Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu

  

DAFTAR ISI

Halaman

  

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................... iv

DAFTAR ISI................................................................................................................................... v

ABSTRAK ...................................................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................

  1 1.1.Latar Belakang .............................................................................................

  1 1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................

  5 1.3. Tujuan Penulisan .........................................................................................

  5 1.4. Manfaat Penulisan .......................................................................................

  6 1.5. Metode Penelitian ........................................................................................

  7

  1.6. Tinjauan Kepustakaan ................................................................................. 11

  1.7. Keaslian Penulisan ...................................................................................... 16

  1.8. Sistematika Penulisan .................................................................................. 16

  

BAB II PENGATURAN HUKUM DALAM PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH . 18

  2.1 Pengertian Pengadaan Tanah ........................................................................ 18

  2.2 Asas dan Tujuan Pengadaan Tanah .............................................................. 21

  2.3 Dasar Hukum dan Perkembangan Kebijakan Peraturan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum ........................................................................... 27

  2.4 Gambaran Umum Pengadaan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu ...... 39

  BAB III KENDALA-KENDALA DALAM PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH JALAN ARTERI BANDARA KUALANAMU ......................................................... 45

  3.1 Dasar Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu.................................................................................................... 45

  3.2 Proses Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu .... 46

  3.3 Kendala-Kendala Dalam Pengadaan Tanah Jalan Arteri Bandara

  3.4 Data Yuridis Lahan, Bangunan, dan Tanaman yang Belum dibayarkan dalam Pengadaan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu ......................... 73

  BAB IV KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH JALAN ARTERI BANDARA KUALANAMU .......................................... 80

  4.1 Sejarah Tanah Perkebunan PTPN II ............................................................. 80

  4.2 Kepastian Hukum dalam Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu ..................................................................................... 85

  4.3 Data Yuridis Proses Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu.................................................................................................... 90

  4.4 Upaya Pemerintah dan Masyarakat dalam Penyelesaian Sengketa Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu ............... 98

  

BAB V PENUTUP ..................................................................................................................... 108

  5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 108

  5.2 Saran ............................................................................................................. 110

  

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak rakyat Indonesia untuk terus-menerus menigkatkan kesejahteraan dan kemakmuran secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat ke arah penyelenggaraan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila. Untuk itu, pembangunan diarahkan untuk mencapai kemajuan dan

   kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat.

  Kemakmuran yang adil dan merata tersebut hanya akan dapat dicapai melaui

  

  pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan, baik fisik, selalu memerlukan tanah sebagai wadah dari kegiatan pembangunan tersebut. Kebutuhan akan tanah dalam masa pembangunan sangat meningkat bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, karena pada umumnya hampir semua sektor pembangunan tersebut, pemerintah mengadakan atau menyediakan tanah berdasarkan UUPA, dengan kebijakan melalui pencabutan, pembebasan, dan pelepasan hak-hak atas tanah. Sebagai perwujudan dari konsep pembangunan diatas, pemerintah telah melakukan pembangunan di berbagai bidang antara lain fasilitas untuk kepentingan umum misalnya pembangunan di bidang pendidian, sosial, hankam, pemukiman, industri dan proyek-proyek yang bersifat mencari

   keuntungan atau yang tidak mencari keuntungan.

  Satu persoalan hukum pertanahan yang kelihatannya tidak pernah diperbincangan dan dikaji orang adalah persoalan mengambil tanah kepunyaan masyarakat untuk 1 Lihat, “Rencana Pembangunan Lima Tahun Kelima 1989/1990-19931994” Republik Indonesia, hlm.

  17. 2 Kalo, Syaffruddin, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jakarta, 2004,

  kepentingan umum proyek pembangunan yang dikenal dengan “Pembebasan Tanah” atau “Pencabutan Hak Atas Tanah” dan “Pengadaan Tanah”. Hal ini memang menyangkut persoalan paling kontroversi mengenai masalah pertanahan. Pada satu pihak tuntut pembangunan sedemikan mendesak sedangkan pada pihak lain persediaan tanah sudah mulai terasa sulit. Berjalanannya proses pembangunan di Indonesia memaksa harga tanah pada berbagai tempat untuk melambung akan tetapi juga telah menciptakan suasana dimana tanah sudah mempunyai nilai yang tinggi, sehingga besar kemungkinan pembangunan selanjutnya akan mengalami kesulitan dalam mengejar laju pertumbuhan harga tanah dimaksud.

  Persoalan pembebasan tanah, pencabutan hak atau pengadaan tanah selalu menyangkut dua dimensi yang harus ditempatkan secara seimbang yaitu “kepentingan pemerintah” dan “kepentingan masyarakat”. Dua pihak yang terlibat yaitu “Penguasa” dan “Rakyat” harus sama-sama saling memperhatikan dan menaaati ketentuan yang berlaku. Bilamana hal tersebut tidak diindahkan akan timbul persoalan-persoalan seperti yang sering kita baca dalam publikasi berbagai media masa, dimana pihak penguasa dengan “keterpaksaannya” melakukan tindakan yang dinilai bertentangan dengan hak asasi dan sebagainya, sedangkan rakyat mau tidak mau melakukan apa saja untuk menempatkan apa yang diyakininya sebagai hak yang harus dipertahankannya.

  Bagi pihak pemerintah/penguasa penilaiannya dilakukan secara berbeda. Segala peraturan yang berkenaan dengan masalah tersebut sudah dianggap diketahui, walaupun mungkin masih banyak aparat pelaksanannya kurang memahami secara tepat atau mempunyai interprestasi yang berbeda terhadap suatu ketentuan yang mengatur masalah tersebut. Namun bukan mustahil pula ketentuan tersebut dirasakan cukup mengekang mereka sehingga sulit mengambil “kebijaksanaan” yang sebaik-baiknya dalam masalah tersebut. Akan tetapi bagi rakyat, perlakuan yang dikenakan pada tanahnya hanya akan dinilai merugikan atau tidak. Yang jelas mereka punya ukuran didalamnua terkait berbagai kepentingan dan mengenai “nilai” tanah tersebut, sehingga padanya ada nilai yang bersifat fakta dan ada pula yang bersifat ideal. Apa yang dipersoalkan dalam pembebasan tanah tidak mungkin berkisar lebih dari nilai fakta, dan makah dalam mereka masih dituntut untuk “berkorban” atau memberikan pengorbanan berupa kerelaan menurunkan permintaannya dari nilai fakta yang ada.

  Pemerintah melaksanakan pembebasan sebagian besar dipergunakan untuk pembangunan proyek pemerintah atau fasilitas umum, seperti kantor pemerintah, jalan raya, pelabuhan, lapangan udara, dsb. Pola sengketa berkisar ; antara rakyat dan pemerintah, antara rakyat dan swasta (yang didukung oleh orang-orang pemerintah) mengenai besarnya ganti rugi antara rakyat dengan pihak perkebunan serta kehutanan mengenai tanah garapan antara rakyat dengan rakyat itu sendiri mengenai masalah kepemilikan,penggarapan, warisan, sewa menyewa. Bahwa sengketa tersebut diantaranya karena manipulasi pejabat atau panitia pengadaan tanah dan kecilnya ganti rugi atas tanah

   yang diambil.

  Rakyat pada umumnya tidak mengetahui ketentuan hukum mengenai hal pengadaan tanah, sehingga menjadi bingung dengan sikap pemerintah yang ingin mengambil tanahnya secara tidak layak. Berpangkal dari ketidaktahuannya itu apapun yang bisa mereka lakukan asal menyangkut tanahnya mau ia lakukan. Persoalannya tidak bisa dinilai apakah perbuatan itu melanggar hukum atau tidak. Keadaan itu bukannya tidak diketahui oleh orang yang memerlukan tanah akan tetapi dengan berbagai alasan untuk melaksanakan proyek yang telah direncanakan tetap dilakukan pembebasan dengan ganti rugi. Sehingga sulit bagi yang membutuhkan tanah untuk menentukan kepada siapa ganti rugi tersebut diberikan. Oleh karena itu banyak dijumpai pembayaran ganti rugi dilakukan pada orang yang sebenarnya tidak berhak yang akan menimbulkan sengketa.

  Bilamana persoalannya sudah menjadi demikian maka berkembanglah suatu keresahan yang dapat mengganggu stabilitas sosial. Penanggulangannya lalu bukan lagi berupa penanggulangan maslah tanah, tetapi bergeser menjadi penanggulangan masalah

  

  sosial bahkan politik. Permasalahannya akan semakin rumit bilmana para pihak penguasa memanfaatkan kelemahan yang ada pada rakyat seperti bahwa tanah itu tidak sah, tanah tersebut adalah tanah Negara bukan milik rakyat dan sebagainya sehingga semula ketentuan yang menyangkut pembebasan tanah dan pencabutan tidak perlu dilakukan. Dalam hal ini penggusuran yang mengandung unsur kekerasan banyak dijalankan, pertimbangannya memang praktis tanah tersebut bukan milik rakyat karenannya tidak ada pembebasan tanah, apalagi pencabutan hak. Konflik tersebut juga sering terjadi antara pemerintah dengan rakyat atau antara rakyat dengan pihak swasta yang membutuhkan tanah, ini disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar instansi yang

  

  terkait di bidang pertanahan. Misalnya tidak adanya sinkronisasi antara suatu sektor dengan sektor lainnya. Banyak sekali peraturan yang tidak berjalan, namun saling bertabrakan dengan peraturan lainnya.

  Peraturan hukum mengenai pencabutan, pembebasan, dan pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan Negara maupun swasta dalam praktik, pelaksanaan peraturan tersebut belum berjalan sesuai dengan isi dari ketentuan tersebut. Sehingga, pada satu pihak timbul kesan seakan-akan hak dan kepentingan rakyat pemilik tanah, tidak 5 Abdurrhahman, H, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, mendapat perlindungan hukum. Sedangkan dari pemerintah atau pihak yang memerlukan tanah juga mengalami kesulitan dalam memperoleh tanah untuk membangun proyeknya, secara fakta pelaksanaan pencabutan, pembebasan, dan pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan umum bernuansa konflik, baik dari peraturan dan paradigma hukum,dan pelaksanaaan praktik peraturan tersebut di lapangan oleh para penegak hukum,

  

  pemerintah, dan masyarakat. Dengan latar belakang demikian, sehingga penulis mengangkat beberapa permasalahan dalam karya ilmiah ini. Antara lain akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

  1.2. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana pengaturan hukum dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum?

  2. Apa yang menjadi kendala-kendala dalam pelaksanaan pengadaan tanah jalan arteri bandara kualanamu?

  3. Bagaimana kepastian hukum terhadap pelaksanaan pengadaan tanah yang dilakukan di jalan arteri bandara kualanamu?

  1.3. Tujuan Penulisan a.

  Mendapatkan pengetahuan tentang gejala hukum tertentu b.

  Memperdalam pengetahuan tentang suatu gejala hukum, terutama tentang pengadaan tanah.

  c.

  Mendapatkan keterangan tentang frekuensi peristiwa hukum tertentu.

  d.

  Memperoleh dan menganalisis data tentang hubungan gejala hukum dalam penelitian

   dengan gejala lainnya.

  e.

  Menggunakan teori yang relevan dengan permasalahan dan 7 8 Syaffruddin, Opcit, hlm. 5

  mengoperasionalisasikan konsep.

  f.

  Menganalisis kesesuaian peraturan dalam pengadaan tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu.

  g.

  Menganalisis perlinduangan hukum terhadap masyarakat yang terkena pengadaan tanah.

  h.

  Menuliskan hasil penelitian secara sistematis dan logis, sesuai dengan format dan etika ilmu pengetahuan.

1.4. Manfaat Penulisan 1.

  Manfaat Secara Teoritis a.

  Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan. Memberikan pengalaman kepada penulis untuk menerapkan dan memperluas wawasan teori hukum dan penerapannya di masyarakat. Analisa yang dilakukan dapat membantu untuk mengetahui bagaimana sistem aplikasi ini bekerja.

  b.

  Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi wahana pengetahuan mengenai pengadaan tanah bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang Proses Pengadaan tanah dan analisa kasus pengadaan tanah yang ada di Indonesia.

2. Manfaat Secara Praktis

  a.

  Bagi Mahasiswa Menambah wawasan mahasiswa dalam Hukum Pengadaan Tanah dan menambah perkembangan di bidang ilmu pengetahuan. Skripsi ini juga diharapkan dapat memudahkan mahasiswa untuk belajar menulis karya tulis ilmiah sebagai landasan untuk lebih mahir dalam menulis skripsi secara sistematis dan dikaitkan dengan teori-teori hukum yang ada.

  b.

  Bagi Praktisi Dengan adanya skripsi ini, diharapkan dapat membantu memudahkan para praktisi hukum dalam menganalisis dan menyelesaikan masalah pengadaan tanah di Indonesia yang berkaitan dengan skripsi ini.

  c.

  Bagi Masyarakat Memudahkan masyarakat dalam memahami bagaimana perlindungan hukum yang diberikan Undang-Undang terhadap masyarakat yang terkena proses pengadaan tanah, khususnya masyarakat yang terkena pengadaan tanah di jalan arteri Bandara Kualanamu untuk lebih mudah memahami kronologi kasus dan penyelesaian atas sengketa tanah mereka secara hukum.

1.5. Metode Penelitian Metode merupakan cara untuk mengungkapkan kebenaran yang objektif.

  Kebenaran tersebut merupakan tujuan, sementara metode itu adalah cara. Penggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkapkan benar-benar berdasarkan bukti ilmiah yang kuat. Oleh karena itu, metode dapat diartikan pula sebagai prosedur atau

  

  rangkaian cara yang secara sistematis dalam menggali kebenaran ilmiah. Sedangkan penelitian dapat diartikan sebagai pekerjaan ilmiah yang harus dilakukan secara sistematis, teratur dan tertib, baik mengenai prosedurnya maupun dalam proses berfikir tentang materinya .

  a. Jenis Metode Penelitian

  Dalam skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan Metode Penelitian Hukum Empiris. Metode penelitian hukum empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat penerapan hukum di lapangan dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti penerapan hukum dalam pengadaan tanah di lapangan, khususnya pengadaan tanah jalan arteri bandara kualanamu, maka metode penelitian skripsi ini adalah metode penelitian hukum empiris atau dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Penelitian ini diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah. Dalam hal ini, penulis mengadakan penelitian dan menguji data empiris di lapangan (Jalan Arteri Bandara Kualanamu) dan Badan Pertanahan Kabupaten Deli Serdang.

  b. Teknik Pengumpulan Data 1.

  Library Research (Studi Kepustakaan) yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

  2. Field Research (Studi Lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke lapangan. Perolehan data ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan pihak masyarakat yang terkena pengadaan tanah jalan arteri bandara kualanamu dan pihak Badan Pertanahan Nasional Deli Serdang selaku instansi pemerintah terkait.

c. Sumber Data

   1.

  Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan dengan cara melalui wawancara langsung dengan pegawai bidang pengadaan tanah Badan Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dan wawancara dengan masyarakat jalan arteri bandara kualanamu yang terkena pengadaan tanah.

2. Data Sekunder

  Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis terhadap segi-segi hukum pengadaan tanah.

  Selain itu tidak menutup kemungkinan diperoleh melalui bahan hukum lain, dimana pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, serta menelaah data yang terdapat dalam buku, literature, tulisan- tulisan ilmiah, dokumen-dokumen hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Bahan-bahan hukum tersebut berupa: a.

  Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, seperti: i.

  Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 ii.

  UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. iii.

  UU Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas tanah dan benda yang ada diatasnya. iv.

  UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM v. Keputusan Presiden RI Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan. vi.

  Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 tentag Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. vii.

  Peraturan Presiden RI Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 tentag Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. viii.

  Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. ix.

  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah b. Bahan Hukum Sekunder

  Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang tidak mengikat dan memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil-hasil Penelitian, karya dari kalangan hukum, pendapat-pendapat ahli yang ada di dalam buku, jurnal, dan internet.

  c.

  Bahan Hukum Tertier Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup : i.

  Bahan-bahan yang member petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder. ii.

  Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier diluar bidang hukum seperti kamus, ensiklopedia, majalah, Koran, makalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.

d. Analisis Data

  Analisis data dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data yang secara jelas serta diuraikan ke dalam bentuk kalimat sehingga dapat diperoleh gambaran jelas yang berhubungan dengan skripsi ini. Data dalam skripsi ini merupakan hasil wawancara kepada pihak pegawai bagian pengadaan tanah BadanPertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang dan masyarakat jalan arteri bandara kualanamu.

1.6. Tinjauan Kepustakaan

a. Konsepsi Mengenai Tanah

  Tanah merupakan salah satu komponen hak asasi manusia, maka setiap orang harus diberi hak dan akses untuk memperoleh, memanfaatkan, dan mempertahankan bidang tanah yang sudah atau yang akan dipunyainya. Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat berarti bagi eksietensi seseorang, kebebasan dan harkat dirinya sebagai manusia, sehingga pemenuhannya harus selalu diupayakan, Setiap kebijakan dan tindakan pemerintah yang bermaksud untuk mengurangi dan meniadakan hak atas tanah dan hak-hak lain yang ada di atasnyamilik warga masyarakat, akan mempengaruhi terhadap keberadaan dan keutuhan HAM.

   Diatas sebidang tanah, manusia juga dapat membangun jalan, jembatan, dan

  kepentingan umum lainnya. Mengingat sangat terbatasnya kemampuan lahan menyediakan tata ruang, kebutuhan akan lahan ini dapat menimbulkan pembenturan kepentingan berbagai pihak, baik dalam hal kepemilikan maupun peruntukkannya. Masalah pencabutan, pembebasan, dan pelepasan hak atas tanah sering menimbulkan persoalan yang kontroversial, dimana kebutuhan tanah, baik untuk pembangunan yang dilakukan pemerintah maupun swasta terus meningkat, sedangkan persediaan tanah menjadi komoditas ekonomi yang tinggi sehingga nilai tukar tanah cenderung naik sesuai dengan permintaan pasar.

  Di Indonesia, pengertian tanah dipakai dalam arti juridis sebagai suatu pengertian yang dibatasi dalam UUPA, yakni tanah hanya merupakan permukaan bumi saja. Dengan demikian, jelas tanah dalam pengertian juridis adalah permukaan bumi (Pasal 4 ayat 1). Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu dari permukaan bumi yang memiliki batas dan dimensi. Jadi, tanah yang diberikan dengan hak-haknya tersebut penggunaannya hanya terbatas pada permukaan bumi saja.

  Oleh karena itu,dalam pasal 4 ayat 2 UUPA dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk menggunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang bersangkutan yang disebut tanah, tetapi juga tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air

  

  serta ruang angkasa. Maka yang mempunyai hak-hak atas tanah tersebut adalah tanahnya sendiri.

  Dalam hal penyediaan tanah untuk kepentingan umum atau pembangunan, akan

  

  dialami kesulitan dalam mengejar lajunya pertumbuhan harga tanah tersebut. Pada umumnya diperlukan proyek untuk pembangunan yang sudah dimiliki hak nya masing- masing oleh masyarakat yang melakukan penguasaan tanah tanpa hak, dengan berbagai macam alas hak secara yuridis. Namun demikian, banyak pula warga masyarakat yang 12 Republik Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok melakukan penguasaan tanah secara tanpa hak, baik untuk mendirikan pemukiman maupun untuk menggarap tanah tersebut sebagai tanah pertanian. Mereka ini melakukan tindakan melawan hukum, akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak yang dibiarkan melakukannya secara bebas. Misalnya, di Sumatera Utara adalah penggarap-penggarap di atas tanah perkebunan. Persoalannya baru timbul bilamana pihak penguasa ingin memerlukab tanah untuk suatu keperluan pembangunan ekonomi, di areal yang ditempati secara liar oleh masyarakat. Maka para penghuni liar tersebut bisa juga menuntut hak sebagaimana selayaknya seorang pemegang hak atas tanah, walaupun sebenarnya ia tidak berhak karena persoalan tanah bukan hanya sekedar persoalan hukum, akan tetapi merupakan suatu persoalan multidimensi, dan satu dianataranya “dimensi kemanusiaan” maka untuk menyelesaikan persoalan ini, aspek manusia perlu untuk diperhatikan dan diperhitungkan.

b. Pengertian Pengadaan Hak Atas Tanah

  Dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, pengadaan hak atas Tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah

   tersebut.

  Di dalam mengenai besarnya ganti rugi, Panitia Pembebasan Tanah harus mengadakan musyawarah dengan para pemilik/pemegang hak atas tanah dan/atau benda/ tanaman yang ada di atasnya berdasarkan harga umum. Panitia Pembebasan Tanah berusaha agar dalam menentukan besamya ganti rugi terdapat kata sepakat di antara para anggota 14 Panitia dengan memperhatikan kehendak dari para pemegang hak atas tanah. Jika terdapat perbedaan taksiran ganti rugi di antara para anggota Panitia itu, maka yang dipergunakan adalah harga rata-rata dari taksiran masing- masing anggota. Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan setelah mempertimbangkan dari segala segi, dapat mengambil keputusan yang bersifat mengukuhkan putusan Panitia Pembebasan Tanah atau menentukan lain yang ujudnya mencari jalan tengah yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

c. Konsepsi Kepentingan Umum

  Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ini diatur bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Lebih lanjut, dalam Pasal 10 diatur mengenai jenis pembangunan yang dapat dikategorikan sebagai Kepentingan Umum,

  

  yaitu: 1. pertahanan dan keamanan nasional; 2. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

  3. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;

  4. pelabuhan, bandar udara, dan terminal; 5. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi; 6. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; 7. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah; 8. tempat pembuangan dan pengolahan sampah; 9. 15 rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;

  10. fasilitas keselamatan umum; 11. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; 12. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; 13. cagar alam dan cagar budaya; 14.

  Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa; 15. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;

  16. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah; 17. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan 18. pasar umum dan lapangan parkir umum.

  Menurut UU Nomor 2 Tahun 2012 menjelaskan Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

   Karena kegiatan tersebut

  mempunyai sifat kepentingan umum, maka juga menyangkut kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara untuk pembangunan. Kepentingan bangsa dan negara, setidaknya memberikan penjelasan dari UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, tercantum dalam Penjelasan Umum butir 2 menyebutkan bahwa Negara/pemerintah bukanlah subjek yang dapat mempunyai hak milik, demikian pula tidak dapat sebagai subjek jual-beli dengan pihak lain untuk kepentingannya sendiri. Dalam arti bahwa Negara tidak dapat berkedudukan sebagaimana individu. Menurut Prof. Dr. M. Yamin, bahwa Negara sebagai organisasi kekuasaan dalam tingkatan-tingkatan tertinggu diberi kekuasaan sebagai badan penguasa 16 Ibid, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 17 untuk menguasai bumi, air, dan ruang angkasa dalam arti bukan memiliki. Dengan demikian,Negara hanya diberi hak untuk mengiasai danmengatur dalam rangka kepentingan

   kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

  1.7. Keaslian Penulisan

  Penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan asli dari penulis sendiri. Penulis juga telah mencantumkan sumber yang jelas yang merupakan kutipan-kutipan yang diambil dari buku-buku karangan orang lain.

  Judul skripsi ini juga telah melewati pemeriksaan dari Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara / Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU dan berdasarkan hasilnya, judul yang penulis buat tidak memiliki kesamaan dengan judul skripsi yang telah ada sebelumnya.

  Dengan demikian penulisan skripsi ini tidaklah sama dengan penulisan skripsi yang pernah ada, karena skripsi ini masih asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

  1.8. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan ini dibagi atas beberapa Bab, dimana dalam Bab terdiri dari unit-unit Bab demi Bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian : Bab I. Pendahuluan

18 Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-

  Dalam Bab ini memuat latar belakang penelitian, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Keaslian Penulisan, Sistematika Penulisan.

  Bab

  II. Pengadaan Tanah Menurut UU Nomor 2 Tahun 2012 Dalam Bab ini akan diuraikan membahas dan menguraikan defenisi pengadaan tanah, memuat hal mengenai landasan hukum tata cara pelaksanaan pengadaan tanah dalam pembangunan kepentingan umum berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2012.

  Bab

  III. Tinjauan Hukum Terhadap Kepastian Hukum Pengadaan Tanah Dalam Bab ini akan diuraikan membahas dan menguraikan konflik pengadaan tanah untuk kepentingan umum, tata cara pencabutan hak atas tanah dan pembebasan tanah, prosedur pencabutan hak dan pembebasan tanah.

  Bab IV. Prosedur Pelaksanaan Pengadaan Tanah Eks HGU PTPN II Jalan Arteri Bandara Kualanamu. Dalam Bab ini akan diuraikan membahas dan menguraikan kronologis pelaksanaan pengadaan tanah jalan arteri bandara kualanamu, data-data yuridis status hak dan pemberian ganti rugi terhadap masyarakat, dan penyelesaian sengketa pelaksanaan pengadaan tanah jalan arteri bandara Kualanamu.

  Bab V. Kesimpulan dan Saran

  Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hal yang dibahas dan diuraikan dalam bab-bab sebelumnya sebagai hasil analisis penulisan dan permasalahan dalam skripsi