BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Terhadap Investor Institusional Sebagai Salah Satu Penentuan Fakta Materil Dalam Prinsip Keterbukaan Di Pasar Modal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makna investor tentu tidak sama artinya antara di pasar modal dengan

  pengertian sehari-hari. Setiap orang yang melakukan pembelian saham atau surat- surat berharga atau efek-efek di pasar modal disebut investor. Semua orang bisa menjadi investor dengan syarat memiliki dana dan menggunakan dana tersebut untuk membeli dan menjual efek-efek perusahaan di pasar modal. Dalam keseharian makna investor biasanya diartikan sebagai orang yang membangun pabrik atau membangun

   properti.

  Semua investor baik individu maupun institusi membeli saham perusahaan untuk menghasilkan keuntungan melalui instrumen pasar modal . Komitmen para investor berusaha menempatkan dana pada pasar modal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang.

  Salah satu ciri yang membedakan perdagangan di pasar modal dengan

  

  perdagangan di pasar barang adalah penggunaan pialang (broker). Peran investor institusional tidak terlepas dari pialang (broker) sebagai penjamin emisi (underwriter), perantara penjualan atau pembelian efek, dan pengelola investasi di 1 Sawidji Widoatmodjo, Cara Sehat Investasi di Pasar Modal, (Jakarta: Yayasan Mpu Ajar Artha, 2000) hal. 44. 2 Ibid., hal. 20. Dalah bahasa sehari-hari broker biasanya disebut sebagai makelar. Sedangkan

di pasar modal menggunakan istilah pialang dan legal menurut undang-undang. Pada perdagangan di

  

pasar barang, pialang tidak mutlak diperlukan sedangkan pada perdagangan di pasar modal, pialang mutlak diperlukan. Investor di pasar modal tidak bisa membeli atau menjual efek-efek secara langsung ke bursa tanpa melalui pialang. pasar modal. Hubungannya dengan investor adalah mewakili kepentingan investor, memberikan nasehat atau penjelasan kepada investor dalam menentukan kebijakan berinvestasi. Sehingga dengan demikian untuk menganalisis fakta material, pialang

   (broker) mempunyai peranan yang sangat besar .

  Investor institusional dilayani oleh institusional broker. Apabila reksa dana atau dana pensiun dan lembaga-lembaga lainnya yang akan melakukan pembelian atau penjualan surat-surat berharga (efek) yang dimilikinya, maka investor

   institusional menghubungi institutional broker untuk bertransaksi sebagai perantara.

  Investor disebut juga dengan pemodal yakni orang perorangan atau suatu lembaga tertentu yang menanamkan dananya pada instrumen keuangan yang dapat berupa saham-saham, obligasi, dan lain-lain. Dalam pasar modal disebut dengan efek- efek berupa surat berharga yang antara lain: surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi

   kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.

  Investor institusional merupakan suatu organisasi yang menginvestasikan asetnya sendiri atau asset-aset pihak lain yang dipercayakan padanya melalui bursa efek (pasar modal). Investor institusional yang tipikal antara lain perusahaan- perusahaan investasi ( termasuk dana-dana bersama ) , dana-dana pensiun, perusahaan asuransi, dan bank. Investor institusional mempunyai banyak uang untuk

  3 Abdul Halim, Analisis Investasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2005) hal. 11. 5 Sawidji Widoatmodjo, Op. cit., hal. 22.

Pasal 1 angka 5 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

  diinvestasikan agar menciptakan profit. Tentu saja investor institusional berinvestasi

  

di pasar modal dengan volume yang besar.

  Investor institusional bukan investor perorangan tetapi investor yang merupakan lembaga. Misalnya dana pensiun, perusahaan asuransi, dan perusahaan

  

  lain melakukan investasi. Investor akan panik jika ada penyesatan informasi yang mengakibatkan informasi menjadi simpang siur sehingga membuat investor tidak dapat mengambil kebijakan membeli atau menjual saham-saham dengan harga yang sesuai.

  Ada dua pasar sekaligus menjadi sarana bagi investor institusional memperoleh keuntungan yaitu: pasar perdana (primary market) dan pasar sekunder

   (secondary market).

  Tidak meratanya informasi bagi investor karena ada informasi yang tidak disampaikan dan terjadi informasi telah dibocorkan kepada orang tertentu.Sementara informasi itu sangat berpengaruh karena mengandung fakta material, yang dapat

  6 http://www.belajarinvestasi.net/saham/main-saham-menghasilkan-uang, tulisan dengan judul “Saham Menghasilkan Uang”, diakses tanggal 24 Juni 2013. 7 Hendy, M. Fakhruddin, Istilah Pasar Modal A-Z, (Jakarta: Elex Media Komputindo- Kelompok Kompas Gramedia, 2008), hal. 98. 8 Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2009), hal. 25-26. Pasar perdana (primary market) yaitu antara saat izin go public diberikan sampai

dengan waktu tertentu sesuai dengan perjanjian emiten dengan penjamin emisinya. Pada masa ini

saham ditawarkan di luar bursa dengan harga yang disepakati antara emiten dengan penjamin emisi.

  

Sedangkan pasar sekunder (secondary market) yaitu pasar di mana investor berkesempatan setelah

saham-saham didaftarkan di bursa. Setelah pasar perdana ditutup, perusahaan didaftarkan di bursa, setelah itu pasar sekunder dimulai. Disebut pasar sekunder karena melakukan perdagangan adalah para

pemegang saham dan calon pemegang saham. Uang yang berputar di pasar sekunder tidak lagi mengalir ke dalam perusahaan yang menerbitkan efek tetapi berpindah dari pemegang saham yang satu ke pemagang saham yang lain. digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi investor untuk melakukan investasi di pasar modal.

  Pengaruh Investor luar negeri terhadap Bursa Indonesia sangat besar. Investor yang melakukan transaksi di bursa saham dikelompokkan berdasarkan asal dari investor yaitu investor domestik dan investor luar negeri (asing). Investor domestik mempunyai karakteristik dengan pengetahuan tentang transaksi perdagangan saham dan pengalaman bermain saham yang masih minim. Jumlahnya pun masih sedikit. Informasi tentang bursa yang didapatkan oleh investor lokal juga terbatas. Penyebabnya adalah emiten cenderung membatasi informasi yang diberikan kepada investor lokal, yang juga memiliki dana terbatas. Sementara itu investor luar negeri (asing) mempunyai karakteristik superior dibanding investor lokal. Investor asing memiliki pengetahuan yang luas tentang seluk-beluk transaksi saham di bursa, berpengalaman serta memiliki dana untuk diinvestasikan di bursa saham. Sebesar 70 persen dari volume perdagangan saham berasal dari transaksi-transaksi yang dilakukan para investor asing (institusional). Semua pihak sudah memahami bila bursa sudah marak maka investor asing telah masuk atau membeli saham di bursa.

  Akibatnya, investor lokal kembali mengikuti sehingga perdagangan makin marak, demikian juga sebaliknya. Investor asing melakukan pembelian melalui perusahaan asing seperti Merryl Lynch, Baring, Jardine dan sebagainya. Investor lokal biasanya memperhatikan transaksi yang dilakukan oleh broker asing yang dijadikan sebagai

   patokan sebelum membeli atau menjual saham di Pasar Modal.

  Warrent Buffett seorang investor di Amerika, dengan perusahaan investasinya bernama Berkshire Hathaway, menjadi acuan dan banyak ditiru oleh investor. Isu masuknya Warrent Buffett ke bisnis tertentu (membeli saham suatu perusahaan) merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu dan dianggap sebagai sinyal positip yang

   menjadikan harga saham perusahaan tersebut menjadi naik.

  Setiap perusahaan (emiten) yang menawarkan efeknya melalui pasar modal wajib mengungkapkan seluruh informasi mengenai fakta material secara transparan (full disclosure) mengenai keadaan usahanya termasuk keadaan keuangan, aspek hukum, manajemen, dan harta kekayaan perusahaan kepada publik (investor).

  Investor sangat menentukan maju mundurnya kegiatan di pasar modal. Dengan fakta material yang diperoleh para investor dapat memahami kondisi perusahaan yang sebenarnya sebelum mengambil keputusan membeli atau tidak membeli efek-efek

   emiten.

  Dalam hal suatu informasi yang mengandung fakta material tidak seluruhnya diungkapkan atau disembunyikan atau dipalsukan sehingga menyesatkan (misleading) investor, maka perusahaan (emiten) wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh investor . Profesionalisme para investor merupakan hal 9 Adles Haymans Manurung, Pasar Modal Indonesia Menjadi Bursa Kelas Dunia, (Jakarta,

  PT. Elex Media Komputindo, 2005), hal. 37-39 10 Roy Sambel, dan Totok Sugiharto, Becoming Smarter, tougher, and Wiser Investor (Jakarta, PT. elex Media Komputindo, 2009) hal. 13 Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, (Bandung: Alumni, 2005), hal. 208. penting dalam mendukung perkembangan pasar modal. Meningkatnya investor institusional dapat meningkatkan objektifitas, kewajaran, dan efisiensi, serta

   keterbukaan di pasar modal.

  Mengenai fakta material juga terdapat pada saat perusahaan diperiksa dari segi hukum (due diligence) atau disebut dengan legal audit. Sebelum perusahaan (emiten) melakukan proses go public wajib terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dari segi hukum (due diligence). Tujuan dari legal audit ini untuk menyajikan fakta- fakta hukum mengenai emiten secara utuh dan menyeluruh tanpa ada fakta material

   yang ditutupi (full disclosure).

  Pihak pemeriksa pada tahap ini wajib melaksanakan prinsip kerahasiaan, bahwa hasil pemeriksaan merupakan fakta material yang tidak dibenarkan dibuka ke

  

  publik sebelum pada waktunya dibuka. Selain pihak pemeriksa, bagi penjamin emisi (underwriter), penasehat hukum perusahaan, akuntan perusahaan, juga diwajibkan melaksanakan prinsip kerahasiaan terhadap fakta material yang

   diperolehnya ketika melaksanakan due diligence.

  Fakta material dapat diperoleh oleh investor institusional dengan menggunakan sistim book building. Penawaran saham dengan menggunakan book

  

building ini khusus ditujukan untuk mempengaruhi investor institusional yang

  diperkirakan akan menjadi pemesan yang potensial. Sistim ini digunakan sebagai 12 13 Ibid., hal. 209.

  St. Laksanto Utomo, Pemeriksaan Dari Segi Hukum atau Due Diligence, (Bandung: Alumni, 2008), hal. 6. 14 Ibid., hal. 9.

  Asril Sitompul, Due Diligence dan Tanggung Jawab Lembaga-Lembaga Penunjang Pada Proses Penawaran Umum , (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 35-38. penawaran awal yang dilakukan emiten dan penjamin emisi (underwriter) sebelum melakukan penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering-IPO) yaitu sebelum ditetapkannya jumlah dan harga yang pasti. Tujuannya untuk mengetahui

  

  besarnya permintaan akan saham yang akan IPO beserta harganya. Sebab jika investor institusional masuk sebagai pemesan efek suatu perusahaan (emiten), biasanya diikuti dengan masuknya investor-investor lain (investor institusional atau individual) sebagai followers.

  Sebagai contoh, misalnya PT. ABC menawarkan sahamnya pada kisaran harga antara Rp.625 hingga Rp.825 per saham. Dengan book building ternyata diketahui pada umumnya para investor berminat pada harga Rp.700. Sehingga kemudian emiten dan penjamin emisi sepakat menjual saham pada harga tersebut.

  Sistim ini dilakukan emiten dan penjamin emisi dengan memberikan prospektus ringkas. Sehingga emiten dan penjamin emisi dapat mengetahui informasi atau fakta

   material besaran jumlah saham yang akan diterbitkan nanti pada saat IPO.

  Berpedoman pada Pasal 1 angka 7 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menentukan bahwa fakta material sama dengan informasi, yaitu: “Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut”. Di dalam penjelasan undang-undang, tentang 16 Hendy M. Fakhruddin, Go Public Strategi Pendanaan dan Peningkatan Nilai Perusahaan, (Jakarta: Elex Media Komputindo-Kelompok Kompas, 2008), hal. 89. 17 Ibid., hal. 90.

  informasi atau fakta materiil diuraikan: a). penggabungan usaha, pengambil alihan, peleburan usaha, b).pemecahan saham,pembagian dividen, c). pendapatan yang luar biasa sifatnya, d).perolehan/kehilangan kontrak penting, e).produk atau penemuan baru yang berarti, f).perubahan tahun buku perusahaan, g).perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen. Informasi atau fakta material menurut Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-86/PM/1996 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik yang

  

  diperkirakan dapat mempengaruhi efek atau keputusan investasi pemodal : 1.

  Penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, atau pembentukan usaha patungan;

  2. Pemecahan saham atau pembagian dividen saham; 3.

  Pendapatan dari dividen yang luar biasa sifatnya; 4. Perolehan atau kehilangan kontrak penting; 5. Produk atau penemuan baru yang berarti; 6. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen; 7. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat utang; 8. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang material jumlahnya;

  9. Pembelian, atau kerugian penjualan aktiva yang material; 10.

  Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting; 11. Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan, dan atau direktur dan komisaris perusahaan;

  12. Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain; 13.

  Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan; 14. Penggantian wali amanat; 15. Perubahan tahun fiskal perusahaan.

  UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tidak memerinci apa yang dimaksud dengan fakta material sesuai dengan perkembangan di dalam praktek.

  Sebab di dalam praktek sesungguhnya banyak hal yang dapat digolongkan sebagai

  Redaksi Sinar Grafika, Himpunan Peraturan Pasar Modal, UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal , (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal. 901. fakta material dan yang lebih penting dari itu adalah bahwa fakta material tersebut dapat mempengaruhi harga saham atau keputusan calon investor di bursa termasuk diantaranya hal-hal yang diatur dalam Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep- 86/PM/1996 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik dan Peraturan Nomor X.K1 sebagaimana di atas.

  Para investor institusional selalu aktif mengumpulkan berbagai informasi dan memanfaatkannya untuk memahami harga-harga saham yang ditawarkan dalam pasar perdana maupun pasar sekunder. Informasi yang dikumpulkan tentu saja informasi yang mengandung fakta material. Misalnya penentuan fakta material dalam kasus

  

Texas Gulf Sulfur (TGS) di Amerika Serikat diputuskan oleh pengadilan bahwa

  pengeboran bijih utama yang potensial dapat mempengaruhi investor membeli atau

   menjual saham dan penemuan itu mempengaruhi harga saham di bursa.

  Penerapan teori kemungkinan (propability theory) di pasar modal Amerika Serikat pada masa itu baru pertama kali diterapkan tepatnya pada kasus antara SEC

  

versus Texas Gulft Sulphur . Pada kasus TGS Co akhirnya ditetapkan kriteria atau

  

  standar materiel yang dirinci dengan pengujian: 1.

  Apabila disampaikan kepada publik, dapat mengakibatkan fluktuasi harga saham;

  2. Informasi yang dapat diprediksi oleh orang luar perusahaan (outsiders) melalui keahliannya yang dapat mempengaruhi keputusan untuk berinvestasi;

  19 Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pascasarjana, 2001), hal. 65. 20 Ibid., hal. 214-216.

  3. Fakta material tidak hanya terbatas pada sesuatu informasi melainkan dapat pula membawa dampak bagi perusahaan di masa akan datang dan dapat membawa akibat yang mempengaruhi keinginan investor untuk membeli atau menjual saham.

  Terhadap perbuatan pegawai TGS Co., Darke dan Coates (membeli opsi saham berdasarkan informasi orang dalam),Pengadilan USA mengambil putusan menggunakan ukuran material, dan pengadilan berpendapat informasi yang dihilangkan (menemukan cadangan bahan tambang) dalam perkara ini termasuk sebagai fakta materiel karena besarnya dan luasnya potensi pelanggaran dan pelanggaran tersebut aktual terjadi di banyak tempat sehingga dimungkinkannya

   dilakukan tuntutan hukum terhadap kedua pegawai yaitu Darke dan Coates.

  Pada kasus TGS di atas, penentuan fakta material sangat begantung pada tanggapan para investor institusional. Tanggapan tersebut dapat berupa membeli saham perusahaan jika ternyata informasi itu potensial dapat memberikan keuntungan bagi investor atau menjual saham-saham perusahaan disebabkan adanya indikasi merosotnya kondisi perusahaan untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Jadi pada prinsipnya penentuan fakta material bagi investor dapat diukur dari sejauh mana pengaruhnya bagi investor (followers) untuk membeli atau menjual saham karena dalam transaksi tersebut masuk sebuah atau beberapa investor institusional yang cukup mampu mempengaruhi harga saham di bursa.

  Praktek perdagangan orang dalam (insider trading) tidak dapat dipisahkan dengan penggunaan fakta material oleh insider. Sebab insider selalu menggunakan 21 Ibid. fakta material tersebut. Pihak yang memiliki fakta material itu salah satunya adalah

  

insider yang jika membocorkan informasi kepada pihak lain berpotensi

  mempengaruhi harga-harga saham di bursa. Jika mempengaruhi harga-harga saham di bursa, maka informasi tersebut masuk dalam kategori fakta material. Tetapi fakta material tidak saja hanya digunakan dan mempengaruhi harga-harga saham di bursa, walaupun insider tersebut tidak membocorkan informasi tersebut kepada pihak lain tetap disebut sebagai fakta material karena berhubungan langsung dengan efek-efek

   perusahaan.

  Tidak adanya batasan mengenai kapan orang dalam (insider) dapat melakukan transaksi setelah fakta material dibuka (disclose) dapat mengakibatkan investor institusional kewalahan dalam menentukan fakta material tersebut. Contoh kasus misalnya suatu emiten yang bergerak di bidang pembuatan komputer di Indonesia, pada tanggal 15 Maret 1997, akan melakukan akuisisi 80% sebuah perusahaan penanaman modal asing (joint venture) yang bergerak di bidang pengahasil

   komponen komputer di Tangerang.

  Informasi tersebut adalah fakta material, sebab dengan akuisisi tersebut akan menghindarkan kesulitan bagi emiten dalam memperoleh pasokan komponen komputer dan akan berakibat positif terhadap kualitas maupun kuantitas produksinya. Informasi tersebut telah disampaikan kepada masyarakat (investor) pada tanggal 14 Maret 1997 satu hari sebelum dilakukan akuisisi melalui jumpa pers. Masalahnya 22 Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Op. Cit., hal. 78-80.

  Najib A. Gisymar, Insider Trading Dalam Transaksi Efek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 76-77. adalah bagaimana jika direktur terkait misalnya melakukan transaksi beli 1.000.000

   (satu juta) lembar saham perusahaan target tersebut.

  Kasus tersebut di atas sepintas tidak menimbulkan masalah sebab emiten telah mengumumkan fakta material yang akan terjadi. Tetapi di sisi lain pihak direktur telah terlebih dahulu menggunakan fakta material dengan membeli saham perusahaan target pada tanggal 14 Maret 1997 dan informasi tersebut ternyata mempengaruhi harga saham perusahaan target. Sementara investor tidak seluruhnya mengetahui

   informasi tersebut.

  Berdasarkan contoh kasus di atas, pada satu sisi direktur melakukan praktek

  

insider trading sedangkan di sisi lain para investor terkecoh dengan informasi fakta

  material yang telah dimanfaatkan orang dalam (insider). Peluang ini terjadi karena dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang Pasar Modal dan peraturan lainnya tidak diatur kapan informasi fakta material dibuka (disclose) sehingga peristiwa ini mengakibatkan informasi menyesatkan (misleading information) yang pada gilirannya akan mengurangi kepercayaan para investor.

  Rencana perseroan yang telah go public untuk melakukan merger, akuisisi, maupun konsolidasi juga merupakan suatu fakta material yang wajib dibuka kepada para investor pada saat yang tepat, sebab fakta tersebut sangat mempengaruhi terjadinya fluktuasi harga efek perusahaan yang bersangkutan (perusahaan target).

  Perbuatan direktur tersebut dapat dikenakan sanksi sebagaimana Pasal 104 UU No.8 25 Ibid., hal. 78.

  Ibid. Tahun 1999 tentang Pasar Modal sementara bagi investor tidak ada konsekuensi bagi

   investor yang dirugikan oleh praktek perdagangan orang dalam.

  Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT. Krakatau Steel pada bulan November tahun 2010 melakukan IPO dengan harga Rp.850,- (delapan ratus lima puluh rupiah) per lembar saham. Penentuan harga ini menjadi perdebatan umum. Sebagian ahli pasar modal dan ahli ekonomi memandang harga yang ditetapkan demikian tidak wajar dan terlalau rendah, tetapi di sisi lain pihak

  

  manajemen dan penjamin emisi (underwriter) mengatakan harga tersebut adalah harga yang wajar. Akhirnya 13 (tiga belas) orang ekonom mengajukan gugatan pembatalan penawaran umum saham perdana ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

   (Surat Gugatan No. 500/PDT/2010/PN Jakpus), karena diduga ada penyimpangan.

  Argumentasi dari para ekonom itu mengatakan fundamental PT. Krakatau Steel sangat baik dengan harga wajar per lembar saham seharusnya di atas Rp. 1000,- (seribu rupiah) bukan dengan harga Rp.850,- (delapan ratus lima puluh rupiah) per lembar saham. Para ekonom itu juga mengemukakan tidak ada transparansi (keterbukaan) tentang fakta-fakta material dan proses pengambilan keputusan harga saham per lembar untuk saham PT. Krakatau Steel tersebut ditetapkan.

  Menurut Menteri BUMN, Pemerintah memilih menetapkan harga Rp.850,- per lembar saham demi untuk dapat mengakomodasi investor domestik selain 26 27 Ibid., hal. 51.

  Ada tiga underwriter PT. Krakatau Steel yaitu : PT. Mandiri Sekuritas, PT. Danareksa Sekuritas, dan PT. Bahana Sekuritas. 28 Harian Medan Bisnis, Tanggal 6 Nopember 2010. investor luar negeri. Pemerintah menawarkan 20% (dua puluh persen) saham (3.155 milyar lembar) milik PT. Krakatau Steel senilai Rp.4 Trilyun kepada publik. Dari

   pembentukan harga (book building) jelas mulai Rp.800,- (delapan ratus rupiah), Rp.

  825,- (delapan ratus dua puluh lima rupiah), Rp.850,- (delapan ratus lima puluh rupiah, dan sampai Rp.925,- (sembilan ratus dua puluh lima rupiah) permintaan langsung menurun. Menteri BUMN mengumumkan rentang harga saham antara Rp.800 (delapan ratus rupiah) s/d Rp.1.150,- (seribu seratus lima puluh rupiah) per

   lembar saham dan kemudian menetapkan Rp.850,- per lembar.

  Jika dibandingkan dengan perusahaan industri baja lainnya, harga saham perdana milik PT. Krakatau Steel senilai Rp.850,- (delapan ratus lima puluh rupiah) tersebut, bahwa harga ini tergolong tidak murah, karena 20 % (dua puluh persen) lebih tinggi daripada harga saham Pohang Iron and Steel Corporation (Posco) dari Korea Selatan dan Tata Steel asal India yang masing-masing merupakan produsen

   baja terbesar keempat dan kedelapan di dunia.

  Dalam proses book building, PT. Krakatau Steel memperoleh pesanan hingga 30 (tiga puluh) milyar saham atau hampir 9 (sembilan) kali lipat dari jumlah saham 29 Hendy M. Fakhruddin, Istilah Pasar….Op. cit., hal. 25. Sistem book building adalah proses

  

yang dilakukan emiten dan penjamin emisi sebelum melakukan penawaran umum saham perdana

(IPO), yaitu sebelum ditetapkannya jumlah dan harga yang pasti atas penawaran saham tersebut.

Proses book building dilakukan pihak penjamin emisi dan emiten dengan cara menerbitkan prospektus

ringkas yang disertai dengan kisaran harga penawaran saham. Tujuan sistem ini adalah untuk

mengetahui besarnya permintaan akan saham yang akan ditawarkan beserta harganya. Setelah masa

penawaran ditutup, emiten dan penjamin emisi dapat menentukan harga penawaran yang pasti atas

dasar harga rata-rata yang diajukan oleh para investor tadi, beserta jumlah saham yang akan

diterbitkan. 31 Kompas, Tanggal 28 Oktober 2010 dan Tanggal 4 November 2010.

  Ibid. yang dilepas ke publik. Dalam hal ini, PT. Jamsostek (Persero) salah satu investor institusional, memperoleh jatah Rp.100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah) pada

  

saat PT. Krakatau Steel melaksanakan IPO.

  Pada hari pertama pencatatan atau pendaftaran (listing) di pasar sekunder, harga saham PT. Krakatau Steel naik sampai Rp.1.350,- (seribu tiga ratus lima puluh rupia) per lembar saham dengan volume perdangangan yang lumayan besar. Kemudian harga berangsur turun, terkoreksi, menjadi sebesar kurang lebih Rp.1.000,- (seribu rupiah) per lembar saham. Dari harga saham di pasar sekunder tersebut, terlihat animo masyarakat masih cukup tinggi untuk bertransaksi pada saham milik PT. Krakatau Steel. Harga di pasar perdana (IPO) sebesar Rp.850,- (delapan ratus lima puluh rupiah) kemudian naik pada harga Rp.1.350,- (seribu tuga ratus lima puluh rupiah) di pasar sekunder dan saat ini Rp.1.010,- (seribu sepuluh rupiah) pada bulan September 2011. Penurunan ini menunjukkan bahwa harga perdana tersebut

  

  tetap diangap rendah. Saat ini, per tanggal 15 Januari 2014 harga saham Krakatau

34 Steel sebesar Rp. 477,-

  Harga saham perdana harus memberikan kemungkinan keuntungan (capital

  

gain ) bagi para investor dan juga bagi penjamin emisi (underwriter) agar investor

  32 33 Medan Bisnis, Tanggal 2 November 2010. 34 Ibid . 35 Harian Kompas, 15 Januari 2014, hal 20 Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, (Yogyakarta: Akademi Manajemen

Perusahaan YKPN, 2004), hal. 116. Penjamin emisi (underwriter) adalah pihak yang telah mengadakan kontrak untuk membeli efek dari emiten, atau pihak pengendali yang mempunayi afiliasi dengan emiten, atau penjamin emisi efek lainnya untuk dijual dalam rangka penawaran umum. mau membeli saham perdana tersebut. Dengan demikian harga saham perdana PT. Krakatau Steel menjadi perdebatan karena dianggap masih terlalu rendah.

  Dalam IPO Krakatau Steel (KS) ini ada tiga isu yang muncul. Pertama, kontroversi harga per lembar saham dianggap terlalu rendah. Kedua, ada dugaan kartel investor bermain. Ketiga, Menko Perekonomian diangap lepas tangan. Sejumlah kalangan mengkritik harga saham KS terlalu murah, karena itu harus dijelaskan ke publik secara tuntas. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah

  

Nomor 59 Tahun 2009, bahwa pihak yang berwenang menetapkan harga penjualan

adalah Menteri Negara BUMN, sebagai pemegang saham, namun harus berkonsultasi

  terlebih dahulu dengan DPR RI. Mengenai wacana pembatalan IPO sulit dilaksanakan, sebab pasar modal menuntut kepastian dalam investasi. Jika ini tidak ada, Indonesia akan dianggap “tidak nyaman” sehingga para investor akan mengalihkan modal ke Negara-negara tetangga. Jika pembatalan dilakukan, emiten dan underwriter bisa digugat para investor, baik lokal maupun asing. Pembatalan IPO setelah penetapan harga resmi dan pernyataan efektif sangat tidak lazim di dunia pasar modal. Ada dugaan kartel investor asing bermain di balik IPO KS ini untuk menguasai BUMN ini, namun jika dihitung secara akurat, kuota 35 % (tiga puluh lima persen) saham investor asing pada IPO harus dilihat secara utuh. Angka 35 % ini, alokasi total IPO KS hanya sebesar 20 %, sisanya 80 % masih di tangan pemerintah. Dari 20 % ini, kurang lebih sepertiga ditawarkan ke investor asing. Sisanya, dua per tiga, ditawarkan ke investor dalam negeri. Jika dihitung secara keseluruhan dari saham KS, kepemilikan saham investor asing pada dasarnya hanya 7

   % (tujuh persen) dari total saham KS.

  Empat bulan kemudian PT. Garuda Indonesia (BUMN) melakukan privatisasi pada bulan Februari 2011 dengan harga saham perdananya dianggap terlalu tinggi, sebesar Rp.750,- (tujuh ratus lima puluh rupiah) per lembar saham. Sebahagian kalangan menilai Menteri BUMN merasa disudutkan ketika diserang masalah saham PT. Krakatau Steel yang dianggap rendah sehingga memutuskan harga saham PT.

37 Garuda Indonesia agak tinggi.

  13 Sebelumnya manajemen PT. Garuda Indonesia dan penjamin emisinya telah

  melakukan road show ke beberapa propinsi di Indonesia dan juga keluar negeri untuk menawarkan saham PT. Garuda Indonesia. Kebijakan yang diambil dengan membagi porsi penjatahan antara lain: jatah investor domestik 80% (delapan puluh persen) dan

   20% (dua puluh persen) untuk investor luar negeri.

  Harga saham perdana PT. Garuda Indonesia ditetapkan Rp.750,- (tujuh ratus lima puluh rupiah), merupakan level terbawah dari kisaran harga antara Rp.750,- s/d Rp.1.000,- per saham ketika dilakukan book building. Total saham yang dilepas sebanyak 6,33 (enam koma tiga puluh tiga) milyar lembar saham atau sekitar 27,98%

  36 37 Iman Sjahputra, Pengantar Hukum Pasar Modal, hal.157-160 Riant Nugrroho dan Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), hal. XIV. 38 Harian Bisnis dan Kontan, Tanggal 27 Januari 2011.

  (dua puluh tujuh koma sembilan puluh delapan persen) dari jumlah modal yang

   ditempatkan dan disetor penuh oleh PT. Garuda Indonesia.

  Kemudian pada tanggal 11 Februari 2011 saham PT. Garuda Indonesia listing di pasar sekunder (bursa) dengan harga Rp.750,- (tujuh ratus lima puluh rupiah) dan langsung terkoreksi hingga minggu pertama setelah listing harga saham PT. Garuda Indonesia tertekan semakin melemah sampai ke Rp.560,- (lima ratus enam puluh)

  

  dan terkoreksi 25% (dua puluh lima persen). Penetapan harga perdana sebesar Rp.750,- dinilai terlalu tinggi, terbukti saham PT. Garuda Indonesia tidak terserap ke pasar sebesar 47% (empat puluh tujuh persen) sekitar 3 (tiga) milyar lembar saham dari 6,33 (enam koma tiga puluh tiga) milyar lembar saham, sehingga ketiga penjamin emisi yang berstatus full commitment harus membeli saham yang tidak laku

   dijual kurang lebih harganya sebesar Rp.2,24 (dua koma dua puluh empat) trilyun.

   Harga saham Garuda sat ini (15 Januari 2014) adalah Rp. 496,-

  Berdasarkan contoh penetapan harga saham perdana milik PT, Krakatau Steel dan milik PT. Garuda Indonesia tersebut di atas, terdapat persoalan dalam penentuan harga saham merupakan fakta material, terutama pada saat penawaran perdana. Pada dasarnya harga saham tunduk pada hukum permintaan dan penawaran. Hukum permintaan dan penawaran sepenuhnya berlaku setelah di pasar sekunder, tetapi pasar perdana tidak sepenuhnya terpengaruh dari hukum permintaan dan penawaran. PT. 39 40 Harian Kompas, Rabu 9 Pebruari 2011.

  Kompas, Tanggal 17 Pebruari 2011. 42 Sunariyah, Op. cit., hal. 117-118.

  Harian Kompas, 15 Januari 2014, hal 20 Krakatau Steel dan PT. Garuda Indonesia dan juga penjamin emisi (underwriter) kedua perusahaan ini adalah sama-sama BUMN maka penentuan harga saham perdana tersebut tidak terlepas dari intervensi Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri BUMN, sehingga mekanisme pasar dengan hukum permintaan dan penawaran tidak sepenuhnya berjalan.

  Harga saham yang terbentuk pada dasarnya sesuai mekanisme pasar, di mana berlaku hukum permintaan dan penawaran sesuai dengan kondisi informasi yang

  

  diperoleh mengenai fakta material tentang perusahaan. Ada suatu hubungan yang jelas antara harga pasar suatu saham dengan jumlah yang diminta. Jika harga suatu saham yang diminta pasar rendah maka investor yang membeli saham tersebut akan tinggi (hukum permintaan). Sedangkan jika harga saham tinggi maka investor yang menjual saham akan melepas sahamnya ke pasar (hukum penawaran). Kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di bursa akan menghasilkan keseimbangan harga dan kuantitas. Kesimbangan pasar terjadi pada harga dan kuantitas ketika kekuatan penawaran dan permintaan seimbang. Pada titik ini jumlah yang akan dibeli

   oleh investor beli sama dengan jumlah yang akan dijual oleh investor jual.

  Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran dapat dianalisis bahwa harga saham PT. Krakatau Steel tergolong rendah sehingga banyak pembelinya dan seluruh saham terserap oleh pasar, sedangkan harga saham PT. Garuda Indonesia terlalu 43 As’ad Sungguh, Kamus Ekonomi & Perdagangan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1992), hal. 109 dan hal. 364.

  Paul A. Samuelson & William D. Nodhaus, diterjemahkan oleh Haris Munandar dan Rudy Tambunan, Makro Ekonomi , (Jakarta: Erlangga, 1992), hal. 66. tinggi sehingga tidak semua terjual, sebab saham yang terjual sedikit dibandingkan yang disediakan, berarti saham tidak semua terserap oleh pasar.

  Penentuan harga saham perdana sangat menentukan kelanjutan saham tersebut akan terserap oleh pasar atau tidak. Penjamin emisi mengharapkan semua saham dapat terserap oleh pasar agar tidak dibebani oleh kewajiban untuk membeli saham yang tidak laku dijual di pasar perdana. Penentuan harga saham sebaiknya dilakukan sesuai dengan mekanisme pasar, dengan demikian terbentuk harga pasar (market

   price ).

  Hampir seluruh saham yang melakukan IPO memiliki harga relatif rendah dengan menggunakan analisis fundamental. Bila dilihat pada faktanya pembentukan harga pada penjualan saham PT, Krakatau Steel dan PT. Garuda Indonesia sengaja dibuat rendah oleh perusahaan sekuritas (underwriter) agar investornya mendapat keuntungan. Tujuan perusahaan sekuritas agar investornya tidak lari atau pindah ke perusahaan lain karena saham yang ditawarkan membuatnya rugi. Pembentukan harga saham dapat terjadi dikarenakan tiga faktor permintaan dan penawaran, agen yang memperdagangkan saham, dan informasi yang diperoleh berbagai agen untuk

   bertransaksi.

  Persoalan IPO KS ini menyangkut transparansi yang kurang dilakukan bagaimana proses hitung-hitungan dalam menentukan harga IPO tersebut. Karena PT.

  Krakatau Steel berupa BUMN, milik negara, maka tranparansi penentuan harga harus 45 Winardi, Kamus Ekonomi: Inggris-Indonesia, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 218.

  Adler Haymas Manurung, Ekonomi Finansial, (Jakarta: Adler Manurung Press, 2010), hal. 4-5. diumumkan ke publik, kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Memang DPR RI adalah merupakan wakil rakyat, tetapi tidak berarti jika keputusan telah diambil bersama DPR maka pemberitahuan kepada rakyat banyak tidak diperlukan lagi. Jika perusahan yang akan go public merupakan perusahaan swasta murni (negara tidak mempunyai saham) maka harga IPO sepenuhnya ditentukan oleh para pemegang saham. Bagaimana harga saham IPO ditentukana adalah wewenang mutlak pemegang saham.

  pada tahun 1990

  memproyeksikan laba yang diperolehnya pada tahun 1991 adalah sebesar Rp.87 milyar. Pada bulan Juli 1991, laba yang diperoleh perusahaan tersebut baru mencapai Rp. 10,5 milyar. Berdasarkan informasi mengenai laba perusahaan pada bulan Juli tersebut, maka ada salah seorang dalam menyampaikan order jual saham PT. AP yang dimilikinya untuk dijual. Akibat adanya order jual tersebut, maka terjadilah perpindahan kepemilikan saham PT.AP dalam dua hari kerja bursa sebesar 2.120.000 (dua juta seratus dua puluh ribu) lembar saham dan mengakibatkan juga turunnya harga saham perusahaan tersebut dari Rp. 7.350,- menjadi Rp. 3.250,- Informasi mengenai laba tersebut hanya dimiliki oleh pialang saja dan tidak dibuka kepada masyarakat investor secara luas, sehingga dengan demikian telah terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 190 Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1548/KMK.013/1990 tentang Pasar Modal (KMK 1548) yang menentukan bahwa

  Erman Radjagukguk, “Mekanisme Pasar Modal dan Persoalan-persoalan Hukum yang Timbul” , makalah seminar, Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 1-2 Maret 1992 orang dalam, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan yang ditetapkan oleh Ketua Bapepam, sehubungan dengan suatu perusahaan dilarang :

  a) Melakukan kegiatan atas efek perusahaan tersebut dalam hal yang bersangkutan mempunyai informasi orang dalam, dan b) Melakukan kegiatan atas efek dari perusahan lain yang terlibat dalam suatu transaksi yang telah atau akan dilaksanakan dengan perusahaan tersebut, dalam hal yang bersangkutan mempunyai informasi orang dalam yang berkaitan dengan transaksi dimaksud.

  Pasal 190 KMK 1548 Jo. KMK 1199 secara jelas telah melarang adanya transaksi karena informasi orang dalam, tanpa terlebih dahulu membuka informasi tersebut. Pihak PT. AP dalam kasus tersebut hanya menyampaikan permohonan maaf kepada Bapepam, BEJ dan masyarakat, tanpa ada sanksi yang dijatuhkan

  

  kepadanya. Kasus tersebut apabila terjadi di Amerika maka dapat dipastikan akan terjaring dengan ketentuan Pasal 10 (b), Rule 10b-5 SEA 1934 dan apabila terbukti maka akan terkena sanksi antara lain mengembalikan keuntungan yang telah diperolehnya dari transaksi tersebut.

  

KMK 1548 Jo 1199 tidak menentukan ketentuan sanksi pidana terhadap pihak yang

melanggar ketentuan tersebut.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan permasalahan yang diteliti adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai penentuan fakta material menurut UU

  No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal? 2. Apakah transaksi yang dilakukan oleh investor institusional di pasar modal dapat dikategorikan sebagai fakta material?

C. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dilakukan penelitian terhadap permasalahan dimaksud di atas adalah:

  1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan mengenai penentuan fakta material menurut UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

  2. Untuk mengetahui dan menganalisis fakta material dengan adanya transaksi yang dilakukan investor institusional di pasar modal.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini memberikan sejumlah manfaat yang berguna baik secara teoritis dan praktis sebagai berikut:

  1. Secara teoritis bermanfaat bagi kalangan akademisi sebagai bahan kajian penelitian dan pengkajian lebih lanjut serta menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya tentang pengaturan dan penentuan fakta material oleh investor institusional berdasarkan prinsip keterbukaan di pasar modal.

  2. Secara praktis bermanfaat bagi para investor institusional, bagi lembaga- lembaga penunjang pasar modal, profesi penunjang pasar modal, Otoritas Jasa Keuangan, perusahaan (emiten), dan penjamin emisi, pialang, perusahaan penitipan efek, dan perusahaan kustodian efek, dimana dengan hasil penelitian ini dapat diketahui rumusan lain (tambahan) tentang fakta material selain rumusan yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

E. Keaslian Penelitian

  Penelitian ini memiliki keaslian dan tidak plagiat dari hasil karya ilmiah pihak lain. Karena sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara khususnya di Program Studi Magister Ilmu Hukum. Dari hasil pemeriksaan diperoleh beberapa judul tesis, antara lain:

  1. Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan di Pasar Modal Sebagai Upaya Perlindungan Terhadap Investor. Penulis Nunung Handayani, NIM: 057005015.

  2. Pertanggungjawaban Pengelolaan PT (Persero) Dalam Persfektif Hukum Pasar Modal. Penulis Sherly Hutagaol, NIM: 047005068.

  3. Perlindungan Hukum Bagi Investor Publik Dalam Penghapusan Pencatatan (Delisting) Saham Pada Kegiatan Pasar Modal Indonesia. Penulis Mukhti, NIM: 067005075.

  4. Analisis Hukum Tanggung Jawab Akuntan Publik Atas Laporan Keuangan Yang Menyesatkan dalam Prospektus Di Pasar Modal Indonesia. Penulis Murzal, NIM: 017005026.

  5. Manipulasi transaksi saham Perusahaan Publik Dalam Pasar Modal. Penulis R. Deddy Haryanto, NIM: 017005030.

  6. Analisis Hukum Terhadap Forward Looking Statement Emiten Di Pasar Modal. Penulis : Bernat Panjaitan, NIM: 017005007.

  7. Analisis Pengaturan Pasar Perdana Dengan Pasar Sekunder Dalam Mekanisme Pasar Modal Di Indonesia. Penulis Daniel Pardede, NIM: 037005066.

  8. Tanggung Jawab Pialang Dalam Transaksi Saham Di Pasar Modal. Penulis Purnama Sari Putri, NIM: 057005066.

  9. Analisis Hukum Ketentuan Fakta material Dalam Perspektif Hukum Pasar Modal. Penulis Johan Alamsyah, NIM: 057005005011.

  10. Perlindungan Hukum Bagi Investor Terhadap Praktek Insider Trading dalam Perdaganan Saham Di Bursa Efek. Penulis Syarief Oesman Ahimsa, NIM; 037005050.

  11. Pengaturan Prinsip Keterbukaan Perusahan Publik Dalam Perlindungan Lingkungan Hidup Di Pasar Modal Indonesia. Penulis Heriyanti, NIM: 027005013.

  Berdasarkan hasil penelusuran terhadap beberapa judul tesis di atas dapat disimpulkan bahwa judul dan permasalahan mengenai pengaturan dan penentuan fakta material oleh investor institusional berdasarkan prinsip keterbukaan di pasar modal, dalam penelitian ini tidak memiliki kesamaan dengan judul dan permasalahan yang telah ada sebelumnya. Penelitian tentang pengaturan dan penentuan fakta material oleh investor institusional berdasarkan prinsip keterbukaan di pasar modal, baru pertama kali dilakukan, sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif, terbuka, dan sesuai pula dengan implikasi etis dari prosedur menemukan kebenaran ilmiah secara bertanggung jawab.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

  Teori yang berkaitan dengan suatu informasi yang mempengaruhi harga saham adalah teori Hypotesis Pasar Modal yang Efisien (Efficient Capital Market

  

Hypothesis disingkat ECMH). Pada mulanya ECMH muncul dalam literatur ekonomi

  dan kemudian mejadi alat bagi ahli hukum serta menjadi bahan untuk membuat opini

   hukum.

  Dalam literatur ekonomi, pasar yang efisien yaitu efisien secara operasional dan efisien berdasarkan nilai informasi serta bila tercapai berdasarkan keputusan.

  Sehingga dengan demikian ada tiga faktor yang menentukan suatu pasar dapat dikatakan sebagai pasar efisien, yaitu faktor operasional, nilai informasi, dan keputusan. 49 Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam….Op. cit., hal. 12.

  Berdasarkan teori efisiensi pasar, dikatakan suatu pasar efisien jika tercipta kondisi efisien secara operasional dan efisien berdasarkan informasi serta efisien berdasarkan keputusan. Teori pasar efisien secara operasional menurut Fama di mana kondisi pasar memiliki transaksi yang likuid untuk saham-saham dan biaya yang berlaku sangat murah. Secara sederhana pasar ini menyatakan bahwa pasar tersebut beroperasi secara efisien. Investor ingin melakukan transaksi dengan mudah dan cepat berhasil mendapatkan saham yang diinginkan sesuai dengan harga yang wajar. Investor juga dapat menjual saham tersebut dengan secepatnya. Hal ini biasa terjadi dengan kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh pengelola bursa. Pengelola bursa harus membuat peraturan yang sedemikian rupa sehingga investor bisa bertransaksi

   dengan mudah dan harga yang murah.

  Teori pasar efisien berdasarkan informasi menyatakan bahwa informasi yang tersedia secara cepat menyebar ke pasar sehingga harga saham merupakan refleksi dari seluruh informasi yang ada. Artinya harga saham tersebut berubah berdasarkan informasi yang masuk dan merubah nilai wajar perusahaan sehingga harga saham di bursa juga berubah secara cepat. Pasar efisien berdasarkan informasi ini dikembangkan oleh Fama (1970) dengan defenisinya sebagai berikut: “A security

   market is efficient if security prices fully reflect the information available ”.

  50 Adler Haymas Manurung, Op. cit., hal. 15. Teori Efisiensi Pasar yang dikemukakan oleh Adler Haymas Manurung dalam bukunya Ekonomi Finansial digunakan dalam menganalisis teori pasar saham di Pasar Modal. 51 Ibid., hal. 16.

  Teori efisiensi berdasarkan keputusan (kebijakan) selain dikemukakan oleh Fama juga dikembangkan oleh Hartono (2001) yang mengatakan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan pasar menjadi efisien berdasarkan keputusan yaitu informasi yang tersedia dan kecanggihan pelaku pasar. Pelaku pasar harus canggih menggunakan keputusan semua informasi publik yang disampaikan emiten karena informasi tersebut memberikan signal kepada para pelaku pasar mengenai perusahaan

   sehingga keputusannya yang diambil harus tepat.

  Berdasarkan teori tersebut jelas memberikan gambaran bahwa sebuah pasar dikatakan efisien bila secara operasional, kebijakan yang ada, dan informasi yang tersedia terefleksi pada harga saham. Bila informasi yang tersedia tidak terefleksi pada harga saham, maka pasar tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pasar yang efisien. Dari faktor-faktor penentu efisiensi pasar tersebut akan membentuk kondisi pasar seperti yang digambarkan Fama berikut ini:

   Gambar 1 : Bentuk Efiensi Pasar Weak-Form Semi-Strong Efficient Strong efficient