BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasir silika - Pengaruh Kosentrasi Perekat Terhadap Permeabilitas dan Kuat Geser (Shear Strength) Pasir Cetak Dalam Industri Pengecoran Logam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasir silika

  Pasir kuarsa atau pasir silika adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO 2 ) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan feldspar. Pasir silika memiliki sejumlah kelemahan sebagai cetakan atau coremaking material: memiliki tingkat ekspansi termal yang tinggi (Gambar 2.1) yang dapat menyebabkan ekspansi cacat coran, seperti pengambilan sirip atau urat dan memiliki refractoriness relatif rendah yang dapat menyebabkan pasir terbakar, terutama dengan baja atau besi yang berat bagian secara kimiawi reaktif untuk paduan tertentu misalnya mangan dan besi. Oksida Mn dan Fe bereaksi dengan silika untuk bentuk rendah silikat titik leleh, menyebabkan pasir serius membakar.

Gambar 2.1 Grafik karakteristik ekspansi termal zirkon, kromit dan pasir olivin dibandingkan dengan pasir silika.

  Untuk beberapa jenis pengecoran, mungkin perlu untuk menggunakan pasir non-silika, meskipun semua pasir lain yang lebih mahal daripada silika. Cetakan pasir dan inti kebanyakan didasarkan pada pasir silika karena biaya yang paling tersedia dan terendah molding material. Pasir lain yang digunakan untuk aplikasi khusus di mana tingkat pembiasannya tinggi, konduktivitas termal lebih tinggi atau ekspansi termal yang lebih rendah diperlukan. Komposisi kimia pasir cetak alam sebaiknya adalah 80% sampai 90% silika, 5% sampai 10% alumina atau bahan pengikat (clay) dan sebagian kecil lime, magnesia dan elemen lainnya.

  Pasir silika digunakan terutama karena kemurnian kimia dan sifat termal menguntungkan. Hal ini tahan terhadap baja cair dan besi memiliki kekerasan tinggi dan kompatibel dengan semua jenis sistem perekat pengecoran. Silika memiliki titik fusi tinggi di atas 1.690

  C. Hal ini secara dramatis menurunkan namun oleh agen fluxing seperti kalsium, sodium, kalium, dan besi.

  Unsur-unsur ini secara drastis dapat menurunkan titik sintering silika sifat alkali dari unsur-unsur dan oksida mereka yang tercantum di atas dapat menjatuhkan pasir silika 99,8% dari 1700 C menjadi kurang dari 1200

  C. Agen perusak seperti kapur misalnya tidak hanya meningkatkan pH pasir tapi akan membuat beberapa sistem pengikat berguna. Asam katalis furan tidak akan mengeras sementara sistem uretan fenolik akan bereaksi dan mengeras Seketika.

  Silika tidak menunjukkan ekspansi termal cepat karena mengalami perubahan fasa dari Alpha Quartz ke Beta Quartz dan pada suhu sekitar 570 C. Perluasan ini dapat menyebabkan pengecoran cacat seperti "urat atau Rat Tails" namun hal ini dapat dikompensasikan dengan penggunaan sistem pengikat yang kompleks dan aditif untuk campuran pasir dibagikan melalui sistem dosis terkontrol. Perluasan pasir silika dibandingkan di bawah ini melawan populer "Refractory Khusus Pasir" seperti krom dan Zircon (Dawson,1982).

Tabel 2.1 Sifat pasir silika untuk penggunaan pengecoran

  Batas No Komponen kimia Sifat kimia maksimum

  1 SiO

  2 95-min 96% Silika semakin tinggi semakin refraktori

  (tahan api)

  2 LOI Max 0,5% Merupakan kotoran organik

  3 Fe

  2 O

  3 Max 0,3% Oksida besi mengurangi refraktoris tersebut

  4 CaO Max 0,2% Meningkatkan nilai permintaan asam

  5 K O, Na O Max 0,5% Mengurangi refraktori

  2

  2

  6 Nilai keasaman Max 6 ml Nilai keasaman yang tinggi mempengaruhi pH 4 keasaman perekat (Brown,R. 1994)

2.1.1 Pasir Cetak

  Tidak semua pasir yang ada, baik digunakan untuk membuat cetakan, diperlukan beberapa syarat, antara lain adalah:

  1. Bentuk bekas model/pola harus tetap (tidak berubah) pada saat model di ambil 2.

  Harus tahan terhadap aliran logam cair yang melewatinya, artinya tidak terjadi reaksi antara logam cair dengan pasir cetaknya.

  3. Pori-pori nya harus memungkinkan udara keluar pada saat penuangan.

  4. Harus mudah di bentuk 5.

  Mempunyai ukuran yang seragam 6. Harus mudah di bongkar.

  Silika adalah butiran pasir yang sangat penting dalam cetakan pasir karena mereka memberikan refractoriness, kimia resistivitas, dan permeabilitas ke pasir. Para ditentukan sesuai dengan ukuran rata-rata dan bentuknya. Halus butir, semakin intim akan menjadi kontak dan permeabilitas rendah. Namun butiran halus cenderung membentengi cetakan dan mengurangi kecenderungan untuk mendapatkan terdistorsi.

  Bentuk butiran pasir dapat bervariasi dari bulat dan sudut. Butir diklasifikasikan menurut bentuknya:

Gambar 2.2 Bentuk butir – butir pasir cetak

  Jenis butir pasir bulat sebagai pasir cetak, karena memerlukan jumlah pengikat yang lebih sedikit untuk mendapat kekuatan dan permeabiliti tertentu, serta mampu alirnya baik sekali. Pasir berbutir kristal kurang baik untuk pasir cetak, sebab akan pecah menjadi butir

  • – butir kecil pada pencampuran serta memberikan ketahanan api dan permeabiliti yang buruk pada cetakan, dan selanjutnya membutuhkan pengikat dalam jumlah banyak. Pasir cetak biasanya kumpulan dari butir
  • – butir yang berukuran berm>– macam. Tetapi kadang – kadang terdiri dari butir – butir tersaring yang mempunyai ukuran seragam. Besar butir yang diinginkan adalah sedemikian sehingga dua pertiga dari butir
  • – butir pasir mempunyai ukuran dari tiga mesh yang berurutan, dan sisanya dari ukuran
  • – mesh berikutnya. Jadi lebih baik tidak mempunyai besar butir yang seragam.

1. Butir pasir bulat

  Butiran ini mempunyai hubungan yang paling sedikit antara butiran yang satu dengan yang lainnya dalam jumlah yang diperlukan sehingga membuat permeabilitas menjadi tinggi. Butiran bulat terbentuk karena butir butir sedang bergesekan berulang- ulang akibat adanya angin, gelombang atau aliaran air sehingga menghasilkan bentuk bulat. Jenis butir ini umumnya tebentuk membulat dan hampir tidak ada yang membentuk sudut. Kekurangan yaitu kekuatannya rendah karena luas bidang kontaknya kecil sehingga banyak tedapat rongga-rongga. Kelebihan yaitu permeabilitasnya tinggi karena luas bidang kontak anta butir sedikit sehingga rongga yang terbentuk besar dan sedikit memerlukan jumlah pengikat.

  2. Butir pasir sebagian bersudut Butiran ini mempunyai kemampuan permeabilitas yang sedikit dibawah butiran bundar dan kekuatannya melebihi butiran bundar. Butiran sebagian bersudut terjadi karena butiran besudut saling begerak dan bertumbukan sehingga sudutnya pecah dan membentuk sub angular grain. Permeabilitas butian ini lebih rendah daripada butir pasir bulat, disebabkan oleh lebih banyaknya luas bidang kontak sehingga ronga-rongga yang ada lebih sempit. Namun kekuatannya lebih tinggi daripada buti pasir bulat. Hal ini dikarenakan oleh lebih banyaknya luas bidang kontak, sehingga kerapatan antar butir tinggi dan rongga-rongganya lebih sempit.

  Kelebihannya yaitu kekuatannya lebih tinggi karena luas bidang kontaknya lebih besar sehingga rongga-rongga antar butir lebih sempit. Kekurangan yaitu memerlukan jumlah pengikat lumayan banyak. Permeabilitasnya lebih rendah, karena luas bidang kontak antar butir lebih besar sehingga rongga-rongga antar butir lebih sempit untuk dialiri udara.

  3. Butir pasir bersudut Bentuk butinya mayoritas bersudut, namun sudut yang terbentuk belum terlalu runcing. Butiran bersudut terbentuk oleh dekomposisi bahan tanpa ada gesekan.

  Butiran ini memiliki permeabilitas rendah disbanding dengan butir pasir sebagian bersudut dan butir pasir bulat dikarenakan luas bidang kontaknya lebih besar, sehingga rongga-rongga yang ada sempit. Akan tetapi, butiran bersudut ini memberikan kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan butiran sebagian bersudut, dikarenakan luas bidang kontaknya yang lebih besar dan rongga-rongga yang ada sempit, sehingga kerapatannya tinggi. Kekurangan yaitu memerlukan pengikat dalam jumlah yang banyak, permeabilitasnya lebih rendah dibandingkan dengan buti bulat dan butir sebagian bersudut, dikarenakan luas bidang kontaknya yang lebih besar, sehingga rongga-rongga antar butirnya lebih sempit Butiran ini menyebabkan kekuata yang tinggi dan permeabilitas rendah dari butiran sudut sebagian. Karena bersudut sehingga menutup rongga-rongga untuk partikel atau lebih padat. Kelebihan yaitu kekuatannya lebih tinggi daripada butir bulat dan butir sebagian bersudut, karena luas bidang kontaknya lebih besar dan rongga-rongga yang ada kecil, sehingga kerapatannya tinggi.

4. Butir pasir kristal Bentuk butir dari pasir ini memiliki sudut yang kurang pada ujung-ujungnya.

  Butiran ini memiliki permeabilitas yang rendah sekali dikarenakan luas bidang kontaknya lebih besar akibat butir kristal yang pecah menjadi kecil-kecil dan mengisi rongga-rongga. Namun memiliki kekuatan yang besar dikarenakan luas bidang kontak yang ada lebih besar akibat butir kristal pecah menjadi kecil-kecil dan mengisi rongga-rongga antar butir, sehingga kerapatannya tinggi. Kelebihan yaitu luas bidang kontaknya lebih besar akibat kristal yang pecah dan mengisi rongga-rongga antar butir sehingga kerapatannya tinggi, kekuatannya lebih tinggi daripada jenis butir lain. Kekurangan yaitu memerlukan pengikat yang sangat banyak, permeabilitas lebih rendah daripada butir lainnya dikarenakan luas bidang kontaknya lebih besar akibat butir kristal yang pecah dan mengisi rongga-rongga sehingga udara yang mengalir sedikiT (Jain, 1979).

2.2. Sejarah pengecoran

  Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pegecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira

  • – kira tahun 4000 sebelum Masehi, sedangkan tahun yang lebih tepat tidak diketahui orang. Awal penggunaan logam oleh orang, ialah ketika orang membuat perhiasan dari emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata baja dengan menempa tembaga, hal itu dimugkinkan karena logam
  • – logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah orang dapat menempanya.

  Kemudian secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair kedalam cetakan, dengan demikian untuk pertama kalinya orang dapat membuat coran yang berbentuk rumit, umpamanya perabot rumah, perhiasan atau hiasan makam. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu satu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik cairnya lebih rendah dari titik cair tembaga. Pengecoran perunggu dilakukan pertama di Mesopotamia kira

  • – kira 3.000 tahun sebelum Masehi, teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina. Penerusan ke Cina kira
  • – kira 2.000 tahun sebelum Masehi, dan dalam zaman Cina kuno semasa Yin, yaitu kira – kira 1.500 – 1.000 tahun sebelum Masehi.

  Pada masa itu tangki

  • – tangki besar yang halus buatannya dibuat dengan jalan pengecoran. Teknik pengecoran perunggu di India dan Cina diteruskan ke Jepang juga ke Eropa, dan dalam tahun 1.500
  • – 1.400 sebelum Masehi, barang – barang seperti mata bajak, pedang, mata tombak, perhiasan, tangki, dan perhiasan makam dibuat di Spanyol, Swiss, Jerman, Ustria, Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan Perancis. Teknik produksi ini kemudian diteruskan ke negara – negara di sekitar laut Tengah.

  Di Yunani, 600 tahun sebelum Masehi, arca

  • – arca raksasa Epaminondas atau Hercules, berbagai senjata, dan perkakas dibuat dengan jalan pengecoran. Di India di zaman itu, pengecoran besi kasar dilakukan dan diekspor ke Mesir dan Eropa. Cara pengecoran pada zaman itu adalah menuangkan secara langsung logam cair yang didapat dari bijih besi, ke dalam cetakan, jadi tidak dengan jalan mencairkan kembali besi kasar seperti cara kita sekarang.

  Kokas ditemukan di Inggris di abad 18, yang kemudian di Perancis diikhtiarkan agar kokas dapat dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam tanur kecil dalam usaha membuat coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur kupola yang ada sekarang, dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang dilakukan kira – kira sama dengan cara yang dilakukan orang sekarang.

  Walaupun sejak masa kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun hanyalah sejak H. Bessemer atau W. Siemens sajalah telah diusahakan untuk membuat baja dari besi kasar, dan coran baja diproduksi pada akhir pertengahan abad 19 (Tata Surdia, 2006).

2.3. Bahan – Bahan Pengecoran

2.3.1 Besi Cor

  Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, Silisium, mangan, fosfor dan belerang. Besi cor ini digolongkan menjadi enam yaitu besi cor kelabu, besi cor kelas tinggi, besi cor kelabu paduan, besi cor bergrafit bulat, besi cor mampu tempa dan besi cor cil. Struktur mikro dari besi cor terdiri dari ferit atau Perlit dan serpih karbon bebas. Karbon dan silisium ternyata mempengaruhi struktur mikro, ukran serta bentuk dari karbon bebas dan keadaan struktur dasar berubah sesuai dengan mutu dan kuantitasnya.

  Disamping itu, ketebalan dan laju pendinginan mempengaruhi struktur mikro.

  2 Walaupun kekuatan tarik dari besi cor kelabu kira , namun besi

  • – kira 10 – 30 kgf/mm

  o

  cor ini agak getas, titik cairnya kira C dan mempunyai cor sangat baik

  • – kira 1.200
  • – serta murah, sehingga besi cor kelabu ini dipergunakan paling banyak untuk benda benda coran. Besi cor kelas tinggi mengandung lebih sedikit karbon dan silikon, lagi pula ukuran grafit bebasnya agak kecil, dibanding dengan besi cor kelabu, sehingga

  2

  kekuatan tariknya lebih tinggi yaitu kira . Membuat besi cor

  • – kira 30 – 50 kgf/mm kelas tinggi agak susah dibanding dengan besi cor kelabu.

  Besi cor kelabu paduan mengandung unsur

  • – unsur paduan dan grafit, mempunyai struktur yang stabil sehingga sifat
  • – sifatnya lebih baik. Dilihat dari u
  • – unsur paduan yang ditambhakan, ada dua hal, yang pertama hanya beberapa persen saja dan yang kedua lebih banyak. Unsur – unsur yang ditambahkan adalah krom, nikel, molibden, vanadium, titan dan sebagainya, sehingga ketahanan panas, ketahanan aus, ketahanan korosi dan mampu mesin dari besi cor macam ini baik sekali berkat adanya unsur – unsur tersebut.

  Besi cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih, yang dilunakkan di dalam sebuah tanur dalam waktu yang lama. Struktur sementit dari besi cor putih berubah menjadi ferit atau perlit dan karbon yang tertemper mengendap. Menurut struktur mikronya ada tiga macam besi cor mampu tempa, yaitu besi cor mampu tempa perapian hitam, besi cor mampu tempa perapian putih dan besi cor mampu tempa perlit. Besi cor grafit bulat dibuat dengan jalan mencampurkan magnesium, kalsium atau serium ke dalam cairan logam sehingga grafit bulat akan mengendap. Besi cor macam ini mempunyai kekuatan, keuletan, ketahanan aus dan ketahanan panas yang baik sekali dibandingkan dengan besi cor kelabu. Besi cor cil ialah besi cor yang mempunyai permukaan terdiri dari besi cor putih dan bagian dalamnya terdiri dari struktur dengan endapan grafit. Permukaannya mempunyai ketahanan aus yang baik sekali dan bagian dalamnya mempunyai keuletan yang baik pula (Tata Surdia, 2006).

  Besi tuang dapat kita pergunakan bahan cair dari oven kubah. Seperti pada besi kasar juga kadar silisiumnya di sini berpengaruh dengan cara bagaimana zat arang berada dalam besi tuang. Sehubungan dengan ini kita dapat membedakan terutama dua jenis besi tuang yaitu besi tuang kelabu dan besi tuang putih (Baumer,1994).

  Besi murni mempunyai titik beku 1539

  C. Dalam keadaan padat besi murni itu dapat terjadi dalam tiga modifikasi. Perubahan dari modifikasi yang satu ke modifikasi yang lain terjadi pada 1400 C dan 910

  C. Pada suhu ini lengkungan pendinginan memperlihatkan titik henti. Modifikasi antara 1539 C dan 1400 C dinamakan C dan 910 C dinamakan

  δ, modifikasi antara 1400 α dan modifikasi antara 910 C dinamakan β (Baumer,1980).

  Besi (Fe) adalah suatu logam dengan sifat

  • – sifat keteguhan yang besar, yang pada hakekatnya seperti kekerasan dan keliatannya, sebagian besar bergantung pada cara

  C, berat jenisnya

  • – cara pengolahannya. Titik leleh dari besi murni terletak 1525 sama dengan 7.88 dan angka pengembangannya 0.000012. Pada umumnya bijih besi jika diproses dengan metode yang baik dan dicampur dengan bahan tertentu akan menjadi baja, dimana besi dan baja dipergunakan untuk macam
  • – macam tujuan. Baja adalah besi yang dapat ditempa, kadar zat arangnya (C) dibawah 1.7%.

  Baja dibuat dari besi mentah oleh suatu proses konventor atau di dalam sebuah dapur siemen

  • – Martin dalam pabrik baja. Jadi baja adalah suatu logam campur atau paduan seperti besi tuang. Jika bagian utama dari bahan campuran itu terdiri dari zat arang (C), maka baja itu dinamakan baja zat arang atau baja basa. Jika ditambah
dengan zat (unsur) lain, maka sifat baja itu dapat diubah dengan nyata (Pandelaki ,1979).

2.3.2 Baja cor

  Baja cor digolongkan ke dalam baja karbon dan baja paduan. Coran baja karbon adalah paduan besi karbon dan digolongkan menjadi tiga macam, yaitu baja karbon rendah (C < 0.20%), baja karbon menengah ( 0.20-0.50% C ) dan baja karbon tinggi (C > 0.5%). Kadar karbon yang rendah menyebabkan kekuatan rendah, perpanjangan yang tinggi dan harga bentur serta mampu las yang baik.

  Baja cor mempunyai struktur yang buruk dan sifat yang getas apabila tidak diadakan perlakuan panas dengan pelunakan atau penormalan maka baja cor menjadi

  o

  ulet dan strukturnya menjadi halus. Titik cairnya kira

  C, mampu cornya

  • – kira 1.500 lebih buruk dibandingkan dengan besi cor, tetapi baja cor dapat dipergunakan baik sekali sebagai bahan untuk bagian
  • – bagian mesin, sebab kekuatannya yang tinggi dan harganya yang rendah.

  Baja cor paduan adalah baja cor yang ditambah unsur

  • – unsur paduan. Salah satu atau beberapa dari unsu
  • – unsur paduan seperti mangan, khrom, molibden atau nikel dibubuhkan untuk memberikan s
  • – sifat khusus dari baja paduan tersebut, umpamanya adalah baja cor tahan karat dan baja cor tahan panas (Tata Surdia, 2006).

  Baja tuang dapat dipergunakan bahan cair dari oven atau balok tuang yang belum dilumerkan. Dari bahan ini kadar zat harus diturunkan. Pelepasan zat arang terjadi dalam oven baja kecil, pada umumnya induksi. Produk akhir kita sebut baja tuang. Kadar zat arang baja tuang berkisar antara 0.2

  • – 0.5%. Suhu tuang kira – kira

  o 1500 C (B.J.M Baumer, 1994).

  Tuangan baja adalah baja konstruksi yang dituang ke dalam cetakan. Penuangan baja dilakukan segera setelah ia dihasilkan secara langsung di pabrik baja atau melalui peleburan ulang di bengkel tuang baja. Tuangan baja digunakan untuk benda kerja pejal yang diberi pembebanan tinggi dan harus menampilkan sifat mirip baja. Dengan melalui penuangan ini, maka benda kerja dapat dibuat secara lebih ekonomis lagi bila dibandingkan misalnya melalui penempaan. Berlawanan dengan besi tuang, tuangan baja bersifat kental dan hanya dapat digunakan untuk benda kenda kerja berdinding tebal (Schonmetz, 1985).

  Baja dibuat dengan bahan dasar biji besi dan besi tua ditambah kokas dan oksigen diolah dalam tungku temperature tinggi. Hasil keluaran dari tungku berupa massa

  • – massa besi kasar dalam ukuran besar, yang disebut pigs dan pigs iron. Besi kasar ini masih kotor dan mengandung karbon yang berlebihan.

  Kotoran dan kelebihan karbon ini dihilangkan dengan cara menghaluskan besi tersebut. Untuk memperoleh mutu tinggi yang berkaitan dengan kekuatan, keliatan, kemungkinan dapat dilas, dan ketahanan terhadap karat, logam

  • – logam lain perlu ditambahkan. Beberapa logam lain adalah tembaga, nikel, krom, mangan, molibden, pospor, silicon, belerang, titan, columbium, dan vanadium (Padosbajayo, 1991)

2.4. Polimer

  Polimer (poly = banyak; mer = bagian) adalah suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia. Suatu polimer akan terbentuk bila seratus atau seribu unit molekul yang kecil yang disebut monomer, saling berikatan dalam suatu rantai. Jika monomernya sejenis disebut homopolimer, dan jika monomernya berbeda akan menghasilkan kopolimer (Steven, 2001).

  Perkembangan ilmu kimia polimer pada hakikatnya berkembang seiring dengan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam waktu empat puluh tahun terakhir ini para ahli telah berhasil mensistesis berbagai jenis bahan polimer yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Polimer sintesis merupakan bahan yang serbaguna, dalam penggunaannya polimer sintetis ini dapat menggantikan logam, kayu, kulit dan bahan alami lainnya dengan harga yang jauh lebih murah. Pemanfaatan polimer dalam kehidupan tergantung sifat polimer yang antara lain ditentukan oleh massa molekul relatif, temperatur transisi gelas dan titik leleh (Sidik, 2003).

  Menurut Surdia T. dan Saito S. (1985), sifat

  • – sifat khas bahan polimer pada umumnya adalah sebagai berikut ini: 1.

  Kemampuan cetaknya yang baik. Pada temperatur rendah, bahan dapat dicetak dengan penyuntikan, penekanan, ekstruksi dan lain sebagainya.

  2. Produk ringan dan kuat. Berat jenis polimer rendah dibandingkan dengan logam dan keramik, yaitu n 1,2

  • – 1,7 yang memungkinkan membuat suatu produk barang yang kuat dan ringan.

  3. Banyak di antara polimer yang bersifat isolasi listrik yang baik. Polimer mungkin juga dibuat sebagai konduktor dengan cara mencampurnya dengan serbuk logam, butiran karbon dan sebagainya.

  4. Memiliki ketahanan yang baik terhadap air dan zat kimia.

  5. Produk – produk dengan sifat yang cukup berbeda dapat dibuat tergantung pada cara pembuatannya.

  6. Umumnya bahan polimer memiliki harga yang lebih murah.

  7. Kurang tahan terhadap panas sehingga perlu untuk diperhatikan sewaktu penggunaannya.

  8. Kekerasan permukaan yang kurang 9.

  Kurang tahan terhadap pelarut.

  10. Mudah termuati listrik secara elektrostatik. Kecuali beberapa bahan yang khusus dibuat agar menjadi hantaran listrik, kurang higroskopis.

  11. Beberapa bahan tahan terhadap abrasi, atau mempunyai koefisien gesek yang kecil.

  Polimer pada umumnya juga diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok antara lain atas jenis monomer, asal monomer, sifat termal dan juga reaksi pembentukannya.

2.4.1 Polimer Berdasarkan Sifat Termalnya

  Apabila gaya antara molekul rantai polimer besar, maka polimer menjadi kuat dan suar meleleh. Rantai polimer yang bercabang banyak daya regangnya rendah dan lebih mudah untuk meleleh. Ikatan silang antar rantai menyebabkan terjadinya jaringan yang kaku dan membentuk bahan yang keras.

  Polimer yang memiliki ikatan silang bersifat termoset, artinya hanya dapat dipanaskan satu kali pada saat pembuatannya, selanjutnya apabila pecah, tidak dapat disatukan lagi dengan pemanasan, karena susunan molekulnya pada ikatan silang antar rantai akan rusak apabila dipanaskan kembali. Secara mendasar, thermosetting berbeda dari termoplastik dimana bahwa mereka dapat "diatur" tidak dapat dikembalikan lagi ke dalam bentuk akhir mereka dengan pemanasan lanjutan. Artinya, bahan baku memiliki plastisitas yang memungkinkan untuk menjadi terbentuk; selama pencetakan, perubahan kimia terjadi dalam plastik yang dipanaskan yang merusak properti penting dari plastisitas. Materi menjadi kaku, dan tidak akan lagi menjadi plastik. Contoh : poly urethane, urea formaldehyde, melamin formaldehyde, polyester, dll.

  Sebaliknya polimer yang tidak mempunyai ikatan silang bersifat termoplastik, artinya dapat dipanaskan berulang

  • – ulang. Ketika dipanaskan, polimer yang bersifat termoplastik meleleh dan kembali mengeras ketika didinginkan. Jadi apabila pecah, polimer ini dapat disambungkan kembali dengan cara dipanaskan atau dengan kata lain dicetak ulang dengan cara pemanasan. Bahan termoplastik adalah bahan yang keras dan kaku pada suhu normal, tapi menjadi lunak dan apabila di dipanaskan.

  Sebuah termoplastik dapat melunak dan mengeras berulang kali dengan cara ini, pengambilan sampel dengan pemanasan dan pendinginan. Resin alami, penyegelan-lilin dan seluloid adalah contoh dari termoplastik. Mereka memenuhi dua persyaratan penting dari plastik dengan cara yang paling sederhana mungkin, dipanaskan, mereka melunak dan memperoleh plastisitas, didinginkan, mereka mengeras dan mempertahankan bentuk akhir mereka. Contoh : polietilen (PE), polipropilena (PP), polistirena (PS), nylon, dll (Cook, 1964).

2.4.2 Polimer Berdasarkan Sifat Asalnya

  Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan atas polimer alam dan polimer buatan (Azizah U., 2004). Polimer alam yang telah kita kenal antara lain adalah sellulosa, protein, karet alam dan sejenisnya. Pada mulanya manusia menggunakan polimer alam hanya untuk pembuatan perkakas dan senjata, tetapi keadaan ini hanya bertahan hingga akhir abad 19 dan selanjutnya manusia mulai memodifikasi polimer menjadi plastik. Polimer buatan dapat berupa polimer regenerasi dan polimer sintetis.

  Polimer regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi. Contohnya rayon, yaitu serat sintetis yang dibuat dari kayu (selulosa). Polimer sintetis adalah polimer yang dibuat dari molekul sederhana (monomer) dalam pabrik. Beberapa contoh polimer yang dibuat oleh pabrik adalah nylon dan polyester, kantong plastik dan botol, pita karet, dan lain – lain.

  Plastik yang pertama kali dibuat secara komersial adalah nitroselulosa. Material plastik telah berkembang pesat dan sekarang mempunyai peranan yang sangat penting di bidang elektronik, pertanian, tekstil, transpotasi, furniture, konstruksi, kemasan kosmetik, mainan anak

  • – anak dan produk – produk industri lainnya.

2.5. Perekat

  Dewasa ini kebanyakan dari perekat terdiri dari campuran berbagai bahan kompleks, baik organik ataupun anorganik atau gabungan keduanya. Komponen dasarnya adalah perekatnya, yang menghasilkan kekuatan adhesif dan kohesif pada ikatannya. Ini biasanya merupakan resin organik atau dapat pula karet, senyawa anorganik atau bahan alam lainnya.

  Perekat (adhesive) adalah suatu substansi yang dapat menyatukan dua buah benda atau lebih melalui ikatan permukaan. Dilihat dari reaksi perekat terhadap panas, maka perekat dapat dibedakan atas perekat termoset dan perekat termoplastik. a) Perekat termoplastik Ini meliputi perekat resin termoplastik dan perekat karet termoplastik. Perekat ini dapat dilebur, dilarutkan, melunak bila dipanaskan serta mengalami creep (jalaran) bila dikenai beban (stress). Perekat termoplastik ini tidak mengalami perubahan kimia saat terbentuknya ikatan. Perekat termoplastik adalah perekat yang dapat melunak jika terkena panas dan mengeras kembali apabila suhunya telah rendah. Ini hanya berguna bila dipakai untuk beban ringan dalam merekatkan logam, plastik, gelas, keramik dan bahan berpori (kertas, kayu, kulit, kain) sedangkan kondisi kerjanya tidak ekstrim. Untuk penggunaan bungkus dan laminasi cukup memadai. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah polyvynil adhesive, cellulose adhesive dan acrylic resin

  (pizzi, 1983).

  adhesive

  Dasar perekat resin termoplastik adalah bahan-bahan sintetik (poliamida, polimer vinil/ akrilik, turunan selulosa) atau bahan alam (resin oleo, lilin mineral dan lainnya). Ada pula perekat lelehan panas yang diproses dari polietilen, polimer vinil, polistiren, polikarbonat, poliamida dan sebagainya.

  b) Perekat termoset Perekat ini terbentuk dari ikatan dengan bantuan panas, katalis ataupun gabungan keduanya. Sifatnya bagus, tahan creep, memadai selaku perekat struktural berbeban berat, serta tahan kondisi ekstrim panas, dingin, radiasi, lembaban, bahan kimia. Perekat termoset dapat berasal dari alam (hewan, tanaman, kasein) dan juga sintetik (epoksi, fenolik, poliester, poliaromat dan lainnya). Perekat Thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan bantuan katalisator atau hardener dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat lagi menjadi lunak.

  Perekat termoset biasanya terdapat dalam bentuk cairan, pasta, dan padatan. Yang cair dapat atau tanpa dengan pelarut. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah fenol formaldehida, urea formaldehida, melamine formaldehida, isocyanate, resorsinol formaldehida (pizzi, 1983).

2.6. Poliester

2.6.1 Klasifikasi Poliester

  Poliester secara umum diklasifikasikan ke dalam polimer jenuh dan tak jenuh. Kedua jenis ini dibagi lagi sebagaimana berikut ini :

  1. Poliester tak jenuh a.

  Resin Pelapis dan Pengecoran (laminating and casting resins). Kedua resin ini didasarkan pada asam dibasa dan alkohol dihidrat. Unit poliester yang terbentuk harus mampu bereaksi kopolimerisasi dengan monomer vinil, sehingga menghasilkan kopolimer vinil-poliester atau hanya poliester sederhana yang memiliki struktur termoset. Alkyds. Secara umum, jenisnya sama dengan (a) meskipun glyptal b. (permukaannya berlapis), merupakan jenis yang dimodifikasi dengan minyak atau asam lemak. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan sekelompok cetakan termoset berdasarkan reaksi dari alkohol dihidrat dengan asam tak jenuh seperti maleat untuk menggantikan asam ftalat biasa. Sebuah monomer vinil juga diperlukan untuk mempengaruhi kecepatan dari reaksi ikat silang dan memperbaiki sifat - sifatnya dan digunakan sebagai cetakan bubuk untuk pemampatan dan teknik pencetakan (Hartomo, 1992).

  2. Poliester jenuh Serat dan Film. Jenis ini berdasarkan reaksi asam tereftalat dengan etilena a. glikol dan berbentuk linier, juga merupakan polimer dengan berat molekul tinggi yang tidak mengalami reaksi ikat silang.

  Plastisizer. Merupakan jenis poliester yang benar-benar jenuh, biasanya b. disebut sebagai plastisizer polimer.

c. Poliuretan. Merupakan suatu poliester tertentu yang memiliki kandungan

  hidroksil yang tinggi direaksikan dengan beragam isosianat untuk membentuk poliuretan, secara umum digunakan sebagai busa, elastomer, pelapis permukaan dan perekat. Namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah poliester tak jenuh.

2.6.2 Matriks Unsaturated Polyester (UPR)

  Poliester dibuat dengan cara yang mirip dengan poliamida. Salah satu dari dua monomer yang saling melengkapi adalah asam, tetapi yang lainnya adalah alkohol, yang mengambil tempat amina yang digunakan dalam pembuatan poliamida. Air dibebaskan sebagai asam ujung-Grup bereaksi dengan alkohol ujung-Grup, dan struktur kimia yang dihasilkan adalah sebuah ester. Molekul tapak panjang sehingga poliester (Cook, 1964).

  Resin poliester tak jenuh adalah penambahan produk dari berbagai asam jenuh, asam tak jenuh dan glikol. Banyak paten yang dikeluarkan untuk produksi poliester ini dalam 30 tahun terakhir. Bentuk polimer pertama dari kelompok poliester adalah poliester linier yang mengandung alifatik tak jenuh yang menyediakan sisi aktif untuk ikat silang. Polimer jenis ini pertama kali tersedia di Amerika Serikat pada tahun 1946, polimer dibuat dari dietilen glikol dan anhidrida maleat dan dapat berikatsilang dengan bereaksi terhadap stirena.

  Poliester

  • – poliester tak jenuh termasuk diantara polimer paling umum yang dipakai bersama dengan penguatan serat gelas poliester tak jenuh dipreparasi dari monomer-monomer difungsional, salah satunya mengandung ikatan rangkap dua yang mampu menjalani polimerisasi adisi dalam suatu reaksi ikat – silang berangkai.

  Poliester tak jenuh linier tersebut diproses sampai mencapai berat molekul yang relatif rendah; kemudian dilarutkan dalam monomer seperti stirena untuk membentuk larutan yang kental.

  Reaksi ikat silang yang biasanya diinisiasi dengan inisiator - inisiator radikal bebas, dengan demikian merupakan kopolimer vinil antara poliester dan monomer pelarut. Sejauh ini stirena merupakan merupakan pelarut yang paling umum dipakai, meskipun bisa memakai monomer lain seperti vini asetat atau metal metakrilat atau untuk memperoleh sifat -sifat tahan nyala lebih baik, monomer terhalogenasi seperti orto-para

  • – bromostirena.
Satu-satunya bahan yang mempunyai nilai komersial untuk mengintrodusir ketidakjenuhan ke dalam kerangka polimer adalah anhidrida maleat dan asam fumarat dikarenakan harga yang murah, jika hanya digunakan asam tak jenuh dan glikol, produk akhirnya terlalu terikat silang dan rapuh sehingga tidak bisa dipakai.

  Unsaturated Poliester resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah seri Yukalac 157 BQTN-EX Series. Resin poliester tak jenuh (UPR) merupakan jenis resin termoset atau lebih populernya sering disebut poliester saja. UPR berupa resin cair dengan viskositas yang cukup rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak resin termoset lainnya (Nurmaulita, 2010).

Gambar 2.3. Reaksi Ikat Silang Poliester dengan Stirena Serat polimer mempunyai kekuatan yang tinggi dan E

  Kebanyakan resin poliester tak jenuh mengandung 30-50% stirena (berdasarkan berat), yaitu bersamaan dengan 2 mol stirena dengan setiap 1 mol ikatan dobel pada poliester. Proses pematangan yang berlaku adalah melibatkan pengkopolimeran antara stirena dengan rantai poliester tak jenuh yang memerlukan kehadiran pemula organik.

  300 - Daya rentang Kg/mm

  ”) dan poliester tak jenuh (termoset yang boleh mengalami sambung-silang semasa pematangan dengan kehadiran pelarut aktif dan pemangkin).

  moulding

  , sejenis termoplastik untuk pengacuanan suntikan “injection

  Secara umum resin poliester boleh dibagi kepada 2 jenis yaitu jenis jenuh (polietilena tereftalat

  25 C (Nurmaulita, 2009)

  300 - Elongasi % 1,6 - Kekentalan Poise 4,5

  2

  5,5 - Modulus rentang Kg/mm

  2

  2

  Resin poliester ini memiliki beberapa spesifikasi sendiri, yaitu :

  9,4 - Modulus fleksural Kg/mm

  2

  Kekuatan fleksural Kg/mm

  % 0,188 24 jam % 0,466 7 hari

  C 70 - Penyerapan air (suhu ruang)

  40 Barcol/ GYZJ 934-1 Suhu distorsi panas

  25 C Kekerasan -

  Item Satuan Nilai Tipikal Catatan Berat jenis - 1,215

  Tabel.2.2. Spesifikasi resin poliester tak jenuh, Yukalac 157®BTQN-EX

  • – 5,0
  • – modulus serta penyerapan air yang rendah dan pengerutan yang minimal bila dibandingkan dengan serat industri lainnya. Kain poliester tertenun digunakan dalam pakaian konsumen dan perlengkapan rumah seperti seprei panjang, penutup tempat tidur, tirai dan korden. Poliester industri digunakan dalam penguatan ban, tali, kain buat sabuk mesin pengantar (konveyor), sabuk pengaman, kain berlapis dan penguatan plastik dengan tingkat penyerapan energi yang tinggi. Fiber fill dari poliester digunakan pula untuk mengisi bantal dan selimut penghangat.
Poliester juga digunakan untuk membuat botol, film, tarpaulin, kano tampilan Kristal cair, hologram, penyaring, saput (film) dielektrok untuk kondensor, penyekat saput buat kabel dan pita penyekat. Poliester Kristalin cair merupakan salah satu polimer kristalin cair yang digunakan industry yang pertama dan ini digunakan karena sifat mekanis dan ketahanan terhadap panasnya. Kelebihan ini penting dalam penggunaannya sebagai segel mampu kikis dalam mesin jet.

  Poliester keras panas (thermosetting) digunakan sebagai bahan pengecoran, dan resin poliester chemosetting digunakan sebagai resin pelapis kaca serat dan dempul ban mobil yang non logam. Poliester tak jenuh yang diperkuat kaca serat banyak digunakan dalam bagian badan dari kapal pesiar dan mobil. Poliester digunakan pula secara luas sebagai penghalus (vernis) pada produk kayu berkualitas tinggi seperti gitar, piano, dan bagian dalam kenderaan/ perahu pesiar.

  Perusahaan Burns London, Rolls-Royce, dan Sunseeker merupakan segelintir perusahaan yang memakai poliester untuk memperhalus produk

  • – produk mereka. Sifat – sifat tiksotropi dari poliester yang bisa dipakai sebagai semprotan membuatnya ideal dalam penggunaan pada kayu gelondongan bijian terbuka, sebab mempu mengisi biji kayu dengan cepat, dengan ketebalan saput yang terbentuk dengan kuat per lapisan. Poliester yang diawetkan bisa diampelas dan dipoleskan ke produk akhir. Poliester adalah suatu kategori polimer yang mengandung gugus fungsional ester dalam rantai utamanya.

2.7. Katalis Metil Etil Keton Peroksida (MEKPO)

  Katalis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil etil keton peroksida (mekpo) dengan bentuk cair, berwarna bening. Fungsi dari katalis ini adalah mempercepat terjadinya proses pengeringan (curing) pada bahan matrik suatu komposit. Semakin banyak katalis yang dicampurkan pada cairan matrik ataupun perekat, maka akan mempercepat terjadinya pengeringan, tetapi akibat dari pencampuran yang teralu banyak adalah akan membuat material atau bahan menjadi getas, sangat kaku. Penggunaan katalis sebaiknya diatur berdasarkan kebutuhan. Penggunaan maksimum dari katalis adalah 10 % dari jumlah total perekat atau matrik yang digunakan. Pada saat pencampuran katalis ke dalam matrik atau perekat, maka akan terjadi perubahan suhu (Nurmaulita, 2010).

  Mekpo dalam jumlah kecil dapat digunakan pada proses curing resin poliester (pengerasan) yang kemudian biasanya dapat dibuang pada lokasi pembuangan sanitary biasa. Peraturan di beberapa negara bagian dan lokal telah memperbolehkan hal ini. Dengan demikian katalis MEKPO ini dapat dikirim ke perusahaan pembuangan yang telah disetujui di mana katalis ini dapat dibakar. Daftar perusahaan tersebut tersedia dari pemasok peroksida organik.

  Hidrolisis adalah cara yang efektif untuk membuang jumlah kecil MEKPO. Hal ini melibatkan penambahan inkremental katalis MEKPO dengan pengadukan yang sangat cepat dan dingin, 5-10% larutan natrium hidroksida (kaustik). Reaksi ini

  o o

  membutuhkan pengadukan yang memadai dan kontrol suhu antara 30 C.

  • – 40 CATATAN: jangan pernah menambahkan kaustik untuk peroksida.

  Prosedur ini mengubah MEKPO menjadi garam yang larut dalam air dan dapat dibuang sebagai limbah yang tidak berbahaya (dengan cara normal) (SPI, 2012). Berikut beberapa sifat dari katalis mekpo yang digunakan.

Tabel 2.3. Sifat dan Wujud dari Katalis Metil Etil Keton Peroksida (MEKPO) No. Sifat dan Wujud Keterangan

  1. Wujud dan bau cairan bening dan sedikit berbau

  tajam

  2. Titik leleh/ lembek cair pada suhu normal o

  Titik nyala

  82 C 3. Berat Jenis 1.11 g/ml 4.

  o

  5. Kelarutan dalam air kurang dari 1% pada 25 C

  6. Sifat korosif tidak korosif

  (Anonim, 1999)

2.8. Resin Phenol alkali dan Ester

  Resin phenol yang bersifat basa diperkenalkan kepada industri pengecoran 20-30 tahun yang lalu sebagai lebih ramah lingkungan proses untuk yang digunakan pada saat itu. Penerimaan dan teknis kemajuan selama tahun-tahun berikutnya telah mengakibatkan penggunaannya yang luas dan memiliki perbaikan kondisi kerja bagi operasi pengecoran di kedua pencampuran dan casting stasiun. Perbaikan dalam teknologi resin dan teknik reklamasi selama ini periode juga telah signifikan untuk pengikat phenoli basa sehingga proses yang paling dapat diterima untuk berbagai jenis casting dan ukuran. Mekanisme phenol ester dengan basa dimulai oleh ester bereaksi dengan alkali dalam resin phenoli, untuk membentuk alkali garam logam dari komponen asam dari ester, yang melepaskan komponen alkohol.

  Untuk mengubah waktu reaksi dan kecepatan kelas ester dapat diubah dan ester yang digunakan dapat dicampurkan pada rasio yang berbeda untuk memberikan yang diinginkan. Dibandingkan dengan sistem furan mana jumlah katalis asam yang digunakan akan menentukan waktu strip, katalis ester adalah tambahan tetap 20% sampai 25% berdasarkan berat bahan pengikat.

  Pengecoran menggunakan ester sistem phenoli basa sering menggabungkan blender katalis, di mana ester cepat dan lambat yang dicampur dengan menggunakan dua pompa di mixer untuk memberikan waktu yang diinginkan set. Tergantung pada gaya unit blender ini dapat dilakukan otomatis (DUOMIX system), dimana pasir dan ambien suhu diperhitungkan ketika menentukan rasio cepat dan ester lambat untuk memberikan waktu jalur yang diinginkan, atau sistem manual, di mana operator mixer menyesuaikan campuran.

  Keuntungan dari sistem ini adalah untuk mempertahankan produktivitas cetakan sebagai ukuran kotak dan perubahan suhu. Selama 10 tahun terakhir resin fenolik alkali telah membaik sangat dengan penurunan viskositas resin, yang membantu segi pasir dan obligasi kekuatan. Hal ini memungkinkan penambahan resin yang lebih rendah untuk digunakan dengan lebih tinggi tingkat reklamasi. Yang ditingkatkan melalui tingkat kesembuhan berarti sistem ini dapat digunakan untuk garis cetakan otomatis dengan relatif strip cetakan kali cepat.

  Na/K Na/kOCH 2 ALKOHOL H C - O - C - CH CH ONa/K

  • K/NaOH C
  • 2 2 2 3 RCOONa/K H C R 2 CH ONa/K 2 H C 2 Na/kOCH 2 CH ONa/K 2 Gambar 2.4 Reaksi resin phenol alkali dengan ester pada suhu kamar

      Prinsipnya yaitu pengikat adalah viskositas rendah, sangat alkali fenolik resol pengeras resin, ester adalah organik cair. Pasir dicampur dengan pengeras dan resin, biasanya dalam mixer terus menerus. Kecepatan pengaturan dikendalikan oleh thetype ester yang digunakan. Pasir: Dapat digunakan dengan berbagai pasir termasuk zirkon, chromite dan asam pasir permintaan tinggi seperti olivin. Resin Selain itu: 1,2-1,7% tergantung pada kualitas pasir, pengeras 18-25% didasarkan pada resin. (Brown, 1994)

    Tabel 2.4. Sifat dan Wujud dari Resin Phenol alkali (FOSECO)

      No Sifat dan wujud Keterangan

      1 Jenis Modifikasi resin phenol alkali

      2 Wujud dan bau Cairan merah dan sedikit bau

      3 Viskositas 100 sentipoise

      4 Berat jenis 1,255 5 pH 13,0-13,5

      6 Phenol yang lepas Max 0.2%

      7 Formadehid yang lepas Max 0.2% Proses ester phenol ini adalah teknik kotak dingin dengan didasarkan pada katalis basa resin phenol yang kemudian mengeras oleh uap dari ester volatil yaitu metil format. Keuntungan dari sistem ini adalah toksisitas yang rendah, bau yang rendah dan permukaan akhir yang sangat baik dalam pengecoran akhir. Proses ini terdiri dari jenis resin phenol basa dengan penambahan ester organic yang di formulasikan khusus. Lingkungan proses dengan emisi asap rendah yang dapat diterima pada proses pencampuran dan pengecoran. Sistem ini digunakan secara luas terutama pada pengecoran baja, dimana permukaan sangat baik setelah selesai produksi (Burn, 1986).

    2.9. Karakterisasi Pasir Silika Dan Pasir Cetak

      Karakteristik fisik dari pasir silika yang diukur meliputi : uji sifat fisik yaitu dengan uji kadar air (moisture), uji kadar lempung (clay) dan uji distribusi ukuran butir

      

    (G.N/Grain Number) . Karakterisasi dilakukan dengan mengacu pada AFS (American

      Foundry Society). Karakteristik dari pasir cetak yang diukur meliputi : uji sifat fisik dan mekanik yaitu dengan uji permeabilitas dengan mengacu pada standar AFS 1119- 00-S (American Foundry Society) dan uji kuat uji geser (shear strength) AFS 3301- 00-S (American Foundry Society).

    2.9.1 Kadar Air (moisture)

Dokumen yang terkait

I. KETERANGAN WAWANCARA - Pemilihan Anti Nyamuk Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Pendapatan dan Perilaku serta Keluhan Kesehatan pada Keluarga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2015

0 0 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pemilihan Anti Nyamuk Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Pendapatan dan Perilaku serta Keluhan Kesehatan pada Keluarga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2015

0 0 28

BAB II KEBIJAKAN POLITIK PANGAN SBY-BOEDIONO 2009-2014 A.Sejarah Perkembangan Kebijakan Politik Pangan di Indonesia - Analisis Kebijakan Politik Pangan SBY-Boediono Tahun 2009-2014

0 0 46

BAB I Pendahuluan A. Latar belakang - Analisis Kebijakan Politik Pangan SBY-Boediono Tahun 2009-2014

0 0 23

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Sejarah Singkat Labuhan Batu - Peningkatan Kualitas Perempuan di Parlemen (Studi Kasus : Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Labuhanbatu Periode 2014-2019)

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Peningkatan Kualitas Perempuan di Parlemen (Studi Kasus : Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Labuhanbatu Periode 2014-2019)

0 0 37

II.1 Sistem Informasi - Pengaruh Sistem Informasi Pelayanan Santunan Kecelakaan Terhadap Kepuasan Klaimen (Studi Pada Kantor PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara)

0 0 18

Pengaruh Sistem Informasi Pelayanan Santunan Kecelakaan Terhadap Kepuasan Klaimen (Studi Pada Kantor PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara)

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi - Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 0 11