2008) dapat disimpulkan bahwa gejala infeksi nosokomial yang spesifik hanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan khusus seperti pemeriksaan laboratorium. Secara umum gejala non-spesifik yang dapat dilihat dari seseorang yang menderita infeksi nosokomial antara lain, yaitu:

  1. Perubahan temperatur atau suhu tubuh (demam)

  2. Diare atau mencret

  3. Mual dan muntah

  4. Pneumonia (flu, batuk, dan sebagainya)

  2.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi

  1. Adanya kuman pada tempat tersebut dan tergantung pada jenis, virulensi, jumlah dan lamanya kontak

  2. Adanya sumber infeksi

  3. Adanya perantara/pembawa kuman relatif menular

  4. Adanya tempat masuk kuman pada hospes baru 5. Daya tahan tubuh hospes baru dalam keadaan rendah (Depkes RI, 1994).

  2.5.4. Transmisi Penyakit Infeksi Nosokomial

  Parhusip (2005) dalam Laila A, Ika (2010) menyebutkan bahwa secara umum faktor yang mempengaruhi infeksi nosokomial terdiri atas 2 bagian besar, yaitu :

  1. Faktor Endogen Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri penderita, seperti: a. Umur : bayi dan orang tua lebih beresiko terhadap infeksi nosokomial.

  b. Penyakit penyerta dan kondisi-kondisi lokal seperti adanya luka terbuka.

  c. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah beresiko mendapatkan infeksi nosokomial.

  2. Faktor Eksogen Merupakan faktor yang berasal dari luar diri penderita, seperti:

  a. Lama penderita dirawat

  Sem akin lama penderit a diraw at , resiko at au kecenderungan unt uk t erkena infeksi nosokom ial akan sem akin besar.

  b. Kelompok yang merawat

  Tenaga kesehat an yang m eraw at selam a di rum ah sakit m erupakan salah sat u fakt or yang dapat m enyebabkan seseorang t erkena infeksi nosokom ial.

  c. Alat medis serta lingkungan

  Alat -alat yang digunakan dan lingkungan dapat m enjadi m edia t ransmisi m asuknya kum an pat hogen penyebab infeksi nosokom ial ke dalam t ubuh penderit a.

2.5.5. Kelompok yang Beresiko Terserang Infeksi Nosokomial

  Zulkarnain (1996) dalam Sjaifoellah, dkk, (1996) adapun kelompok yang beresiko mendapatkan infeksi nosokomial yaitu :

  1. Pasien Seseorang yang mendapatkan perawatan di rumah sakit.

  2. Petugas kesehatan Dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan lainnya yang berada di rumah sakit yang kontak dengan pasien dan lingkungan rumah sakit.

  3. Pengunjung atau penunggu paien Seseorang atau sekelompok orang yang datang ke rumah sakit dengan tujuan untuk melihat atau menjaga kerabat yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.

2.6. Mikroorganisme

  Mikroorganisme yang terdapat di lingkungan rumah sakit terdiri atas kuman patogen dan non patogen, jenis kuman yang dapat menyebabkan infeksi adalah jenis patogen. Dari beribu-ribu jenis mikroorganisme yang terdapat di alam hanya ada beberapa ratusan yang bersifat patogen pada manusia yang sering menyebabkan infeksi nosokomial, diantaranya : Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumonia (Entjang, 2003).

2.6.1. Escherichia coli

  Bakteri ini berbentuk batang, Gram negatif, fakultatif aerob, tumbuh baik pada media sederhana. Dapat melakukan fermentasi laktosa dan fermentasi glukosa, serta menghasilkan gas.

  Escherichia coli merupakan flora normal, hidup komensal di dalam colon

  manusia dan diduga membantu pembuatan vitamin K yang penting untuk pembekuan darah. Escherichia coli digunakan untuk menilai tentang baik tidaknya persediaan air untuk keperluan rumah tangga. Hal ini penting karena air untuk keperluan rumah tangga sering kali menyebabkan terjadinya epidemik penyakit-penyakit saluran pencernaan makanan, seperti : kolera, typhus, disentri dan penyakit cacing. Bibit penyakit ini berasal dari feses manusia yang menderita penyakit-penyakit tersebut. Karena itu, diusahakan agar air rumah tangga dijaga jangan sampai dikotori feses manusia, karena mungkin dalam feses manusia itu terdapat bibit-bibit penyakit tersebut.

  Indikat or yang paling baik unt uk m enunjukkan bahw a air rumah t angga sudah

dikot ori feses adalah dengan adanya Escherichia coli dalam air t ersebut , karena dalam feses

m anusia, baik sakit m aupun sehat t erdapat bakt eri ini. Dalam 1 (sat u) gram feses t erdapat

sekit ar 100 (serat us) jut a Escherichia coli.

  1. Penyakit yang Ditimbulkannya

  Escherichia coli merupakan flora normal di dalam usus manusia dan akan

  menimbulkan penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan lain. Escherichia coli dapat menimbulkan pneumonia, endocarditis, infeksi pada luka-luka dan abses pada berbagai organ.

  Escherichia coli merupakan penyebab ut am a m eningit is pada bayi yang baru lahir

dan penyebab infeksi t ract us urinarius (Pyelonephrit is, Cyst isis) pada m anusia yang diraw at

di rum ah sakit .

  Jenis t ert ent u dari Escherichia coli (ent eropat hogenic Escherichia coli) dapat

m enyebabkan penyakit diare pada anak-anak. Bakt eri ini sering m enim bulkan w abah diare

pada anak-anak yang sedang diraw at di rum ah sakit .

  2. Pencegahan Karena masalah utamanya adalah infeksi nosokomial, maka pencegahannya adalah dengan melakukan perawatan yang sebaik-baiknya di rumah sakit, antara lain : pemakaian antibiotika secara tepat, tindakan antiseptik yang benar, misalnya pada pemakaian catheter urina.

2.6.2. Staphylococcus aureus

  Bentuk coccus, Gram positif, formasi staphylae, mengeluarkan endotoxin, tidak bergerak, tidak mampu membentuk spora, fakultatif anaerob, sangat tahan

  o

  terhadap pengeringan, mati pada suhu 60 C (enam puluh derajat Celcius) setelah 60 (enam puluh) menit, merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernapasan bagian atas. Pada pemeriksaan padat koloninya berwarna kuning emas. Di alam terdapat pada tanah, air dan debu di udara.

  1. Penyakit yang Ditimbulkannya Menimbulkan infeksi bernanah dan abses. Infeksinya akan lebih berat bila menyerang anak-anak, usia lanjut dan orang yang daya tahan tubuhnya menurun, seperti penderita diabetes mellitus, luka bakar dan AIDS.

  Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit seperti ; infeksi pada

  folikel rambut dan kelenjar keringat, bisul, infeksi pada luka, meningitis, endocarditis, pneumonia, pyelonephritis, osteomyelitis dan pneumonia. Sedangkan di rumah sakit sering menimbulkan infeksi nosokomial pada bayi, pasien luka bakar atau pasien bedah yang sebagian besar disebabkan kontaminasi oleh personil rumah sakit (medis dan paramedis).

  2. Pencegahan Pencegahan penyakit dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh, hygiene pribadi dan sanitasi lingkungan.

2.6.3. Pseudomonas aeruginosa

Dokumen yang terkait

Dimensi-Dimensi Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan

1 68 76

Analisa Kandungan Mikroorganisme Pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013

3 34 117

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Definisi Rumah Sakit - Analisis Pemilihan Provider Pelayanan Kesehatan oleh Perusahaan untuk Meningkatkan Bed Occupancy Rate (BOR) Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan Tahun 2014

0 0 34

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 25

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Judul 2.1.1. Definisi Rumah Sakit - Rumah Sakit Ibu dan Anak

0 2 66

Dimensi-Dimensi Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan

0 4 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Definisi Rumah Sakit - Analisis Keberadaan Bakteri Udara di Ruang Operasi Setelah Penggunaan Sinar Ultra Violet (UV) dan Fumigan Didecyl Dimethyl Ammonium Chloride (DDAC) Rumah Sakit Umum Ameta Sejahtera Med

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Status Hemodinamik Pada Psien Pasca Bedah di Ruang ICU Pasca Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 15