10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peranan Pemerintah Daerah Dalam Memberikan Surat Izin Usaha Perdagangan (Suatu Studi Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Gunungsitoli)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Dalam Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pelayanan umum secara merata disegala aspek kehidupan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga pemerintah dalam hal ini yang telah diberikan wewenang sebagai penyelenggara negara harus dapat memberikan pelayanan publik disegala bidang. Dikeluarkannya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang No.23 Tahun 2014, dimana undang-undang Pemerintahan Daerah ditujukan untuk mendorong lebih terciptanya daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam mensejahterakan masyarakat, baik melalui peningkatan pelayanan publik maupun melalui peningkatan daya saing daerah.

  Undang-undang bertujuan untuk memacu sinergi dalam berbagai aspek dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dengan Pemerintahan pusat. Setiap regulasi yang ditetapkan pemerintah terhadap otonomi daerah tersebut tentu bertujuan untuk melaksanakan pelayanan yang baik. Selain itu, perubahan paradigma dimana pemerintah harus memberikan pelayanan yang konsep

  customer oriented bukan government oriented semakin mendorong

  terwujudnya pelayanan prima yang dikehendaki. Karena itulah pelayanan disegala bidang harus dirancang sedemikian rupa sehingga bisa memenuhi kebutuhan masyarakat termaksud kebijakan dibidang perizinan.Salah satu indikator dari kualitas pemerintah yakni kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah itu sendiri.Oleh sebab itu, buruknya sistem birokrasi pemerintah dimasa lalu dengan segala implikasinya menjadi titik tolak pemikiran pemerintah untuk melakukan usaha-usaha perbaikan kualitas pelayanan publik hal ini mendorong pemerintah untuk kembali memahami arti pentingnya kualitas pelayanan publik terhadap kemajuan pembangunan yang dilakukan oleh pusat maupun daerah baik itu tentang pelayanan perizinan maupun nonperizinan. Design minimal dari reformasi birokrasi diorientasikan untuk memperoleh sebuah kinerja yang di dalamnya menggambarkan proses demokratisasi, efektifitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas, serta tanggungjawab dalam kerangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Dalam memperkuat otonomi daerah adanya mekanisme pembinaan, pengawasan, pemberdayaan serta sanksi yang jelas dan tegas.

  Sesuai amanat Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, ditegaskan bahwa pemberian Otonomi kepada Daerah diarahkan untukmempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, peran serta dan peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia. Salah satu tolak ukur keberhasilan otonomi daerah adalah kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.Para aparat birokrasi pemerintah daerah harus berlomba memperbaiki dan meningkatkan citra pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan publik.Pemerintah telah menetapkan Regulasi melalui PERMENDAGRI Nomor 24 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan pelayanan perizinan dan PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2008 tentang pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan perizinan di daerah. Layanan merupakan kegiatan penyelenggaraan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai ketahap terbitnya dokumen dilakukan pada satu tempat. Tujuan pokok yang ingin diperoleh guna menggunakan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh layanan publik secara transparan baik dari sisi waktu,biaya,persyaratan maupun prosedur yang harus ditempuh. Kinerja pelayanan publik bidang perizinan masih dihadapkan pada berbagai kekurangan, seperti kurang reponsif, kurang informatif, kurang koordinasi dan in-efisien.

  Kalangan dunia usaha sering mengeluhkan proses pelayanan perizinan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintahan daerah, yang dirasakan berbelit-belit, tidak transparan, tidak ada kejelasan dan kepastian waktu, dan adanya biaya ekstra. Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik, demikian juga perizinan yang terkait dengan kegiatan usaha perdagangan. Proses perizinan, khususnya perizinan usaha perdagangan, secara langsung akan berpengaruh terhadap keinginan dan keputusan calon pengusaha maupun investor untuk menamkan modalnya. Kalangan dunia usaha masih mengeluhkan dan merasakan dalam proses dan pelaksanaan pemberian layanan dikebanyakan daerah, masih belum banyak perubahan signifikan. Sebelum adanya kebijakan Otonomi Daerah, maka kewenangan pemberian perizinan bidang usaha hampir seluruhnya menjadi otoritas Pemerintah Pusat yang sentralisasi. Disamping itu dalam suasana sentralisasi tersebut para pemohon perizinan (dunia usaha) juga harus menghadapi birokrasi yang berbelit-belit serta dibebani lagi dengan pungutan biaya yang tidak tentu jumlahnya. Keadaan ini telah menimbulkan keluhan dan kemandekan dalam dunia usaha yang tentunya secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan pembangunan perekonomian bangsa.

  Pembentukan Kota Gunungsitoli yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias terdiri atas 5 (lima) kecamatan, yaitu Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli Selatan, Kecamatan Gunungsitoli Utara, Kecamatan Gunungsitoli Idanoi dan Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa.

  Kota Gunungsitoli memiliki luas wilayah luas wilayah keseluruhan 514,10 km2 dengan jumlah penduduk 118.392 jiwa pada tahun 2007. Pemerintah Kota Gunungsitoli telah menetapkan Peraturan Walikota Nomor 5 Tahun 2009 tentang organisasi dan tata kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) di Kota Gunungsitoli sebagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) penyelenggara pelayanan administrasi dibidang perizinan secara terpadu.

  Salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan oleh pemerintah kota Gunungsitoli melalui pembentukan pelayanan perizinan usaha untuk memberikan pelayanan yang efektif dan efesien terhadap masyarakat Kota Gunungsitoli dalam meningkatkan kesejahteraan hidup.

  Badan Pelayanan Perizina Terpadu (BPPT) Kota Gunungsitoli sejak juli sampai dengan Desember 2010 dalam tahap pembenahan termaksud persiapan administrasi pelimpahan wewenang dari walikota kepada BPPT. Sejak awal Januari 2011 BPPT Kota Gunungsitoli mulai melayani masyarakat dalam menerbitkan izin usaha setelah menerima pelimpahan, sebagian kewenangan adapun jumlah izin yang dikelolah BPPT Kota Gunungsitoli sebanyak 27 jenis perizinan dan seiring dengan perkembangan, BPPT Kota Gunungsitoli kembali menerima pendelegasian 59 jenis izin berdasarkan Peraturan Walikota Gunungsitoli dimana termaksut didalamnya izin usaha perdagangan. Sesuai dengan tugas pokok BPPT Kota Gunungsitoli adalah melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan perizinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, simpilkasi, singkronisasi, keamanan dan kepastian.Berdasarkan tugas pokok tersebut maka visi BPPT Kota Gunungsitoli adalah Pelayanan Perizinan yang profesional, muda, sederhana, cepat dan transparan.

  Mewujudkan pelayanan prima di Kota Gunungsitoli masih dihadapkan dengan berbagai realita pelayanan yang dirasakan masih belum optimal walaupun telah terjadi banyak peningkatan kualitas pelayanan izin usaha, namun Badan Pelayanan Perizinan Terpadu masih menempatkan diri sebagai aktor tunggal yang berkuasa menetapkan berbagai ketentuan dan menempatkan masyarakat sebagai objek yang harus mengikuti saja (government paradigma). Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti :

  “BAGAIMANA PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

MEMBERIKAN IZIN USAHA PERDAGANGAN”. Untuk meningkatkan

  pelayanan terhadap masyarakat yang ingin mendirikan usaha dalam mensejahterakan kehidupan. Hal ini dapat dilihat dari setiap indikator yang digunakan yaitu: Prosedur pelayanan, Persyaratan teknik dan Administrasi pelayanan, waktu penyelesaian, biaya retribusi pelayanan dan keramahan pegawai. Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian, menganalisis dan mengkaji lebih dalam terkait pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan perizinan usaha perdagangan sejak berdirinya BPPT Kota Gunungsitoli.

  1.2 Rumusan Masalah

  Pada dasarnya penelitian dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.Kedudukan masalah yang diteliti sangat sentral dalam suatu penelitian. Ada pun masalah yang akan penulis teliti dan analisis dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan

  Pemerintah Daerah dalam Memberikan Izin Usaha Perdagangan?”

  1.3 Tujuan Penelitian

  Setiap peneliti memiliki format dalam mencapai yang hendak dihasilkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan penulis. Adapun tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya yakni untuk mengetahui:

1. Peranan Pemerintah Daerah Dalam Memberikan Izin Usaha Perdagangan terhadap masyarakat Kota Gunungsitoli.

  2. Manfaat yang diberikan terhadap perbaikan maupun peningkatan kualitas pelayanan publik di Kota Gunungsitoli serta faktor pendukung dan penghambat terwujudnya pelayanan.

1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat penelitian merupakan hasil penelitian yang dilakukan.Dalam memecahkan sebuah masalah atau fenomena sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

  1. Melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

  2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan penilaian bagi instansi terkait terhadap pengembangan kinerja sumber daya manusia dalam mengeluarkan perizinan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Gunungsitoli.

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan akan mampu menyumbang khasanah ilmiah dan kepustakaan baru dalam penelitian sosial.

1.5 Kerangka Teori

  Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah yang penting.Teori adalah sebagai konsep-konsep dan generalisasi- generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian.Sebagai titik tolak atau landasan berfikir untuk memecahkan masalah, perlu adanya pedoman teoritis yang membatu.Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori yang membuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti. Berdasarkan rumusan diatas, peneliti mengemukakan beberapa teori, pendapat ataupun gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan berfikir dalam penelitian ini.

1.5.1 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

1.5.1.1 Pemerintahan Daerah

  Pada hakekatnya sesuai konsep “trias politika” penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan dibagi tiga yaitu; pemerintahan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ketiga fungsi pemerintahan tersebut sesungguhnya dapat disebut sebagai “pemerintahan secara umum” atau pemerintahan dalam arti luas, sedangkan pemerintah dalam arti sempit yaitu “pemerintahan eksekutif, yakni sebagaimana diketahui bersama merupakan ruang lingkup kajian “ilmu administrasi negara”. Adapun dalam sistem pemerintahan terdapat dua konsep dan teori yaitu “sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidential. Disamping itu dalam kajian “ilmu pemerintahan’ terdapat pengertian atau defenisi dalam pemerintahan yaitu “sistem sentralisasi” yang disebut “pemerintah pusat” yaitu penyelenggaraan pemerintahan secara terpusat artinya kebijakan strategis ditetapkan oleh pemerintah pusat.

  Sedangkan sistem desentralisasi atau pemerintahan daerah yakni pemerintahan pusat memberikan kewenangan sebagai besar urusan pemerintahan kepada pemerintah dibawahnya, sehingga pemerintah dibawahnya memiliki otonomi dalam pengambilan keputusan yang lebih besar dan sering disebut “otonomi daerah”.Pembentukan otonomi daerah dapat dilakukan dengan berbagai macam model yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan.

  Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 pada hakekatnya merupakan landasan hukum bagi pembentukan pemerintahan di daerah yang berlaku di Indonesia. Pasal 18 itu bermakna bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daaerah yang bersifat istimewa. Berdasarkan makna di atas, maka dapat dikemukakan 4 (empat) asumsi.Pertama, daerah tidak bersifat staat. Kedua, wilayah Indonesia mula-mula akan dibagi dalam provinsi-provinsi dan provinsi ini kemudian dibagi lagi dalam daerah-daerah yang lebih kecil. Ketiga, daerah ini dapat bersifat otonom dan dapat pula bersifat administratif.Keempat, di daerah otonom dibentuk badan perwakilan daerah sesuai dasar permuyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.Dengan demikian dapat dikatakan negara Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang menganut sistem desentralisasi. Keadaan ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan di Indonesia dikenal adanya “Pemerintahan Pusat” dan “ Pemeritahan Daerah”.

  Negara kesatuan yang terdesentralisasi, di samping Pemerintah Pusat terdapat pemerintahan subnasional yakni Pemerintah Daerah yang keduanya mempunyai tugas utama melaksanakan pelayanan public.

  Untuk melaksanakan tugas pelayanan publik perlu adanya ketegasan pembagian kewenangan dalam memberikan pelayanan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.Pemilihan kewenangan yang dilakukan berpengaruh pada penyediaan barang dan jasa yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.

  Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia menganut pendekatan sentralisasi dan desentralisasi yang lebih merupakan kontinum dari pada bersifat dikhotomi. Sentralisasi mencerminkan pendekatan negara dan bangsa sebagai refleksi konsepsi negara kesatuan, sedangkan desentralisasi merupakan pendekatan yang merepresentasikan kemejemukan masyarakat serta sekaligus sebagai pendemokrasian.

  Alasan lain memperkuat kualitas pelayanan publik akan lebih efektif apabila dilakukan oleh pemerintah daerah karena ia dapat mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan pelayanan sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan melalui tiga asas yaitu; desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.Keadaan ini didasarkan pada prinsip efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu, maka keseimbangan dari ketiga asas tersebut senantiasa menjadi perhatian para penyelenggara kegiatan pemerintahan dan pelaksana pembangunan daerah. Ada faktor yang yang dapat menentukan efektivitas dan dan ukuran pemda antara lain; area dan penduduk. Pertumbuhan penduduk menyebabkan perluasa pemukiman yang mempunyai implikasi terhadap aspek ekonomi, politik, administrasi dan wilayah kerja dari pemda. Besaran fisik, ekonomi dan jumlah penduduk akan menentukan sejauh mana Pemda mampu berperan dalam pembangunan dan kehidupan nasional. Ada beberapa kelemahan yang menyebabkan Pemda kurang mampu mengakomodasikan fungsi-fungsinya secara efektif dan efesien anatar lain: 1)

  Areal Pemda yang tidak sesuai dengan pola kehidupan dan mata pencaharian warganya, kesenjangan ini akan semakin melebar akibat perubahan yang cepat dari aspek sosial, ekonomi dan teknologi;

  2) Pelayanan-pelayanan yang seyogianya dilakukan oleh satu Pemda, namun terfragmentasi ke dalam berbagai pemda;

  3) Banyak Pemda yang sangat kecil baik dari segi ukuran maupun pendapatan daerah, sehingga tidak mampu untuk mempekerjakan tenaga-tenaga professionaldan tidak mampu mengadakan peralatan teknis akibatnya tugas-tugas tidak terlaksana secara efektif dan efesien.

  Melalui desentralisasi diharapkan dapat diwujudkan program- program pemerintah yang berorientasi kepada kebutuhan pelanggan, masyarakat dan organisasi-organisasi lembaga non-pemerintah.Dengan pendekatan ini kualitas pelayanan publik dapat ditingkatkan secara efesien dan efektif.Osborne dan Gaebler mengemukakan bahwa desentralisasi pemerintahan memberi manfaat antara lain; 1) Dapat cepat tanggap terhadap keinginan masyarakat dan perubahan lingkungan; 2) Lebih inovatif; 3) Meningkatkan komitmen dan moral pegawai serta produktivitas kerja.Namun demikian pemerintahan daerah (Otonomi Daerah) juga berdampak terhadap peran dan wewenang pemerintah pusat. Pemerintah pusat akan lebih banyak berorientasi pada tugas-tugas pembuat kebijakan yang bersifat nasional dan strategis yang tidak dapat diserahkan pada pemerintah daerah.

  Eksistensi pemerintah pusat dan daerah, dengan maksud era-otonomi daerah di masa depan banyak warisan “persoalan dampak pembangunan” yang selama ini dilaksanakan menujukan fenomena yang tidak ringan dan harus dihadapi oleh pemerintah pusat maupun daerah .Konsolidasi kekuasaan pemerintahan seharusnya telah tertata dengan mantap dan mapan selama 3 (tiga) kali pemilu.

1.5.1.2Pembinaan dan Pengawasan

  Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah, meliputi: 1) koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan; 2) pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan; 3) pemberian bimbingan, supervise, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;

  4) pendidikan dan pelatihan; 5) perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Koordinasi yang dimaksud dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional atau provinsi.Pemberian pedoman dan standar tersebut mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan dan kualitas, pengendalian dan pengawasan. Pemberian bimbingan, supervise, dan konsultasi yang dimaksud dilaksanakan secara berkala dan sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan pelatihan dimaksud dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi dimaksud dilaksanakan secara berkala ataupun sewaktu-waktu dengan memperhatikan susuanan pemerintahan dan dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian.

  Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintah didaerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.Untuk tingkat kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur, sedangkan untuk tingkat pemerintahan desa dikoordinasikan oleh bupati/walikota dan dapat dilimpahkan kepada camat untuk pembinaan dan pengawasan.

  1.Kerja Sama dan Penyelesaian Perselisihan Dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efesiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Kerja sama tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama antar daerah yang diatur dalam keputusan bersama, maupun dengan pihak ketiga dalam penyediaan pelayanaan publik.

  Kerjasama yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD. Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait dan untuk menciptakan efesiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat, yang dapat dibentuk badan kerja sama atau pengelolaan pelayanaan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh pemerintah.

  Apabila terjadi perselisihan dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, gubernur menyelesaikan perselisihan tersebut, dan apabila perselisihan antar provinsi dan kabupaten/kota diluar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan tersebut dan keputusan ini adalah bersifat final.

  2.Pertimbangan dalam Kebijakan Otonomi Daerah Sebagai negara kesatuan dengan sistem desentralisasi dalam penyelenggaraan urusan pemerintah konsekuensinya adalah salah mengimplementasikan prinsip-prinsip desentralisasi, diharapkan tidak akan memberikan implikasi dan simplikasi yang akan melahirkan dampak yang kurang positif terhadap kesatuan dan persatuan nasional. Pertimbangan antara cita kesatuan dengan cita desentralisasi akan diwujudkan secara proposional, dengan melihat kebutuhan dan intensitasnya sebagai konsekuensi dari penganutan sistem desentralisasi di negara kesatuan yang telah menjadi negara consensus nasional bangsa Indonesia. Suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan dengan implementasi dari pengalaman dibeberapa negara didunia termaksuk Indonesia, bahwa terhadap suatu kebijakan yang telah ditetapkan secara nasional, ternyata kurang mencapai sasaran sebagaimana mestinya.

  Suatu kebijakan akan sulit diimplementasikan apabila isi kebijakan menyangkut banyak kepentingan yang didalamnya dan tidak adanya perubahan sikap dan perilaku dalam pelaksanaannya. Sebaliknya suatu kebijakan yang jelas memberikan manfaat akan lebih mudah dilaksanakan. Demikian pula terhadap lingkungan, setiap kebijakan agar dapat diimplementasikan sangat perlu dipertimbangkan konteks atau lingkungan di mana tindakan administratif dilakukan.Setiap kebijakan senantiasa memperhatikan faktor komunikasi sumber-sumber, kecenderungan atau tingkah laku, dan struktur birokrasi. Dengan kata lain, setiap kehendak politik pemerintah untuk mewujudkan desentralisasi dan penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan peraturan dari perundang-undangan pemerintahan daerah yang telah ada selama ini. Dalam implementasinya senantiasa dihadapkan pada berbagai constrain selain kebutuhan yang diperlukan dalam implementasinya dalam suatu kebijakan termasuk peraturan perundang-undangan, juga administrative capability, dari stakeholders yang involved dalam mengimplementasikan desentralisasi.

  Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, presiden dapat membentuk suatu dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah.Dewan ini, dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yang susunan organisasi keanggotaan dan tata laksananya diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden. Dewan yang dimaksud bertugas memberikan sasaran dan pertimbangan kepada presiden antara lain mengenai rancangan kebijakan: a.

  Pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan khusus; b.

  Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah, yang meliputi: a)

  Perhitungan bagian masing-masing daerah atas dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  b) Formula dan perhitungan DAU masing-masing daerah berdasarkan besaran pagu DAU sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  c) DAK masing-masing daerah untuk setiap tahun anggaran berdasarkan besaran pagu DAK dengan menggunakan kriteria sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  3. Ketentuan Lain-lain a.

  Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus diatur dengan Undang-Undang Nomor 32

  Tahun 2004 juga diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.

  b.

  Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintah yang didekonsentrasikan dilaksanakan oleh instansivertikal di daerah.

  c.

  Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat daerah, kekayaannya dialihkan menjadi milik daerah.

  d.

  Batas daerah yang berbatasan dengan wilayah negara lain, diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan hukum internasional yang pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah.

1.5.1.3 Perencanaan Pembangunan Daerah

  Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.Perencanaan pembangunan disusun oleh pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Perencanaan pembangunan daerah disusun secara berjangka, yaitu sebagai berikut:

1. Rencana pembangunan jangka panjang daerah disingkat dengan

  RPJP daerah untuk jangka waktu 20 tahun yang membuat visi, misi dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada RPJP nasional.

  2. Rencana pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya disebut RPJM daerah untuk jangka waktu lima tahun merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepada daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP daerah dengan memerhatikan RPJM nasional.

  3. RPJM tersebut memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,kebijakan umum dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

  4. Rencana kerja pembangunan daerah, selanjutnya disebut RKPD merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu satu tahun yang membuat rancangan kerja ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyaraka dengan mengacu kepada rencana kerja pemerintah.

  Suatu keefektifan dan efesiensi perencanaan pembangunan daerah dibutuhkan sumber daya berupa data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Data dan informasi,mencakup: a. Penyelenggaraan pemerintahan daerah;

  b. Organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah;

  c. Kepala Daerah, DPRD, Perangkat Daerah dan PNS daerah; d. Keuangan daerah;

  e. Potensi sumber daya daerah;

  f. Produk hukum daerah;

  g. Kependudukan;

  h. Informasi dasar kewilayahan; i. Informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

  Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, untuk tercapainya daya guna dan hasil guna, pemanfaatan data dan informasi tersebut dikelola dalam sistem informasi daerah yang terintegrasi secara nasional.Perencanaan pembangunan daerah tersebut, disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, peganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Tahapan tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah, diukur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

1.5.2 Manajemen Pelayanan Publik

1.5.2.1 Penyelenggaraan Manajemen Pelayanan

  Manajemen pelayanan adalah manajemen proses, yaitu sisi manajemen yang mengatur dan mengendalikan proses layanan, agar mekanisme kegiatan pelayanan dapat berjalan tertib, lancar, tepat mengenai sasaran dan memuaskan bagi pihak yang dilayani. Setiap proses mempunyai 4 unsur, yaitu: 1) maksud tujuan, 2) sistem/prosedur, 3) kegiatan dan 4) pelaksanaan. Dalam hal pelayanan sebagai suatu proses, unsur proses layanan dipersempit menjadi: 1) tugas layanan, 2) prosedur layanan, 3) kegiatan layanan, 4) pelaksanaan layanan. Unsur- unsur tersebut tidak dapat dipisahkan karena keempat akan membentuk proses kegiatan (activity). Pelaksanaan layanan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu badan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan fungsi layanan dan pelaku layanan.

  a. Penanggung jawab fungsi layanan.

  Penanggung jawab fungsi layanan umum adalah Pemerintah, selaku Badan Eksekutif yang menjalankan Pemerintahan sehari-hari, berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 beserta peraturan perundang- undangan yang berlaku.

  b. Pelaku layanan umum.

  Pelaku layanan yang utama, dalam hal ini layanan sebagai salah satu fungsi Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan administrasi Pemerintahan dilaksanakan oleh korps Pegawai Negeri. Sejalan dengan sistem penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang memberikan keluasan kepada Badan-badan hukum lain ikut menyelenggarakan sebagai tugas Pemerintah di bidang ekonomi, sosial dan budaya menjadi pelaku dalam tugas layanan umum.

1.5.2.2 Pola-pola Pelayanan Publik

  Penyelenggaraan pemerintahan yang bertujuan memberikan dan menyediakan “pelayanan publik”, agar lebih relevan jika konsep yang digunakan bersumber dari kebijakan pemerintah itu sendiri, namun tidak menutup kemungkinaan penjelasan tambahan yang bersifat teks book.

  Pola atau model penyelenggaraan pelayanan umum adalah kesatuan bentuk tata penyelenggaraan pelayanan yang didasarkan pada suatu prosedur dan tatakerja atau rangkaian kegiatan tertentu yang dilaksanakan secara sistematis dengan memperhatikan sendi atau prinsip- prinsip pelayanan publik.

  Sesuai dengan jenis dan sifat pelayanan, serta dengan pertimbangan agar dapat melaksanakan prinsip-prinsip pelayanan umum secara efektif, maka dalam Penyelenggaraan Pelayanan Umum, sesuai dengan Kepmenpan Nomor 63 Tahun 2003, dapat dilaksanakan dengan pola-pola pelayanan sebagai berikut:

  a. Pola Pelayanan Fungsional Dalam membahas pola pelayanan disamping akan diuraikan berdasarkan landasan teoritis akan tetapi lebih banyak bersumber dari peraturan yang ditetapkan oleh Kantor Menpan, karena pola pelayanan publik termaksud sudah diterapkan di Indonesia sehingga lebih memudahkan dalam menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada para pembacaannya. Pola suatu aktifitas atau kegiatan yang cenderung memiliki keajegan untuk terus dilakukan secara berulang-ulang, sehingga keajegan itu menjadi terintegrasi dan menjadi pedoman.

  Pada umumnya pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik selalu mencoba dalam memberikan pelayanan, mencari cara yang paling efesien dan efektif yakni dengan membentuk berbagai cara atau yang sering disebut sebagai “pola”. Pada dasarnya pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya. b. Pola Terpusat Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggaraan pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan. Pola pelayanan ini sesungguhnya merupakan efek residu setelah seluruh kegiatan pelayanan oprasional telah diserahkan kewenangannya kepada pemerintah daerah atau BUMN dan badan hukum swasta.Misalnya pelayanan yang bersifat nasional atau antar regional, maka pelayanan tersebut cenderung terpusat, contoh; urusan perizinan buka usaha pada suatu daerah, pengurusan perizinannya diselenggarakan secara terpusat yaitu berada pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu.

  c. Pola Terpadu

  a) Terpadu Satu Atap Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam suatu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatu atapkan.Pola ini sudah mulai dilaksanakan dibeberapa daerah dalam lembaga pemerintahan yang disebut Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Badan ini memiliki fungsi menyelenggarakan berbagai jenis perizinan dalam satu kantor. Dari aspek pelayanan terhadap masyarakat memberikan kemudahan ketika mengurus beberapa perizinan tidak perlu keluar masuk dari kantor yang satu ke kantor yang lain yang letaknya kemungkinan saling berjauhan. Akan tetapi dari aspek internal memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi terutama dalam mengkoordinasikan dalam berbagai jenis pelayanan yang masing- masing mempunyai sifat dan karakteristik keahlian tersendiri.

  b. Terpadu Satu Pintu Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. Pola satu pintu ini juga sudah mulai banyak dilakukan dibeberapa kantor contohnya urusan STNK dan BPKB yang memiliki rangkaian proses sudah menjadi satu atap yaitu Kantor Samsat. Pola satu atap dari aspek efesiensi dan efektifitas pelayanan sudah cukup terbukti berjalan dengan baik dan lancer bahkan perlu dikembangkan terhadap proses perizinan yang bisa diintegrasikan.

  c. Pola Gugus Tugas Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu. Pemberian pelayanan publik dengan menggunakan pola “gugus tugas” merupakan pola pelayanan yang bersifat terintegrasi dengan instansi atau unit kerja yang lain yang memiliki keahlian masing-masing dalam rangka mendukung terhadap suatu pemberian pelayanan tertentu. Misalnya pembentukan “gugus tugas” yang tergabung dalam wadah yang dibentuk seperti “Krisis Center” dalam penanggulangan Bencana.

1.5.2.3 Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik

  Sendi-sendi tatalaksana pelayanan umum, pada hakekatnya merupakan penerapan prinsip-prinsip pokok sebagai dasar yang menjadi pedoman dalam perumusan tatalaksana dan penyelenggaraan kegiatan. Sesuai dengan Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum yang ditetapkan dengan Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993, maka prinsi-prinsip tersebut dapat dipahami melalui,yaitu:

  1. Kesederhanaan Prinsip kesederhanaan hakekatnya lebih menekankan pada aspek prosedur kerja penyelenggaraan, termaksud persyaratan maupun pelaksanaan teknis operasional. Prosedur kerja yang dimaksudkan adalah tata urutan pelaksanaan kerja atau tindakan yang dilewati/dijalankan dalam proses penyelenggaraan. Dalam menyusun kebijaksanaan atau pengaturan mengenai prosedur pelaksanaan hendaknya dirumuskan atau disusun dalam tata urutan atau mekanisme arus kerja yang sederhana, artinya tidak banyak melibatkan atau melewati meja atau pejabat yang tidak terdapat kaitan dengan fungsi utama dalam proses pelayanan. Namun kesederhanaan prosedur ini, dengan tanpa mengurangi atau mengabaikan unsur legalitas atau keabsahan dari hasil pelaksanaan pelayanan itu sendiri. Prinsip kesederhanaan ini untuk:

  1) Makin sedikitnya simpul, meja/petugas dalam prosedur birokrasi pelaksanaanPelayanan Umum.

  2) Memudahkan masyarakat dalam mengurus, mendapatkan pelayanan, antara lain dengan cara mengurangi kesempatan terjadinya kontak langsung antara petugas dengan masyarakat.

  3) Memperkecil terjadi pelayanan yang birokratis/prosedur panjang, sehingga akan mempelancar dalam proses serta menciptakan tatalaksana pelayanan yang baik.

  Hal yang perlu mendapat perhatian dan relevan dalam mendukung ciri prinsip kesederhanaan pelayanan ialah: 1)

  Mekanisme kerja atau tata urutan pelayanan, artinya jumlah simpul/meja yang dilewati dalam proses prosedur pelayanan harus sederhana. 2)

  Spesifikasi persyaratan pelayanan, artinya dalam menyusun prosedur pelayanan perlu memperhatikan bagaimana kerumitan mengurus persyaratan yang diperlukan, sedapat mungkin dalam mengurus persyaratan tidak terlalu banyak mengkaitkan/melibatkan dengan instansi/unit kerja lain, yang berakibat menambah mata rantai birokrasi.

  3) Tertip dalam sistem penataan dan penyimpanan dokumen/arsip, antara lain dalam penyelenggaraan pelayanan perlu didukung dengan pengelolaan dokumen/arsip yang berkaitan dengan kegiatan pemberian pelayanan, yang tertata secara sistematis, rapi, tertip dan aman.

  4) Kapasitas loket dan petugas pelayanan yang cukup, artinya dalam penyelenggaraan pelayanan perlu memperhatikan apakah jumlah loket telah memadai dengan beban/volume permintaan pelayanan.

  Jika terjadi beban kerja tinggi dan penumpukan antrian kerja, maka dapat dilakukan langkah-langkah, antara lain: a.

  Menambah sarana loket dan petugasnya.

  b.

  Dilakukan desentralisasi pelayanan, melimpahkan kewenangan pelayanan terhadap unitkerja setingkat dibawah kewenangan kerja atau membagi beban tugas dalam kelompok kerja.

  5) Koordinasi antara unit kerja yang terkait dalam pelayanan, dalam penyelenggaraan pelayanan perlu memperhatikan sejauh mana dilakukan koordinasi dan kerjasama dengan unit kerja yang terkait, maupun koordinasi antara komponen kerja didalam kantor yang bersangkutan, sehingga menunjang kelancaran mengurus persyaratan maupun proses penyelesaian pelayanan.

  2. Kejelasan dan Kepastian Prinsip mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:

  1. Prosedur tata cara pelayanan.

  2.Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyratan administratif.

  3. Unit kerja/pejabat berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan.

  4. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pelayanan.

  5. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

  Untuk mendukung prinsip kejelasan atau kepastian dalam prosedur tatakerja, maka dalam proses pelaksanaan pelayanan perlu dilakukan: a.

  Pencatatan secara rapi dan tertib setiap langkah, tahapan kegiatan pelayanan.

  b.

  Harus didukung dengan kelengkapan perangkat administrasi yang sesuai kebutuhan untuk pelaksanaan pelayanaan.

  c.

  Tatacara pengolahan biaya, antara lain menekankan bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan perlu dilakukan pengelolaan dana/biaya yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan secara tertib, jelas dan lengkap dengan tanda bukti maupun rincian biaya.

  d.

  Biaya yang menyangkut kewajiban yang harus dipenuhi oleh masyarakat hendaknya harus dinyatakan dan dicatat secara jelas, rinci dan pasti jumlahnya.

  e.

  Konsistensi pelaksanaan dan jadwal penyelesaian, dalam arti bahwa proses pelaksanaanpemberian pelayanan harus memberikan ketegasan dan kepastian sesuai prosedur dan jadwal pelaksanaan pelayanan secara jelas dan dapat dilaksanakan secara konsisten.

  3. Keamanaan Proses serta hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Dengan memperhatikan faktor-faktor: 1) Keamanan; Memberikan rasa aman bagi masyarakat, meliputi: Produk Pelayanan Administratif (dokumen, surat, kartu, gambar, tiket, dll); Produk Pelayanan Barang (air bersih, tegangan listrik, tindakan perawatan, dll); Produk Pelayanan Jasa (perhubungan darat, laut dan udara).

  2) Nyaman; Kondisi dan mutu dalam proses pelaksanaan pelayanan hendaknya diciptakan, meliputi: Kondisi tempat/ruang pelayanan yang dapat memberikan rasa nyaman, Terpenuhi secara lancar bagi kepentingan urusan pelayanan, serta; Mutu produk pelayanan yang diberikan pada masyarakat tersebut dapat memenuhi ukuran yang standart, sehingga dapat memenuhi rasa nyaman bagi masyarakat.

  3) Tertib, proses penyelenggaraan pelayanan hendaknya dapat diciptakan pelaksanaan yang rapi, berjalan sesuai prosedur, urutan pemberian pelayanannya rutin tidak semrawut sesuai alur tahapan penyesuaian pekerjaan. Pemberian pelayanan dilakukan secara konsisten sesuai dengan antrian, dan menurut tatakerja yang berlaku.

  4. Keterbukaan Prosedur/tatacara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat.

  5. Efesiensi Prinsip efesiensi ini mengandung arti:

  1)Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetapmemperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan.

  2)Dicegah dengan adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan memasyarakatkan adanya kelengkapan persyaratan dan kesatuan kerja/instansi pemerintah yang terkait.

  6. Ekonomis Pengenaan biaya dalam penyelengaraan pelayanan hatus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan; a. Nilai barang dan jasa pelayanan masyarakat tidak terlalu tinggi diluar kewajaran.

  b. Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar.

  c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  7. Keadilan yang Merata Cangkupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

  8. Ketetapan Waktu Pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

  a) dalam penyelenggaraan pelayanan perlu menjaga konsistensi pelaksanaan jadwal waktu pemberian pelayanan, b) Mengefektifkan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian oleh pimpinan/atasan langsung.

1.5.2.4 Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

  Prinsip peningkatan kualitas pelayanan publik membentuk dan mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasuk, karyawan dan pelanggan. Enam prinsip pokok pelayanan publik tersebut memiliki: Kepemimpinan, Pendidikan, Perencanaan, Review, Komunikasi, Penghargaan dan pengakuan.

  Dalam pelayanan publik, instansi pemberi pelayanan publik tidak terlepas dengan masyarakat sebagai stakeholder-nya selain sebagai pelanggan yang utama.Organisasi publik tidak dapat berdiri sendiri, lepas dari lingkungan masyarakat.Dengan demikian maka masyarakatpun sangat berperan dalam peningkatan publik. Berdasarkan konsep diatas maka akan terlihat bahwa peran budaya masyarakat sangat dominan dalam mempengaruhi kinerja dan kualitas pelayanan publik.

  Kualitas pelayanan publik berfokus pada lima bidang berikut;

  1.Fokus pada pelanggan (customer focus) dan Identifikasi pelanggan (internal dan eksternal)

  2. Keterlibatan total

  3. Pengukuran

  4.Dukungan sistematis

  5. Perbaikan berkesinambungan Implementasi konsep pelayanan berkualitas memberikan beberapa manfaat: a.

  Meningkatkan indeks kepuasan kualitas.

  1. Meningkatkan produktivitas dan efesiensi.

  2. Meningkatkan moral dan semangat karyawan.

  3. Meningkatkan kepuasan pelanggan.

1.5.2.5 Sistem Pelayanan Publik

  Konsep pelayanan publik atau pelayanan umum pada dasarnya merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau birokrasi untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Pelayanan publik atau pelayanan umum adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat. Dengan demikian yang dapat memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan hanya instansi pemerintah tetapi juga pihak swasta.Pelayanan publik yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial dan politik, yakni menjalankan tugas pokok serta mencari dukungan suara.Layanan publik pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam pelayanan publik dibidang pendidikan, kesehatan masyarakat, keamanan dan ketertiban masyarakat serta kesejahteraan sosial.

  Terdapat dua faktor penyebab timbulnya pelayanan publik, yaitu; 1) faktor yang bersifat ideal modern; 2) yang bersifat material. Faktor yang bersifat ideal modern meliputi adanya, rasa cinta dan kasih sayang, tolong menolong sesamanya berbuat baik; faktor materialnya akan menimbulkan hak dan kewajiban, baik kedalam maupun keluar organisasi. Sistem pelayanan umum sebenarnya merupakan satu kesatuan faktor yang dibutuhkan dalam terselenggaranya suatu pelayanan publik. Sistem pelayanan publik ini terdiri atas empat faktor;pertama, sistem, prosedur dan metode yaitu dalam pelayanan publik perlun adanya sistem informasi, prosedur dan metode yang mendukung kelancaran dalam memberikan pelayanan. kedua, personil,terutama ditekankan pada perilaku aparatur; dalam pelayanan publik aparatur pemerintah selaku personel pelayanan harus professional, disiplin dan terbuka terhadap kritik dari pelanggan atau masyarakat. ketiga, sarana dan prasarana, dalam pelayanan publik diperlukan peralatan dan ruang kerja serta fasilitas pelayanan publik misalnya ruang tunggu, tempat parker yang memadai. keempat, masyarakat sebagai pelanggan dalam pelayanan publik sangatlah heterogen baik tingkat pendidikan maupun perilakunya. Kualitas pelayanan publik menunjuk pada seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan kenyataan para pelanggan atau masyarakat atas layanan yang diterima.Dengan demikian terdapat dua unsur utama dalam kualitas layanan yaitu layanan yang diharapkan (expected service) dengan layanan yang diterima (perceveid service).Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas layanan yang dipersepsikan baik dan memuaskan dan sebaliknya.

  Dukungan sumber daya dalam suatu sistem yang dapat mewujudkan pola kerja yang cepat, tepat, nyaman dan aman telah menjadi prioritas utama sebelum memprioritaskan pelanggannya.Komitmen pimpinan untuk fokus pada kualitas pelayanan juga tidak kalah pentingnya dibanding dengan hal-hal lainnya. Sebagai penggerak utama organisasi maka pimpinan memiliki peran sentral dalam membawa perusahaan atau organisasi yang hendak memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Berbagai konsep dan teori “pelayanan publik” dimaksudkan sebagai pencerahan dan menambah wawasan yang dapat menjadi acuan bagi instansi pemerintah yang khusus memiliki Unit Pelaksana Teknis pelayanan terhadap masyarakat.

1.5.2.6 Bentuk Layanan

  Layanan umum dilakukan dengan 3 bentuk, yaitu: Layanan dengan lisan, layanan melalui tulisan dan layanan dengan perbuatan. 1) Layanan dengan lisan

  Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang Hubungan Masyarakat (HUMAS), bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan. 2) Layanan melalui tulisan

  Layanan melalui tulisan merupakan bentuk layanan yang paling menonjol dalam pelaksanaan tugas. Tidak hanya dari segi jumlah tetapi juga dari segi peranan. 3) Layanan berbentuk perbuatan

  Layanan dalam bentuk perbuatan 70-80% dilakukan oleh petugas- petugas tingkat menengah dan bawah. Karena itu faktor keahlian dan keterampilan petugas tersebut sangat menentukan terhadap hasil perbuatan atau pekerjaan.

1.5.2.7 Pengertian izin usaha perdagangan

  Izin usaha perdagangan merupakan suatu bentuk persetujuan atau pemberian izin dari pihak berwenang atas penyelenggaraan suatu kegiatan usaha oleh seorang pengusaha atau suatu perusahaan. Bagi pemerintah pengertian usaha dagang adalah suatu alat atau sarana untuk membina, mengarahkan, mengawasi dan menerbitkan izin-izin usaha perdagangan.Agar kegiatan usaha lancar, maka setiap pengusaha wajib untuk mengurus dan memiliki izin usaha dari instansi pemerintah yang sesuai dengan bidangnya.

  Tujuanpemberian izin usaha; memberikan perlindungan kepada masyarakat; mengendalikan gangguan dari kegiatan usaha; memberikan kepastian dalam perolehan tempat usaha; mewujudkan tertib tempat melakukan usaha sesuai dengan Rencana Tata Ruang Usaha. Bidang Usaha meliputi; a.

  Industri b. Perdagangan c. Keternagakerjaan d. Kesehatan e. Pariwisata dan jasa lainnya.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Viskositas Dan Laju Aliran Saliva Terhadap Pembentukan Kalkulus Pada Pasien Di Instalasi Periodonsia Rsgm Usu

0 0 10

Pengaruh Viskositas Dan Laju Aliran Saliva Terhadap Pembentukan Kalkulus Pada Pasien Di Instalasi Periodonsia Rsgm Usu

0 0 13

1 Bab I Pendahuluan - Tinjauan Sosial Dan Ekonomi Keluarga Penambang Emas Di Tambang Emas Rakyat di Desa Hutabargot Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal

0 0 10

Sistem Infromasi Akuntansi Pemberian Kredit Multi Guna Pada Pt.Bank Sumut Kcp Setia Budi

0 0 23

Sistem Infromasi Akuntansi Pemberian Kredit Multi Guna Pada Pt.Bank Sumut Kcp Setia Budi

0 0 9

2.1. Permainan Rubik’s Cube - Implementasi Penyelesaian Permainan Rubrik Cube dengan Algoritma Kociemba pada Platform Android

0 0 15

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI 1. Pengertian Kebutuhan Oksigenasi - AsuhanKeperawatanpada An.A dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Oksigenasi di RSUD.dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Program - Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak Oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Esa, bahkan anak dianggap - Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak Oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

0 0 14

Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak Oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan

0 1 10