BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Peran Organisasi Pangan Dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan Di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Hubungan internasional adalah hubungan antarbangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut. Hubungan internasional ini mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ekonomi dan lingkungan hidup merupakan salah satu isu-isu Hubungan internasional yang mendapat perhatian lebih oleh para aktor Hubungan Internasional.

  Dewasa ini isu internasional semakin kompleks dan beragam, termasuk masalah food security (ketahanan pangan) yang masih terus berlanjut saat ini.

  Masalah krisis pangan telah menjadi isu yang marak dan mencemaskan banyak rakyat dunia. Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) telah membentuk organisasi khusus mengenai masalah pangan, yakni Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).

  Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) merupakan badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bermarkas di Roma, Italia. Tujuan organisasi ini untuk menaikkan tingkat nutrisi dan taraf hidup, meningkatkan produksi, proses, pemasaran dan penyaluran produk pangan dan pertanian, juga

   mempromosikan pembangunan di pedesaan dan melenyapkan kelaparan.

  Organisasi pangan dan Pertanian (FAO) memiliki program kerja yang menangani masalah teknis pertanian dan juga memberikan bantuan-bantuan teknis 1 untuk mengurangi masalah pangan di dunia. Krisis pangan adalah suatu proses

   diakses pada tanggal 01 Junia 2014, ppukul 11.30

  

  terjadinya penurunan asupan pangan serta gizi pada masyarakat . Krisis pangan hampir sama dengan kelaparan, karena kelaparan merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan energi karena adanya masalah daya beli

  

  ataupun ketersediaan pangan Food security (ketahanan pangan) dikatakan akan tercapai atau sukses apabila kedua masalah tersebut telah terselesaikan, karena ketahanan pangan dilihat sebagai ketersdeiaan pangan, akses pangan, dan juga pemanfaatan pangan.

  Food security (ketahanan pangan) mencakup 3 aspek penting yang dapat digunakan sebagai indikator yaitu Ketersediaan yang berarti bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk baik jumlah, mutu serta keamanan. Distribusi yaitu pasokan pangan menjangkau seluruh wilayah dengan harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga. Dan konsumsi yaitu setiap rumah tangga mampu mengakses pangan yang cukup dan mengelola konsumsi sesuai dengan kaidah gizi dan kesehatan serta preferensinya.

  Penanganan krisis pangan merupakan agenda FAO yang mana bertujuan untuk mengurangi masyarakat yang masih kekurangan pangan paling tidak sebanyak 50% dari jumlah sekarang ini. Banyak hal yang menyebabkan krisis pangan terjadi antara lain adalah pertambahan penduduk yang semakin banyak, kerusakan lingkungan dimana-mana, konversi lahan dan penurunan kualitas lahan pertanian, tingginya bahan bakar fosil, pemanasan global dan perubahan iklim, kebijakan lembaga keuangan internasional dan negara maju, serta regulasi

2 Mukti Aji. 2009. Krisis Global Dan Dunia Pertanian Indonesia, diakses pada tanggal 20 Juni 2014,

  3 14:50.

  Uji Penerapan Instrumen Pemantauan Kelaparan Tahun 2004 , diakses pada 20 Juni 2014, 15:42. kebijakan pemerintah yang terkait dengan pertanian turut menjadi penyebab krisis pangan terjadi nantinya.

  Akibat atas krisis dan kelangkaan pangan dunia juga semakin diperparah dengan tindakan beberapa negara produsen pangan utamanya padi yang membatasi bahkan menghentikan permintaan impor dari negara lain. Sampai dengan akhir Maret 2008, sebagaimana dilaporkan FAO, telah terjadi krisis pangan yang sangat serius di 36 negara dan 21 negara diataranya merupakan negara di benua Afrika yang merasakan dampak paling serius bahkan menyebabkan terjadinya kelaparan kronis dan beberapa kasus kematian.

  Indonesia merupakan salah satu negara yang keadaan pangannya mulai mengalami krisis pangan. Namun, menilik bahwa indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bekerja sebagai petani sangatlah tidak mungkin bila indonesia mengalami krisis pangan. Krisis pangan lebih merupakan dampak dari kebijakan pemerintah mengenai hasil pangan.

   Ada pun beberapa faktor penyebab terjadinya krisis pangan, sebagai berikut: 1.

  Penduduk dunia yang kian bertambah Ketika penduduk semakin bertambah maka konsumsi dunia yang semakin tinggi. Tingginya permintaan ini disebabkan salah satunya oleh semakin bertambahnya penduduk di tiap-tiap negara setiap tahunnya. Laster Brown, kepala lembaga kebijakan bumi di Washington DC, mengemukakan bahwa keterbatasan pangan dapat menyebabkan runtuhnya peradaban dunia.

  Menurut Brown, manusia mempertahankan kehidupannya dengan mengikis 4 tanah dan menghabiskan persediaan air tanah lebih cepat dari pemulihannya

  

diakses pada tanggal 10 januari 2015, 13.27. kembali. Laporan kompas menjelaskan bahwa populasi manusia di dunia mengalami peningkatan sebesar 1,2% setiap tahunnya sehingga kenaikan konsumsi pangan harus bisa mengimbangi pertambahan penduduk demi kelangsungan hidup dimasa depan.

  2. Cuaca Ekstrem Perubahan cuaca cukup ektrem yang terjadi di beberapa negara termasuk salah satu faktor yang memberikan dampak negatif bagi produksi pangan. Beberapa wilayah bahkan tidak hanya mengalami gagal panen, tetapi juga turut merusak lahan produksi sehingga kecukupan pangan bisa terganggu dalam waktu yang cukup lama. Hal ini tampak jelas di beberapa negara, baik negara maju, berkembang maupun miskin. Pada bulan November 2007 terjadi topan Sidr menewaskan ribuan orang di Bangladesh dan menyapu lahan-lahan padi di negara itu. Lebih lanjut, berita dari media Epochtime menyebutkan bahwa pada tahun 2010 banyak wilayah penghasil pangan dunia diterpa berbagai bencana alam dan musibah yang menyebabkan produksi bahan pangan merosot drastis.

  3. Pembatasan Ekspor Kenaikan harga pangan dunia juga dipicu oleh perlindungan persediaan pangan dalam negeri masing-masing negara sehinggamenurunkan kuantitas jumlah ekspor bahan makanan di pasaran internasional. Direktur organisasi perdagangan dunia (WTO), Pascal Lamy, di Jenewa pada 22 January 2011, Swiss, mengemukakan bahwa pembatasan ekspor saat ini menjadi penyebab utama melonjaknya harga pagan dunia. Kebijakan tersebut mengkhawatirkan karena tidak hanya akan mengganggu harga pangan di pasaran, tetapi juga ancaman bagi negara-negara yang amat bergantung kepada pasokan impor untuk memenuhi kecukupan pangan mereka. Lamy mengungkapkan pembatasan ekspor telah memainkan peran utama dalam krisis pangan.

4. Trend Energi Alternatif Biofuel

  Salah satu faktor penyebab krisis pangan dunia adalah kebijakan energi alternatif biofuel yang banyak dikembangkan di negara-negara industri maju.

  Jagung dan kelapa sawit misalnya, kedua pangan itu sebelumnya untuk konsumsi masyarakat dunia, tetapi saat ini banyak dijual untuk biofuel yang permintaannya cukup tinggi. Keterkaitan biofuel dengan kenaikan harga pangan memang sangat erat. Hal ini terjadi karena beberapa komoditi pangan kini dipergunakan sebagai bahan baku biofuel. Jika harga beli jagung dan kedelai untuk kebutuhan biofuel lebih tinggi dibanding harga beli untuk kebutuhan konsumsi, maka pelaku pasar memiliki kecenderungan untuk menjual hasil panen jagung dan kedelai mereka ke produsen biofuel. Seperti yang terjadi di Cina, pengalihan produksi jagung untuk biofuel menyebabkan kelangkaan pakan ternak di negara itu.

  Berdasarkan data statistik terbaru dari FAO, ada 925 juta jiwa kelaparan di dunia, dan 98% nya berada di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

  Tiga perempat darinya tinggal dipedesaan, pendapatan pokok masih tergantung pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan. Urbanisasi besar-besaran membuat ledakan jumlah penduduk di kota-kota besar, masalah kemiskinan, pengangguran menjadi polemik yang biasa di masyarakat perkotaan. Pada data FAO pada tahun

  2006-2008, Indonesia memiliki total populasi lebih dari 224,7 juta jiwa, dengan presentase kelaparan 13% yaitu sekitar 29,7 juta jiwa masih mengalami

   kelaparan.

  Diperhitungkan tingkat konsumsi beras untuk pangan (food) mencapai 121,6 kg per kapita. Tingkat konsumsi untuk pangan tersebut pada dasarnya telah dapat dipenuhi dari produksi domestik yang mencapai 107,5% dari kebutuhan pangan nasional. Namun demikian impor beras masih dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional yaitu dengan jumlah rata-rata per tahun mencapai sekitar 1.043.140 ton atau sekitar 4,7% dari pasokan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kesetimbangan neraca perberasan nasional masih ditopang oleh impor walaupun dengan tingkat/persentase pemenuhan pasokan domestik yang cenderung menurun selama empat dekade terakhir.

  Data statistik FAO untuk neraca pangan (Food Balance Sheet) terutama beras digunakan untuk menggambarkan kondisi kesetimbangan ketersediaan dan konsumsi beras nasional. Laju pertumbuhan ketersediaan beras sebelum krisis sebesar 2,76% per tahun terutama didukung oleh pertumbuhan produksi yang cepat pula (2,46% per tahun) namun laju pertumbuhan produksi setelah krisis yang semakin lambat mengakibatkan pula lambatnya laju pertumbuhan ketersediaan beras nasional. Walaupun demikian, jika ditinjau ketersediaan selama sepuluh tahun terakhir ternyata dukungan pertumbuhan produksi semakin kecil terhadap laju pertumbuhan ketersediaan beras nasional seperti ditunjukkan oleh laju pertumbuhan tingkat produksi yang lebih lambat dari laju pertumbuhan 5 kertersediaan beras.

   diakses pada tanggal 10 Januari 2015 13.40.

1.2. Perumusan Masalah

  Dari uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan bahwa krisis finansial, pertambahan penduduk yang semakin banyak serta kerusakan lingkungan yang terjadi dewasa ini diikuti dengan krisis pangan yang melanda dunia. Hal ini melatarbelakangi negara-negara di berbagai belahan dunia mulai memikirkan ketahanan pangan di negara masing-masing, termasuk Indonesia. Pangan merupakan kebutuhan primer setiap individu bahkan setiap negara. Kebutuhan terhadap pangan semakin hari semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk yang semakin besar. Artinya dalam hal ini pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari pertumbuhan penyediaan kebutuhan hidup riil dan hal ini kemudian menciptakan suatu kegoncangan dan kepincangan antara jumlah penduduk dan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hidup seperti bahan pangan. Untuk itulah, lembaga internasional seperti Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Program Pangan Dunia (WFP), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan (CSD) mempengaruhi kondisi dan status ekonomi pangan dan tingkat ketahan pangan di dalam negeri.

  Berdasarkan masalah di atas maka penulis membuat pertanyaan yang akan dibahas serta dijawab dalam bab berikutnya agar dapat melengkapi penelitian ini : “Bagaimanakah Peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia”.

  1.3. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seperti apa Peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia terhadap ketahanan pangan di Indonesia.

  1.4. Manfaat Penelitian 1.

  Bagi penulis, dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah yang baik dan sesuai dengan kaedah yang berlaku khususnya di bidang politik.

  2. Secara akademis, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang politik pangan yang ada di Indonesia, dan dapat menjadi rujukan untuk penelitian berikutnya.

  1.5. Kerangka Teori

  Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang penulis perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari

  

  segi mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. Kerangka teori adalah unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena dalam bagian ini peneliti akan mencoba menjelaskan fenomena sosial yang sedang diamati dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan penelitiannya.

  Menurut Masri Singarimbun teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

   6 merumuskan hubungan antara konsep. Sedangkan menurut FN. Karliger, teori

Hadiri Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1955, 7 hal 40 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989, hal 37 adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu sama lain, suatu set

   dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis.

1.5.1. Teori Organisasi Internasional

  Dalam hubungan internasional, teori hubungan internasional fokus pada permasalahan negara yang dilihat dari perspektif politik. Negara memiliki power sedangkan lembaga dan individu tidak memiliki kekuatan apapun. Hal ini dikarenakan perspektif hukum internasional yang menyatakan bahwa negaralah yang berdaulat. Namun, dalam hukum internasional, negara merupakan aktor sedangkan lembaga dan individu tidak memiliki power. Namun, seiring berjalannya waktu, perhatian pada organisasi internasional meningkat baik dari sisi positif maupun sisi negatif. Definisi organisasi internasional selalu dipahami sebagai organisasi antar-pemerintah yang berlawanan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga perusahaan yang mana dibentuk dengan persetujuan

   antara negara-negara, bukannya individu swasta .

  Organisasi internasional memiliki dua arti yang bebeda namun saling berhubungan. Pertama, pemahaman organisasi internasional dianggap sebagai sinonim dari lembaga internasional. Seperti haknya PBB yang dapat disebut sebagai organisasi internasional atau sebuah lembaga internasional yang bisa juga diartikan sebagai kelompok lembaga. Kedua, organisasi internasional mengacu

  8 9 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Reineka Cipta, 1997, hal 20 J. Samuel Barkin. International organizations: Theories and Institutions. New York: Palgrave Macmillan. 2006. Hal 1. pada proses politik internasional yang utama, dalam proses ini negara-negara

   anggota berusaha melalui tindakan-tindakan yang kolektif .

  Organisasi internasional dapat diklasifikasikan berdasarkan keanggotaan, tujuan, aktivitas, dan strukturnya. Organisasi internasional bila dilihat dari keanggotaannya dapat dibagi lagi berdasarkan tipe keanggotaan dan jangkauan keanggotaan (extend of membership). Bila menyangkut keanggotaan, organisasi internasional dapat dibedakan menjadi organisasi internasional dengan wakil pemerintah negara-negara sebagai anggota atau Intergovernmental Organizations (IGO), serta organisasi internasional yang anggotanya bukan mewakili pemerintah atau International Non-Governmental Organizations (INGO).

  IGO dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori berdasarkan keanggotaan dan tujuannya, yaitu:

1. Organisasi yang keanggotaan dan tujuannya bersifat umum

  Organisasi ini memiliki ruang lingkup global dan melakukan sebagai fungsi, seperti keamanan, sosial-ekonomi, perlindungan hak asasi manusia, pertukaran kebudayaan, dan lain sebagainya. Contohnya adalah PBB 2. Organisasi yang keanggotaannya umum tetapi tujuannya terbatas

  Organisasi ini dikenal juga sebagai organisasi fungsional karena diabdikan untuk satu fungsi spesifik. Contohnya International Labour Organization (ILO), World Health Organization (WHO), United Nations on AIDS (UNAIDS), Food and Agricultural Organization (FAO), dan sebagainya.

10 Walter S. Jones. Logika Hubungan Internasional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1993.

  Hal 367

  3. Organisasi yang keanggotaannya terbatas tetapi tujuannya umum Organisasi seperti ini biasanya adalah organisasi yang bersifat regional yang fungsi dan tanggung jawab keamanan, politik dan social-ekonominya berkala luas. Contohnya adalah OKI, Uni Eropa, Organisasi Negara- negara Amerika (OAS), Uni Afrika, dan lain sebagainya.

  4. Organisasi yang keanggotaan dan tujuannya terbatas Organisasi ini dibagi atas organisasi sosial-ekonomi, contohnya adalah Asosiasi Perdagangan Bebas Amerika Latin (LAFTA), serta organisasi militer/pertahanan, contohnya adalah North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan Pakta Warsawa.

  INGO terdiri atas anggota-anggotanya yang bukan merupakan perwakilan atau delegasi dari pemerintah suatu negara, namun, kelompok-kelompok, asosiasi- asosiasi, organisasi-organisasi ataupun individu-individu dari suatu negara. Definisi tersebut lebih dikenal dengan aktor-aktor non-negara pada tingkat internasional, dimana aktivitas mereka mengakibatkan meningkatnya interaksi- interaksi internasional.

1.5.1.1. Fungsi-fungsi Organisasi Internasional

  Dalam mencapai tujuannya, organisasi intrenasional harus menjalankan fungsinya dengan baik, sehingga tujuan tersebut tidak menyimpang dari yang telah ditetapkan. Selain untuk mencapai tujuannya, organisasi internasional juga harus memiliki fungsi terhadap anggota- anggotanya. Suatu organisasi internasional harus menjadi sarana kerja sama antar negara, yang mana kerja sama tersebut mampu memeberikan manfaat bagi semua anggotanya. Selain itu organisasi internasional harus mampu menyediakan berbagai saluran komunikasi antar pemerintah, agar wilayah akomodasi dapat dieksplorasi dengan mudah, terutama ketika muncul suatu masalah.

  Secara umum, fungsi organisasi internasional dapat dibagi ke dalam sembilan fungsi, yaitu:

  1. Artikulasi dan agregasi Organisasi internasional berfungsi sebagai instrumen bagi negara untuk mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingannya, serta dapat mengartikulasikan kepentingannya sendiri. Organisasi internasional menjadi salah satu bentuk kontak institusionalisme antara partisipan aktif dalam sistem internasional, yaitu sebagai forum diskusi dan negosiasi.

  2. Norma Organisasi internasional sebagai aktor, forum dan instrumen yang memberikan kontribusi yag berarti bagi aktivitas-aktivitas normatif dari sistem politik internasional. Misalnya dalam penetapan nilai-nilai atau prinsip-prinsip non-diskriminasi.

  3. Rekrutmen Organisasi internasional menunjang fungsi penting untuk menarik atau merekrut partisipan dalam sistem politik internasional.

  4. Sosialisasi Sosialisasi berarti upaya sistematis untuk mentransfer nilai-nilai kepada seluruh anggota sistem. Proses sosialisasi pada level internasional berlangsung pada tingkat nasional scera langsung mempengaruhi invidu-individu atau kelompok-kelompok di dalam sejumlah negra dan diantaranya negara-negara yang bertindak pada lingkungan internasional atau diantara wakil mereka di dalam organisasi. Dengan demikian, organisasi internasional memeberikan kontibusi bagi penerimaan dan peningkatan nilai kerja sama.

  5. Pembuat peraturan Sistem internasional tidak mempunyai pemerintahan dunia, oleh karena itu, pembuatan keputusan internasional biasanya didasarkan pada praktik masa lalu, perjanjian ad hoc, atatu organisasi internasional.

  6. Pelaksanaan peraturan Pelaksanaan keputusan organisasi internasional hampir pasti diserahkan kepada kedaulatan negara. Di dalam praktiknya, fungsi aplikasi aturan oleh organisasi internasional seringkali lebih terbatas pada pengawasan pelaksananya, karena aplikasi sesungguhnya ada di tangan negara anggota.

  7. Pengesahan peraturan Organisasi internasional bertugas untuk mengesahkaaturan-aturan dalam sistem internasional. Fungsi ajudikasi dilaksanakan oleh lembaga kehakiman, namun fungsi ini tidak dilengkapi dengan lembaga yang memadai dan tidak dibekali oleh sifat yang memaksa sehingga hanya terlihat jelas bila ada pihak-pihak negara yang bertikai.

  8. Informasi

  Organisasi internasional melakukan pencarian, pengumpulan, pengolahan dan penyebaran informasi.

9. Operasional

  Organisasi internasional menjalankan sejumlah fungsi operasional di banyak hal seperti dalam pemerintahan. Fungsi pelaksanaan yang dilakukan organisasi internasional terlihat pada apa yang dilakukan UNHCR yang membantu pengungsi, World Bank yang menyediakan dana, UNICEF yang melakukan perlindungan terhadap anak-anak, dan lain sebagainya.

1.5.1.2. Teori Peranan

  Peranan (role) adalah perilaku yang diharapkan yang akan dilakukan oleh seseorang, organisasi atau kelompok yang mana menduduki suatu posisi tertentu, baik posisi di dalam organisasi ataupun dalam sikap negara. Setiap orang yang akan menduduki posisi itu, diharapkan memiliki perilaku yang sesuai dengan posisi tersebut. Dikatakan bahwa dalam teori peranan, perilaku individu harus dapat dipahami dan juga dimaknai di dalam konteks sosial. Di dalam teori peranan, ditegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku dalam menjalankan peranan politik.

  Teori peranan ini memiliki asumsi bahwa perilaku politik merupakan akibat dari tuntutan ataupun harapan terhadap peran yang

   tengah dipegang oleh seorang aktor politik.

  Teori peranan memfokuskan pada perilaku individual dan suatu kelompok tertentu. Faktor-faktor ini dipelajari pada konteks kelompok kerja, organisasi, komunitas, dan juga masyarakat. Teori peranan memiliki dua kemampuan yang berguna untuk analisis politik. Pertama, aktor politik umumnya yang mana berusaha dalam menyesuaikan perilakunya dengan norma perilaku yang berlaku dalam peran yang dijalankannya. Kedua, teori peranan mempunyai kemampuan mendeskripsikan institusi politik yang mana merupakan serangkaian pola perilaku berkaitan dengan

   peranan.

  Peranan dapat diartikan sebagai bagian dari tugas yang harus atau wajib dilaksanakan. Dari kata peranan, maka muncul istilah peran, beda dari peranan yang memiliki sifat yang mengkristal, peran lebih bersifat isidental. Peran merupakan seperangkat yang diharapkan akan memiliki oleh seorang ataupun kelompok yang menduduki suatu posisi di kehidupan masyarakat. Adapun peran organisasi internasional di dalam hubungan

  

  internasional dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:

  11 Mohtar Mas’oed. Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi. Yogyakarta: 12 PAU-SS-UGM. 1989. Hal. 45 Bruce J. Biddle & Edwin J. Thomas.role Theory Concepts and Research. New York: Reobert E. 13 Krieger Publishing Company. 1989. Hal 3.

  

Agung Banyu Perwita dan Dr. Yanyan Mochammad Yani. Organisasi Internasional. Bandung: Pt.

Remaja Rosdakarya. 2005. Hal 95.

  • Organisasi internasional sebagai arena atau tempat pertemuan bagi anggota-anggotanya untuk membicarakan atau membahas masalah-masalah yang dihadapi.
  • Organisasi internasional sebagai instrumen yang digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya.
  • Organisasi internasional sebagai aktor independen yang dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi kekuasaan ataupun paksaan dari luar negeri tersebut.

  Dalam hal ini, FAO merupakan instrumen yang dapat membantu negara-negara dalam menyelesaikan maslah krisis pangan. Dalam menjalankan fungsinya, FAO sebagai organisasi internasional yang bertugas untuk menangani masalah pangan dan pertanian dapat membuat keputusan tanpa dipengaruhi siapapun.

1.5.2. Teori Ketahanan Pangan

  Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya Conference of Food and Agriculture tahun 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate and suitable supply of food for

  

everyone ”. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya

  mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingärtner, 2000).

  Berikut ini ada beberapa definisi ketahanan yang sering mengacu pada Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 yaitu dimana suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Begitupun menurut USAID (1992) ketahanan pangan meliputi suatu kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif. Sedangkan FAO (1997) mendefinisikan situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.

  Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat. Dan Mercy Corps (2007) ketahanan pangan yaitu keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan

  

  Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan 14 pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :

  http/google.USAID.com/ketahananpangannasionalmenujuerareformasi/03/03/2011, diakses pada tanggal 28 Mei 2014, 12:30 Wib

  1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu 2.

  Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses 3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial

  4. Berorientasi pada pemenuhan gizi 5.

  Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif Saat ini Undang-undang pangan telah mengalami revisi atau pergantian karena dianggap Undang-undang lama sudah tidak sesuai lagi, undang-undang yang baru No. 18 tahun 2012 menyatakan ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara

   berkelanjutan.

1.5.2.1.Ruang Lingkup Pangan

  Ruang Lingkup pangan mencakup jejaring sub-sistem yang terkait satu sama lain dan saling tergantung. Di dalamnya mencakup empat sub- sistem pagan : (1) ketersediaan pangan, (2) keamanan pangan, (3) ketahanan pangan, dan (4) keberlangsungan pangan. Keempat bagian tersebut bekerja sebagai sistem. Adanya masalah atau gangguan fungsi pada satu sub-sistem akan mengganggu ruang lingkup pangan 15 keseluruhan. Pertama, Ketersediaan Pangan. Ruang lingkup ketersediaan

  Undang-Undang RI No.18 tahun 2012 tentang pangan pangan merupakan kerangka kerja sektor pangan untuk menyediakan cakupan dan kecukupan sumberdaya pangan sesuai kebutuhan. Sub-sistem ini mencakup usaha menggerakkan sektor-sektor sumberdaya pangan seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan untuk menghasilkan bahan baku atau produk pangan. Kunci ketersediaan pangan adalah menjamin kecukupan stok bahan baku pangan dan produk (industri) pangan.

  Kedua, keamanan pangan. Ruang lingkup keamanan pangan merupakan kerangka kerja sektor pangan untuk menjamin tingkat keamanan bahan baku pangan atau produk pangan untuk layak dikonsumsi secara sehat. Tingkat keamanan pangan yang dimaksud adalah sejauh mana bahan makanan yang dikonsumsi aman bagi kesehatan dan sehat bagi tubuh, misalnya tidak mengandung racun atau bahan kimia yang berbahaya. Ketiga, ketahanan pangan. Ruang lingkup ketahanan pangan merupakan kerangka kerja sektor pangan untuk menjamin tingkat ketersediaan dan kecukupan stok pangan. Ketahanan pangan berkaitan dengan daya tahan ketersediaan pangan menghadapi ancaman kelangkaan pangan. Faktor kelimpahan dan keanekaragaman sumber daya pangan menjadi kunci membangun ketahanan pangan yang tangguh. Keempat, keberlangsungan pangan. Ruang lingkup keberlangsungan pangan untuk menciptakan kondisi kontinuitas yang menjamin ketersediaan pangan secara aman berkelanjutan. Keberlangsungan yang dimaksud terkait dengan konsep pembangunan berkelanjutan, upaya menjaga lingkungan dan kepedulian pada generasi yang akan datang. Terciptanya kondisi keberlangsungan pangan mengandaikan bahwa ketiga subsistem pangan

  

1.5.2.2. Diversifikasi Pangan

  Diversifikasi pangan dalam upaya memperbaiki mutu menu makanan rakyat sudah ditetapkan sejak tahun 1974 dan disempurnakan dengan INPRES 20/1979. Namun secara operasional, diversifikasi pangan belum dapat terlaksana dengan baik. Berdasarkan Widyakarya Pangan dan

17 Gizi (LIPI, 1988), yang menyimpulkan dua pengertian tentang

  diversifikasi pangan. Pertama, diversifikasi pangan dalam rangka pemantapan swasembada beras yaitu agar laju peningkatan konsumsi beras dapat dikendalikan, setidak-tidaknya seimbang dengan kemampuan laju peningkatan produksi beras. Kedua, diversifikasi pangan dalam rangka memperbaiki mutu gizi susunana makanan penduduk beragam dan seimbang. Lebih lanjut toeri ini juga menjelaskan pentingnya strategi diversifikasi pangan yang harus dilakukan secara lebih serius, untuk mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi beras, yang saat ini sangat tinggi dan sering mempengaruhi tekanan permintaan terhadap beras.

  Langkah awal dapat dimulai dengan pengembangan sumber pangan lokal, eksotik, bernilai ekonomi tinggi, mengandung protein, vitamin dan bergizi baik. Kampanye ”makan ikan” dan ”minum susu” 16 akan mampu memperbaiki kecukupan protein dan vitamin, yang dapat saja Fransiscus Welirang, Revitalisasi Republik Perspektif Pangan dan Kebudayaan, Jakarta: PT. 17 Graffindo, 2007 hal. 54-56 Kesimpulan dan Rekomendasi Widyakarya, Pangan dan Gizi, LIPI pada tanggal 1-3 Juni 1998

  tentang Diversifikasi Pangan mengurangi te kanan konsumsi terhadap bahan karbohidrat seperti beras yang sangat sensitif secara ekonomi dan politik. Kemudian, pengindustrian pangan lokal ini harus memperoleh dukungan kebijakan yang memadai, mulai dari skema pembiayaan, insentif perpajakan, dan kemudahan lainnya.

1.5.2.3. Ketersediaan Pangan

  

  Dalam bukunya berjudul “Perencanaan Pangan dan Gizi, Suhardjo mengemukakan bahwa dalam memenuhi pangan nasional harus menggunakan metode untuk dapat menakar ketersediaan pangan yaitu menggunakan metode Food Blance Sheet (FBS) dan hal tersebut dianggap menguntungkan adapun faktor-faktor penyebabnya ialah :

  • Dengan menggambarkan imbangan antara persediaan pangan dihubungkan dengan kebutuhan yang seharusnya dipenuhi. Dapat dibandingkan terhadap konsumsi pangan yang nyata dari data survei konsumsi pangan.
  • Bila persediaan total energi yang dibandingkan dengan perkiraan kebutuhan tidak banyak berbeda, maka diduga tidak terdapat masalah kekurangan gizi yang serius bila distribusinya merata. Namun demikian bila persediaannya jauh lebih rendah dari perkiraan kebutuhan, maka dapat menyebabkan masalah kekurangan gizi yang berat. Demikian pula hanlnya untuk protein.

18 Suhardjo, Perencanaan Pangan dan Gizi, Jakarta : Bumi Aksara, 2008, hlm. 22

  • berbagai kelompok jenis pangan, khususnya energi, protein dan lemak.

  Secara mudah dapat menggambarkan perkiraan persediaan zat gizi

  Sehingga dalam mengelola ketersediaan pangan di Indonesia metode ini dianggap sebagai dasar dalam mencukupi ketersediaan dan ketahanan pangan nasional.

1.6. Metode Penelitian

  Penelitian ini adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan melakukan

   metode-metode ilmiah.

  1.6.1. Jenis Penelitian

  Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif yang merupakan sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keadaan sebuah objek ataupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masyarakat pada saat sekarang dengan

   berdasarkan fakta-fakta yang tampak seadanya.

  1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

  Adapun teknik yang digunakan untuk memperoleh data-data dan fakta- fakta dalam rangka pembahasan masalah dalam penelitian ini adalah 19 mengumpulkan data sekunder, yaitu dokumen-dokumen berupa jurnal, artikel- 20 Surisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1989, hal 4 Hadari Nawawi, Op.Cit, hal 63 artikel, buku-buku, dan juga sumber lainnya yang dapat membantu dalam penelitian ini.

1.6.3. Teknik Analisis Data

  Dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif. Yang mana teknik ini lebih menekankan analisisnya pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara deduktif dan juga induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang sedang diamati dengan

   menggunakan logika ilmiah.

  Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara terus menerus semenjak data awal dikumpulkan sampai penelitian berakhir. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah

   dirumuskan sebelumnya.

1.7. Sistematika Penulisan

  Susunan sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

  tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

  21 22 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001, hal 47 Hadari Nawawi, Op.Cit, hal 30

BAB II : PROFIL ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA Dalam bab ini menjelaskan mengenai Profil Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Indonesia dan Undang-undang Pangan. BAB III : PERAN ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA Dalam bab ini berisi tentang analisis bagaimana peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia terhadap ketahanan pangan di Indonesia BAB IV : PENUTUP Bab ini adalah bab terakhir yang berisikan tentang kesimpulan dan

  yang diperoleh dari hasil penelitian yang didalamnya juga terdapat kritik dan saran.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembagian Kerja Secara Seksual - Eksistensi dan Mobilitas Sosial Karyawan Perempuan di Perkebunan

0 0 18

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Strategi Pemasaran dan Penggunaan KakaoTalk

0 0 23

Situs Berita Online dan Pemenuhan Kebutuhan Informasi(Studi Korelasional Situs Berita Online detikcom Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Informasi Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU)

0 1 10

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teoritis - Situs Berita Online dan Pemenuhan Kebutuhan Informasi(Studi Korelasional Situs Berita Online detikcom Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Informasi Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU)

0 0 28

Situs Berita Online dan Pemenuhan Kebutuhan Informasi(Studi Korelasional Situs Berita Online detikcom Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Informasi Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU)

0 0 11

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Gambaran Umum Kelurahan Tuktuk Siadong - Studi Etnografi mengenai Komodifikasi Ukir Batak di Daerah Pariwisata Samosir

0 0 12

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah, Letak, dan Kondisi Geografis - Keberadaan Pertambangan Timah Di Dairi (Studi Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil Kecamatan Silima Punggapungga Dairi)

0 0 17

KATA PENGANTAR - Keberadaan Pertambangan Timah Di Dairi (Studi Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil Kecamatan Silima Punggapungga Dairi)

0 1 40

Keberadaan Pertambangan Timah Di Dairi (Studi Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil Kecamatan Silima Punggapungga Dairi)

0 1 7

BAB II PROFIL ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA 2.1. Pengertian FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) - Peran Organisasi Pangan Dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan Di Indonesia

0 0 14