14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Social Support terhadap Resiliensi Ibu Tunggal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah organisasi sosial dalam masyarakat. Menurut Yacub

  (2005), keluarga terdiri dari orangtua, anak serta orang-orang dalam suatu rumah tangga. Orangtua biasanya terdiri dari ayah dan ibu atau siapa saja yang berperan dan bertanggungjawab dalam suatu keluarga. Orangtua bertanggungjawab dalam menjalankan pengasuhan dan melakukan pembagian kerja. Adapun beberapa peran pengasuhan menurut Knox & Schacht (2010) adalah merawat anak, memberikan kebutuhan emosional pada anak, mendidik anak, memenuhi kebutuhan ekonomi, pelindung, mempromosikan kesehatan, dan melakukan kegiatan bersama-sama. Peran-peran ini dilakukan orangtua dengan pembagian kerja yang disepakati.

  Pada keluarga tradisional, pembagian kerja dilakukan menurut peran gender. Ibu lebih berperan besar dalam pengasuhan anak daripada ayah. Beberapa keluarga tidak memiliki orangtua lengkap seperti keluarga single-parent, Degenova (2008), mendefinisikan single-parent sebagai ibu atau ayah (yang menikah ataupun tidak) yang memutuskan mengasuh sendirian dan memiliki satu atau lebih anak. Keluarga dengan single parent terdiri dari dua pola yaitu pengasuhan yang dilakukan oleh ayah atau dilakukan oleh ibu. Pengasuhan yang dilakukan oleh ayah tanpa bantuan ibu disebut ayah tunggal dan pengasuhan yang dilakukan oleh ibu tanpa bantuan ayah disebut ibu tunggal.Deits (2002) menyatakan ayah tunggal pada umumnya akan membebankan tanggung jawab perawatan anak kepada mantan istrinya, mertuanya atau orangtuanya. Hal ini disebabkan ayah tunggal lebih cepat menikah lagi dan memiliki kehidupan baru lagi, berbeda dengan ibu tunggal yang memiliki tanggung jawab mendidik anak sebagai beban sosial sehingga akan tetap mengasuh dan mendidik anak sendiri.

  Pilihan mengasuh anak sendiri bukanlah menjadi keinginan setiap ibu. Tidak ada ibu yang membayangkan mengasuh anak sendirian saat dia memulai pernikahan. Akan tetapi, entah itu bukan pilihan atau sebuah pilihan untuk keluar dari masalah rumah tangga, status itu bisa menimpa siapa saja, apakah ibu rumah tangga biasa atau wanita karir. Beberapa kondisi seperti kematian pasangan, perceraian dan kehamilan di luar pernikahan membuat banyak wanita memilih menjalani hidup sebagai orang tua tunggal (Dwiyani, 2009).

  Kematian pasangan membuat ibu harus coping terhadap kehilangan pasangan. Beberapa yang tidak mampu akan men=galami kesepian yang terus menerus. Ibu kecewa karena harus sendiri karena sebelumnya ibu tunggal memiliki tempat untuk berbagi dan bergantung(Strong, dkk, 2011). Kemudian, ibu harus sendirian menanggung segalanya. Seperti yang dialami Rini yang ditinggal pergi oleh suaminya yang bunuh diri semasa mengandung anak, Rini menceritakan awal ketika beliau menjadi ibu tunggal dalam komunikasi personal berikut:

  “Kek manalah kita tidak punya suami, kan gitu... seolah-olahnya kita itu

  selama dia kandungan kita ingat suami, kan gitu... kita lihat orang lain ada suaminya jadi kita merenung, kita malu... kenapa orang itu ada suaminya sementara aku ini lagi mengandung gag ada suamiku” “Kita dalam bawa kandungan itu selalu meneteskan air mata, kita lihat pekerja suami selalu terbayang gitu... memang cukup menderita derita. Waktu kita tidur selalu terbayang, pokoknya terus menbayangkan..

  biasanya ke sawah sama-sama,ketawa sama-sama. Berketetapan kita kan ada sebelas.. mereka ketawa disana, kita meneteskan air mata disini.......” (Komunikasi personal, 3 Januari 2012)

  Kesepian akan menjadi dalam karena pasangan meninggal tiba-tiba seperti yang dialami oleh Rini. Kesedihan menjadi semakin dalamkarena suaminya meninggal bunuh diri saat dia mengandung anak. Berbeda dengan ibu yang ditinggal pergi suami karena penyakit kronis, mereka sudah mempersiapkan diri saat kehilangan pasangan dalam akhir hidup pasangannya (Sarafino, 2008). Seperti halnya ibu yang mempersiapkan diri kehilangan karena penyakit kronis, ibu yang bercerai biasanya mempersiapkan diri juga untuk kehilangan pasangan dan mengasuh anak sendiri.

  Pada proses perceraian, ibu biasanya sudah mempersiapkan diri untuk hidup sendiri dan mengasuh anak sendiri. Persiapan yang dilakukan bisa mengenai masalah finansial dan pengasuhan anak. Meskipun ibu yang bercerai sudah mempersiapkan diri untuk hidup sendiri, ibu tetap merasakan kesepian.

  Seifert dan Hoffnung (1991) menyatakan bahwa pada proses perceraian orangtua dan anak mengalami proses isolasi dari lingkungan. Hal ini juga dinyatakan oleh Yanjeli (2007) dalam penelitiannya tentang Perbedaan Kesepian pada Ibu tunggal, dimana Yanjeli menemukan pada ibu akan merasakan kesepian akibat perceraian, karena stigma negatif yang ibu terima dari masyarakat.

  Pengasuhan tunggal oleh ibu berdampak negatif dikarenakan tidak adanya figur ayah dalam keluarga selain stigma negatif dari masyarakat. Hartanti (2006) menemukan bahwa ada beberapa dampak negatif yang bagi ibu tunggal yang bercerai yaitu rasa bersalah, kesepian, kelelahan, ketidakberdayaan, kesedihan dan rasa iri. Knox & Schacht (2010) mengungkapkan beberapa masalah akan dialami oleh ibu saat beliau mengasuh anak tanpa bantuan ayah yaitu menghadapi tuntutan peran pengasuhan dengan keterbatasan diri, kebutuhan emosional, kebutuhan seksual, masalah finansial, masalah perawatan sebelum kelahiran danpenjagaan anak-anak, ketidakadaan figur ayah, dan resiko lain dari pengasuhan tunggal. Meskipun banyak tantangan dan masalah yang terjadi saat seorang wanita memilih menjadi ibu tunggal, terjadi peningkatan ibu tunggal diberbagai belahan bumi.

  Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan ibu tunggal yang terus meningkat di berbagai belahan bumi. Keluarga tunggal di Amerika Serikat meningkat 20%- 27% pada sensus penduduk tahun 2000 dan pada sensus penduduk 1995 keluarga dengan ibu tunggal mencapai 87% dari jumlah keluarga tunggal yang ada (Balson, dalam Roger dkk, 2007), Jepang dengan rasio 364:100,Pakistan (357:100), Jerman (305:100), Filipina (258:100), Amerika Serikat (218:100), Cina (193:100) dan India (295:100) (Gatra,2002). Menurut androlog Susilo Wibowo (dalam Gatra, 2002), Indonesia bisa disebut sebagai negara janda karena perbandingan jumlah janda di Indonesia adalah 469:100, artinya jumlah duda atau pria tidak menikah berusia 60 tahun ke atas jumlahnya hanya seperlima dari jumlah janda (Gatra, 2002).Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar (dalam Tempo, 2012) mengatakan saat ini ada sekitar 7 juta perempuan di Indonesia yang jadi kepala keluarga atau single parent. Peningkatan ini disebabkan juga karena peningkatan perceraian.

  Dalam 10 tahun belakangan, perceraian meningkat empat kali lipat. Setiap tahun telah terjadi 212 kasus perceraian (Gatra, 2007). Berdasarkan data yang ditemukan oleh Mahkamah Agung tahun 2010 (Wolipop, 2011), penyebab utama perceraian adalah masalah ekonomi yaitu suami tak berpenghasilan, masih tinggal dengan orangtua dan masalah ekonomi lain. Penyebab lain adalah perselingkungan oleh pasangan, kekerasan dalam rumah tangga, masalah seksual dan masalah anak. Data menunjukkan bahwa wanita berinisiatif memulai perceraian. Pada tahun 2007, ada 68,9 % perceraian karena gugat dimana istri menggugat cerai suaminya. Bisa disimpulkan bahwa para ibu sudah menjadi lebih siap untuk menerima kondisi menjadi ibu tunggal dan resilien dengan resiko atas pilihannya menjadi ibu tunggal.

  Resiliensi menurut Reivich & Shatte (2002) adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang dialami dalam kehidupannnya.

  Resiliensi membantu seseorang dalam kesulitan dan kesukaran hidup. Walsh(2006) menyatakan resiliensi adalah lebih dari berjuang, melewati tantangan atau menghindar dari cobaan yang berat. Menurut Walsh, menyatakan bahwa orang yang berjuang bisa tidak resilien beberapa bisa terjebak sebagai korban, karena kemarahan dan rasa bersalah. Resiliensi membuat seseorang mencari jalan keluar di saat ada permasalahan yang ada, tidak hanya diam menunggu pertolongan (Walsh, 2006).Seperti yang dialami oleh Noni, seorang

  

cleaning service yang berusia 35 tahun bercerai dengan suaminya karena KDRT,

  masalah ekonomi dan perselingkuhan yang terus bekerja keras dan mencari jalan keluar saat mengalami kesulitan ekonomi.

  “kek mana yah dek, namanya kita butuh makan dan tidak mungkin terus bergantung sama orangtua, sementara adek butuh susu. Jadi kakak pagi- pagi bangun masak, ada sekolah SD disana kan jadi kakak jual nasi bungkus. Kebetulan enak dirasa orang itu, jadi larislah jualan kakak kan dek, lumayan dapat uang, hehehe....” “iyah waktu itu orang itu cemburu kadang karena jualan kakak laku jadi kakak diusir, mau gimana lagi ya kan karena kakak pendatang juga. Jadinya kakak cari kerjalah tempat lain. Kakak tanyalah orang yang cari kerja............... terus kakak juga jadi tukang cuci, ada orang karo didekat situ....................

  

  (komunikasi personal, 13 Mei 2013) Reivich & Shatte (2002) menyatakan bahwa orang yang resilien itu akan mengalami pencapaian-pencapaian dalam hidup. Beliau menyatakan bahwa dia lebih nyaman dengan hidupnya sekarang dalam komunikasi personal berikut: “kerja yang sekarang lebih enak, ga terlalu capek lagi, beda dengan dulu.

  Pagi-pagi kakak kan nanti urus adek-adek masak, kasih makan sama antar ke sekolah, terus kakakpun kerja nanti jam-jam dua dah siap kerjaan kakak kan, pergi lagi kakak nyuci, udahlah sampe nanti jam 5, nanti pas sore kakak mandikan mereka kan, atau neneknya, malam nanti dah enak bisa istirahat, kadang ajar anak, kadang nonton sama...

   “....sekaranglah dek sudah lebih enak, kalo dulu aku kerja banting tulang pun ga ada yang bisa aku simpan, kalo sekarang udah bisa dikit-dikit beli emas buat disimpankan”

  (Komunikasi personal, 13 Mei 2013) Menurut Noni, beliau merasa bangga atas pencapaian yang dia terima yaitu pekerjaan yang lebih nyaman daripada saat bersama suami dan kemampuannya secara finansial, dimana dia sudah bisa menyimpan uang untuk membeli emas. Pencapaian-pencapaian yang dilakukan ibu tunggal akan membuat ibu tunggal semakin bangga terhadap dirinya sendiri.

  Kondisi ibu tunggal memang menyebaban beberapa dampak negatif seperti kecemasan, rasa bersalah, kesedihan dan ketidakberdayaan. Akan tetapi

  kondisi ibu tunggal juga membuat ibu merasakan kebanggaan terhadap diri karena mampu menanggung setiap masalah itu sendiri dan tidak bergantung kepada pasangan. Keyakinan diri untuk mampu mengatasi masalah meningkat pada ibu tunggal seiring kemampuannya untuk beradaptasi dan resilien terhadap masalah (Hartanti, 2006).

  Schoon (2006) menyatakan ada beberapa hal yang meningkatkan resiliensi seseorang. Salah satunya adalah atribut individu yaitu trait individu seperti keyakinan diri, kecerdasaan, dan pandangan positif tentang masa depan. Menurut Nurheza (dalam Dewi dan Idrus, 2004), perubahan status dari seorang istri menjadi seorang ibu tunggal memerlukan banyak hal, disamping kecerdasan dibutuhkan kepribadian yang kuat, rasa percaya diri dan keberanian bertahan hidup. Kemandirian ibu sebelum perpisahan dengan suami menolong ibu dalam menjalankan peran tunggalnya contohnya ibu yang sebelum perpisahan sudah memiliki pekerjaan. Hartanti (2006) menyatakan bahwa ibu yang sudah bekerja akan memiliki sedikit penyesuaian dibanding ibu yang tidak bekerja.

  Faktor yang kedua adalah karakteristik keluarga diasosiasikan dengan penyesuaian positif termasuk lingkungan keluarga yang stabil. Dan yang terakhir adalah konteks sosial yang lebih luas, termasuk orang-orang di luar orangtua yang memberikan dukungan, dorongan komunitas yang positif seperti dukungan tetangga dan rasa saling memiliki dalam komunitas. Bisa disimpulkan bahwa adanya social support dari orang-orang yang berarti disisi ibu tunggal membuat ibu tunggal mampu bertahan dan resilien dalam hidup.

  Adanya social support akan menolong seseorang pada masa-masa sulit. Sarafino (2008) mendefinisikan social support adalah perasaan nyaman, penghargaan, perhatian atau bantuan yang diperolehnya seseorang dari orang lain atau kelompoknya. Orang-orang yang mendapatkan social support percaya bahwa mereka dicintai, berharga. Bagi ibu tunggal sumber social support bisa didapat dari orang-orang di sekitarnya seperti orangtua, sahabat,anak, tetangga dan rekan kerja.

  Salah satu orang berarti yang ada di sekitar ibu tunggal adalah anak. Anak menjadi alasan utama yang membuat ibu mampu bertahan dan melewati peristiwa besar seperti perceraian dan kematian suami. Seperti yang dinyatakan oleh Rina, pedagang yang sebelumnya adalah ibu rumah tangga yang ditinggal suaminya karena penyakit kronis dalam wawancara personal berikut:

  “......saya gak mikir apa-apa waktu itu dek, saya gak berpikir sedih waktu itu, tapi kayak mana nanti anak-anak ini, mau sedih pun kan, buat apa sementara anak saya ada 3 yang masih sekolah sementara saya sebelumnya tidak bekerja......, Saya hanya berpikir keras apa yang saya buat biar bisa makan untuk anak-anak ini nanti ....., lalu saya mulai untuk memulai usaha, jualan di rumah ya kan, awalnya dulu saya jual bunga, kebetulan dek saya suka dengan tanaman, tetapi besar modalnya jadi saya ganti jual kue, jual baju dan jual apa ajalah....

  

  (komunikasi personal, 18 Agustus 2012) Anak menjadi alasan ibu untuk bertahan.Anak menjadi menjadi kekuatan untuk resilien bagi ibu tunggal dalam tekanan yang ada.

  Alasan lain adalah adanya orang-orang di sekitar ibu tunggal yang menolong dan memberi bantuan bagi ibu tunggal, seperti keluarga dan kerabat.

  Tidak adanya pasangan membuat ibu membutuhkan bantuan dari orang terdekat untuk memecahkan masalah-masalah yang dialami oleh ibu tunggal. Penelitian yang dilakuakan Artanto Laksono (2008) mengenai pemecahan masalah ibu tunggal, menemukan bahwa dalam pemecahan masalah kenakalan anak dan masalah finansial, ibu tunggal meminta bantuan dari keluarganya. Laksono menyatakan bahwa pihak keluarga menyediakan bantuan informasi untuk menyelesaikan masalah berupa nasehat (Laksono, 2008)

  Ibu tunggal mendapatkan bantuan dari orang di sekitarnya baik materi maupun non materi berupa saran, nasehat, informasi dan kehadiran. Adanya bantuan tersebut membuat beban ibu tunggal menjadi lebih ringan dalam mengatasi tuntutan dan masalah dalam kehidupan. Seorang yang resilien akan berusaha mencari dukungan kepada orang-orang di sekitarnya. Sementara individu yang kurang resilien merasa sulit berbagi mengenai pengalamannya dengan orang lain. Kurangnya dukungan orang lain lain akan menghambat penyembuhan(Reiveich & Shatee dalam Nasution, 2011).

  Ada banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara social

  

support dengan resiliensi seseorang menghadapi masalah. Efek social support

  pada resiliensi diterima secara umum (Browning, dkk, 2010). Walsh mengemukakan bahwa individu yang resilien akan lebih sering menceari social

  

support dibandingkan individu yang tidak resilien. Adanya pengaruh social

support pada resiliensi dalam masa ketertekanan membuat peneliti ingin melihat

  pengaruh dukungan sosial dan resiliensi pada ibu tunggal.

B. Rumusan Masalah

  Sesuai dengan latar belakang yang dikemukakan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seperti pengaruh socials support terhadap resiliensi pada ibu tunggal?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap pengaruh variabel Social Support pada Resiliensi Ibu Tunggal.

  D. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan bidang ilmu psikologi, yaitu dalam bidang Psikologi Klinis terutama dalam menjelaskan Resiliensi dan variabel-variabel yang mempengaruhiny 2.

  Manfaat Praktis a.

   Memberi informasi kepada para ibu tunggal mengenai resiliensi dan social support

  b.

  Memberi bahan pertimbangan bagi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat khusus masalah perempuan dalam peningkatan resiliensi dan pemberian social support yang tepat.

  c.

  Memberi pemahaman kepada masyarakat luas mengenai kondisi ibu tunggal, social support dan resiliensi, dan pemberian social support yang tepat bagi ibu tunggal.

  E. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan Bab ini berisi uraian singkat tentang latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

  Bab II : Landasan Teori Bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan di

  dalam penelitian ini, diantaranya teori tentang Resiliensi, Social Support dan Ibu Tunggal. Bab ini juga mengemukakan hipotesis penelitian sebagai dugaan sementara terhadap masalah penelitian.

  Bab III : Metode Penelitian Bab ini menjelaskan mengenai identifikasi variabel, metode

  pengumpulan data, subjek/partisipan penelitian, desain penelitian, tehnik pengambilan sampel, prosedur penelitian, dan teknik analisa data.

  Bab IV : Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi uraian mengenai hasil utama penelitian serta pembahasan. Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan saran peneliti untuk penelitian selanjutnya.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi - Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasir silika - Pengaruh Kosentrasi Perekat Terhadap Permeabilitas dan Kuat Geser (Shear Strength) Pasir Cetak Dalam Industri Pengecoran Logam

0 0 31

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Perencanaan Kebutuhan Kapasitas Produksi di PT. Pusaka Prima Mandiri

0 0 28

BAB II GAMBARAN UMUM - Perananan Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung Terhadap Masyarakat di Kecamatan Sidikalang (1994 – 2004)

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN - Perananan Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung Terhadap Masyarakat di Kecamatan Sidikalang (1994 – 2004)

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Studi Eksperimental Kuat Lentur Pada Balok Beton Bertulang Dengan Perkuatan Baja Ringan Profil U Di Daerah Tarik

0 1 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perbankan Indonesia - Analisis Penawaran dan Permintaan Kredit Investasi di Indonesia

0 3 24

BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi - Pengaruh Social Support terhadap Resiliensi Ibu Tunggal

0 0 23

14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Social Support terhadap Resiliensi Ibu Tunggal

0 0 11