Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (Rsj) Provinsi Sumatera Utara

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) A. Pengertian Kebijakan Dan Kebijakan Pemerintah 1. Pengertian Kebijakan Istilah kebijakan yang dipergunakan adalah identik dengan istilah

  kebijaksanaan yang lazim dipergunakan sehari – hari dalam arti yang sempit dalam hal ini diartikan “ kebijakan sama dengan kebijaksanaan dikurangi kebajikan atau kebijaksanaan sama dengan kebijakan ditambah kebajikan “. Seorang raja atau penguasa yang “bijaksana” adalah yang memiliki baik sifat – sifat yang berdasarkan pada kebijakan maupun kebajikan atau dengan kata lain ia telah banyak menjelmakan kebijaksanaan dalam bentuk kebijakan dan kebajikan. Istilah administrasi dipergunakan dalam arti administrasi negara.

  Kebijakan dalam praktik mempunyai 2 (dua) arti, yaitu sebagai berikut : a. Kebijakan dalam arti kebebasan, yang ada pada subjek tertentu (atau yang disamakan dengan subjek). Untuk memiliki alternatif yang diterima sebagai yang terbaik berdasarkan nilai – nilai hidup bersama atau negara terrtentu dalam penggunaan kekuasaan tertentu yang ada pada subjek tersebut dalam mengatasi problematik manusia dalam hubungan dengan hidup bersama dalam negara tersebut. Dengan kata lain, kebijakan adalah ruang lingkup kebebasan tertentu dalam pengambilan alternatif yang diterima sebagai yang terbaik berdasarkan nilai – nilai masyarakat atau negara tertentu dalam

  18 mengatasi problematik manusia dalam rangkaian hidup bersama atau negara tertentu pada waktu tertentu dan tempat tertentu.

  b.

  Kebijakan dalam arti kata keluar, untuk mengatasi problematik manusia dalam hubungan dengan hidup bersama atau negara tertentu, sebagai hasil penggunaan kebebasan memilih yang diterima sebagai yang terbaik berdasarkan nilai – nilai hidup bersama atau negara tertentu. Dengan kata lain, jalan keluar dalam mengatasi problematik manusia yang dimaksud sebagai hasil kebebasan dalam memilih sebagai yang terbaik dalam waktu dan tempat berdasarkan nilai – nilai masyarakat atau negara tertentu

  Kebijakan secara teknis perlu dibedakan dari kebajikan. Keduanya berbeda dalam tujuan, dasar eksistensi, dan pertanggungjawaban. Bagi orang awam, kebijaksanaan, kebijakan, dan kebajikan dipergunakan secara bercampur baur dengan tidak membedakannya secara terinci dan prinsipil.

  a) Tujuan

  Tujuan kebajikan adalah kepuasan atau ketentraman serta kepentingan dari penentu dan pengambil putusan kebajikan sesuai seleranya.

  Tujuan kebijakan adalah kepuasan atau ketentraman serta kepentingan dari penentu dan pengambil putusan kebijakan dalam hubungan dengan kepuasan atau ketentraman serta kepentingan dari yang dikenai kebijakan, yaitu rakyat.

  Dalam negara modern demokrasi, rakyat adalah pemegang kedaulatan dalam atau adalah pelaku negara. Dengan demikian, kebijakan administrasi tertuju kepada rakyat serta demi kepentingan rakyat karena administrasi negara ada atau diadakan demi kepentingan rakyat sebagai pelaku negara. Oleh karena itu, dalam negara modern demokrasi, tidak ada tempat bagi kebajikan untuk administrasi, kebajikan administrasi hanya ada dalam negara penguasa.

  b) Dasar eksistensi

  Kebajikan berdasar pada kedaulatan adalah putusan yang terpuji karena menyenangkan yang dikenai putusan, yaitu rakyat yang adalah objek. Status kebajikan adalah sebagai rahmat atau karunia (hadiah) bagi yang dikenai.

  Kebijakan berdasar pada kedaulatan limpahan atau kewajiban limpahan atau kewajiban sebagai materi hukum. Dengan kata lain, ia berdasar pada moralitas atau hukum.

  Kebajikan adalah kebijakan yang baik dilihat dari sudut yang dikenai kebijakan, yang tidak berdasarkan pada non hukum atau materi hukum pada waktu dan tempat tertentu melainkan berdasarkan semata – mata pada kekuatan faktual.

  c) Pertanggungjawaban

  Pada kebijakan selalu terkait dengan pertanggungjawaban, yaitu pertanggungjawaban moral atau pertanggungjawaban hukum atau kedua- duanya.

  Yang ideal adalah bahwa kebijakan itu dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun secara hukum.

  Pada kebajikan tidak terkait pertanggungjawaban. Pada kebajikan hanya terkait kekaguman atau penghargaan terhadap kebaikan budi dari penentu kebajikan.

  Kebajikan adalah bentuk yang terpuji (yang mengagumkan) dari

  14 _____________________________________________________________ kebijaksanaan yang irasional, sedangkan kebijakan adalah bentuk yang rasional. 14 Willy D.S. Voll, Op.Cit. hal. 133-140

2. Pengertian Kebijakan Pemerintah

  Didalam penyelenggaraan tugas – tugas administrasi negara, pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan yang dituangkan dalam berbagai bentuk seperti

  

beleidslijnen (garis – garis kebijakan), het beleid (kebijakan), voorschtiften

  (peraturan – peraturan), richtlijnen (pedoman – pedoman), regelingen (petunjuk – petunjuk), circulaires (surat edaran), resoluties (resolusi – resolusi),

  

aanschrijvingen (intruksi – intruksi), beleidsnota’s (nota kebijakan), reglemen

(ministriele) (peraturan – peraturan menteri), beschikkingen (keputusan –

  keputusan), en bekenmakingen (pengumuman – pengumuman). Menurut Philipus M. Hadjon, peraturan kebijakan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha negara yang bertujuan “naar buiten gebracht schricftelijk

  

beleid”, yaitu menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis. Peraturan kebijakan

  hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas – tugas pemerintahan, karenanya tidak dapat mengubah ataupun menyimpangi peraturan perundang – undangan. Peraturan ini adalah semacam hukum bayangan dari undang – undang atau hukum. Oleh karena itu, peraturan ini disebut pula dengan istilah psudo-wetgeving (perundang – undangan semu) atau spigelsrecht (hukum bayangan / cermin).

  Secara praktis kewenangan diskresioner administrasi negara yang kemudian melahirkan peratutan kebijakan, mengandung dua aspek pokok; pertama, kebebasan menafsirkan mengenai ruang lingkup wewenang yang dirumuskan dalam peraturan dasar wewenangnya. Aspek pertama ini lazim dikenal dengan kebebasan menilai yang bersifat objektif. Kedua, kebebasan untuk menentukan sendiri dengan cara bagaimana dan kapan wewenang yang dimiliki administrasi negara itu dilaksanakan. Aspek kedua ini dikenal dengan kebebasan menilai yang bersifat subjektif.

  Bagir Manan menyebutkan ciri – ciri peraturan kebijakan sebagai berikut : a. Peraturan kebijakan bukan merupakan peraturan perundang – undangan.

  b.

  Asas – asas pembatasan dan penguji terhadap peraturan perundang – undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijakan.

  c.

  Peraturan kebijakan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang tidak ada dasar peraturan perundang – undangan untuk membuat keputusan peraturan kebijakan tersebut.

  d.

  Peraturan kebijakan dibuat berdasarkan Freies Ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang – undangan.

  e.

  Pengujian terhadap peraturan kebijakan lebih diserahkan pada doelmatigheid dan karena itu batu ujinya adalah asas – asas umum pemerintahan yang baik.

  f.

  Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan, intruksi, surat edaran, pengumuman dan lain – lain, bahkan dapat

  15 dijumpai dalam bentuk peraturan.

  ______________________________________ 15 Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara,Edisi Revisi,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2010,hal. 174-179

  ______________________________________ 16 M.Solly Lubis,Diktat Kuliah Teori Hukum, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara,2006,hal 28

  Istilah “pemerintah” dan “pemerintahan” sering dikaitkan dan dipadankan dengan istilah asing antara lain administratie, administration, bestuur, regeling,

  

dan government, dan dalam bahasa indonesia digunakan juga istilah

  “administrasi” dan “tata usaha negara”.”government” menurut bahasa diartikan dengan pemerintah.

  Terdapat beberapa pengertian pemerintah menurut para ahli,antara lain adalah : a.

  M. Solly Lubis Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pemerintah diartikan dalam 2 (dua) pengertian, yaitu : Pertama; pemerintah dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas pemerintah adalah semua lembaga – lembaga negara baik lembaga eksekutif, legislatif maupun lembaga yudikatif. Dalam arti sempit pemerintah hanya lembaga eksekutif saja.

  Kedua; pemerintah dalam 3 (tiga) arti , yaitu : 1)

  Pemerintah adalah keseluruhan lembaga – lembaga kekuasaan negara 2)

  Pemerintah diartikan lembaga eksekutif saja (Presiden - Republik), Raja (Monorchie) dengan jajarannya/poros lurus.

  3) Pemerintah dalam arti Top Administrator saja, seperti Vatikan – Paus,

  Soviet - Eks Unisoviet, Presiden – Presidensiil, Perdana Menteri – Parlementer.

  Tegasnya pemerintah (government) adalah alat kelengkapan negara untuk mencapai tujuan negara. Oleh karenanya, pemerintah seringkali menjadi personifikasi sebuah negara.

  16 b.

  Menurut Wilson sebagaimana yang dikonstatir Ateng Syafrudin Pemerintah adalah suatu kekuatan yang terorganisir yang merupakan hasil perbuatan beberapa orang atau sekelompok orang yang dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk merealisir maksud – maksudnya bersama referensi – referensi yang dapat menangani persoalan – persoalan umum atau masyarakat.

  c.

  Kuntjoro Purbopranoto berpendapat bahwa pemerintah dalam “arti luas” adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya, mencakup ketiga kekuasaan negara dalam ajaran “trias politica” yang digagas oleh Mountesquieu yaitu : kekuasaan pembentukan undang – undang (la puissance

  legislative), kekuasaan pelaksana (la puissance executive), dan kekuasaan peradilan (la puissance de juger).

  d.

  N.E Algra et al. mengemukakan pengertian “pemerintah” dalam “arti sempit” yaitu “bestuur”, yang meliputi bagian tugas pemerintah yang tidak termasuk tugas pembuatan undang – undang (legislatif) atau tugas peradilan

  17 (yudikatif).

  Dalam menjalankan kebijakan pemerintah dikenal tiga sumber kewenangan pemerintah, yaitu “atribusi”, “delegasi”, dan “, “mandat”. Ketiga sumber wewenang pemerintah tersebut dibicarakan lebih lanjut dibawah ini : a.

  Atribusi Kekuasaan pemerintah yang langsung diberikan undang – undang disebut

  “atribusi”. H.D. Van Wijk memberikan pengertian “attributie” atau atribusi

  ______________________________________ 17 Irfan Fachruddin,Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, Cetakan Pertama, PT Alumni, Bandung, 2004,hal. 27-28

  adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang – undang kepada organ pemerintah.

  Dijelaskan bahwa pembentukan perundang – undangan yang dilakukan baik oleh pembentuk undang – undang orisinil (originaire wetgevers) maupun pembentuk undang – undang yang diwakilkan (gedelegeerde wetgevers) memberikan kekuasaan kepada suatu organ pemerintah yang dibentuk pada kesempatan itu atau kepada organ pemerintah yang sudah ada. Sebagaimana dinyatakan berikut ini :

  “pembuat undang – undang menciptakan suatu wewenang pemerintahan yang baru dan menyerahkannya kepada suatu lembaga pemerintahan. Hal ini bisa berupa lembaga pemerintahan yang telah ada, atau suatu lembaga pemerintahan yang baru yang diciptakan pada kesempatan tersebut”

  Senada dengan rumusan H.D. Van Wijk, Indroharto mengemukakan bahwa atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam perundang – undangan baik yang diadakan oleh original legislator ataupun delegated legislator.

  b.

  Delegasi Delegasi menurut H.D Van Wijk adalah penyerahan wewenang pemerintahan dari suatu badan atau pejabat pemerintah kepada badan atau pejabat pemerintah yang lain. Setelah wewenang diserahkan, pemberi wewenang tidak mempunyai wewenang lagi. c.

  Mandat Wewenang yang diperoleh melalui atribusi maupun delegasi dapat dimandatkan kepada badan atau pegawai bawahan apabila pejabat yang memperoleh wewenang itu tidak sanggup melakukan sendiri. H.D Van Wijk menjelaskan arti dari “mandat” adalah “een bestuursorgaan laat zijn bevoegdheid

  

namens hem uitoefenen door een ander” yaitu suatu organ pemerintah

  18

  mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.” Instrumen pemerintahan yang dimaksud dalam hal ini adalah alat – alat atau sarana – sarana yang dipergunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan tugas – tugasnya. Dalam menjalankan tugas – tugas pemerintahan, pemerintah atau administrasi negara melakukan berbagai tindakan hukum, dengan menggunakan sarana transportasi dan komunikasi, gedung – gedung perkantoran, dan lain – lain, yang terhimpun dalam publiek domain atau kepunyaan publik. Disamping itu, pemerintah juga menggunakan berbagai instrumen yuridis dalam menjalankan kegiatan mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, seperti peraturan perundang – undangan, keputusan – keputusan, peraturan kebijakan, perizinan, instrumen hukum

  19 keperdataan, dan sebagainya.

  Adapun pemerintahan sebagai kumpulan “kesatuan – kesatuan pemerintahan” terdiri dari : a.

  Pribadi dan dewan – dewan yang ditugaskan untuk melaksanakan wewenang yang bersifat hukum publik (badan – badan pemerintahan). Suatu badan

  ______________________________________ 18 19 Ibid , hal. 49-53 Ridwan HR,op cit, hal. 125

  ______________________________________ 20 Philipus M.Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Kesembilan, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta,2005,hal. 10

  jadinya hanya memiliki wewenang jika dia diberikan suatu wewenang yang secara emplisit (jelas) disahkan menurut hukum publik.

  b.

  Badan – badan hukum menurut hukum perdata yang sesuai dan berdasarkan hukum telah didirikan dan oleh karena itu harus dianggap sebagai termasuk dalam pihak pemerintah (jawatan umum). Maka badan – badan hukum ini mempunyai wewenang untuk atas nama negara melaksanakan tindakan – tindakan hukum menurut hukum sipil. Selanjutnya yang dikategorikan dalam pihak pemerintahan para pegawai negeri yang telah diangkat oleh negara secara resmi dan para pekerja kontrak yang denganya pihak pemerintah telah menandatangani kontrak kerja.

20 B. Definisi Dan Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 1.

  Definisi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Berdasarkan Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

  Jaminan Sosial Nasional, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. kemudian pada penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Paragraf 11 mendefinisikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah transformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan untuk membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan jaminan sosial.

  Tiga kriteria di bawah ini digunakan untuk menentukan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum publik, yaitu: 1)

  Cara pendiriannya atau terjadinya badan hukum itu, diadakan dengan konstruksi hukum publik, yaitu didirikan oleh penguasa (Negara) dengan Undang-undang;

  2) Lingkungan kerjanya, yaitu dalam melaksanakan tugasnya badan hukum tersebut pada umumnya dengan publik dan bertindak dengan kedudukan yang sama dengan publik;

  3) Wewenangnya, badan hukum tersebut didirikan oleh penguasa Negara dan diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan, atau peraturan yang

  21 mengikat umum.

2. Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

  Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Pembentukan dan pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melalui serangkaian tahapan, yaitu: 1)

  Pengundangan Undang - Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004;

  2) Pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 007/PUUIII/ 2005 pada 31 Agustus 2005;

  ______________________________________ 21 Asih Eka Putri,Loc.cit.

  3) Pengundangan Undang - Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan

  Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 25 November 2011; 4)

  Pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek pada 1 Januari 2014; 5)

  Pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014.

  Rangkaian kronologis di atas terbagi atas dua kelompok peristiwa. Peristiwa pertama adalah pembentukan dasar hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mencakup pengundangan Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi dan

  22 pengundangan Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

  Peristiwa kedua adalah transformasi badan penyelenggara jaminan sosial dari badan hukum persero menjadi badan hukum publik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Transformasi meliputi pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek tanpa likuidasi dan diikuti dengan pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Komisaris dan Direksi PT Askes serta Komisaris dan Direksi PT Jamsostek bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan transformasi dan pendirian serta pengoperasikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Di masa peralihan, keduanya bertugas :

  1. Menyiapkan operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk penyelenggaraan program jaminan sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

  ______________________________________ 22 Ibid . hal. 10

2. Menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban

  Persero kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS); 3. Khusus untuk PT. Jamsostek, menyiapkan pengalihan program, aset, liabilitas, hak dan kewajiban Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

  23 Jamsostek kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

  Selanjutnya diulas pembentukan dasar hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) secara kronologis waktu, yaitu :

  19 Oktober 2004, Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diundangkan. Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memberi dasar hukum bagi PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero) dan PT Askes Indonesia (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memerintahkan penyesuaian semua ketentuan yang mengatur keempat Persero tersebut dengan ketentuan Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Masa peralihan berlangsung

  24 paling lama lima tahun, yang berakhir pada 19 Oktober 2009.

  31 Agustus 2005, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusannya atas Perkara Nomor 007/PUU-III/2005 kepada publik pada 31 Agustus 2005.

  Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyatakan bahwa keempat Persero tersebut sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dinyatakan bertentangan dengan Undang -

  ______________________________________ 23 24 Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011.Op.Cit. Pasal 56 dan Pasal 61 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2004.Op.Cit.Pasal 52 ayat (1 dan 2)

  Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

  Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang – Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menutup peluang Pemerintah Daerah untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan kewenangan yang diturunkan dari ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 52 ayat (2) Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak bertentangan dengan Undang – Undang Dasar Tahun 1945. Namun Pasal 52 ayat (2) hanya berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang – Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan menjamin kepastian hukum karena belum ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang memenuhi persyaratan agar Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat dilaksanakan.

  Dengan dicabutnya ketentuan Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan hanya bertumpu pada Pasal 52 ayat (2) maka status hukum PT (Persero) JAMSOSTEK, PT (Persero) TASPEN, PT (Persero) ASABRI, dan PT ASKES Indonesia (Persero) dalam posisi transisi. Akibatnya, keempat Persero tersebut harus ditetapkan kembali sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan sebuah Undang - Undang sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang – Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN): “Badan Penyelenggara Jaminan

  Sosial harus dibentuk dengan Undang - Undang” . Pembentukan Badan

  Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ini dibatasi sebagai badan penyelenggara jaminan sosial nasional yang berada di tingkat pusat.

  Pada 25 November 2011, Pemerintah mengundangkan Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yaitu Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diundangkan sebagai pelaksanaan ketentuan Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (2) pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005. Undang – Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan berkedudukan dan berkantor di ibu kota Negara Republik Indonesia. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota.

  Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) membubarkan PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) tanpa melalui proses likuidasi, dan dilanjutkan dengan mengubah kelembagaan Persero menjadi badan hukum publik. Peserta, program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) dialihkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan dari PT Jamsostek (Persero) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengatur organ dan tata kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menetapkan modal awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan; masing - masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber dari APBN. Modal awal dari Pemerintah merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menangguhkan pengalihan program - program yang diselenggarakan oleh PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero) ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan paling lambat hingga tahun 2029.

  a.

  BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi

  25 menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

  Pada 1 Januari 2014 Pemerintah mengoperasikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atas perintah Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada saat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan mulai beroperasi, terjadi serangkaian peristiwa sebagai berikut :

  1. PT. Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset

  ______________________________________ 25 Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011.Op.Cit.Pasal 7 ayat (1dan 2) dan Pasal 9 ayat (1) dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan; 2. semua pegawai PT. Askes (Persero) menjadi pegawai Badan Penyelenggara

  Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan; 3. Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT. Askes (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik; 4. Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka Badan

  Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan laporan posisi keuangan

  26 pembuka dana jaminan kesehatan.

  Sejak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan nasional, terjadi pengalihan program-program pelayanan kesehatan perorangan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan.

  Mulai 1 Januari 2014 terjadi pengalihan program sebagai berikut : 1. Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas);

2. Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian

  Republik Indonesia tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden;

  ______________________________________ 26 Ibid.pasal 60 ayat (3)

  3. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan

  27 pemeliharaan kesehatan.

  b.

  BPJS Ketenagakerjaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS)

  Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,

  28 jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

  Pada 1 Januari 2014, Pemerintah mengubah PT Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atas perintah Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada saat PT Jamsostek berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014, terjadi serangkaian peristiwa sebagai berikut:

  1. PT Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi.

  2. Semua aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) dialihkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

  3. Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

  4. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik.

  ______________________________________ 27 28 Ibid.pasal 60 ayat (2) Ibid.pasal 7 ayat (1 dan 2) dan pasal 9 ayat (2)

5. Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka Badan

  Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Jamsostek dan laporan posisi keuangan pembuka Dana Jaminan Ketenagakerjaan.

  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua yang selama ini telah diselenggarakan oleh PT Jamsostek, termasuk menerima peserta baru sampai dengan 30 Juni 2015.

  Pada 1 Juli 2015, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian dan program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bagi peserta selain peserta program yang dikelola oleh PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero).

  Pada 31 Desember 2029, PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero) mengalihkan kepesertaan Pegawai Negeri Sipil, Prajurit TNI dan Anggota POLRI ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua dan jaminan pensiun sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bagi seluruh pekerja di Indonesia.

C. Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

  Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi. Keduanya mempunyai fungsi, tugas dan wewenang yang berbeda. Meskipun demikian, organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) wajib bekerja secara integratif dalam mengelola program-program jaminan sosial nasional. Di tangan Dewan Pengawas dan Direksi baik buruknya kinerja Badan

  29 Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditentukan.

1. Dewan Pengawas

  Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang profesional yang mencerminkan unsur-unsur pemangku kepentingan jaminan sosial, yaitu terdiri atas : a. dua orang unsur pemerintah b. dua orang unsur pekerja c. dua orang unsur pemberi kerja d. satu orang unsur tokoh masyarakat Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

  Salah seorang dari anggota Dewan Pengawas ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pengawas oleh Presiden. Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

  Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam melaksanakan fungsi tersebut, Dewan Pengawas bertugas untuk :

  ______________________________________ 29 ibid, pasal 20 a.

  Melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan kinerja Direksi; b. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan

  Dana Jaminan Sosial oleh Direksi; c. Memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

  (BPJS); d. Menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan jaminan sosial sebagai bagian dari laporan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada

  Presiden dengan tembusan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

  Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Dewan Pengawas berwenang untuk : a.

  Menetapkan rencana kerja anggaran tahunan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS); b. Mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi; c. Mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan Badan

  Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS); d. Memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja Direksi.

2. Direksi

  Direksi terdiri atas paling sedikit lima orang anggota yang berasal dari unsur profesional. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

  Presiden menetapkan salah seorang dari anggota Direksi sebagai Direktur Utama.

  Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

  Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang menjamin peserta untuk mendapat manfaat sesuai dengan haknya.

  Dalam melaksanakan fungsi tersebut Direksi bertugas untuk : a. Melaksanakan pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi; b.

  Mewakili Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di dalam dan di luar pengadilan; c.

  Menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakan fungsinya.

  Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas Direksi berwenang untuk : a. Melaksanakan wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS); b. Menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata kerja organisasi, dan sistem kepegawaian; c.

  Menyelenggarakan manajemen kepegawaian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), termasuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), serta menetapkan penghasilan pegawai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS); d. Mengusulkan kepada Presiden penghasilan bagi Dewan Pengawas dan

  Direksi; e.

  Menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas; f. Melakukan pemindahtanganan aset tetap Badan Penyelenggara Jaminan

  Sosial (BPJS) paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) dengan persetujuan Dewan Pengawas; g.

  Melakukan pemindahtanganan aset tetap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) sampai dengan Rp500.000.000.000,00 (lima ratus milyar rupiah) dengan persetujuan Presiden; h. Melakukan pemindahtanganan aset tetap Badan Penyelenggara Jaminan

  Sosial (BPJS) lebih dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus milyar rupiah) dengan persetujuan DPR RI.

  

D. Fungsi, Tugas, Wewenang, Kewajiban Dan Hak Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS)

1. Fungsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

  Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menentukan bahwa, “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.” Jaminan kesehatan menurut Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menurut Undang – Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berfungsi menyelenggarakan (empat) program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

  2. Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas Badan

  Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bertugas untuk : a.

  Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta; b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja; c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah; d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta; e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial; f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; g.

  Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.

  3. Wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas Badan

  Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berwenang : a.

  Menagih pembayaran iuran; b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati - hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional; d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh

  Pemerintah; e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan; f.

  Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya; g.

  Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang - Undangan; h. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.

  Kewenangan menagih pembayaran iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memperkuat kedudukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai badan hukum publik.

4. Kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

  Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menentukan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berkewajiban untuk : a.

  Memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta. Yang dimaksud dengan ”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi atas hak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua program jaminan sosial; b. Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset Badan Penyelenggara

  Jaminan Sosial (BPJS) untuk sebesar - besarnya kepentingan peserta; c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya.

  Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mencakup informasi mengenai jumlah aset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap Dana Jaminan Sosial, dan/ atau jumlah aset dan liabilitas, penerimaan dan pengeluaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS); d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan Undang - Undang

  Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); e. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku; f.

  Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban; g.

  Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo Jaminan Hari Tua (JHT) dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; i.

  Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum; j.

  Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial; k.

  Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). l.

  Kewajiban - Kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tersebut berkaitan dengan tata kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai badan hukum publik.

5. Hak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

  Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menentukan bahwa dalam melaksanakan kewenangannya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berhak : a.

  Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan / atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang - Undangan; b.

  Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

  Dalam Penjelasan Pasal 12 huruf a Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan “dana operasional” adalah bagian dari akumulasi iuran jaminan sosial dan hasil pengembangannya yang dapat digunakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk membiayai kegiatan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.

  Mengenai hak memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) setiap 6 (enam) bulan, dimaksudkan agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memperoleh umpan balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif memperbaiki penyelenggaraan program jaminan sosial. Perbaikan penyelenggaraan program akan memberikan dampak pada pelayanan yang semakin baik kepada peserta.

  Dari 11 (sebelas) kewajiban yang diatur dalam Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), lima di antaranya menyangkut kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memberikan informasi. Undang - Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memang mewajibkan badan publik untuk mengumumkan informasi publik yang meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik, informasi mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang diatur dalam Peraturan Perundang – Undangan.

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah, Letak, dan Kondisi Geografis - Keberadaan Pertambangan Timah Di Dairi (Studi Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil Kecamatan Silima Punggapungga Dairi)

0 0 17

KATA PENGANTAR - Keberadaan Pertambangan Timah Di Dairi (Studi Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil Kecamatan Silima Punggapungga Dairi)

0 1 40

Keberadaan Pertambangan Timah Di Dairi (Studi Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil Kecamatan Silima Punggapungga Dairi)

0 1 7

BAB II PROFIL ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA 2.1. Pengertian FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) - Peran Organisasi Pangan Dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan Di Indonesia

0 0 14

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Peran Organisasi Pangan Dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan Di Indonesia

0 5 24

Peran Organisasi Pangan Dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan Di Indonesia

0 0 11

1. DATA MENTAH SKALA TRY OUT - Pengaruh Persepsi Iklim Sekolah Terhadap Kecenderungan Bullying Pada Siswa SMA X Medan

1 1 59

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecenderungan Bullying 1. Definisi Kecenderungan Bullying - Pengaruh Persepsi Iklim Sekolah Terhadap Kecenderungan Bullying Pada Siswa SMA X Medan

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Persepsi Iklim Sekolah Terhadap Kecenderungan Bullying Pada Siswa SMA X Medan

0 1 10

Pengaruh Persepsi Iklim Sekolah Terhadap Kecenderungan Bullying Pada Siswa SMA X Medan

0 2 12