BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Sosial Ekonomi Tebu Nasional

  Tanaman Tebu dalam bahasa latin (saccharum officinarum L) merupakan salah satu bahan dasar (raw material) pembuatan gula. Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik di daerah tropika, sub-tropika dan beriklim sedang. Di Indonesia khususnya di Jawa, tanaman tebu diusahakan sebagai tanaman rakyat dan perkebunan PTP/PTPN (Setyohadi, 2012). Indonesia merupakan salah satu penghasil tebu terbesar di dunia. Perkebunan tebu di Indonesia terdapat di Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sebagian besar perkebunan tebu di Indonesia berupa perkebunan rakyat yang jumlahnya mencapai 50%, 30% dikelola oleh swasta dan 20% lagi oleh perkebunan negara. Perkebunan tebu negara dikelola oleh PT. Perkebunan Negara (PTPN) II, VII, IX, X, XI, XIV. Masing-masing PTPN memiliki sejumlah pabrik gula yang mengolah tebu menjadi gula untuk didistribusikan ke masyarakat.

  Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peranan dan posisi penting dalam sektor industri pengolahan di Indonesia. Tanaman tebu merupakan bahan baku untuk industri gula, dan tidak hanya menghasilkan gula untuk masyarakat, tetapi juga gula sebagai bahan baku industri makanan- minuman serta produk-produk lain, seperti energi, serta, blotong, tetes, dan lain- lain yang merupakan hasil ikutannya. Industri gula, tanaman tebu, dan hasil

  11 ikutannya mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan mampu menyerap tenaga kerja begitu besar (Zafrullah, 2013).

  Tanaman tebu (Saccharum officinarum) terkategori tanaman berserat yang memiliki kandungan polisakarida yang cukup tinggi dan kandungan lignin yang relatif rendah sehingga pemanfaatan terbesar saat ini adalah untuk industri gula. Budidaya tebu merupakan upaya manusia untuk mengoptimalkan kondisi tanaman tebu agar memperoleh sumberdaya alam yang dibutuhkannya, sehingga diperoleh hasil panen yang maksimal, baik dilihat dari sisi produktivitas maupun dari sisi kualitas (Arda, 2009).

  Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu untuk mengatasi rendahnya produksi gula di Indonesia. Usaha pemerintah sangat wajar dan tidak berlebihan mengingat Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai pengekspor gula (Suwarto dan Octavianty, 2010).

2.1.2 Usahatani Tebu Dengan Sistem TRI

  Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), merupakan kebijaksanaan pemerintah di bidang perindustrian gula tertuang dalam Inpres No. 9 tahun 1975. Program TRI awalnya berkembang di pulau Jawa sekitar tahun 1975, dan mulai diterapkan di Sumatera Utara sekitar tahun 1986, yaitu: di kabupaten Langkat dan meluas ke kabupaten Deli Serdang sekitar tahun 1988 (Elizabeth, 2002). Dalam program ini, pemerintah mengalihkan sistem penyewaan lahan petani menjadi pengusahaan sendiri oleh petani di bawah bimbingan pabrik gula (PG) dan BRI sebagai institusi bantuan permodalan (dalam bentuk kredit). Tenaga kerja dari para petaninya merupakan faktor utama yang penting dalam pengusahaan pertanaman tebu rakyat, dimana tenaga kerja merupakan faktor produksi utama pula bagi seorang petani dalam berusaha di bidang manapun. Secara historis, program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) merupakan salah satu kebijakan pemerintah di masa “Orde Baru”, yang berhubungan dengan pembangunan di bidang perindustrian gula. Sebagai salah satu kebijakan pemerintah, program TRI tertuang dalam Inpres No.9 tahun 1975, yang mengalihkan sistem penyewaan lahan petani menjadi pengusahaan sendiri oleh petani dengan pola intensifikasi dibawah bimbingan pabrik gula (PG) dan bantuan kredit dari BRI, serta BULOG yang berperan untuk membeli dan menampung seluruh produksi gula (Majalah Gula Indonesia, 1986).

  Program TRI merupakan salah satu usaha untuk peningkatan produksi gula, sebagai salah satu komoditas komersil dunia, dan meningkatkan pendapatan petani tebu di Sumatera Utara yang dilaksanakan berdasarkan SK Menteri Pertanian tahun 1989 , tentang Program Intensifikasi Pertanian dan SK Gubernur Kepala Daerah Tk. I Sumatera Utara No. 520 tahun 1990, tentang Program Intensifikasi Pertanian di Sumatera Utara.

  Program TRI sangat besar pengaruhnya, yang menyebabkan: perubahan sosial ekonomi petani tebu; perubahan sistem produksi, pemasaran, alokasi sumberdaya dan kodal; serta kelembagaan yang menunjang undustri pergulaan. Perubahan tersebut antara lain:

  1) Terjadinya pemisahan antara sistem produksi dan subsistem pengolahan, dimana kegiatan PG sangat tergantung pada tersedianya bahan baku tebu dari produksi usahatani petani;

  2) Pengusahaan pertanaman tebu skala besar oleh PG, dengan pola TRI merupakan akumulasi usahatani skala kecil oleh petani, sehingga sangat bergantung pada pilihan petani untuk tetap mempertahankan usahatani tebunya;

  3) Melibatkan banyak lembaga penunjang, dimana keberhasilan industri gula tergantung pada efisiensi lembaga penunjang tersebut;

  4) Terjadi perubahan pasar input, output dan modal di pedesaan didasari Inpres No.9 tahun 1975 tersebut (Malian, 2004).

2.2 Landasan Teori

  Program Bimas Intensifikasi Tebu Rakyat (TRI) adalah salah satu program nasional yang dilaksanakan berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 1975, dan merupakan suatu program inovasi untuk menerapkan teknologi dengan tujuan meningkatkan dan memantapkan produksi gula sekaligus meningkatkan kesejahteraan para petani melalui peningkatan pendapatan. Pelaksanaan TRI ditempuh melalui peningkatan mutu intensifikasi (penerapan teknologi anjuran) dengan sistem Bimas, dan telah dikembangkan sejak MTT.

  1975/1976 sampai sekarang. Dalam penyelenggaraan TRI ini terdapat 2 unsur pelaku utama yaitu petani yang terhimpun dalam suatu kelompok tani dan pabrik gula. Petani dan kelompok tani berfungsi sebagai penanam tebu untuk bahan baku pabrik gula dan pabrik gula sebagai pimpinan kerja para petani, sumber teknologi, pembimbing teknis dan pengolah tebu hasil TRI.

  Untuk dapat melaksanakan fungsinya kedua unsur pelaku utama tersebut perIu mendapat dukungan dari unsur pelayanan (KUD) dan Bank pemberi kredit serta dorongan dari unsur pengaturan dan pembinaan. Pelaksanan pertanaman tebu dilapangan untuk tiap-tiap pabrik gula telah diatur wilayah kerja dan binaannya masing-masing yang disesuaikan dengan kapasitas pabriknya dengan jumlah hari giling yaitu maksimun 180 hari, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih antara satu pabrik dengan pabrik lainnya dalam hal penyedian bahan baku. Waktu dan jumlah tebangan harus disesuaikan dengan kapasitas pabrik diatur sedemikian rupa agar pada waktu ditebang berada dalam keadaan rendemen optimal (matang dan siap untuk langsung diolah dipabrik gula). Agar siap diolah dalam keadaan MBS maka peranan manajemen/ pengaturan penebangan, dan angkutan tebu cukup penting agar keadaan tersebut diatas yaitu tebu yang telah ditebang dapat tiba di pabrik tepat waktu dan tepat jumlah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan demikian pula agar tebu yang diangkut tersebut dapat tiba ketujuannya (Sukarman, 1998).

  Pelaksanaan TRI dilakukan berdasarkan fungsi kelembagaan yaitu terkait di dalamnya: fungsi pelaksana meliputi petani TRI dan PG; fungsi pelayanan meliputi KUD, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP); fungsi pembinaan meliputi semua instansi yang terkait dalam koordinasi Satuan Pembina (SATPEM), Satuan Pelaksana (SATPEL) BIMAS.

  Kepala Daerah Tingkat II/Ketua SATPEL BIMAS beserta para Kepala Wilayah Pemerintahan bawahannya selaku ketua SATPEL BIMAS sampai dengan desa, bertanggung jawab atas terlaksananya program TRI. Dalam hubungan ini para Kepala Daerah/Kepala Wilayah harus mengusahakan: pengendalian pelaksanaan sistim/tata tanam glebagan secara lebih mantap; mengembangkan KUD agar dapat berfungsi dengan baik dalam pelaksanaan program TRI; terciptanya hubungan kerjasama yang baik dan serasi antara PG, KUD, dan kelompok tani. Kepala Daerah tingkat II/Ketua SATPEL BIMAS dengan memperhatikan pertimbangan dari PG dan Kantor Departemen Koperasi menetapkan KUD mampu untuk melaksanakan tugas penyediaan sarana produksi, penyaluran dan pengembalian kredit TRI.

  Pabrik Gula sebagai perusahaan pengelola mempunyai tanggung jawab operasional dan bertindak sebagai pimpinan kerja pelaksana budidaya tanaman tebu di wilayah kerjanya, serta bertanggung jawab dalam menyebarluaskan informasi hasil penemuan baru (inovasi) yang berasal dari lembaga-lembaga penelitian terutana dari BP3G, dibantu Cabang Dinas Perkebunan Daerah/Unit Pelaksana Proyek (UPP) TRI serta wajib memberikan buku pedoman teknis bercocok tanam tebu kepada semua kelompok tani di wilayah kerjanya. Sinder Kebun Kepala/Sinder Kebun Wilayah wajib menyusun rencana kerja dan pembiayaan pengelolaan kebun sesuai dengan buku kultur teknis di wilayahnya sebagai pedoman bagi kelompok tani dalam mengusahakan tanaman tebunya. Kelompok tani berdasarkan hamparan yang telah dibentuk dalam rangka sistim kerja latihan dan kunjungan, digunakan untuk menjamin pengelolaan usahatani tebu rakyat yang rasional. Masing-masing kelompok tani hamparan dipimpin oleh seorang Ketua Kelompok Tani.

  Koperasi Unit Desa (KUD) merupakan wadah kegiatan ekonomi yang melayani masyarakat pedesaan sesuai dengan kemampuannya masing-masing, melaksanakan fungsi penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti pupuk, pestisida, dan lain-lain, fungsi penyaluran dan pengembalian kredit dari petani, serta fungsi pemasaran hasil. Pendapatan atau keuntungan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Analisis pendapatan usaha tani dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat apakah suatu usaha tani menguntungkan atau merugikan, sampai seberapa besar keuntungan atau kerugian tersebut (Soekartawi, 2006).

  Faktor

  • – faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah luas usahatani, efisiensi kerja, dan efisiensi produksi. Luas usahatani yang sempit dapat mengakibatkan produksi persatuan luas yang tinggi tidak dapat tercapai. Sementara efisiensi kerja dan efisensi produksi yang tinggi meneyebabkan pendapatan petani semakin tinggi (Makeham dan Malcolm, 1991). Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara volume produksi yang diperoleh dengan harga jual. Harga jual adalah harga transaksi antara petani (penghasil) dan pembeli untuk setiap komoditas menurut satuan tempat. Satuan yang digunakan seperti satuan yang lazim dipakai pembeli/penjual seperti partai besar, misalnya: kg, kwintal, ikat, dan sebagainya (Soekartawi, 2006).
Pada dasarnya, pendapatan petani tebu banyak ditentukan oleh tingkat produksi, harga input, harga produksi, dan sistem bagi hasil. Bila harga dan bagi hasil yang telah ditentukan dapat menguntungkan petani tebu, maka tidak sia-sialah petani yang telah mengorbankan banyak biaya dan tenaga. Adapun penentuan bagi hasil dapat dilakukan berdasarkan pengukuran rendemen efektif (Tim Penulis PS, 1994).

  Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam sekitarnya, tenaga kerja, modal, serta peralatan. Namun demikian, ada beberapa pendapat yang memasukkan manajemen sebagai faktor produksi keempat walaupun tidak langsung (Suratiyah, 2008).

  Osburn dkk. (1978) menyatakan bahwa manajemen terdiri atas tiga hal yang saling berkaitan, yaitu manajemen sebagai suatu pekerjaan, manajemen sebagai sumber daya, dan manajemen sebagai prosedur. Jika manajemen sebagai suatu pekerjaan maka petani harus dapat menjabarkan dan merealisasikan idea tau buah pikirannya dalam mengelola usahataninya sehingga berhasil seperti yang dia inginkan. Manajemen sebagai sumber daya juga sangat penting karena sangat menentukan keberhasilan suatu usaha. Sebagai contoh, dua orang petani dengan luas lahan dan kondisi yang sama, pada saat yang sama dapat diperoleh hasil yang berbeda. Hal ini karena ditentukan oleh pengelolaan yang berbeda. Manajemen atau pengelolaan yang baik dan benar akan memberikan hasil yang baik pula.

  Proses kemasakan tebu merupakan proses yang berjalan dari ruas ke ruas. Tebu yang sudah mencapai umur masak, keadaan kadar gula di sepanjang batang seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk dan pangkal batang. Panen dilakukan dengan cara ditebang. Usahakan agar tebu ditebang saat rendemen pada posisi optimal, yaitu umur sekitar 10 bulan atau tergantung jenis tebu. Tebu yang berumur 10 bulan akan mengandung saccharose 10%, sedangkan yang berumur 12 bulan bias mencapai 13% (Suwarto dan Octavianty, 2010).

  Rendemen yang tinggi menjadi idaman setiap petani tebu. Hal itu berarti pendapatan bersih mereka menjadi lebih tinggi. Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Apabila tanaman tebu memiliki rendemen 10%, berarti dari setiap 1 ku tebu atau 100 kg tebu yang digiling akan dihasilkan gula seberat 10 kg. Perhitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.

  Rendemen = Sejumlah gula yang dihasilkan x 100% Sejumlah tebu yang digiling

  Secara umum biaya merupakan pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola usaha taninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

  Menurut Makeham dan Malcolm (1991: 93), biaya produksi merupakan jumlah dari dua komponen: (i) biaya tetap, yang tidak langsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang dihasilkan di atas lahan (biaya ini harus dibayar apakah menghasilkan sesuatu atau tidak). Menurut Hernanto (1991: 179), biaya yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: pajak tanah, pajak air, penyusutan alat dan bangunan pertanian, pemeliharaan kerbau, pemeliharaan pompa air, traktor dan lain sebagainya. Total biaya produksi adalah total biaya tidak tetap ditambah dengan total biaya tetap; (ii) biaya tidak tetap, yang secara langsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang diusahakan dan input variable yang dipakai. Biaya yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah baik yang merupakan kontrak maupun upah harian, dan sewa tanah.

  Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunity, Threats) adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (Strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.

  Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru .

2.3 Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu mengenai petani tebu yang melakukan kontrak dan yang tidak memiliki kontrak dengan PG adalah Yustika (2008). Yustika (2008) menyatakan bahwa biaya transaksi tertinggi berada pada petani yang tidak memiliki kontrak dengan pihak pabrik gula.

  Sutrisno (2009) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa penerimaan petani tebu di PG Mojo, Sragen dipengaruhi oleh kultur teknik, varietas tebu, pupuk, rendemen, dan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan usahatani tebu. Variabel yang paling mempengaruhi penerimaan petani adalah rendemen tebu.

2.4 Kerangka Pemikiran

  Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) adalah salah satu program nasional yang dilaksanakan berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 1975, yang merupakan salah satu usaha untuk peningkatan produksi gula dan meningkatkan pendapatan petani tebu. Pelaksanaan TRI dilakukan berdasarkan fungsi kelembagaan yaitu terkait di dalamnya: fungsi pelaksana meliputi petani TRI dan PG; fungsi pelayanan meliputi KUD, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Namun, dalam praktiknya fungsi kelembagaan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, tidak ada lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI, KUD ataupun penyuluh yang membantu petani dalam mengelola usaha tani tebu kecuali Pabrik Gula sebagai jasa penggiling. Maka, dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana sebenarnya mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).

  Usaha tani tebu yang dilaksanakan dengan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) terbagi atas TRI Mitra dan TRI Murni. TRI Mitra diusahakan di atas lahan PTPN sedangkan TRI Murni diusahakan di atas lahan sendiri. Pada dasarnya, pendapatan petani tebu banyak ditentukan oleh tingkat produksi, harga input, harga produksi, dan sistem bagi hasil. Adapun penetuan bagi hasil dilakukan berdasarkan pengukuran rendemen. Rendemen yang tinggi menjadi idaman setiap petani tebu. Hal itu berarti pendapatan bersih mereka menjadi lebih tinggi. Dalam praktiknya, tingkat produksi yang diperoleh TRI Mitra lebih tinggi dari TRI Murni karena pada TRI Mitra hasil panen dan rendemen harus sesuai dengan ketentuan atau target yang ditetapkan oleh pabrik sedangkan pada TRI Murni bergantung pada perlakuan petani itu sendiri. Adanya perbedaan hasil usaha tani tebu antara TRI Mitra dengan TRI Murni menghasilkan pendapatan yang berbeda.

  Pendapatan dihitung dengan selisih antara penerimaan dan pengeluaran dimana penerimaan diperoleh dari hasil perkalian penjualan dengan harga yang berlaku dan pengeluaran merupakan total biaya. Pendapatan yang rendah dibarengi dengan kewajiban untuk membayar sewa lahan membuat petani merugi, begitu juga dengan perbedaan pendapatan yang terjadi.

  Kondisi ini perlu dicari jalan keluar atau strategi dengan mengetahui apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha tani tebu dengan sistem TRI Mitra dan sistem TRI Murni.

  Gambar 1. Kerangka Pemikiran

  Keterangan: = menyatakan hubungan

  TRI Mekanisme Pelaksanaan

  TRI Murni TRI Mitra Pendapatan Pendapatan

  Besar Perbedaan Pendapatan

  Analisis SWOT Strategi

  Tingkat Produksi

  Tingkat Produksi

  Rendemen Rendemen Penerimaan Penerimaan

  Harga Jual Harga Jual Biaya

  Produksi Biaya

  Produksi Strategi

2.5 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka hipotesis penelitian ini dibuat sebagai berikut: 1)

  Pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra lebih tinggi daripada pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Murni.

Dokumen yang terkait

1. Mohon kesediaan Saudara untuk mengisi angket dengan memberikan identitas dan jawaban Saudara. 2. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang menurut Saudara paling tepat. - Pengaruh Pemberian Tugas Oleh Guru Kepada Siswa Terhadap Pemanfaatan Koleksi Pad

1 1 31

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perpustakaan Sekolah - Pengaruh Pemberian Tugas Oleh Guru Kepada Siswa Terhadap Pemanfaatan Koleksi Pada Perpustakaan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan

0 0 29

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Daya Terima Beras Analog Dari Tepung Ubi Kayu Sebagai Pangan Pokok Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupate Dairi Tahun 2014

0 0 7

Lampiran 1 : Bagan Penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III

0 0 25

Survei Pengaruh Budidaya Tanaman Kelapa Terhadap Persentase Serangan Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera;Scarabaeidae) di Kecamatan Hamparan Perak

0 0 13

BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri - Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Gangguan Aman Nyaman: Nyeri pada Post Sectio Caesaria di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 0 25

BAB II KEWENANGAN KANTOR URUSAN AGAMA DALAM MEMASTIKAN KEABSAHAN IDENTITAS CALON MEMPELAI A. Tata Cara Kantor Urusan Agama Dalam Melakukan Pengesahan Pencatatan Perkawinan - Tinjauan Yuridis Pembatalan Pernikahan Akibat Menggunakan Dokumen/Keterangan Pals

0 1 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tinjauan Yuridis Pembatalan Pernikahan Akibat Menggunakan Dokumen/Keterangan Palsu (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 776/Pdt.G/2009/PA/Mdn)

0 2 29

TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN PERNIKAHAN AKIBAT MENGGUNAKAN DOKUMEN KETERANGAN PALSU (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN NO. 776PDT.GPAMDN) TESIS

0 0 13

Analisis Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 0 25