BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) - Hubungan Persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Perilaku K3 pada Pekerja Bagian Produksi PT. Supratama Juru Enginering Medan Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah rangkaian usaha, untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan (Suma’mur, 2001). Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja mengatur bahwa: 1.

  Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional.

  2. Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya.

  3. Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien.

  4. Bahwa berhubung dengan itu pula perlu diadakan segala daya upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja.

  5. Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang- Undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik, dan teknologi. Prinsip dasar ilmu K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah, karena semua kecelakaan pasti ada sebabnya. Jika sebab kecelakaan dapat dihilangkan maka kemungkinan kecelakaan dapat dihindarkan (Ramli, 2010).

  

10 Prinsip ini mendasari berkembangnya ilmu dalam bidang K3, seperti pengetahuan mengenai berbagai jenis bahaya, perilaku manusia, kondisi tidak aman, tindakan tidak aman, penyakit akibat kerja, kesehatan kerja dan hygiene industri. Prinsip bahwa semua kecelakaan dapat dicegah sangat penting untuk memberikan dorongan dalam melakukan upaya pencegahan kecelakaan (Ramli,

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan ketentuan perundangan dan memiliki landasan hukum yang wajib dipatuhi semua pihak, baik pekerja, pengusaha atau pihak terkait lainnya. Di Indonesia banyak peraturan perundangan yang menyangkut Keselamatan dan Kesehatan Kerja, beberapa diantaranya:

  1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, diberlakukan pada tanggal 12 Januari 1970 yang memuat berbagai persyaratan tentang Keselamatan Kerja. Dalam Undang-Undang ini, ditetapkan mengenai kewajiban pengusaha, kewajiban dan hak tenaga kerja serta syarat-syarat keselamatan kerja yang harus dipenuhi oleh organisasi.

  2. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam perundangan mengenai ketenagakerjaan ini salah satunya memuat tentang keselamatan kerja yaitu: a.

  Pasal 86 menyebutkan bahwa setiap organisasi wajib menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja untuk melindungi keselamatan tenaga kerja. b.

  Pasal 87 mewajibkan setiap organisasi melaksanakan Sistem Manajemen K3 yang terintegrasi dengan manajemen organisasi lainnya (Ramli, 2010). Masalah K3 hendaknya dilihat sebagai tanggung jawab moral untuk melindungi keselamatan sesama manusia. Karena itu K3 bukan sekedar setiap pelaku bisnis untuk melindungi keselamatan pekerjanya (Ramli, 2010).

  Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang menyenangkan dan serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Oleh karena itu, kondisi K3 dalam perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan dalam perusahaan. Jika kinerja K3 baik, dapat dipastikan bahwa kondisi ketenagakerjaan dalam perusahaan tersebut juga berjalan baik dan sebaliknya (Ramli, 2010).

  Heinrich seorang ahli keselamatan dalam Ramli (2010), mengemukakan beberapa pendapat, yaitu:

  1. Bahwa kecelakaan merupakan rangkaian proses sebab dan akibat. Tidak ada kecelakaan yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal, namun merupakan rangkaian sebab dan akibat yang saling terkait. Sebagai contoh, adanya ceceran minyak di lantai kemungkinan disebabkan peralatan yang rusak atau bocor, sistem penimbunan yang tidak baik, prosedur pembersihan tidak ada atau karena pengawasan yang kurang baik.

  2. Bahwa sebagian besar kecelakaan di sebabkan oleh faktor manusia dengan tindakannya yang tidak aman yang menurut penyelidikan mencapai 85% dari seluruh kecelakan.

  3. Bahwa kondisi tidak aman dapat membahayakan dan menimbulkan kecelakaan. Dari setiap 300 tindakan tidak aman, akan terjadi 1 (satu) kali

4. Bahwa tindakan tidak aman dari seseorang dipengaruhi oleh tingkah laku, kondisi fisik, pengetahuan dan keahlian serta kondisi lingkungan kerjanya.

  5. Untuk itu upaya pencegahan kecelakaan harus mencakup berbagai usaha antara lain dengan melakukan perbaikan teknis, tindakan persuasif, penyesuaian individu dengan pekerjaannya dan dengan melakukan penegakan disiplin (law enforcement).

  6. Keparahan suatu kecelakaan berbeda satu dengan lainnya, dan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama kondisi lingkungan kerja dan potensi bahaya serta ketahanan manusia menerima bahaya tersebut.

  Prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat sederhana, yaitu dengan menghilangkan faktor penyebab kecelakaan, yang disebut tindakan tidak aman dan kondisi yang tidak aman.Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik menyatakan bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman.Karena itu, untuk mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan unsur manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sehingga kesadaran K3 meningkat (Ramli, 2010).

  Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain: a.

  Pembinaan dan Pelatihan b. Promosi K3 dan kampanye K3 c. Pembinaan Perilaku Aman Pengawasan dan Inspeksi K3 e. Audit K3 f. Komunikasi K3 g.

  Pengembangan prosedur kerja aman (Safe Working Practices) (Ramli, 2010).

2.1.1 Aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

  Miner dalam Sarina (2011) mengemukakan beberapa aspek keselamatan kerja, yaitu:

  1. Pelatihan Keselamatan Kerja Program pelatihan untuk karyawan baru dan tidak terbiasa melakukan hal- hal yang termasuk dalam isi program keselamatan yang dipertimbangkan. Teknik yang digunakan untuk pelatihan keselamatan misalnya ceramah, peragaan, film, dan simulasi kecelakaan.

  2. Kontes dan Publisitas Keselamatan Publisitas keselamatan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, yakni poster, buklet, nota khusus, dan artikel terbitan perusahaan.Selain itu, juga dapat dilakukan kontes untuk membantu perkembangan keselamatan. Misalnya dengan melakukan pertandingan antar departemen yang memiliki potensi kecelakaan yang sama.

  3. Pengontrolan Lingkungan Kerja Perancangan tempat kerja dan peralatan yang digunakan merupakan pendekatan utama, untuk mencegah kecelakaan dan yang paling efektif.

  Peralatan/perlengkapan perlindungan diri atau Personal Protective Equipment (PPE) yang wajib disediakan oleh perusahaan kontraktor untuk semua karyawan tangan, helm, masker, jas hujan, sabuk pengaman, tangga, dan P3K.

  Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan, yaitu lokasi pekerjaan dan merokok saat bekerja. Kebersihan tempat bekerja di kantor maupun di lokasi pekerjaan, ikut menentukan hasil kerja bagi pekerja. Perilaku merokok di lokasi pekerjaan beresiko mengakibatkan terjadinya kebakaran dan juga merugikan kesehatan (Ervianto dalam Sarina, 2011).

  4. Pemeriksaan dan Disiplin Beberapa bentuk pemeriksaan, misalnya dalam menyediakan peringatan awal terhadap kecelakaan dan menyediakan surat panggilan OSHA (Occupational

  

Safety and Health Administration ). Pemeriksaan dilakukan oleh pengawas,

  anggota komite keselamatan, atau diwakilkan oleh pihak asuransi yang menangani kebijakan kompensasi pegawai perusahaan (dalam Sarina, 2011).

2.1.2 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3)

2.1.2.1 Pengertian Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3)

  Program keselamatan dan kesehatan kerja merupakan kebijakan perusahaan dalam memberikan keselamatan dan kesehatan pada karyawannya.

  Menurut Hayes, keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan jika kondisi yang menyebabkan kecelakaan kerja diperhatikan, dengan memperkecil penyebab terjadinya kecelakaan dan melaksanakan manajemen kerja dengan sungguh- sung guh.Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan “suatu upaya untuk mencegah dan mengurangi risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja” (Sastrohadiwiryo, 2005). kerja (K3) merupak an “proses secara komprehensif untuk mengupayakan pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja”. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menunjukan kepada “kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan”. Artinya kondisi-kondisi fisiologis-fisikal meliputi penyakit-penyakit yang diakibatkan kecelakaan kerja seperti sakit punggung, kardiovaskuler, cidera, paru- paru, atau bahkan kehilangan nyawa. Sedangkan kondisi psikologis seperti stress, kurang perhatian, mudah marah, menjadi pelupa, dan sebagainya.

  Pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan jika kondisi yang menyebabkan kecelakaan kerja diperhatikan, dengan memperkecil penyebab terjadinya kecelakaan dan melaksanakan manajemen kerja dengan sungguh-sungguh, dan juga keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu upaya yang komprehensif untuk mencegah atau mengurangi resiko kecelakaan kerja dan penyakit kerja atau kondisi-kondisi

  fisiologis-fisikal dan psikologis yang terganggu oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

2.1.2.2 Aspek-Aspek Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

  Jewell dan Siegall dalam Humaydy (2014), menyebutkan aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja antara lain:

  1. Suhu di Tempat Kerja.

  Pengaruh suhu terhadap perilaku kerja mencoba mendapatkan batas-batas efektif. Kelembaban, arus udara, dengan jumlah, ukuran, dan suhu dari objek dan bahan yang ada di tempat kerja semuanya mempengaruhi reaksi orang terhadap suhu udara. Pakaian dan pekerjaan yang dilakukan juga mempengaruhi reaksi tersebut. Akhirnya perbedaan fisiologis masing-masing orang dapat mempunyai pengaruh yang besar terhadap persepsi kenyamanan.

  2. Penerangan di Tempat Kerja Persepsi mengenai penerangan, seperti juga persepsi mengenai suhu, dapat berbeda-beda sesuai dengan kemampuan penglihatan perorangan dan kondisi ruangan, tetapi variasinya tidak begitu signifikan. Pengukuran penerangan, paling tidak dalam pengertian fisik, tidak ada masalah dibandingkan dengan pengukuran suhu efektif. Spesifikasi penerangan hampir selalu diberikan dalam ukuran baku dari peneragan yaitu footcandles. Pengembangan spesifikasi footcandles untuk lingkungan kerja merupakan proses bersifat sangat teknik, namun juga memperhatikan beberapa faktor yang telah ditemukan para ahli riset mempengaruhi spesifikasi tersebut. Sama seperti suhu, faktor utama adalah bagaimana sifat tugas itu. Pembacaan perakitan, pemantauan, dan pemeriksaan misalnya semua mempunyai faktor penglihatan, sedang menjawab telepon, memimpin pertemuan, dan banyak tugas manual (misalnya memindahkan peti karton) tidak mempunyai faktor tersebut.

2.1.3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

  Keselamatan dan kesehatan kerja menurut Kondarus dalam Dahlawy (2008), memiliki tujuan sebagai berikut:

  Mengamankan suatu sistem kegiatan/pekerjaan mulai dari input, proses, maupun output. Kegiatan yang dimaksud dapat berupa kegiatan produksi di dalam industri maupun di luar industri.

  b.

  Menerapkan program keselamatan dan kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan.

  c.

  Menghilangkan risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat pekerjaan.

  d.

  Menciptakan efisiensi dan menekan biaya.

  e.

  Meningkatkan jumlah konsumen, meningkatkan omset penjualan, dan meningkatkan jaminan perlindungan bagi para pekerja.

  Sedangkan menurut American Medical Association K3 dalam Dahlawy (2008), mempunyai tujuan: a.

  Melindungi pekerja dari bahaya-bahaya keselamatan dan kesehatan di tempat kerja.

  b.

  Menyediakan tempat yang aman, baik secara fisik, mental dan emosional pekerja dalam bekerja. c.

  Mendapatkan perawatan medis yang adekuat dan rehabilitasi bagi mereka yang mengalami gangguan kesehatan dan kecelakaan akibat kerja.

  d.

  Mengadakan pengukuran dan pemeliharaan perorangan termasuk memperoleh dokter pribadi di manapun bila mungkin. adalah pekerja yang meliputi upaya pencegahan, pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan. Dengan demikian perlindungan atas keselamatan pekerja dalam melaksanakan pekerjaanya, diharapkan pekerja dapat bekerja secara aman, sehat, dan produktif (Dahlawy, 2008).

2.2 Persepsi

  Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna, atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses pengindraan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak (Sumanto, 2014).

  Menurut McMahon persepsi adalah proses menginterpretasikan rangsang (input), dengan menggunakan alat penerima informasi (sensory information).

  Morgan , King, dan Robinson berpendapat bahwa persepsi menunjuk bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap, dan mencium dunia sekitar kita, dengan kata lain, persepsi dapat pula didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami manusia. Sedangkan, William James mengatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan, yang diserap oleh indra kita, serta sebagian lainnya diperoleh dari pengolahan ingatan / memori kita (diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki) (Sumanto, 2014).

  Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai di situ saja, melainkan psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi. Karena itu, proses penginderaan tidak dapat lepas dari persepsi. Proses penginderaan akan selalu terjadi setiap saat individu menerima stimulus melalui alat inderanya. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya (Fitriyah dan Jauhar, 2014).

  Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Gibson dalam Sarina (2011), bahwa persepsi mencakup kognisi (pengetahuan). Persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus, dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan sikap.

  Menurut Robbins dalam Sarina (2011), persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera agar memberi makna pada lingkungan. Lebih lanjut Robbins menyatakan bahwa persepsi adalah cara individu atau kelompok dalam memandang sesuatu.

  Persepsi adalah pandangan atau pengertian tentang bagaimana individu memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi tidak muncul begitu saja, ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang tergantung dari kemampuan individu merespon stimulus. Kemampuan tersebut, yang menyebabkan persepsi antara individu yang satu dengan individu yang lain berbeda-beda, dimana cara mengeinterpretasikan sesuatu yang dilihat pun belum tentu sama antar individu. Persepsi merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi perilaku. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi (Petersen dalam Pratiwi, 2009).

  (2011) adalah: a.

  Kognisi: cara berpikir, mengenali, memaknai dan memberi arti suatu rangsang yaitu pandangan individu berdasarkan informasi yang diterima oleh panca indera, pengalaman atau yang pernah dilihat dalam kehidupan sehari-hari.

  b.

  Afeksi: cara individu dalam merasakan, mengekspresikan emosi terhadap rangsang berdasarkan nilai-nilai dalam dirinya yang kemudian mempengaruhi persepsinya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah cara individu atau kelompok dalam memandang suatu proses pemahaman, dalam menafsirkan atau memandang kesan indera, agar memberi makna pada lingkungan, kemudian dapat mempengaruhi perilaku dan sikap individu atau kelompok.

2.2.2 Persepsi Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

  Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya (Notoatmodjo, 2010). Persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi baru dari lingkungannya (Wijayaningsih, 2014) Menurut Harold (2003), Persepsi seseorang juga ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan mereka. Salah satu kebutuhan yang diinginkan pekerja dilingkungan kerja mereka adalah kebutuhan akan rasa aman pada saat bekerja. sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

  Persepsi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja adalah pandangan karyawan terhadap apa yang di berikan perusahaan, yang bertujuan supaya karyawan terjaga dan terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya. Persepsi disini tidak lepas dari respon kognitif, yang mana suatu bentuk usaha untuk memahami pertama, apa yang dipikirkan orang sewaktu mereka dihadapkan pada stimulus persuasif, dan kedua, bagaimana pikiran serta proses kognitif yang berkaitan menentukan apakah mereka mengalami perubahan sikap, dan sejauh mana perubahan itu terjadi (Azwar dalam Sarina, 2011).

  Kebutuhan akan rasa aman menjadi salah satu pendorongnya. Persepsi antara pekerja satu dengan pekerja lainnya tentu akan berbeda, sehingga perilaku tiap individu pun juga akan berbeda. Pekerja yang mempunyai persepsi yang baik tentang keselamatan dan kesehatan kerja contohnya, mereka akan lebih mempunyai penilaian yang baik terhadap upaya pencegahan kecelakaan danpenyakit kerja. Sehingga mereka, yang mempunyai persepsi positif tentang keselamatan dan kesehatan kerja ini, dapat berperilaku dan bersikap untuk menghindari adanya kecelakaan dan penyakit kerja. Sebaliknya, pekerja yang mempunyai persepsi buruk tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), mereka akan menganggap bahwa hal ini tidak terlalu penting bagi mereka, sehingga pekerja akan berperilaku tidak aman dan tidak terlalu memperhatikan akanhal ini. Bahkan mungkin mereka akan berfikir bahwa tanpa adanya Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja mereka dapat bekerja dengan baik (Humaydy,

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Tentang K3

  Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, meliputi:

  1.Bahaya Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan.

  2. Lima Faktor Risiko K3 di Tempat Kerja, yaitu

  a. Faktor Fisik, meliputi kebisingan, suhu, cahaya, getaran, radiasi, ataupun mesin/alat dan lainnya.

  b. Faktor Biologi, penyebab penyakit akibat kerja banyak ragamnya, yaitu virus, bakteria, jamur, c acing, dan lainnya (Suma’mur, 2009).

  c. Faktor Kimia, meliputi bahan/material/cairan/gas/debu/uap berbahaya, bahan yang mudah meledak, bahan yang mudah terbakar ataupun bahan yang bersifat korosif.

  d. Faktor Ergonomi, seperti gerakan berulang, postur/posisi kerja, pengangkutan manual, desain tempat kerja/alat/mesin.

  e. Faktor Psikologis, seperti stress, kekerasan, dan lainnya.

  3. Pengendalian Risiko/Bahaya K3

  1. Eliminasi sumber bahaya

  2. Substitusi alat/mesin/bahan

  3. Engineering Control

  4. Administrasi

2.3 Perilaku

2.3.1 Pengertian Perilaku

  Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi, karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

  Menurut Sunaryo dalam Wijayaningsih (2014), Perilaku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.Sedangkan, Notoatmodjo dalam Wijayaningsih (2014) mendefinisikan perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organism yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.

  Skiner dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses StimulusOrganismeRespons, sehingga teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus-organisme-respons).

  Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

  1. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup, terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.

  2. Perilaku terbuka (overt behavior) Perilaku terbuka, ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”.

  Perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar), meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut “determinan perilaku”.

  Determinan perilaku dibedakan menjadi dua : 1. Faktor Internal

  Karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

  2. Faktor Eksternal Lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo dalam Wijayaningsih, 2014).

  Menurut para ahli psikologi kognitif-sosial, seseorang sering kali berdasarkan tujuan itu. Tujuan itu sendiri memotivasi mereka untuk menunjukkan perilaku yang sesuai (Latipah, 2012).

  Seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar, artinya perubahan perilaku organism adalah akibat pengaruh lingkungan (Sumanto, 2014). Perilaku juga dapat di artikan sebagai respon/reaksi individu terhadap stimulasi yang berasal dari luar dan atau dari dalam dirinya. Bentuk respon tersebut ada 2, yaitu:

  1. Respon berupa tindakan yang dapat dilihat dari luar dan dapat diukur (Overt Behaviour) , Contoh: berjalan, memukul, menangis, dan lain-lain.

  2. Respon yang tidak berupa tindakan yang dapat dilihat langsung (Covert

Behaviour ), Contoh: pengertian, persepsi, sikap, dan lain-lain (Ali, 2010).

  Perilaku dari pandangan biologis, merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity ) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia.

  Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organism tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2011).

  Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan.Secara umum, dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu, merupakan faktor keturunan, adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya, sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2011).

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi Perilaku (Lawrence Green dalam Ali, 2010) a.

  Faktor Pendorong (Predispocing Factors), yakni faktor-faktor yang mempermudah atau mendahului terjadinya perilaku seseorang, antara lain: pengetahuan, persepsi, pengalaman, kepercayaan, nilai-nilai (norma, tradisi, adat istiadat, dll).

  b.

  Faktor Pemungkin (Enabling Factors), yakni faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku selamat, misalnya penyediaan APD, peraturan dan kemampuan sumber daya. c.

  Faktor Penguat (Reinforcing Factors), yakni faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong pekerja untuk berperilaku dalam bekerja, terwujud dalam bentuk penguat yang dilakukan oleh pengawas dan supervisor.

2.4 Perilaku K3

  kecelakaan kerja. Tenaga kerja yang berperilaku sehat akan menghindari risiko terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.

  Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan. Upaya K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan.

  2.4.1 Perilaku Aman

  Perilaku aman adalah perilaku yang tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden. Dan juga, perilaku aman adalah perilaku pekerja yang sesuai dengan peraturan, dan tidak menimbulkan kecelakaan kerja dan kerugian bagi perusahaan.

  2.4.2 Perilaku Tidak Aman

  Menurut Heinrich perilaku tidak aman merupakan tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang karyawan yang memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap pekerja (Budiono dalam Annisah Bellia Fristi, 2011).

  Menurut Kletz dalam Helliyanti (2009), perilaku tidak aman merupakan kesalahan dalam mengambil sikap atau tindakan, klasifikasi kesalahan manusia, yaitu:

  Kesalahan karena lupa Kesalahan ini terjadi pada seseorang yang sebetulnya mengetahui, mampu dan niat mengerjakan secara benar dan aman serta biasa dilakukan. Namun, orang tersebut melakukan kesalahan karena lupa. Cara mengatasinya yaitu dengan mengubah sarana dan lingkungan untuk lebih berhati-hati, meningkatkan pengawasan, mengurangi dampak, dan lain-lain.

  2. Kesalahan karena tidak tahu Kesalahan ini terjadi karena orang tersebut tidak mengetahui cara mengerjakan atau mengoperasikan peralatan dengan benar dan aman, atau terjadi kesalahan perhitungan. Hal tersebut biasanya terjadi disebabkan karena kurangnya pelatihan, kesalahan intruksi, perubahan informasi yang tidak diberitahukan, dan lain-lain.

  3. Kesalahan karena tidak mampu Kesalahan jenis ini terjadi karena orang tersebut tidak mampu melakukan tugasnya.

  4. Kesalahan karena kurang motivasi Kesalahan karena kurangnya motivasi dapat terjadi akibat: a.

  Dorongan pribadi, misalnya ingin cepat selesai, ingin merasa nyaman, tidak menggunakan APD, dan lain-lain.

  b.

  Dorongan lingkungan, misalnya lingkungan fisik, sistem manajemen, contoh: dari pimpinan atau atasan, dan lain-lain.

  Perilaku tidak aman adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau terhadap karyawan. Perilaku tidak aman dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sangat kompleks dan tidak dapat dilepaskan dari faktor manusia dan lingkungan tempat dimana pekerja bekerja (Asriani, dkk, 2011).

  Sebab-sebab seseorang berperilaku tidak aman adalah kurangnya pengetahuan seperti tidak cukupnya informasi yang diterima, tidak dapat dimengerti, tidak tahu kebutuhannya, tidak dapat mengambil keputusan, serta tidak berpengalaman adalah alasan atau penyebab seseorang melakukan perilaku tidak aman (Masruri dalam Kristianto, 2009).

  Seorang pekerja cenderung melakukan perilaku tidak aman karena beberapa hal, diantaranya:

  1. Tingkat persepsi yang buruk terhadap adanya bahaya risiko di tempat kerja.

  2. Menganggap remeh kemungkinan terjadinya kecelakaan.

  3. Menganggap rendah biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi kecelakaan kerja (Petersen dalam Pratiwi, 2009).

2.5 Kerangka Konsep

  Variabel Independen Variabel Dependen Persepsi Keselamatan

  Perilaku K3 dan Kesehatan Kerja (K3)

Dokumen yang terkait

KATA PENGANTAR - Implementasi Program Beras Untuk Masyarakat Miskin di Desa Lau Gumba Kecamatan Berastagi

0 0 53

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian. - Pengaruh Kualitas Pelayanan Frontliner Terhadap Kepuasan NasabahBank Sumut Cabang Pembantu Kota Perdagangan Kabupaten Simalungun

0 0 9

KATA PENGANTAR - Pengaruh Kualitas Pelayanan Frontliner Terhadap Kepuasan NasabahBank Sumut Cabang Pembantu Kota Perdagangan Kabupaten Simalungun

0 0 36

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma Penelitian - Konstruksi Realitas Pesan Imaji Kebangsaan Dalam Ilustrasi Karya Jitet di Harian Kompas (Studi Analisis Semiotika Ilustrasi Ilustrator Jitet di Harian Kompas Terhadap Makna Imaji Kebangsaan)

0 0 53

BAB II DRAMATISME DALAM KAJIAN KOMUNIKASI 2.1 Dramatisme - Dramatisme Pidato Kenegaraan Pertama Presiden Joko Widodo (Analisis Wacana Pidato Kenegaraan Pertama Presiden RI Joko Widodo Pasca Dilantik dalam Perspektif Dramatisme)

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN BAB II DRAMATISME DALAM KAJIAN KOMUNIKASI - Dramatisme Pidato Kenegaraan Pertama Presiden Joko Widodo (Analisis Wacana Pidato Kenegaraan Pertama Presiden RI Joko Widodo Pasca Dilantik dalam Perspektif Dramatisme)

0 2 15

BAB I TREASURE HUNTERS - Chapter I (1.065Mb)

0 0 10

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pengaruh Investasi Pertanian dan Tenaga Kerja Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.

0 0 43

I. PENDAHULUAN - Analisis Pengaruh Investasi Pertanian dan Tenaga Kerja Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.

0 1 7

4. Hasil kuesioner ini bersifat rahasia, tidak mempengaruhi penilaian perusahaan, sehingga diharapkan Anda memberi jawaban yang sejujurnya dan hanya akan digunakan untuk penilitian semata. - Hubungan Persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Perilak

0 0 59