Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Happiness at Work

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Happiness at Work

1. Definisi Happiness at Work

  Happiness at work dapat diidentifikasikan sebagai suatu pola pikir yang

  memungkinkan karyawan untuk memaksimalkan performa dan meraih potensi mereka, yang dilakukan dengan menyadari tinggi rendahnya perasaan bahagia tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010).

  Diener & Diener (2008) menjabarkan bahwa happiness at work dapat diartikan sebagai perasaan antusias terhadap pekerjaan, bersemangat untuk datang bekerja, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja, menunjukkan saling ketergantungan dengan orang lain atau bidang lain di tempat kerja, memiliki performa kerja yang baik, dapat bergaul dengan karyawan lain, bersedia meng-

  

cover atau mau menggantikan jadwal kerja temannya ketika dibutuhkan, bekerja

  pada beberapa proyek sampingan yang bertujuan untuk meningkatkan tempat kerja, produk, dan pelayanannya terhadap pekerjaan.

  Sejalan dengan beberapa definisi happiness at work yang diungkapkan oleh beberapa tokoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa happiness at work merupakan suatu perasaan antusias yang dirasakan karyawan terhadap pekerjaan mereka sehingga memungkinkan karyawan untuk memaksimalkan performa mereka dalam bekerja.

2. Indikator Happiness at Work

  Diener & Diener (2008) menyatakan bahwa terdapat tiga tipe pekerja yaitu

  

job worker, career worker, dan calling worker. Dan pekerja yang merasa bahagia

  saat bekerja akan masuk kedalam tipe pekerja yang menganggap pekerjaannya sebagai suatu panggilan (calling) dalam dirinya. Karyawan dengan

   calling

orientation biasanya mencintai pekerjaan mereka , menganggap bahwa pekerjaan

  mereka adalah hal yang penting, dan memberikan kontribusi terhadap perusahaan. Karyawan tersebut merasa tertarik dan tertantang oleh pekerjaan sehari-hari yang dilakukan oleh mereka. Pekerja dengan calling orientation bukanlah seorang pekerja yang “gila kerja” akan tetapi mereka mencintai pekerjaan mereka dan percaya pada apa yang mereka kerjakan serta mereka juga senang berlibur tetapi senantiasa akan menikmati ketika kembali bekerja. Karyawan dengan calling

  orientation dicirikan sebagai berikut: - Menikmati pekerjaan mereka.

  • Termotivasi oleh rasa ingin berkontribusi terhadap organisasi.
  • Merekomendasikan pekerjaan mereka.
  • Berpikir tentang pekerjaan bahkan saat bukan pada jam kerja.
  • Melakukan pekerjaan karena mendapat reward dari dalam dirinya sendiri.
  • Bekerja keras karena menemukan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan memiliki reward.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Happiness at Work

  Terdapat faktor yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri karyawan yang dapat membuat karyawan merasa bahagia saat bekerja (Jones, 2010), antara lain: Faktor dari dalam diri karyawan ke organisasi (from the in-outside) : a. Dapat meraih tujuan-tujuan yang dimiliki oleh karyawan tersebut.

  b. Memiliki objektifitas terhadap pekerjaan.

  c. Meningkatkan isu yang dianggap penting bagi karyawan.

  d. Merasa aman saat bekerja. Faktor dari kondisi organisasi terhadap diri karyawan (from the outside-in) : a.

  Merasa bahwa pendapatnya didengarkan oleh rekan kerja maupun pimpinan.

  b.

  Menerima umpan-balik yang positif yang dapat membantu dalam mengklarifikasi peran yang dimiliki, membuat karyawan merasa lebih baik, memvalidasi hasil kerja karyawan, meningkatkan rasa untuk dapat mengontrol pekerjaan dalam arti mampu bersikap profesional, mengurangi perasaan negatif tentang politik organisasi, meningkatkan motivasi kerja, dan memperkuat hubungan kerja antar rekan kerja maupun dengan pimpinan.

  c.

  Merasa bahwa ia dihargai saat bekerja, yang artinya bahwa ia merasa bernilai dan berharga karena apa adanya dirinya sendiri.

  d.

  Dihargai dan diperlakukan secara baik oleh pimpinan.

  Dari berbagai faktor yang dapat menciptakan happiness at work yang telah diuraikan di atas, maka dapat dilihat bahwa faktor yang berasal dari kondisi organisasi terhadap diri karyawan seperti karyawan terlibat dan merasa bahwa pendapatnya ditanggapi oleh rekan kerja maupun pimpinan merupakan bagian dari dimensi involvement dari budaya organisasi (Denison, Haalaand, & Goelzer, 2002). Hal ini memperlihatkan adanya hubungan budaya organisasi dengan kebahagiaan saat bekerja yang dirasakan oleh karyawan di suatu perusahaan.

B. Budaya Organisasi 1. Definisi Budaya Organisasi

  Budaya organisasi didefinisikan sebagai berbagai cara pikir, merasa, dan bereaksi yang didasarkan pada pola-pola tertentu yang terdapat di dalam suatu organisasi dan pada setiap bagian organisasi (Tosi, Rizzo, & Carrol, 2001).

  Budaya organisasi dapat juga dijabarkan sebagai seperangkat sistem nilai- nilai atau values, beliefs, asumsi-asumsi, atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah dalam organisasi. Budaya organisasi juga disebut sebagai budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai-nilai atau norma- norma yang telah relatif lama berlaku, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah- masalah yang terdapat di dalam organisasi atau perusahaan (Kilmann, Saxton, Mary, & Serpa, 1988). Dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan nilai-nilai tersebut pada akhirnya menjadi terinternalisasi dalam diri karyawan, menjiwai setiap orang atau karyawan dalam organisasi, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan juga jiwa para anggota organisasi (Kilmann, Saxton, Mary, & Serpa, 1988).

  Kreitner & Kinicki (2003) juga menyatakan budaya organisasi sebagai suatu wujud anggapan yang dimiliki karyawan, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut merasakan, memikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungan yang beraneka ragam. Definisi ini menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting. Pertama, budaya organisasi diberikan kepada para karyawan baru melalui proses sosialisasi. Kedua, budaya organisasi mempengaruhi perilaku karyawan di tempat kerja. Ketiga, budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang berbeda yakni bagi karyawan baru maupun karyawan lama di perusahaan.

  Sejalan dengan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi dapat dijabarkan sebagai seperangkat nilai-nilai atau norma- norma yang telah relatif lama berlaku, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam berperilaku di perusahaan terutama dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terdapat di dalam organisasi atau perusahaan.

2. Sumber-sumber Budaya Organisasi

  Munandar (2001) mengatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari : a. Pengaruh eksternal yang luas.

  Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau sebagian dapat dikendalikan oleh organisasi, seperti: lingkungan alam dan berbagai kejadian bersejarah yang membentuk masyarakat. b. Nilai-nilai masyarakat dan budaya nasional. Nilai-nilai yang ada di masyarakat dan budaya nasional mencakup berbagai keyakinan dan nilai yang dominan dari masyarakat luas.

  c. Unsur-unsur khas dari organisasi. Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya dalam usaha mengatasi masalah-masalah internal maupun eksternal yang timbul dalam organisasi.

  Keberhasilan dalam mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi, seperti dalam menghadapi kesulitan usaha, biaya produksi yang terlalu tinggi, dan lain sebagainya.

  3. Dimensi Budaya Organisasi

  Denison berpendapat bahwa ada empat dimensi budaya organisasi, yaitu:

  

involvement (keterlibatan), consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas),

dan mission (misi) (Denison, Haaland, & Goelzer, 2002).

  1. Involvement (Keterlibatan)

  

Involvement adalah dimensi budaya organisasi yang menujukkan tingkat

partisipasi karyawan (anggota organisasi) dalam pengambilan keputusan.

  Organisasi yang efektif memberdayakan masyarakat, membangun organisasi mereka di sekitar tim, dan mengembangkan kemampuan manusia di semua tingkatan (Denison, Haaland, & Goelzer, 2002). Eksekutif, manajer, dan karyawan berkomitmen untuk pekerjaan mereka dan merasa bahwa mereka memiliki sebagian dari organisasi. Orang-orang di semua tingkatan merasa bahwa mereka memiliki masukan atau ide yang dapat dilibatkan dalam membuat keputusan yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka dan bahwa pekerjaan mereka terhubung langsung dengan tujuan dari organisasi.

  2. Consistency (Konsistensi)

  

Consistency menunjukkan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap

asumsi dasar dan nilai-nilai organisasi (Denison, Haaland, & Goelzer, 2002).

  Organisasi juga cenderung efektif karena memiliki budaya "kuat" yang sangat konsisten, terkoordinasi, dan terintegrasi dengan baik. Perilaku karyawan dalam organisasi berakar dari seperangkat nilai-nilai inti perusahaan, pemimpin dan karyawan akan tetap mencapai suatu kesepakatan bahkan ketika terdapat beragam sudut pandang.

  3. Adaptability (Adaptabilitas)

  

Adaptability adalah kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan

  lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan internal pada organisasi (Denison, Haaland, & Goelzer, 2002). Namun terkadang organisasi yang terintegrasi dengan baik yang paling sering sulit untuk berubah. Integrasi internal dan adaptasi eksternal sering dapat bertentangan dalam organisasi itu sendiri. Adaptasi organisasi didorong oleh pelanggan mereka dan melihat dari pengalaman dalam menciptakan perubahan. Organisasi terus merubah sistem sehingga organisasi dapat memperbaiki kemampuan kolektif organisasi untuk memberikan nilai bagi para pelanggan.

  4. Mission (Misi)

  

Mission adalah dimensi inti yang menunjukkan tujuan inti organisasi yang

  menjadikan anggota organisasi yakin dan teguh terhadap apa yang dianggap penting oleh organisasi (Denison, Haaland, & Goelzer, 2002). Organisasi yang sukses memiliki tujuan yang jelas dan arah yang mendefinisikan tujuan organisasi serta mengungkapkan visi tentang bagaimana organisasi akan terlihat di masa depan. Ketika perubahan misi yang mendasari organisasi terjadi, perubahan juga terjadi pada aspek lain dari budaya organisasi.

4. Fungsi Budaya Organisasi

  Robbins (2001) menjabarkan beberapa fungsi dari budaya organisasi yaitu sebagai berikut : Pertama, budaya organisasi berperan sebagai pembeda yang mampu membedakan satu organisasi dengan organisasi lain. Kedua, budaya organisasi memberikan suatu identitas diri bagi anggota organisasi tersebut.

  

Ketiga, budaya organisasi memudahkan pertumbuhan komitmen pada hal yang

  bersifat lebih meluas daripada hanya sebatas pada kepentingan individual dari para anggota semata. Keempat, budaya organisasi semakin memberi kemantapan terhadap sistem sosial yang ada. Gordon (1993) juga menyatakan bahwa budaya organisasi dalam hubungannya dengan segi sosial berfungsi sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat atas apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.

  Akhirnya, budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme yang menciptakan makna dan kendali atas sikap serta perilaku para karyawan.

  Budaya organisasi yang kuat meletakkan kepercayaan-kepercayaan, tingkah laku, dan cara melakukan sesuatu dalam organisasi. Oleh sebab itu, budaya organisasi berakar dalam tradisi perusahaan serta budaya organisasi mencerminkan apa yang dilakukan dalam perusahaan (Pastin, 1986). Terdapat juga empat fungsi budaya organisasi bagi perusahaan maupun karyawannya menurut Kreitner & Kinicki (2003), yaitu Pertama, memberikan identitas organisasi kepada karyawannya. Kedua, memudahkan kolektif karyawan. Ketiga, mempromosikan stabilitas sistem sosial. Keempat, membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaan budaya tersebut.

5. Manifestasi dari Budaya Organisasi

  Tosi, Rizzo, & Carrol (1994) menyatakan terdapat beberapa konsep, makna, serta pesan yang mencerminkan budaya organisasi yang dapat ditemukan dalam praktek-praktek organisasi, seperti : a.

  Rancangan Organisasi Bergantung pada nilai-nilai utama dari budaya organisasi yang dianut maka rancangan organisasi ini nantinya akan berbentuk suatu struktur organisasi sehingga para karyawan tidak perlu lagi diawasi secara ketat, pengambilan keputusan dalam perusahaan lebih decentralised, dan akan didapatkan nilai-nilai organisasi yang dianggap penting.

  b.

  Strategi Seleksi dan Sosialisasi Organisasi akan menyeleksi calon karyawan yang menganut nilai-nilai utama dalam dirinya yang sama dengan nilai-nilai utama perusahaan.

  c.

  Pembedaan Kelas Pembedaan kelas mengacu pada daya dan status yang dimiliki kelompok- kelompok yang menentukan corak hubungan antara anggota kelompok dalam organisasi. Pembedaan yang muncul biasanya berupa pembedaan hierarki dalam organisasi yang dapat dilihat dari wewenang yang berbeda dan diberikan kepada setiap lapisan yang berbeda dalam organisasi tersebut.

  d.

  Ideologi Budaya organisasi terbentuk dalam ideologi yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi. Ideologi membantu para anggota organisasi memberikan makna pada setiap keputusan yang dihasilkan.

  e.

  Mitos dan simbol-simbol Mitos dan simbol-simbol yang terbentuk dari budaya organisasi seperti ruang kerja pimpinan dalam perusahaan yang lebih besar dari ruang kerja karyawan lainnya.

  f.

  Bahasa Dalam setiap organisasi terdapat kata-kata yang merupakan kata yang khas dari organisasi yang tidak dikenal oleh orang yang bukan anggota organisasi tersebut, selain itu terdapat juga gaya bahasa yang khas yang terdapat dalam organisasi tersebut.

  g.

  Ritual dan Upacara Terdapat berbagai ritual ataupun seperti upacara yang terdapat dalam suatu organisasi, contohnya acara makan siang bersama bagi setiap manajer di awal bulan.

C. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Happiness at Work

  Budaya organisasi merupakan seperangkat kebiasaan dan pola cara khas dalam melakukan sesuatu yang dapat dijadikan pedoman bagi karyawan (Porter, Lawler, & Hackman; 1975). Turner (1992) menyatakan bahwa suatu budaya organisasi yang kuat akan memperlihatkan kesepakatan yang tinggi antar anggota organisasi mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi tersebut, dan budaya organisasi yang kuat bermanfaat untuk mengarahkan perilaku para anggotanya karena membantu setiap anggota organisasi untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik.

  Budaya organisasi sangat berperan penting bagi kemajuan suatu organisasi. Budaya organisasi yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja perusahaan sebagaimana dinyatakan oleh Deal & Kennedy (1982). Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Deal sebelumnya, Sutrisno (2011) juga merangkum berbagai peranan budaya organisasi yang ada yaitu bahwa budaya organisasi yang benar-benar dikelola sebagai alat manajemen akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi karyawan untuk berperilaku positif, dedikatif, dan produktif.

  Miller (1984) menyatakan bahwa perusahaan yang efektif adalah perusahaan yang membudayakan nilai-nilai primer yang diperlukan untuk kepentingan operasi perusahaan, yaitu asas-asas tujuan, konsensus, keunggualan, prestasi, empiris, kesatuan, keakraban, dan integritas dalam organisasi tersebut.

  Budaya organisasi merupakan bagian integral dari proses adaptasi organisasi dan

  

trait spesifik dari suatu budaya yang dapat menjadi prediktor yang berguna bagi

peningkatan performa dan efektivitas kerja karyawan (Denison & Mishra, 1995).

  Hatch & Schultz (2007) juga menyatakan bahwa budaya organisasi sangat dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan dalam menjabarkan mengenai perkembangan dan penetapan identitas organisasi. Identitas mencakup bagaimana kita menjabarkan dan menghayati diri kita sendiri dan hal tersebut akan berpengaruh pada berbagai aktivitas dan beliefs yang kita anut dalam diri kita yang telah tertanam dan dibenarkan oleh asumsi budaya dan nilai-nilai budaya tersebut. Apa yang menjadi perhatian mengenai diri kita dan bagaimana cara menjabarkan bagaimana diri kita dengan begitu akan membentuk identitas dalam gambaran kita mengenai budaya yang kita anut . Budaya perusahaan yang kuat akan mengarahkan perilaku karyawan, dimana suatu budaya perusahaan yang kuat memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota organisasi tentang apa saja yang dipertahankan oleh organisasi (Turner, 1992).

  Membangun budaya perusahaan yang khas merupakan salah satu strategi menciptakan happiness at work pada diri karyawan yang perlu untuk diperhatikan oleh para manajer, perusahaan harus mempromosikan budaya kerja yang kuat dimana tujuan dan nilai-nilai manajer sejajar di semua bagian pekerjaan (Markos & Sridevi, 2010). Ketika budaya organisasi di suatu perusahaan kuat maka ditemukan bahwa adanya konsistensi termasuk terdapat tingkat kesepakatan yang tinggi pada karyawan dan pimpinan tentang bagaimana asumsi dasar dan nilai- nilai organisasi, kesepakatan ini diperoleh ketika seluruh rekan kerja dan pimpinan saling bekerja sama dan dapat menghargai pendapat satu sama lain, sehingga kesatuan semacam itu membina kekohesifan, kesetiaan, rasa bahagia, dan komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan (Robbins, 2006).

  Karyawan yang dihargai dan diperlakukan secara baik oleh pimpinan dan merasa bahwa ia bernilai dan berharga merupakan salah satu peran dari budaya organisasi yaitu menjadi penyatu organisasi (Wirawan, 2007). Budaya organisasi juga dapat berperan dalam meningkatkan motivasi kerja bagi karyawan sehingga karyawan merasa bahagia saat bekerja (Wirawan, 2007).

  Weiten & Lloyd (2006) mengatakan bahwa kenyataan yang bersifat objektif tidak akan sama pentingnya dengan perasaan subjektif. Dengan kata lain, pekerjaan yang dimiliki seseorang tidak akan sama penting pengaruhnya jika dibandingkan dengan bagaimana perasaan dan apa yang ia rasakan terhadap pekerjaannya. Oleh sebab itulah penting bagi pekerja untuk dapat merasa bahagia saat bekerja.

  Kebahagiaan saat bekerja lebih dalam dari kepuasan kerja. Pengukuran yang komprehensif pada level individual dalam mengukur kebahagiaan saat bekerja melibatkan work engagement, kepuasan kerja, dan komitmen pada organisasi (Fisher, 2010). Perusahaan perlu menimbulkan dan menjaga rasa bahagia saat bekerja dalam diri karyawan mereka karena hal tersebut akan membawa banyak dampak positif bagi perusahaan sendiri, seperti yang dikatakan oleh Diener & Diener (2008) bahwa pekerja yang bahagia adalah seorang yang bersemangat untuk pergi bekerja, antusias akan pekerjaan mereka, menunjukkan sikap saling ketergantungan dengan karyawan lain, memiliki performa kerja yang baik, dapat bergaul dengan baik, bersedia menggantikan shift rekan kerjanya ketika diperlukan, dan bekerja pada beberapa bagian yang bertujuan untuk meningkatkan organisasi, produk, maupun pelayanan mereka. Kebahagiaan juga diartikan sebagai kondisi yang lebih kreatif saat bekerja. Karyawan yang bahagia akan menghasilkan ide-ide segar yang lebih baik untuk merubah produk dan pelayanan organisasi agar bisa meraih tujuan-tujuan penting yang dimiliki perusahaan (Diener & Diener, 2008).

D. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti memiliki hipotesis bahwa terdapat pengaruh positif budaya organisasi terhadap happiness at work. Hipotesis di atas mengandung pengertian bahwa budaya organisasi dapat menaikkan happiness at work yang dirasakan karyawan.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Nilai Perusahaan - Pengaruh CAMEL & Indeks Corporate Governace Terhadap Nilai Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 22

Pengaruh CAMEL & Indeks Corporate Governace Terhadap Nilai Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 11

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penelitian Terdahulu Iskandar (2012), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Motivasi - Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja, Disiplin Dan Tunjangan Profesi Guru Terhadap Kinerja Guru Di Dinas Pendidikan Kabupaten Toba

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja, Disiplin Dan Tunjangan Profesi Guru Terhadap Kinerja Guru Di Dinas Pendidikan Kabupaten Toba Samosir

0 0 11

II.1 Sistem Informasi - Pengaruh Sistem Informasi Pelayanan Santunan Kecelakaan Terhadap Kepuasan Klaimen (Studi Pada Kantor PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara)

0 0 18

Pengaruh Sistem Informasi Pelayanan Santunan Kecelakaan Terhadap Kepuasan Klaimen (Studi Pada Kantor PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara)

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasir silika - Pengaruh Kosentrasi Perekat Terhadap Permeabilitas dan Kuat Geser (Shear Strength) Pasir Cetak Dalam Industri Pengecoran Logam

0 0 31

BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi - Pengaruh Social Support terhadap Resiliensi Ibu Tunggal

0 0 23

14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Social Support terhadap Resiliensi Ibu Tunggal

0 0 11

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Happiness at Work

0 0 28