BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Usia Arrester Pada Jaringan Distribusi Terhadap Sambaran Kilat Dengan Menggunakan Atpemtp Studi Kasus PLN Ranting Medan Johor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

  Lightning Arrester merupakan alat proteksi peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge).

  Alat ini bersifat sebagai by-pass di sekitar isolasi yang membentuk jalan yang mudah dilalui oleh arus kilat ke sistem pentanahan sehingga tidak menimbulkan tegangan lebih yang tinggi dan tidak merusak isolasi peralatan listrik.

  By-pass ini harus sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran daya sistem frekuensi 50 Hz. Pada keadaan normal, arrester berlaku sebagai isolator dan bila timbul tegangan surja, alat ini bersifat sebagai konduktor yang tahanannya relative rendah, sehingga dapat mengalirkan arus yang tinggi ke tanah.

  Setelah surja hilang, arrester harus dapat dengan cepat kembali menjadi isolasi.

  Pada pasarnya arrester terdiri dari 3 unsur [2]:

  1. Elektroda Elektroda ini adalah terminal dari arrester yang dihubungkan dengan bagian yang bertegangan dibagian atas dan elektroda bawah dihubungkan ke tanah.

  2. Sela percik (spark gap) Apabila terjadi tegangan lebih oleh sambaran petir atau surja hubung pada arrester yang terpasang, maka pada sela percikan (spark-gap) akan terjadi loncatan busur api. Pada beberapa type arrester, busur api yang terjadi tersebut ditiup keluar oleh tekanan gas yang ditimbulkan oleh tabung fiber yang terbakar.

  3. Tahanan katup (valve resistor) Tahanan yang dipergunakan dalam arrester ini adalah suatu jenis material yang sifat tahanannya dapat berubah bila mendapatkan perubahan tegangan seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Karakteriktik Tahanan Katup [2]

  Keterangan : A = Tahanan linear B = Tahanan non linear Vr = Residual voltage Is = Discharge current

  Ada dua jenis arrester yakni arrester ekspulsi dan arrester katup [3]. Sebagai pengaman tegangan lebih pada jaringan distribusi, arrester harus memiliki karakteristik berikut [4]:

  1. Arrester tidak boleh bekerja pada keadaan normal

  2. Arrester harus bekerja saat tegangan puncak surja lebih tinggi dari tegangan yang mampu dipikul arrester.

  3. Arrester harus mampu mengalirkan dan melawatkan arus surja ke tanah tanpa merusak arrester itu sendiri.

  4. Setelah gangguan dinetralisir, arus susulan akibat arus sistem harus segera dipadamkan.

2.1.1. Arrester Ekspulsi (Expulsion Type)

  Konstruksi arrester jenis ekspulsi diperlihatkan pada Gambar 2.2. Arrester jenis ekspulsi mempunyai sela luar dan sela dalam yang ditempatkan di dalam tabung serat, dimana keduanya terhubung seri.

Gambar 2.2. Konstruksi Arrester Ekspulsi [3] Pemakaian arrester ini terbatas pada sistem bertegangan sampai 33 kV.

  Arrester ini dapat digunakan untuk melindungi transformator distribusi bertegangan 3 – 15 kV, tetapi belum memadai untuk melindungi trafo daya.

  Keuntungan arrester ekspulsi sebagai berikut: 1. Harganya tidak begitu mahal karena konstruksinya yang sederhana.

  2. Kinerjanya lebih baik daripada jenis sela batang karena dapat memadamkan arus susulan sendiri.

  4. Pemasangannya mudah

  Sela luar Konduktor transmisi Sela dalam

  Tabung serat Elektroda Saluran pembuangan gas

3. Karakteristik v – tarrester ini lebih baik dari sela batang.

  Kerugian arrester ekspulsi sebagai berikut:

  1. Arrester harus diganti setelah beberapa kali bekerja karena gas yang dikeluarkan setiap bekerja akan mengakibatkan sebagian material tabung terkelupas.

  2. Arrester ini tidak dapat ditempatkan berdampingan dengan peralatan yang akan dilindungi karena terdapat gas buangan ketika bekerja.

2.1.2. Arrester Katup

  Arrester katup terdiri dari arrester sela pasif, arrester sela aktif dan arrester tanpa sela percik atau yang dikenal dengan arrester metal oksida. Kostruksi arrester katup diperlihatkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Konstruksi Arrester Katup [3]

  2.1.2.1. Arrester Katup Sela Pasif

  Arrester katup sela pasif terdiri dari sela percik, resistor tak – linear, dan isolator tabung. Sela percik dan resistor tak – linear di tempatkan dalam tabung isolasi yang tertutup, sehingga kerja arrester ini tidak dipengaruhi oleh keadaan udara sekitar.

  Resistor tak – linear terbuat dari beberapa piring silikon karbida (silicon

  carbide) yang terhubung seri. Nilai resistansi resistor pada arrester ini sangat

  besar ketika melewatkan arus lemah, namun nilai resistansinya akan sangat rendah ketika dilewati arus kuat. Karakteristik arus dan tegangan resistor tak – linear dinyatakan oleh Persamaan 2.1.

  = ……………………………………….……....(2.1) Dimana nilai α untuk silikon berkisar antara 2 – 6, sedangkan nilai K bergantung pada ukuran dan bentuk geometris piring silikon karbida.

  2.1.2.2. Arrester Katup Sela Aktif

  Konstruksi arrester katup sela aktif hampir sama dengan arrester katup sela pasif. Arrester katup sela aktif terdiri dari sela utama, kumparan, sela bantu dan resistor tak – linear yang dimasukkan dalam tabung isolasi porselen. Saat tegangan impuls tiba di terminal arrester katup sela aktif yang membuat sela utama terpercik, maka sela utama, kumparan dan resistor tak – linear akan mengalirkan arus petir ke tanah. Frekuensi tegangan impuls yang tinggi akan membuat impedansi kumparan menjadi besar dan tegangan pada terminal kumparan tinggi, sehingga membuat adanya beda tegangan yang tinggi pada terminal kumparan yang akan mengakibatkan sela bantu tembus dan dialiri arus petir.

  Setelah arus petir menjadi nol, maka arus susulan berfrekuensi daya akan mengalir pada kumparan disebabkan impedansi kumparan yang berubah menjadi sangat rendah pada frekuensi daya. Akibatnya busur api pada sela bantu tidak stabil dan akhirnya padam. Arus yang mengalir pada kumparan akan membangkitkan medan magnet yang akan menerpa busur api pada sela utama, membuat lintasan busur api semakin panjang dan suhunya berkurang. Sehingga saat arus susulan bernilai nol, busur api pada sela utama padam. Pemadaman busur api inilah yang membedakan antara arrester katup sela aktif dengan arrester katup sela pasif.

  Dalam aplikasi arrester katup sela aktif pada jaringan bertegangan tinggi selalu ditambahkan satu atau lebih set ‘sela utama – kumparan – sela bantu’ atau dengan menggunakan resistor tak – linear sebagai pengganti sela bantu.

2.1.2.3. Arrester Metal Oksida(MOA)

  Arrester atau yang juga sering dikatakan sebagai penangkal petir adalah alat pelindung peralatan sistem tenaga listrik terhadap surja petir yang sifatnya sebagai by-pass di sekitar isolasi yang membentuk jalan yang mudah dilalui oleh arus kilat ke sistem pentanahan sehingga tidak menimbulkan tegangan lebih yang tinggi dan tidak merusak isolasi peralatan listrik.

  Arrester metal oksida merupakan arrester yang banyak digunakan sejak 1976 hingga saat ini [5]. Arrester ini tidak memiliki sela percik (gap udara

  Adalah besar puncak tegangan impuls yang terjadi diantara kedua terminal arrester ketika arrester tersebut menyalurkan arus impuls. Jenis arus impuls dalam menentukan tegangan sisa adalah:

  a. Arus impuls hubung – buka : (30-100) / (60-200) µs, i ≤ 2 kA

  b. Arus impuls petir : 8/20 µs, i ≤ 40 kA

  c. Arus impuls tinggi : 4/10 µs, i ≤ 100 kA, umumnya pada arrester 65 dan 100 kA Tegangan ini harus di bawah tegangan ketahanan terhadap tegangan impuls.

  4. Arus peluahan maksimum Adalah nilai puncak tertinggi dari arus impuls 5/10 μ s yang dapat dialirkan arrester tanpa merusak arrester. Dewasa ini, arus peluahan maksimum arrester dirancang 100 kA untuk gardu dan 65 kA untuk arrester jenis saluran.

  5. Arus nominal Adalah besar puncak arus impuls 8/20 µs menurut standar, dan digunakan untuk mengklasifikasikan arrester. Puncak arus nominal umumnya adalah: a. 2,5 kA, digunakan untuk sistem bertegangan nominal ≤ 36 kV

  b. 5 kA, digunakan untuk sistem bertegangan pengenal ≤ 132 kV

  c. 10 kA, digunakan untuk sistem bertegangan nominal 3 – 360 kV, dan

  d. 20 kA, digunakan untuk sistem bertegangan nominal diatas 360 kV hingga 756 kV.

  6. Tegangan percik frekuensi daya

  Adalah besar tegangan efektif frekuensi daya yang membuat terjadinya percikan di sela arester. Tegangan percik frekuensi daya harus cukup tinggi agar sela arester tidak terpercik jika terjadi hubung singkat satu fasa ke tanah maupun pada saat terjadi operasi hubung-buka. Biasanya tegangan percik frekuensi daya ditetapkan ≥ 1,5 kali tegangan pengenal arrester.

  7. Tegangan percik impuls petir maksimum Adalah puncak tegangan maksimum impuls 1,2/50 μ s, yang membuat sela arrester pasti terpercik atau bekerja. Misalnya ada suatu arrester tegangan percik impuls maksimum 65 kV – 1,2/50 μ s, sebanyak 5 kali, maka sela arrester akan terpercik 5 kali.

  8. Frekuensi pengenal Sama dengan frekuensi sistem dimana arrester dipasang.

2.2. Mekanisme Sambaran Petir [6]

  Petir adalah mekanisme pelepasan muatan listrik di udara yang dapat terjadi di dalam awan, antara awan, awan dengan udara, dan antara awan dengan tanah. Antara awan dengan permukaan bumi dapat dianalogikan seperti dua keping lempeng bermuatan, dimana lempeng pertama adalah awan dan lempeng kedua adalah bumi. Terjadinya muatan pada awan diakibatkan adanya pergerakan awan secara teratur dan terus menerus yang membuat awan terpolarisasi sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi, sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi yang lainnya.

  Muatan listrik pada awan ini akan menimbulkan beda potensial antara awan dengan bumi yang akan menimbulkan medan listrik antara awan dan bumi.

  Jika medan listrik antara awan dengan bumi lebih besar daripada kekuatan dielektrik udara yang mengantarai awan dengan bumi, maka akan terjadi pelepasan muatan pertama yakni pilot leader. Pada ujung pilot leader akan terjadi proses ionisasi sehingga terjadi pelepasan kedua yang disebut downward leader.

  Pada ujung downward leader terjadi lagi pelepasan muatan hingga semakin mendekati bumi yang disebut leader.

  Saat leader semakin mendekati bumi, terjadi medan listrik yang sangat tinggi antara ujung leader dengan bumi, yang membuat terjadi penumpukan muatan di ujung suatu objek yang berada dipermukaan bumi. Sehingga muatan yang berasal dari bumi bergerak menuju ujung leader. Titik pertemuan antara kedua aliran yang berbeda muatan ini disebut titik pukul (striking point) yang diperlihatkan pada Gambar 2.6.c. Sesaat setelah pertemuan kedua aliran berbeda muatan tersebut terjadi perpindahan muatan dari permukaan tanah keawan melalui

  Sambaran langsung adalah kilat yang menyambar langsung pada kawat fasa ( untuk saluran tanpa kawat tanah) atau pada kawat tanah (untuk saluran dengan kawat tanah). Pada saluran udara tegangan menengah diasumsikan bahwa pada saluran dengan kawat tanah tidak ada kegagalan perisaian. Hal ini dikarenakan tinggi kawat diatas tanah relative rendah ( 10 - 13 meter ) dan juga karena dengan sudut perisaian yang biasanya lebih kecil dari 60˚ sudah dapat dianggap semua sambaran kilat mengenai kawat tanah, jadi tidak ada kegagalan perisaian. Untuk itu dalam tugas akhir ini akan dibahas tentang gangguan sambaran langsung pada saluran udara tegangan menengah tanpa kawat tanah.

  Saat kilat menyambar kawat tanah atau kawat fasa maka akan timbul arus besar dan sepasang gelombang berjalan yang merambat ke kawat. Arus yang besar ini dapat membahayakan peralatan – peralatan yang ada pada saluran. Besarnya arus atau tegangan akibat sambaran ini tergantung pada besarnya arus kilat, waktu muka dan jenis tiang saluran. Karena saluran tegangan menengah tidak begitu tinggi diatas tanah, maka jumlah sambaran langsungpun relative rendah. Makin tinggi tegangan sistem makin tinggi tiangnya, dan makin besar pula jumlah sambaran ke saluran itu.

2.2.2. Bentuk Gelombang

  Bentuk gelombang tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan pengaruh besarnya arus, kecuraman (kenaikan arus), serta lama waktu kejadian. Karena adanya perbedaan setiap petir ini, maka bentuk standar petir ditiap – tiap Negara atau lembaga berbeda – beda, seperti Jepang yang standarnya JIS, Jerman VDE,

  = 0,15

  = ∙ .

  = 8.

  .

  ( ) = (1 + sin( − )) Dimana : α = Sudut perisaian untuk gangguan sambaran langsung jaringan distribusi

  (≤ 60˚) w = Panjang isolator (cm) Xs = Daerah yang tidak terlindungi oleh perisaian (m) Sehingga berdasarkan Gambar 2.8, maka:

  • = …………………………………………...(2.6) Maka besar probabilitas petir menyambar kawat fasa adalah [1]:

  = …………………………………………...(2.7)

2.2.4. Teori Perhitungan Probabilitas Kegagalan dan Usia Arester

  Tidak selamanya arester bekerja sebagaimana mestinya saat ada arus surja petir ataupun arus surja hubung. Kegagalan arester beroperasi bukan hanya membuat peralatan terganggu namun juga rusak, dan hal ini juga mempengaruhi kinerja dan ketahanan arester. Berdasarkan kondisi ini maka probabilitas kegagalan kinerja arester dapat dihitung dengan menggunakan persamaan – persamaan berikut. Dimana selain besar arus petir yang menyambar, durasi sambaran petir merupakan salah satu parameter terpenting yang harus diketahui.

  Faktor yang cukup penting diketahui dalam penggunaan arrester adalah tegangan frekuensi daya tertinggi yang mungkin dipikul arrester. Tegangan ini merupakan tegangan yang mempertahankan arus frekuensi daya (50 Hz) yang durasinya akan selalu lebih lama dari pada durasi pada arus petir. Besar arus frekuensi daya ini sendiri ditentukan oleh besarnya arus petir yang datang. Semakin besar arus petir maka arus frekuensi daya memiliki kemungkinan untuk bernilai besar juga. Jika arus frekuensi daya ini besar dan berlangsung cukup lama maka hal inilah yang memungkinkan arrester gagal bekerja dengan sebagaimana mestinya.

  Dalam tugas akhir ini tidak secara keseluruhan lamanya durasi sambaran digunakan, melainkan waktu-ekor yang dijadikan variabel bebaslah yang diteliti. Distribusi waktu-ekor ini dipengaruhi oleh probabilitas distribusi arus puncak, yakni [9]:

  ( ⁄ ) Ī = …………………………(2.8)

  √

  Dimana terdapat ketentuan yakni [10]: Untuk < 20 , Ī = 61.1 = 1.33 dan > 20 , Ī = 33.3 = 0.605

  Dengan adanya Persamaan 2.8 tersebut, maka probabilitas waktu-ekor dapat diperoleh dari persamaan [9,11]:

  − = .

  g( ) = ………………...(2.9) Dimana merupakan konstanta berdasarkan observasi [11] yang besarnya 0.85 dan nilai dapat diambil dari Tabel 2.1 [12].

Tabel 2.1. Konstanta Distribusi Frekuensi Kumulatif Gelombang Arus Petir

  Parameter Nilai 50% Nilai 16% Arus Puncak (kA)

  24

  51 Time-to-half (µs) 89 631 Berdasarkan persamaan – persamaan yang ada, maka probabilitas kegagalan arrester bekerja oleh sambaran ke fasa dapat dinyatakan dengan persamaan berikut [9,11]:

  = ∫ ∫ ( )

  ……...…..(2.10) Dimana :

  : Probabilitas kegagalan arrester : Fungsi probabilitas kerapatan arus puncak

  ( )

  : Fungsi probabilitas kerapatan nilai time-to-half dari gelombang arus : Arus petir yang diperlukan untuk menyebabkan kegagalan untuk nilai T

  50 (Untuk nilai Time-to-half diperlihatkan oleh Tabel2.1).

  : Waktu-ekor maksimum yang digunakan dalam simulasi (µs) : Besar probabilitas petir menyambar kawat fasa

  Jika jaringan distribusi tersebut menggunakan kawat tanah, maka kemungkinan besar objek yang akan disambar oleh petir adalah kawat tanah tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan arrester akan gagal bekerja.

  Kegagalan yang lebih dari 1 kali atau dapat dikatakan berkali – kali, akan mempengaruhi performa arrester yang lambat laun akan membuat usia arrester semakin pendek. Usia rata – rata arrester yang dipengaruhi oleh kegagalannya dalam bekerja dinyatakan oleh persamaan berikut [9,11] :

  = ∙ ∙

  …………………………………...(2.11) Dimana : = Usia arrester rata-rata (tahun) = Jumlah sambaran petir ke saluran (berdasarkan standar IEEE)

  (banyak/100km. tahun) = Jarak antara arrester (km) = Probabilitas kegagalan arrester akibat petir (%)

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba Apabila Terjadi Sengketa Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

0 0 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit - Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kaba

0 1 34

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe)

0 1 17

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 A. Sistem Jaminan Sosial Nasional - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 21

Pengaruh Ukuran Partikel Pati dan Variasi Volume Plasticizer Gliserol Terhadap Karakteristik Film Bioplastik Pati Kentang

0 0 21

Analisis Pengembangan Potensi Wisata Sumber Daya Alam Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat di Pantai Talugawu Desa Banuagea Kabupaten Nias Utara

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Hubungan Antara Karakteristik Petani Peternak Sapi Dengan Kinerja Penyuluh (Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat)

0 3 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN PERBANKAN A. Penjelasan Umum Tentang Perbankan - Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian pada Bank Mandiri ditinjau dari UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Studi pada Bank Mandiri Area Balai Kota Medan)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian pada Bank Mandiri ditinjau dari UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Studi pada Bank Mandiri Area Balai Kota Medan)

0 0 10