BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAN II.1. Kerangka Teori II.1.1. Organisasi - Evaluasi Kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama (Fkub) Provinsi Sumatera Utara Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama Di Provinsi Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAN II.1. Kerangka Teori II.1.1. Organisasi Sebelum diberikan kepastian tentang pengertian organisasi ada baiknya

  disini dikutipkan beberapa pengertian organisasi menurut para ahli. Menurut Oliver Sheldon (1923) organisasi adalah proses penggabungan pekerjaan yang para individu atau kelompok-kelompok harus melakukan dengan bakat-bakat yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas sedemikian rupa memberikan saluran terbaik untuk pemakaian yang efisien, sistematis, positif, dan terkoordinasi dari usaha yang tersedia. Tidak juh berbedan dengan James D. Money (1974), menurut James organisasi adalah bentuk perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama. Sedangkan Daniel E. Griffiths (1959) mengemukakan organisasi adalah seluruh orang-orang yang melaksanakan fungsi- fungsi yang berbeda, tetapi saling berhubungan dan dikoordinasikan supaya sebuah tugas atau lebih dapat diselesaikan. menurut sutarto organisasi adalah sistem saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang berkerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.

  Dari defenisi diatas dapat di temukan kesepakatan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan organisasi yakni orang-orang, kerjasama, dan tujuan tertentu. Orang-orang merupakan sekumpulan anggota organisasi yang memiliki hierarki, adanya kerjasama yakni gabungan dari beberapa fungsi organisasi, beberapa orang memiliki beberapa fungsi tetapi untuk mencapai tujuan yang sama, inilah hakekat organisasi. Beberapa faktor yang disebut diatas saling mempengaruhi dan tidak terpisahkan.

II.1.1.1. Syarat-syarat Terbentuknya Organisasi

  Organisasi yang terbentuk harus memiliki visi maupun misi agar pergerakan organisasi dapat terarah dan jelas mau dibawa kemana perkumpulan tersebut dan disamping itu keselarasan tujuan pun merupakan faktor terpenting dalam perjalanan sebuah organisasi. Apabila salah satu anggota dari organisasi tidak selaras atau sejalan dengan tujuan organisasi maka kegagalan organisasi akan terjadi.

  Di samping visi dan misi serta keselarasan tujuan syarat-syarat terbentuknya suatu organisasi adalah adanya struktur jabatan atau umumnya dikenal dengan struktur organisasi yakni adanya penerapan posisi atau kedudukan yang jelas dari setiap individu atau anggota yang terkait dalam organisasi contoh pemimpin, asisten pemimpin, bawahan atau karyawan dan sebagainya. Selanjutnya syarat terbentuknya organisasi yang terakhir adalah adanya pembagian kerja yang jelas jadi setelah struktur terbentuk disitulah akan terbentuk pula pembagian kerja yang jelas yakni adanya bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab bagi setiap anggota kelompok atau individu yang telah ditetapkan peranannya dalam organisasi. Jadi ada syarat terbentuknya organisasi mencakup :

  1. Adanya visi dan misi, Berdirinya suatu organisasi yaitu harus mempunyai visi, dimana visi tersebut berfungsi untuk menjalankan misi atau dengan kata lain, visi merupakan suatu cara untuk menjalanlan misi. Misi merupakan tujuan utama yang ingin dicapai oleh suatu organisasi yang berdiri

  2. Keselarasan tujuan, Tujuan organisasi akan memudahkan untuk melakukan koordinasi antar anggota, membuat struktur organisasi, membagi kerja dan lainnya yang pada intinya mempermudah perumusan arah pergerakan organisasi.

  3. Adanya struktur jabatan, dan Sebuah perkumpulan dinamakan organisasi apabila memiliki struktur organisasi yang terikat, dan diisi oleh pejabat-pejabat organisasi yang sesuai dengan kemampuan bidangnya.

  4. Adanya pembagian kerja. Setiap organisasi memiliki bagian tugasnya masing-masing. Dimana pembagian tugas ini untuk mempercepat penyelesaian tugas-tugas pokok organisasi

II.1.1.2. Jenis-Jenis Organisasi

  Terkait dengan jenis-jenis organisasi, secara umum organisasi dibedakan dalam beberapa jenis, diantaranya :

  1. Organisasi Formal Organisasi dinamakan formal apabila mempunya struktur yang dijabarkan dengan baik yang dapat menggambarkan hubungan-hubungan, wewenang, kekuasaan,akuntabilitas, dan tanggung jawab. Organisasi formal mempunyai rincian pekerjaan yang jelas bagi tiap anggota. Jenjang tujuan organisasi formal dinyatakan dengan tegas. Status, prestise, gaji, pangkat dan lainnya diatur dan dikontrol secara baik.organisasi formal tahan lama dan terencana sebab penempatannya sesuai peraturan, mereka relatif tidak fleksibel. Keanggotaan dan organisasi formal diperoleh dengan sadar, organisasi formal bentuknya seperti organisasi perusahaan, pemerintah pusat dan daerah, universitas dan organisasi resmi yang dinyatakan secara undang-undang.

  2. Organisasi Informal Berlawanan dengan organisasi informal organisasi informal disusun secara bebas, fleksibel, tak pasti dan spontan. Keanggotaan organisasi informal mungkin diperoleh dengan sadar atau tidak sadar, dan hal itu sering sukar untuk menentukan waktu yang pasti kapan seseorang menjadi anggota. Dalam organisasi informal keanggotaan seseorang atau keterlibatannya mungkin hanya “tumbuh” melalui waktu. Situasi yang pasti, hubungan antar anggota dan bahkan tujuan organisasi tidak dirinci. Beberapa perkumpulan organisasi informal adalah perkumpulan pesta, makan malam, perkumpulan orang sedang mengantri. Dan lainnya yang tidak memiliki struktur terikat undang-undang.

II.1.2. Evaluasi

  Evaluasi adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja melainkan kepada seluruh proses kebijakan. ada enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu:

  a. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi b. Analisis terhadap masalah

  c. Deskripsi dan Standarisasi kegiatan

  d. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi

  e. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain.

  f. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

  8 II.1.2.1 Pendekatan Evaluasi

  Menurut william N Dun (2003;611-612), evaluasi kebijakan merupakan dua aspek yang sangat berhubungan; penggunaan berbagai macam metode untuk memantau hasil kebijakan publik dan program dan aplikasi serangkaian nilai untuk kegunaan hasil terhadap beberapa orang.Dun menjelaskan terdapat tiga pendekatan evaluasi, antara lain :

  1. Evaluasi Semu (prosudeo

  Evaluation

  ) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utamanya adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang datat terbukti sendiri tanpa adanya kontraversial.

  8

lihat keterangan lengkap dalam pendapat Edward A. Schuman, dalam buku Riant

Nugroho Edisi 5, hal 342.

  2. Evaluasi formal (formal Evaluation) merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya megenai hasil kebijakan, tetapi mengevaluasi hasil tersebut atau dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utamanya adalah tujuan dan target diumumkan secara formal merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan program.

  3. Evaluasi keputusan teoritis (decicion theorytic evaluation) merupakan pendekatan yang mengunaan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil- hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai pelaku kebijakan.

  Pendekatan pokok evaluasi ini yakni evaluasi keputusan teoritis berusaha untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan, baik yang tersembunyi maupun yang dinyatakan.

  Tabel 1 Pendekatan Evaluasi (Dun, 2003;12)

Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk-Bentuk Utama

  Evaluasi Semu

  Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan.

  Ukuran, manfaat, atau nilai akan terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial

   Eksperimental sosial  Akuntansi sistem sosial  Pemeriksaan sosial  Sisteis riset dan praktik

  Evaluasi Formal

  Menggunakan metode deskriftif untuk megnhasilkan informasi yang vald dan dapat dipercaya mengenai

  Tujuan dan sasaran dari pengambilan kebijakan dan administrator yang secara resmi

   Evaluasi perkembangan  Evaluasi eksperimental  Evaluasi proses

  Lanjutan Tabel 1.

  hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program kebijakan. diumumkan merupakan pengukuran yang tepat dari manfaat atau nilai retrospective

   Evaluasi hasil ertrospective Evaluasi keputusan teoritis

  Menggunakan metode deskriftif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan.

  Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal atau diam- diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai.

   Penilaian tentang dapat tidaknya evaluasi  Analisis utulitas multiatribut.

  Kemudian evaluasi dalam konteks manajemen organisasi, Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan dan kenyataan”. Hal yang sangat dipentingkan dalam semua kegiatan evaluasi adalah kesempurnaan dan keakuratan data. Evaluasi pada dasarnya merupakan kajian mencari faktor-faktor penyebab timbulnya permasalahan, bukan hanya sekedar gejala yang tampak dalam permukaan. Karena itu evaluasi merupakan kegiatan diagnostik, menjelaskan interpretasi hasil analisis data dan kesimpulan.

  Selanjutnya sebagai indikator organisasi berkinerja tinggi dapat diukur dari hasil kerja organisasi (kinerja) organisasi itu sendiri. Bila hasil evaluasi ternyata menunjukkan kinerja yang tinggi berarti organisasi tersebut telah berhasil melakukan perubahan menjadi organisasi berkinerja tinggi, demikian juga sebaliknya. Bila organisasi tidak berhasil melakukan perubaha-perubahan lebih baik menjadi organisasi yang berkinerja tinggi maka organisasi tersebut telah gagal menjalankan perannnya. Apabila hasil evaluasi menyatakan organisasi telah gagal menjalankan perannya maka perlu dibangun sistem yang baru.

II.1.3. Evaluasi Kinerja Organisasi Evaluasi Kinerja adalah salah satu fungsi utama dalam Sistem Manajemen.

  Evaluasi ini berkaitan dengan Performa Individu dan Manajemen (Tim) untuk menuju Pengembangan Karir dan Pertumbuhan Organisasi. Evaluasi Kinerja terkait dengan Productivity, Quality, Cost, Delivery, Safety, Morale,

  

Environment . Evaluasi Kinerja bertujuan untuk peningkatan Pembelajaran dan

  Pertumbuhan Organisasi yang sangat bergantung pada Pengembangan Sumber Daya Manusia yang Handal.

  Proses evaluasi terhadap kinerja organisasi ini penting dilakukan, karena tanpa evaluasi tidak akan diketahui sampai sejauhmana organisasi tersebut telah efektif melakukan perubahan menuju organisasi berkinerja tinggi. Dari hasil evaluasi bisa diketahui apa kekurangan dalam mewujudkan organisasi berkinerja tinggi dan kemudian dapat dilakukan langkah-langkah penelitian untuk memperbaiki kondisi yang ada.

  Mengingat pentingnya evaluasi kinerja organisasi untuk mengetahui tingkat perubahan dalam mewujudkan organisasi berkinerja tinggi, maka pertanyaan yang muncul adalah indikator apa saja yang pertu diukur sehingga evaluasi yang dilakukan dapat memberi informasi keadaan yang sebenarnya dari tingkat kinerja yang ada?

  Berikut akan dijelaskan beberapa indikator yang dipaparkan peneliti untuk mengevaluasi kinerja organisasi. Model indikator berikut ini telah sering dilakukan oleh para evaluator organisasai untuk melakukan evaluasi kinerja. untuk mengevaluasi kinerja organisasi bisa dilakukan dengan indikator-indikator sebagai berikut :

  

Tabel 2

Indikator Evaluasi Kinerja Organisasi

  Indikator Penjelasan Visi dan misi Apakah visi misi telah tercapai sesuai dengan tingkat pencapaiannya? Pemberdayaan pegawai sampai sejauh mana pegawai diberdayakan dalam rangka proses pencapaian visi dan misi, motivasi dilakukan terhadap individu-individu di dalam organisasi?

  Fleksibel sejauhmana organisasi menyesuaikan dengan perubahan dan sejauhmana pula learning

  organization /penciptaan iklim belajar terus

  menerus dilakukan? berkomunikasi dengan sejauh mana organisasi/individu organisasi

  

stakeholders /pihak terkait dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/

  dengan kinerja organisasi pelanngan? Fokus pada penetapan hasil sampai sejauh mana pengukuran kinerja dilakukan dalam mencapai visi dan misi? Berkompetisi sejauh mana pemupukan semangat berusaha dilakukan, ketangguhan pegawai menghadapi masalah dan semangat pegawai yang senantiasa berusaha dan tidak mudah menyerah?

  Sumber : Diklat Teknis Evaluasi Kinerja Organisasi LAN 2012

  Melalui evaluasi dapat dilihat realitas pelaksanaan program maupun peranan organisasi dalam melaksanakan kebijakan. Dari evaluasi, evaluator dapat mengidentifkasi masalah, kondisi dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan. Dari hasil identivikasi nantinya akan mampu mendorong umpan balik untuk kelangsungan organisasi kedepannya.

  Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun para pelaku lainnya sesuai standar dan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah maupun pembuat kebijakan. Melakukan evaluasi dapat diketahui apakah output maupun outcome benar-benar sampai ke kelompok sasaran.

II.1.4. Agama.

  Agama yang berbeda-beda dan dianut secara berbeda-beda pula oleh orang beragama merupakan obyek penelitan ilmu agama. Ilmu agama melakukan penelitian terhadap agama-agama yang ada tanpa membeda-bedakan mana yang “benar” dan “palsu”.

  a. Pengertian Agama Secara etimologi kata agama berasal dari bahasa sansekerta yaki pemisahan dari dua kata “a” artinya tidak dan “gama” artinya kacau berarti agama itu artinya “tidak kacau”. Dalam bahasa inggris agama disebut religion, berasal dari kata religare yang arti dasarnya ialah “keterikatan” maksudnya ialah setiap orang yang menganut agama dengan sungguh tentulah terikat pada agama yang dianutnya. Agama dalam bahasa Semit yaitu Din, yakni Undang-Undang atau Hukum, karena setiap agama itu memiliki undang-undang dan hukum, tetapi bukanlah mutlak hanya agama yang memiliki undang-undang atau hukum.

  Dari ketiga istilah tersebut, maka dapat ditarik pengertian bahwa agama adalah hal yang mengikat pengikutnya secara langsung atau tidak langsung kepada undang-undang atau hukum yang berlaku dalam ajaran agama tersebut sehingga kehidupan diharapkan tidak kacau balau.

  Defenisi lain dari agama adalah kepercayaan yang dipersatukan dan disertai takut yang sungguh-sungguh kepada Allah, takut disini bukan berarti lari atau tidak berani, melainkan rasa hormat dan taat, kepada Allah, serta tidak melanggar ajaran-ajaran-Nya.

  Memang sejatinya pengertian agama tidak bisa dikaji dengan defenisi yang amat lengkap, dimana defenisi agama itu tidak bisa diterima oleh semua orang, selalu ada perdebatan mengenai pengertian agama. Untuk itu perlu pendekatan lain untuk menyamakan persepsi tentang agama, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan unsur. Dimana agama memiliki unsur-unsur tertentu yang semua unsur tersebut bisa diterima oleh semua orang. unsur-unsur utama yang pada dasarnya dimiliki oleh agama ialah ;

  1. Ada oknum yang disembah ; kadang kala oknum ini disembah sebagai yang ilahi, yang berbeda jauh diluar manusia, yang kudus, yang memiliki kekuatan gaib atau misterius, dewa atau dewi, ataupun Allah.

  2. Adanya pengakuan, keyakinan dan kepercayaan ; adanya kekuatan gaib yang misterius yang jauh diluar dari manusia, apakah kekuatan itu berbentuk oknum atau tidak, tetapi diresponi manusia dengan kenyataan, rasa hormat dan takut bahkan dengan rasa ketergantungan kepadanya. Manusia itu mempercayai bahwa keberuntungan hidupnya dalam dunia ini, bahkan di alam baka, tergantung pada hubungan yang harmonis dengan kekuatan gaib tersebut. Bila hubungan harmonis itu tidak tercapai, maka yang terjadi adalah malapetaka dalam hidupnya.

  3. Adanya pemujaan atau penyembahan : pemujaan berarti pengalaman religious yang berbentuk pertemuan antara sipenganut agama dengan yang disembah. Hal ini dilakukan dalam tempat- tempat tertentu yang dianggap mempunyai kaitan erat dengan kekuatan misterius dari yang disembah.

  4. Adanya realisasi moralitas : maksudnya dalam bentuk usaha untuk menaati aturan-aturan agama yang dianut, manusia diharapkan mampu mengendalikan tingkah laku sehari-hari sesuai dengan ajaran yang dikehendaki oleh agama tersebut.

  Implikasi unsur-unsur agama diatas amatlah penting bagi Indonesia, dimana masyarakat Indonesia berlandaskan pancasila. Dalam masyarakat ini, gejala agama merupakan gejala yang amat penting. Kepercayaan warga negara terhadap Tuhan telah memiliki unsur dasar yang tidak bisa disangkal bahwa Indonesia memiliki kekhasan yang membuatnya berbeda satu dengan yang lainnya.

  b. Hakekat Agama Setiap ajaran agama mengandung ajaran keimanan atau kaidah-kaidah azasi yang dipercayai kebenarannya secara mutlak yang dari padanya dijabarkan dalam sistem nilai dan norma hidup bermayarakat, segenap pola sikap dan tingkah laku pribadi. Tuhan Yang Maha Esa (YME) menyatakan kehendak-Nya melalui ajaran agama guna menjadi pegangan umat manusia dalam hidupnya. Ajaran agama memberi pedoman mengenai hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (YME), dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dan dengan alam sekitarnya, termasuk dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan bertanah air yang keseluruhannya itu merupakan ibadah.

  Tuhan Yang Maha Esa menghendaki terjadinya kerukunan diantara sesama umat manusia, tidak menghendaki adanya pertentangan dan permusuhan, melainkan persatuan, persaudaraan dan perdamaian. Umat manusia dengan berbagai agama yang dianutnya adalah mahluk ciptaan Tuhan YME. Dan dengan jalan kebasan manusia dapat memilih jalan yang hendak dipergunakan dalam menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

  Agama memberikan nilai-nilai moral dan kaidah-kaidah sosial untuk mengendalikan tingkah laku dalam bermayarakat agar terwujud kedamaian dan tata tertib dalam pergaulan hidup bangsa dan umat manusia. Ajaran agama menyatakan supaya menghormati dan menghargai penganut agama yang berbeda karena berdasarkan kitab suci agama masing-masing semua menyembah Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinannya masing-masing.

  Hakekat agama ialah wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang dituangkan dalam kitab suci/ajaran agama yang berisikan pokok-pokok iman dan hukum- hukum Tuhan Yang Maha Esa yang antara lain mengatur hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa serta hubungan manusia dengan sesama. Agama mengajarkan kebaikan, kerukunan, dan sejahtera secara spiritual dan material. Tidak ada satu agama pun yang menghendaki supaya agama yang berbeda binasa dan sensara, atau menghendaki manusia lain susah dan memderita.

  c. Agama-Agama di Indonesia Secara resmi ada 6 (enam) agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam,

  Khatolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu. Sehubungan dengan keberadaan keenam agama formal di Indonesia terbentuklah sedikitnya enam kelompok besar agama atau organisasi yang berbasis keagamaan di indonesia yaitu :

  1. Majelis Ulama Indonesia (MUI)

  2. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)

  3. Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)

  4. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)

  5. Perwalian Umat Budha di indonesia (WALUBI)

  6. Majelis Tinggi Agama Konghuchu Indonesia (MATAKIN)

lembaga agama inilah yang mengatur kehidupan manusia dalam kaitanya dengan

keagamaan masing-masing untuk meningkatkan kualitas hidup keagamaan setiap

umat beragma.

  II.1.5.Tinjauan Tentang Kerukunan Umat Beragama

  II.1.5.1. Defenisi Kerukunan Umat Beragama

  Pengertian tentang kerukunan merujuk kepada pengertian yang dikemukakan oleh Frans Magnis Suseno, bahwa kerukunan berasal dari kata rukun yang diartikan “berada dalam keadaan selaras, tenang dan tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan dan bersatu dalam maksud untuk membantu”.

  Dalam PBM No. 9 & 8 tahun 2006 yang dimaksud dengan kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi

  

toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan

  dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

  Dalam praktik beragama dan berkeyakinan, tidak bisa dipungkiri ketegangan sering timbul dalam interen umat beragama dan antar umat beragama, hal ini disebabkan oleh :

  1. sifat dari masing-masing agama yang mengandung tugas dakwah atau misi 2. kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama lain. Arti keberagamannya lebih kepada sikap fanatisme dan kepicikan (sekedar ikut-ikutan).

  3. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri sehingga kurang menghormati agama lain.

  4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.

  5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik interen umat beragama maupun ekstern umat beragama

  6. Kurang mau mebuka diri dan saling pengertian mengenai masalah perbedaan pendapat.

  7. Tidak terbinanya dialog atau intervaith movement antar umat yang berbeda agama.

  Penyebab-penyebab diatas telah nyata terjadi ditengah-tengah masyarakat Indonesia, bahkan telah mnyasa semua agama yang ada. sehingga membuat konflik agama di seluruh ddaeah di indonesia memiliki intensitas tinggi.

II.1.5.2. Aspek Kerukunan Umat Beragama

  Kerukunan dalam peraturan bersama menteri agama dan menteri dalam

  9

  negri Nomor 9 dan 8 tahun 2006 adalah meliputi tiga aspek :

  1. Intern Umat Beragama Kerukunan juga bisa dilihat dari sesama pemeluk agama tertentu. Semakin orang menghargai dan menghormati kepercayaan atau bisa madzhap yang diperlukan akan memunculkan kehidupan yang rukun. Tidak mengklaim madzap yang dianutnya paling benar. Karena menghormati privasi warga negara untuk menentukan pilihan agama adalah hak setiap individu. Tidak mengecam privasi orang yang meyakini keyakinan tertentu bisa disebut rukun secara privasi.

  Dalam hal ini penting juga untuk meninjau pernyatan dari Zuhairi,

10 Menurut Zuhairi Mirawi perlu adanya rekonstruksi pandangan perihal

  pentingnya mengukuhkan toleransi sebagai kebajikan hak setiap individu. ada dua hal yang dibutuhkan untuk membangun toleransi sebagai nilai kebajikan,

  

pertama, toleransi membutuhkan interaksi sosial melalui percakapan dan

  pergaulan intensif. Kedua membangun kepercayaan diantara berbagai kelompok dan aliran (mutual Trust).

  2. Antar Umat Beragama Kehidupan antar umat beragama sudah diatur dalam PBM tersebut, 9 dimana antar umat beragama harus bekerjasama dalam kehidupan bermasyarakat,

  

Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang Dan Diklat, PBM Agama Dan Dalam 10 Negri Nomor 9 Dan 8 Tahun 2006. Hal 10

Zuhairi Miraswi, Pandangan Muslim Moderat Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian (jakarta; Kompas 2010) Hal. 10 berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sikap toleransi antar umat begarama dapat ditujunjukkan dalam kehidupan sehari-hari melalui : a. saling menghargai dan menghormati ajaran masing-masing agama.

  b. Menghormati atau tidak melecehkan simbol-simbol maupun kitab suci masing-masing agama.

  c. Tidak mengotori atau merusak tempat ibadah agama orang lain, serta ikut menjaga ketertiban dan ketenangan kegiatan keagamaan.

  3. Umat Beragama Dengan Pemerintah Pemerintah dengan umat beragama harus saling mendukung dalam menjaga keharmonisan hubungan umat beragama. Jika tidak, maka kerukunan tidak akan pernah terjalin. Pemerintah dengan umat beragama adalah dua sisi mata uang, tidak bisa dipisahkan karena saling membutuhkan. Jika hubungan baik itu ada, maka akan mudah terjalin kerukunan umat bergama.

  Dalam PBM tersebut disebutkan bahwa pemerintah dengan umat beragama bersama-sama dalam bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan umat beragama. Selain itu pemerintah mempermudah dalam perizinan rumah ibadah dengan syarat memenuhi ketentuan yang berlaku.

II.1.5.3. Indikator Kerukunan Antar Umat Beragama

  Untuk mempermudah pemahaman tentang kerukunan antar umat beragama yang berbeda-beda dari tiap agama, perlu diadakannya kesepahaman bersama tentang indikator kerukunan, dalam hal ini indikator kerukunan dirunut dari PBM no 9 dan 8 tahun 2006, Aspek kerukunan dalam PBM tersebut adalah : 1. keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi.

  2. Saling pengertian.

  3. Saling menghormati.

  4. Menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya.

  5. Kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sejalan dengan indikator kerukunan berdasarkan PBM tersebut, sebagai pelengkap untuk memahami indikator kerukunan perlu juga meninjau pernyataan

  11

  dari Risnawati, menurut Risnawati Sinulingga kerukunan umat beragama yang diharapkan antara lain adalah tercapainya kondisi sebagai berikut : a. tidak adanya konflik intern umat beragama atau konflik ekstern antar golongan-golongan agama.

  b. Keharmonisan hubungan dalam kehidupan bermasyarakat yang saling mengisi dan menguatkan.

  c. Secara simpel dan praktis berupa pengendalian diri, sehingga setiap penganut agama menghormati kebebasan tiap orang dalam menjalankan ibadah dan kehidupan sesuai dengan agamanya, bertenggang rasa, dan tidak untuk memaksakan 11 agamanya kepada orang lain.

  Selengkapnya, lih. Risnawati sinulingga. Hal 144

  

II.1.5.4. Konsep Kerukunan Hidup Beragama Dalam Kitab Suci Agama-

agama Di Indonesia

Tabel 3.

Konsep kerukunan dalam kitab suci agama-agama di Indonesia

No Agama Konsep Kerukunan Dalam Kitab Suci

  1 Islam  Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. (QS. An-Nahl/16:90)

   Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negrimu. Karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah:8-9)  Hai manusia, sesungguhnya kami telah menjadikan kamu manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu bangsa-bangsa, dan bergolongan-golongan supaya kami saling mengenal. (QS.AlHujarat/49:13)  Dan janganlah kamu maki sembahan yang mereka seru selain dari Allah, karena mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. (QS. Al-

  An’am/6:108)  Hai orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok- olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok- olok lebih baik dari mereka yang megolok-olok. (QS. Al- Hujarat/49:11)  Hai orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (QS. Al- Hujarat/49:12)  Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka

  2 Kristen akan disebut anak-anak Allah. (matius 5 :9)  Sungguh alangkah baik dan indahnya, apabila saudara- saudara diam bersama hidup rukun! (mazmur 133 :1)  Tetapi aku berkata kepadamu, janganlah kamu melawan orang-orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa yang menampar pipi kanan mu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. (matius 5 : 39)  Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu. Dan seiapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. (matius 5 : 40-41)  Tetapi aku berkata kepadamu ; kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu (matius 5 :

  44)  Kasihilah Tuhan Allah mu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (matius 22 : 37,39)

  3 Khatolik Hukum kasih tersebut ialah mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. (matius 22:37; Roma 13;10; 1Kor.13:4-7)

  4. Konghuchu Di empat penjuru samudera, kita semua manusia adalah bersaudara dan seorang yang berperi cinta kasih itu ingin dapat tegak, maka berusaha agar orang lain pun tegak; ia ingin maju, maka berusaha agar orang lain pun maju. Yang dimaksud saling tenggang rasa adalah apa yang diri-sendiri tiada inginkan janganlah dilakukan kepada orang lain. (kitab mengze Bab II.B1/4).  Wahai Manusia! Pikirkanlah bersama. Satukanlah hati dan

  5. Hindu pikiran dengan yang lain. Aku anugerahkan pikiran yang sama dan fasilitas yang sama pula untuk kerukunan hidupmu. (Rg. Veda X191.4).  Wahai manusia! Milikilah perhatian yang sama. Tumbuhkan saling pengertian diantara kamu. Dengan demikian engkau dapat mewujudkan kerukunan dan kesatuan. (Rg. Veda X.191.4).

   Wahai umat manusia. Aku memberimu sifat ketulus-ikhlasan, mentalitas yang sama, persahabatan tanpa kebencian, seperti halnya induk sapi mencintai anaknya yang baru lahir. Begitu seharusnya kamu mencintai sesamamu. (Arthava Veda

  III.30.1),  Hendaknya harmonis dengan penuh keintiman diantara kamu, demikian pula dengan orang-orang yang dikenal maupun asing. Semoga dewa asvina menganugerahkan rahmatNya untuk keharmonisan antar sesama. (Arthava Veda VII.52.1).

   Rasa belas kasihan yang ada pada diri-sendiri, bila

  6. Budha dipergunakan untuk mencintai semua makhluk yang mengalami penderitaan untuk melakukan kasihan itu, setelah melaksanakan rasa kasih sayang sebagaimana halnya ia mencintai semua manusia, inilah yang disebut satwalambana- karuna. (sangyangkamahayanikan ayat 79).  Oleh karena itu, kerukunan yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengar dan bersedia mendengar ajaran yang dianut orang lain. (prasasti Batu Kalingan No XII dari raja Asoka abad ke-3 SM).

  

Sumber : Kitab Suci masing-maing agama di Indonesia (dalam buku

Arifinsyah;2013

  Setiap agama di Indonesia nyatanya menekankan dan mewajibkan semua penganutnya menanamkan jiwa kerukunan. Oleh karena itu meskipun kita berbeda-beda suku, adat-istiadat dan agama namun kita telah bertekad untuk menjadi bangsa Indonesia yang satu, maka kerukunan hidup beragama antar kita pun harus kita jaga dan bina terus agar bertambah kokoh. Lewat gambaran kerukunan dari kitab suci berbagai agama tersebut menegur kita agar Jangan kita mencar-cari perbedaan diantara kita, lebih-lebih jangan kita menggunakan perbedaan agama untuk memperuncing perbedaan pendapat yang mungkin timbul diantara kita.

II.1.5.5. Menjaga Kerukunan Umat Beragama

  Upaya menjaga kerukunan umat beragama berarti suatu usaha dalam rangka membangun, memelihara dan memberdayakan umat beragama. Menjaga kerukunan merupakan tugas semua elemen masyarakat, pemerintah, tokoh agama dan akademisi.

  Dalam hal penelitian ini menjaga kerukunan umat beragama difokuskan kepada peran para tokoh agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Para tokoh agama tersebut memiliki tugas pokoknya tersendiri dalam upayanya menjaga agar masyarakat yang berbeda-beda agama tetap toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

II.1.6. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

  Forum Kerukunan Umat Beragama yang selanjutnya disingkat FKUB adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.

a. Dasar pembentukan FKUB

  Berdasarkan Peraturan Berama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam

12 Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006, pada Bab III secara rinci dibahas mengenai

  FKUB. Mengacu pada PBM tersebut yang tertera di pasal 8, maka dasar pembentukan FKUB adalah : 1) FKUB dibentuk di Provinsi dan Kabupaten (kota). 2) Pembentukan FKUB dilakukan oleh masyarakat difasilitasi oleh pemerintah.

  3) FKUB memiliki hubungan yang bersifat konsultatif.

b. Tugas Pokok FKUB

  Kemudian pada pasal 9 mengkaji tentang tugas Pokok FKUB di tingkat Provinsi, maka tugas pokok FKUB di tingkat Provinsi adalah sebagai Berikut :

  1) Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat; 12 2) Menampung aspirasi organisasi masyarakat (ormas) dan aspirasi rakyat;

  

Selengkapnya berjudul “Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

(PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.” PBM .

inilah yang menjadi landasan pembentukan dan keberadaan FKUB.

  3) menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan 4) Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.

c. Keanggotaan FKUB Kemudian pada pasal 10 PBM tersebut memberi penjelasan bahwa (1).

  Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat. (2). Jumlah anggota FKUB Provinsi paling banyak 21 orang. (3). Komposisi kenggotaan FKUB di Provinsi ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan keterwakilan minimal 1(satu) orang dari setiap agama yang ada di provinsi. (4). Kemudian dalam hal komposisi jabatan FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, 2 (dua) orang wakil sekretaris yang dipilih secara musyawarah oleh anggota.

  Menjawab PBM tersebut, diterbitkan regulasi yang sejalan dengan itu serta menguatkan keberadaan FKUB di tingkat Provinsi Sumatera Utara, yakni Surat

  13 Keputusan FKUB Provinsi Sumatera Utara nomor : 06.0-6/FKUB-I/VI/2012 ,

  pada pasal 13 menyebutkan bahwa (1) keanggotaan FKUB adalah pemuka agama setempat yang menjadi panutan serta memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kerukunan umat beragama dan tidak sedang menjadi pengurus partai politik

13 Selengkapnya lihat Surat Keputusan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

  

Provinsi Sumatera Utara Nomor : 06.0-6/FKUB-I/VI/2012 Tentang Pedoman Organisasi

dan Tata Kerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sumatera Utara.

  (2.)keanggotaan FKUB diusulkan oleh majelis-majelis agama dan dikukuhkan oleh gubernur/Bupati/Walikota Sesuai tingkatannya.

d. Dewan Penasehat FKUB

  Dalam melaksanakan tugas pokok dan Fungsinya FKUB memiliki Dewan Penasehat di tingkat Daerah. berdasarkan Surat Keputusan FKUB Provinsi Sumatera Utara nomor : 06.0-6/FKUB-I/VI/2012 di pasal 8 menyebutkan keberadaan keberadaan Dewan Penasehat ini fungsinya adalah sbagai berikut :

  1. Dewan penasehat berfungsi sebagai fasilitator dan mitra pengurus FKUB dalam membangun, memelihara dan memberdayakan kerukunan umat beragama.

  2. Dewan penasehat bertanggungjawab untuk penyediaan anggaran bagi kelangsungan program kerja FKUB serta menjadi fasilitator bagi FKUB agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

  3. Dewan penasehat mengadakan rapat dengan pengurus FKUB sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.

  4. Ketua dewan penasehat dapat melimpahkan pelaksanaan tugasnya kepada wakil ketua dewan penasehat.

  Kemudian masih di SK yang sama, di pasal ke 9 mengamanatkan keberadaan dewan penasehat provinsi FKUB Provinsi dan susunan keanggotaannya dimana :

  1. Ketua : Wakil gubernur;

  2. Wakil Ketua : Kepala kantor wilayah depaertemen agama provinsi;

  3. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik provinsi; 4. Anggota : Pimpinan Instansi Terkait.

  e. Keuangan dan kekayaan FKUB

  Sumber pembiayaan FKUB berasal dari pertama APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) dan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).

  

Kedua bantuan pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat. Dan ketiga Usaha lain

yang sah dan halal.

  f. Lambang dan bendera FKUB

  Bentuk lambang atau logo dan stempel FKUB mengunakan latar belakang logo daerahnya

  14

  . Kemudian bentuk-bentuk atribut FKUB seperti bendera dan lain-lain yang belum diatur dalam ketentuan tertulis, akan diatur dalam ketentuan sendiri.

  g. Hubungan Kerja FKUB Provinsi dengan FKUB Kabupaten/Kota

  1. Hubungan kerja FKUB Provinsi dan FKUB kabupaten/kota bersifat koordinasi non struktural dan konsultatif meliputi : a. Sosialisasi perundang-undangan dan pemahaman sosial keagamaan dalam rangka kerukunan.

  b. Pemberian rekomendasi pendirian rumah ibadat

  c. Pemberian rekomendasi penggunaan bangunan untuk tempat ibadah sementara.

  d. Penyelesaian perbedaan pendapat maupun perselisihan. 14 FKUB Provinsi Sumatera Utara mengunakan logo daerah provinsi sumatera utara,

  selengkapnya lihat Hal. 61

  2. Hubungan kerja yang bersifat koordinasi non struktural adalah :

  a. FKUB Provinsi melakukan pengarahan/pemantauan/evaluasi terhadap kinerja FKUB Kabupaten/kota.

b. FKUB provinsi bukan merupakan atasan FKUB Kabupaten/kota.

  c. FKUB provinsi bukan dipilih ataupun diaspirasikan oleh FKUB Kabupaten/kota.

  d. Penetapan dan pergantian FKUB kabupaten/kota tidak ditentukan oleh FKUB Provinsi.

  3. Hubungan kerja bersifat konsultatif adalah :

  a. FKUB Kabupaten/kota dapat menyampaikan usul dan aspirasinya kepada FKUB Provinsi.

  b. FKUB Provinsi dapat memberikan masukan/saran kepada FKUB kabupaten/kota tentang permasalahan yang timbul dalam hubungan antar umat beragama di tingkat kabupaten/kota.

II.7. Evaluasi Kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama

  Melakukan evaluasi terhadap kinerja FKUB berdasarkan tugas pokok organisasi yang tercantum dalam pasal 9 di PBM tersebut. Kemudian melakukan evaluasi melalui aspek lingkup arah kerjasama atau lingkup arah konsultasi

  

stakeholder dalam mensukseskan tugas pokok serta melakukan evaluasi kepada

target atau sasaran yang dikenai tugas pokok yakni seluruh lapisan masyarakat.

  Tugas Pokok FKUB yang akan dievaluasi kinerjanya yakni :

  

Tabel 4.

Rincian tugas pokok FKUB

Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat.

Menampung aspirasi organisasi keagamaan, organisasi masyarakat berbasis

  agama dan aspirasi masyarakat

  

Menyalurkan aspirasi organisasi keagamaan, organisasi masyarakat berbasis

  agama dan aspirasi masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur

  

Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang

  keagamaan yang berkenaan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.

  Keterangan defenisi tugas Pokok adala sebagai berikut 1. Melakukan dialog.

  Dialog berasal dari bahawa yunani, dialogus, secara harafiah kata ini berarti dwi-cakap, percakapan antara dua orang atau lebih. Dialog antar agama adalah pertemuan hati dan pikiran antar pelbagai macam agama. ia merupakan komunikasi antar dua orang beragama atau lebih dalam tingkat agamis. Dialog bukan debat, melainkan saling memberi informasi tentang agama masing-masing, baik mengenai persamaannya maupun perbedaanya.

  Dialog adalah usaha atau kegiatan yang membutuhkan perencanaan yang hati-hati dan perhatian terhadap kepekaan penganut-penganut agama lain. Dalam dialog setiap pasangan berdialog harus saling mendengarkan dengan penuh keterbukaan dan simpatik, berusaha memehami setepat mungkin masing-masing pihak yang berdialog dari dalam. Dialog juga adalah interaktif kreatif yang membebaskan seseorang dari keterpasungan terhadap sistem yang mengikatnya lantaran kelahiran dan seterusnya, mengarahkannya ke kebebasan yang spiritual, memberinya suatu visi mengenai dimensi-dimensi kehidupan spiritual yang lebih luas, seirama dengan kebersamaannya dalam berbagai kehidupan spiritualitas yang lain.

  Dialog sangatlah penting , bahkan amat esensial bagi kita yang berada di asia, untuk mengurangi kesombongan, agresivitas dan hal-hal negatif yang terdapat dalam cara-cara kita dalam menyebarkan agama masin-masing, apakah itu misi ataupun dakwah. Dialog juga sangat esensial untuk menghilangkan penilaian-penilaian negatif kita terhadap agama dan kepercayaan orang lain, yang kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak efektif dan tidak pula relevan.

2. Penampungan aspirasi

  Berawal dari kata menampung, berarti menambil, menerima dan mendapatkan dari sipemberi. Dengan demikian menampung adalah mengambil informasi atau hal lain yang diberikan oleh pihak lain yang selanjutnya pemberian tersebut menjadi hak sipenerima. Kemudian aspirasi adalah pesan, perkataan, atau titipan dari sipemberi aspirasi. Aspirasi bisa dalam bentuk surat benda maupun hal lainnya yang dititipkan kepada penerima. Dengan demikian aspirasi adalah kata- kata pesan atau tiitipan dari sipemberi pesan.

  Penampungan aspirasi adalah mengambil aspirasi dari sipemberi aspirasi yang secara mutlak diperoleh oleh sipemberi aspirasi untuk selanjutnya aspirasi tersebut ditindaklanjuti oleh si penerima aspirasi dengan penuh tanggungjawab.

  3. Penyaluran aspirasi

  Penyalur adalah media atau talang menyalurkan sesuatu kepada arah yang akan ditujukan sesuatu, talang tersebut adlaah media yang menjadi penghubung atau jembatan penghubung antara pemberi pesan dan tujuan dan sasaran pesan. Penyalur aspirasi adalah kegiatan menyampaikan, menghubungkan dan menghantarkan aspirasi dari si pemberi aspirasi kepada penerima aslpirasi.

  Aspiasi yang sampai tersebut harus sesuai dengan pesan awal, kemudian disalurkan ke tujuannya juga sesuai, tidak berlebih dan tidak kurang.

  4. Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat

Dokumen yang terkait

Pengaruh Viskositas Dan Laju Aliran Saliva Terhadap Pembentukan Kalkulus Pada Pasien Di Instalasi Periodonsia Rsgm Usu

0 0 13

Tinjauan Sosial Dan Ekonomi Keluarga Penambang Emas Di Tambang Emas Rakyat di Desa Hutabargot Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal

0 0 28

1 Bab I Pendahuluan - Tinjauan Sosial Dan Ekonomi Keluarga Penambang Emas Di Tambang Emas Rakyat di Desa Hutabargot Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal

0 0 10

Tinjauan Sosial Dan Ekonomi Keluarga Penambang Emas Di Tambang Emas Rakyat di Desa Hutabargot Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal

0 1 13

2.1. Permainan Rubik’s Cube - Implementasi Penyelesaian Permainan Rubrik Cube dengan Algoritma Kociemba pada Platform Android

0 0 15

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI 1. Pengertian Kebutuhan Oksigenasi - AsuhanKeperawatanpada An.A dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Oksigenasi di RSUD.dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Program - Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak Oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Esa, bahkan anak dianggap - Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak Oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

0 0 14

Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak Oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan

0 1 10

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peranan Pemerintah Daerah Dalam Memberikan Surat Izin Usaha Perdagangan (Suatu Studi Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Gunungsitoli)

0 1 36