Makalah agama tentang muamalah (1)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup (organisme) mampu menerima dan menanggapi
rangsangan yang disebut iritabilitas. Salah satu bentuk tanggapan yang umum
dilakukan berupa gerak. Gerak adalah perubahan posisi tubuh atau perpindahan yang
meliputi seluruh atau sebagian dari tubuh sebagai respon yang diberikan terhadap
rangsangan dari lingkungan dan akibat adanya pertumbuhan.
Gerak merupakan salah satu ciri makhluk hidup yang bertujuan untuk
melaksanakan kegiatan hidupnya. Gerak yang terjadi pada tumbuhan berbeda dengan
gerak yang dilakukan oleh hewan dan manusia. Gerak pada tumbuhan bersifat pasif,
artinya tidak memerlukan adanya pindah tempat. Gerak dapat terjadi karena adanya
pengaruh rangsangan (stimulus).
Rangsangan yang mempengaruhi terjadinya suatu gerak pada tumbuhan antara
lain : cahaya, air, sentuhan, suhu, gravitasi dan zat kimia. Rangsangan tersebut ada
yang menentukan arah gerak tumbuhan dan ada pula yang tidak menentukan arah
gerak tumbuhan. Rangsangan yang menentukan arah gerak akan menyebabkan
tumbuhan bergerak menuju atau menjauhi sumber rangsangan.
Iritabilitas pada tumbuhan disebabkan karena adanya bagian dinding sel yang
tidak mengalami penebalan. Pada bagian ini terdapat suatu celah yang disebut noktah
yang menghubungkan sel satu dengan yang lain. Melalui noktah terjadi hubungan

antara sel satu dengan lainnya oleh penjuluran-penjuluran protoplasma atau benangbenang plasma yang disebut plasmodesmata.

1.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penyusun merumuskan masalah yang akan diutarakan
sebagai berikut :
1. Apa pengertian, ruang lingkup, dan perubahan masyarakat berkaitan dengan
muamalah?

1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Menjelaskan ruang lingkup dan perubahan masyarakat terhadap muamalah.
2. Menjelaskan hukum dan hikmah munakahat.
3. Menjelaskan pengertian thalaq dan hubungannya dengan pembinaan keluarga.
4. Menjelaskan perekonomian dan kerjasama intra dan antar umat beragama.

1.4. Manfaat Penulisan
Dengan makalah ini kita dapat belajar mengetahui dan memahami apa yang
dimaksud dengan muamalah, munakahat serta permasalahan perekonomian dan
1


kerjasama intra dan antar umat beragama. Dari ketiga pembahasan pokok tersebut
terdapat sub-pembahsan yang memperjelas pembahasan pokok.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MUAMALAH
2.1.1 Pengertian Muamalah
Muamalah adalah hubungan antar manusia, hubungan sosial atau hablum
minanas. Dalam syariat Islam hubungan antar manusia tidak dirinci jenisnya,
tetapi diserahkan kepada manusia mengenai bentuknya. Islam hanya membatasi
bagian-bagian yang penting dan mendasar berupa larangan Allah dalam Al
Quran atau larangan Rasul-Nya yang didapatkan dalam As-Sunnah.
Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat
yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan
kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus
mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan
pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu
terhadap yang lainnya.
Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang
luas dan dapat pula dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan

beberapa pengertian muamalah, yaitu :
 Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara
yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual
beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
 Menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturanperaturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti
perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksisanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajeme perkantoran, baik
umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar dasarnya secara umum
atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam
bertukar manfaat di antara mereka.
 Arti sempit muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang
dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar manfaat.
2

Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah
adalah segala peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik
yang seagama maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya,
dan antara manusia dengan alam sekitarnya.

2.1.2 Ruang Lingkup Muamalah
Dilihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup syariah dalam bidang

muamalah, menurut Abdul Wahhab Khallaf (1978: 32-33), meliputi :
a) Ahkam al-ahwal al- syakhshiyyah ( Hukum Keluarga ), yaitu hukum –
hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak. Ini
dimaksudkan untuk memelihara dan membangun keluarga sebagai unit
terkecil.
b) Al-ahkam al-maliyah ( Hukum Perdata ), yaitu hukum tentang perbuatan
usaha perorangan seperti jual beli (Al-Bai’ wal Ijarah), pegadaian (rahn),
perserikatan (syirkah), utang piutang (udayanah), perjanjian (‘uqud). Hukum
ini dimaksudkan untuk mengatur orang dalam kaitannya dengan kekayaan
dan pemeliharaan hak-haknya.
c) Al-ahkam al-jinaiyyah ( Hukum Pidana ), yaitu hukum yang bertalian
dengan tindak kejahatan dan sanksi-sanksinya. Adanya hukum ini untuk
memelihara ketentraman hidup manusia dan harta kekayaannya,
kehormatannnya dan hak-haknya, serta membatasi hubungan antara pelaku
tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.
d) Al-hkam al-murafa’at ( Hukum Acara ), yaitu hukum yang berhubungan
dengan peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah) dan sumpah (alyamin), hukum ini dimaksudkan untuk mengatur proses peradilan guna
meralisasikan keadilan antar manusia.
e) Al-ahkam al-dusturiyyah ( Hukum Perundang-undangan ), yaitu hukum
yang berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan

hakim dengan terhukum serta menetapkan hak-hak perorangandan
kelompok.
f) Al-ahkam al-duwaliyyah ( Hukum Kenegaraan), yaitu hukum yang berkaitan
dengan hubungan kelompok masyarakat di dalam negara dan antar negara.
Maksud hukum ini adalah membatasi hubungan antar negara dalam masa
damai, dan masa perang, serta membatasi hubungan antar umat Islam
dengan yang lain di dalam negara.
g) Al-ahkam al-iqtishadiyyah wa al-maliyyah ( Hukum Ekonomi dan Keuangan
), yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin di dalam harta
orang kaya, mengatur sumber-sumber pendapatan dan maslah pembelanjaan
negara. Dimaksudkan untuk mengatur hubungan ekonomiantar orang kaya
(agniya), dengan orang fakir miskin dan antara hak-hak keuangan negara
dengan perseorangan.

2.1.3 Perubahan Masyarakat
3

1. Sosial
a) Makna
Perubahan Sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi

orang, komunitas, atau organisasi, ia dapat menyangkut pola “nilai dan
norma” atau “struktur sosial”. Wilbert Moore berpendapat bahwa yang
dimaksudkan dengan perubahan sosial adalah “perubahan penting dari
struktur sosial”, sedangkan yang dimaksudkan dengan struktur sosial
adalah “pola-pola perilaku dan interaksi sosial”.
Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial adalah
perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya saja adanya
organisasi buruh dalam masyarakat kapitalis, terjadi perubahan antara
majikan dengan buruh, selanjutnya organisasi social dan politik.
Dan terakhir, dikutip dari Selo Soemardjan mengartikan perubahan
sosial itu adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem
sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola
perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Perubahan sosial yang terbesar dalam sepanjang abad islam
mungkin adalah apa yang telah dibawa oleh Muhammad saw. Melalui
metode-metode yang dipakai telah mampu mengubah pola perilaku
masyarakat dari yang suka berperang, suka membunuh anak perempuan,
suka mabuk-mabukan menjadi masyarakat yang progresif, intelektual,
terpelajar, dan yang terpenting, semua perilaku masa lalunya hilang

ketika Muhammad mengubah sosio-kultural yang ada pada waktu itu.

b) Faktor Mempengaruhi Perubahan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu perubahan, yaitu:

Bertambah atau berkurangnya penduduk.

Penemuan-penemuan baru.

Pertentangan.

Terjadinya revolusi di dalam masyarakat itu sendiri.

Adanya gangguan dari alam, seperti gempa bumi, tsunami dan
peperangan.

c) Konsep Islam Tentang Perubahan
Perubahan adalah suatu hukum alam atau disebut Sunnatullah. Kita
bisa membuktikan bahwa kehadiran manusia di bumi ini adalah dari
yang tidak ada menjadi ada. Penciptaan bumi dan lain sebagainya pun

hampir sama halnya dengan manusia. Dalam ‘adanya’ manusia, ia telah
mengalami perubahan dari anak, dewasa, dan tua. Dan juga, perubahanperubahan itu terjadi di masyarakat-masyarakat muslim. Perubahanperubahan sosial tentu saja dibolehkan, selama tidak melanggar prinsip
4

asaz-asaz sosial yang telah ditentukan oleh Allah. Akan tetapi, banyak
masyarakat islam yang tidak mengerti akan hal itu, terkadang mereka
atau bahkan kita juga melanggar prinsip-prinsip tersebut. Dan kemudian,
apakah perubahan sosial budaya itu sesuai dengan islam atau bukan, itu
mereka atau bahkan kita sama sekali tidak mengetahui.
Didalam masyarakat islam itu sendiri sebenarnya terbagi menjadi 2
dalam menerima perubahan dan tidak menerima perubahan. Masyarakat
muslim yang tidak menerima perubahan adalah mereka untuk
menyelamatkan iman dan agama mereka. Tidak menerima perubahan
berarti tidak meneriman sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru itu adalah
mungkin berbentuk ide, konsepsi, ataupun gagasan. Selain daripada itu
masyarakat islam terbuka dalam perubahan sosial entah itu dalam
sesuatu yang baru, ataupun karena asimilasi, difusi, dan akulturasi.
Namun, ada juga masyarakat muslim yang menerima perubahan
sosial tanpa batas. Demi untuk maju, semua perubahan dihalalkan.
Apakah mengenai prinsip sosialnya atau cara pelaksanaannya. Dengan

menerima prinsip yang bukan dari Islam, maka ia tergelincir kepada cara
hidup yang bukan kepada islam, walaupun sebenarnya ia masih
beragama islam atau mungkin bisa juga disebut materialisme,
hedonisme, dan isme-isme yang baru. Karena sosiobudayanya tidak
mengikuti dengan apa yang telah digariskan oleh islam. Dan mereka
yang menolak perubahan sosial menjadi statik. Prinsip dan cara
pengalamannya hanya terhenti saat ada dalil naqli. Akal tidak
mempunyai kewenangan untuk mengubahnya.

2. Budaya
a) Arti dan Hakekat Kebudayaan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan
bahwa: “budaya“ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “
kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi
mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak,
kesenian, ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudaaan sebagai
warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai
tata hidup, way of life, dan kelakuan.
Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa jangkauan

kebudayaan sangatlah luas. Untuk memudahkan pembahasan, Ernst
Cassirer membaginya menjadi lima aspek :
1) Kehidupan Spritual
Aspek kehidupan Spritual, mencakup kebudayaan fisik, seperti
sarana (candi, patung nenek moyang, arsitektur), peralatan (pakaian,

5

makanan, alat-alat upacara). Juga mencakup sistem sosial, seperti
upacara-upacara (kelahiran, pernikahan, kematian).
2) Bahasa dan Kesustraan
Adapun aspek bahasa dan kesusteraan mencakup bahasa daerah,
pantun, syair, novel-novel.
3) Kesenian
Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu ; visual arts
dan performing arts, yang mencakup ; seni rupa (melukis), seni
pertunjukan (tari, musik), Seni Teater (wayang), Seni Arsitektur
(rumah,bangunan, perahu).
4) Sejarah dan Ilmu Pengetahuan.
Aspek sejarah ilmu pengetahuan meliputi scince (ilmu-ilmu eksakta)

dan humanities (sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah).

b) Hubungan Islam dan Budaya
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah
memandangnya dari satu sisi saja. Islam memandang bahwa manusia
mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur tanah dan unsur ruh yang
ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam
firman Allah Qs As Sajdah 7-9:“ (Allah)-lah Yang memulai penciptaan
manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari
saripati air yan hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan
meniupkan ke dalam (tubuh)-nya roh (ciptaan)-Nya “
Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk
yang bernama Malaikat, yang hanya mampu mengerjakan perbuatan
baik saja, karena diciptakan dari unsur cahaya. Dan juga menciptakan
Syetan atau Iblis yang hanya bisa berbuat jahat , karena diciptkan dari
api. Sedangkan manusia, sebagaimana tersebut di atas, merupakan
gabungan dari unsur dua makhluk tersebut.
Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan
kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan.
Di sini, Islam mengakui bahwa budaya merupakan hasil karya manusia.
Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu
sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk
mengarahkan dan membimbing karya-karya manusia agar bermanfaat,
berkemajuan, mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat manusia.
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan berkarya,
untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah
alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan
manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong
manusia untuk “berbudaya”. Dan dalam satu waktu Islamlah yang

6

meletakkan kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa
dikatakan bahwa kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama.
c) Sikap Islam terhadap Kebudayaan
Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk
mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang
baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk
menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi
dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia
ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan
membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu
meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di
masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta
mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undangundang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan
perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok.
Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “Usaha kebudayaan harus
menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak
menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia”. Dari situ, Islam
telah membagi budaya menjadi tiga macam :
1) Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : “al adatu muhakkamatun”
artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang
merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di
dalam penentuan hukum. Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan
ketentuan dan kreterianya di dalam Islam, maka adat istiadat dan
kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum.
Sebagai contoh adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam
sebuah harian yang menyatakan bahwa menikah antar agama adalah
dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al adatu muhakkamatun “
karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu masyarakat,
maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu
tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa seorang wanita
muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
2) Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam
Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan
Islam kemudian di “rekonstruksi” sehingga menjadi Islami. Contoh
yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah
haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti
lafadh “talbiyah” yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah
7

dengan telanjang. Islam datang untuk meronstruksi budaya tersebut,
menjadi bentuk “Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya.
3) Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah.
Mereka mempunyai budaya “Tumpeng Rosulan”, yaitu berupa
makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng
lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut
masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan selatan (Samudra
Hindia).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang
bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak
dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan
seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada
kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak mempertinggi derajat
kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan
kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena
mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk halhal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah
meninggal dunia.

3. Ekonomi
a) Kaidah fiqih dalam transaksi ekonomi (muamalah)
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek muamalah dari
sistem Islam, sehingga kaidah fiqih yang digunakan dalam
mengidentifikasi transaksi-transaksi ekonomi juga menggunakan kaidah
fiqih muamalah. Kaidah fiqih muamalah adalah al ashlu fil muamalati al
ibahah hatta yadullu ad daliilu ala tahrimiha (hukum asal dalam
urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan
dengan muamalah yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun
anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-Qur’an maupun Al-Hadist),
maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
Kaidah fiqih dalam muamalah di atas memberikan arti bahwa
dalam kegiatan muamalah yang notabene urusan ke-dunia-an, manusia
diberikan kebebasan sebebas-bebasnya untuk melakukan apa saja yang
bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan
lingkungannya, selama hal tersebut tidak ada ketentuan yang
melarangnya. Kaidah ini didasarkan pada Hadist Rasulullah yang
berbunyi: antum alamu biumurid dunyakum (kamu lebih tahu atas
urusan duniamu). Bahwa dalam urusan kehidupan dunia yang penuh
dengan perubahan atas ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan
mutlak kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya, tanpa
memberikan aturan-aturan kaku yang bersifat dogmatis. Hal ini
8

memberikan dampak bahwa Islam menjunjung tinggi asas kreativitas
pada umatnya untuk bisa mengembangkan potensinya dalam mengelola
kehidupan ini, khususnya berkenaan dengan fungsi manusia sebagai
khalifatul-Llah fil ardlh (wakil Allah di bumi).
Efek yang timbul dari kaidah fiqih muamalah di atas adalah
adanya ruang lingkup yang sangat luas dalam penetapan hukum-hukum
muamalah, termasuk juga hukum ekonomi. Ini berarti suatu transaksi
baru yang muncul dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah
Islam belum ada/dikenal, maka transaksi tersebut dianggap
diperbolehkan, selama transaksi tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip
yang dilarang dalam Islam.

b) Konsep aqad fiqih ekonomi (muamalah)
Setiap kegiatan usaha yang dilakukan manusia pada hakekatnya
adalah kumpulan transaksi-transaksi ekonomi yang mengikuti suatu
tatanan tertentu. Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha
adalah transaksi riil yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek
berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena
manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau
dilakukannya sesuai dengan fitrahnya manusia harus berusaha
mengadakan kerjasama di antara mereka. Kerjasama dalam usaha yang
sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah pada dasarnya dapat
dikelompokkan ke dalam:
1) Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak
dapat menjadi pemberi pembiayaan dimana atas manfaat yang
diperoleh yang timbul dari pembiayaan tersebut dapat dilakukan bagi
hasil.
2) Kerjasama dalam perdagangan, di mana untuk meningkatkan
perdagangan dapat diberikan fasilitas-fasilitas tertentu dalam
pembayaran maupun penyerahan obyek.
3) Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi adalah
manfaat dari penggunaan asset.
Kegiatan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) dalam
bidang ekonomi menurut Syariah harus memenuhi rukun dan syarat
tertentu. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan menjadi dasar
terjadinya sesuatu, yang secara bersama-sama akan mengakibatkan
keabsahan. Rukun transaksi ekonomi Syariah adalah:
 Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan
pembeli, penyewa dan pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima
jasa.
 Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek
transaksi.
9

 Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan
menyerahkan (ijab) bersama dengan kesepakatan menerima (kabul).
Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang
keberadaannya menjadi pelengkap dari rukun yang bersangkutan.
Contohnya syarat pihak yang melakukan transaksi adalah cakap hukum,
syarat obyek transaksi adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya,
jelas ukurannya, bermanfaat dan jelas nilainya.
Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan dahwa Fiqih Muamalah merupakan ilmu yang mempelajari
segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat).
Perilaku manusia di sini berkaitan dengan landasan-landasan syariah
sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari
fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masingmasing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi (muamalah)
yang khas dengan dasar-dasar nilai ilahiyah.

2.2 MUNAKAHAT
2.2.1 Pengertian Perkawinan
Perkawinan dalam fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu
nikah dan zawaj. Kata na-kaha dan za-wa-ja terdapat dalam Al-Qur’an dengan
arti kawin yang berarti bergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti akad.
Firman Allah SWT :

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.”(An Nisa/4:3)
Menurut Fiqh, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling
utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan
hanya untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga
perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya.

10

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu
pernikahan yang merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah
Allah dan pelaksanaanya adalah merupakan ibadah.
Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan
masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang
berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.

2.2.2 Hukum Perkawinan
Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah
mampu untuk menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang
bermacam-macam, maka hukum nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam,
yaitu :
a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya
sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan-keperluan
lain yang mesti dipenuhi.
b. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak
menikah ia akan terjerumus dalam perzinaan.
c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan
pernikahankarena tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau
kemungkinan lain lemah syahwat.
d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti
istrinya atau menyia-nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang
yang tidak mampu memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya tidak
mendesak.
e. Mubah, bagi orang-orang yang tidak terdesak oleh
mengharuskan segera nikah atau yang mengharamkannya.

hal-hal

yang

2.2.3 Rukun Perkawinan
Perkawinan (nikah) dalam Islam akan terlaksana dengan baik dan
dianggap sah (berlaku) jika terpenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah
menurut syariat Islam ada lima, yaitu :
a. Calon Suami
b. Calon Istri
c. Wali
Wali yang menikahkan adalah wali nasab, yaitu wali yang mempunyai
hubungan darah dengan calon isteri. Wali yang terpokok (wali mujbir)
11

adalah bapak dan kakek calon isteri, kemudian disusul wali yang lain, yakni
paman, saudara laki-lakinya, dan seterusnya. Jika wali nasab ini tidak ada,
atau ada tetapi tidak memenuhi kriteria (karena beda agama, sulit dicari, atau
tidak bersedia dengan alasan yang tidak bisa diterima), maka walinya adalah
wali hakim yang diwakili oleh kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan.
d. Saksi
Dua orang saksi yang memenuhi syarat, yakni beragama Islam, dewasa,
sehat rohani, laki-laki, dan tidak menjadi hamba (budak).
e. Ijab
Ijab (menawarkan tanggung jawab), dan qabul (menerima tanggung jawab).
Ijab merupakan penegasan kehendak pihak perempuan untuk mengikatkan
diri dalam ikatan perkawinan dan qabul merupakan penegasan penerimaan
pengikatan diri oleh pengantin laki-laki. Penegasan penerimaan ini harus
diucapkan langsung oleh pengantin laki-laki setelah ucapan penawaran dari
pihak pengantin perempuan melalui walinya. Kabul tidak boleh berjarak
lama dan ragu-ragu, tetapi harus cepat dan mantap.

2.2.4 Syarat Perkawinan
a) Adanya persetujuan kedua belah pihak (calon mempelai).
Persetujuan harus lahir secara tulus dari kedua belah pihak tanpa paksaan
dan tekanan dari orang lain. Tanpa adanya persetujuan, perkawinan tidak
dapat dilangsungkan.
b) Adanya mahar (mas kawin).
Mahar merupakan hak mutlak seorang isteri dan kewajiban bagi suami untuk
memberikannya setelah akad nikah dilangsungkan. Bentuk mahar bisa
berupa uang, barang, atau jasa dan bisa dibayar tunai atau hutang. Mahar
tidak termasuk rukun dalam perkawinan. Karena itu, jika pada waktu akad
mahar tidak disebutkan, perkawinannya sah. Bila mahar sudah ditetapkan,
maka suami wajib membayar, karena termasuk hutang. Nabi menganjurkan
untuk memberi mahar yang sederhana saja, jangan sampai mahar menjadi
beban dalam perkawinan. Jika suami meninggal dan mahar belum diberikan,
maka suami wajib memberikan mahar hanya setengah dari yang ditetapkan.
Mahar ini merupakan lambang penghalalan hubungan suami isteri dan
lambang tanggung jawab suami kepada isterinya.
c) Tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan.
Larangan-larangan perkawinan seperti perbedaan agama, hubungan darah,
hubungan darah karena perkawinan, persusuan, serta larangan-larangan
khusus.

2.2.5 Hikmah Perkawinan
a) Perkawinan dapat menentramkan jiwa dan menghindarkan dari maksiat.
12

Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan nafsu seksualnya
dengan rasa aman dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan
lahir batin. Firman Allah AWT :

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi kaum yang berfikir.”(Ar Rum/30:21)
b) Perkawinan untuk melanjutkan keturunan.
Firman Allah SWT :

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.”(An Nisa/4:1)

2.3 THALAQ
2.3.1. Pengertian Thalaq
Kata “thalaq” dalam bahasa Arab berasal dari kata thalaqa-yathalaquthalaqa yang bermakna melepas/mengurai tali pengikat, baik tali itu bersifat
kongkrit maupun abstrak, kata thalaq merupakan isim masdar dari kata thalaqayathaliqu-thathqar yang bermakna “irsai” dan “tarku” yaitu melepaskan dan
meninggalkan. Al-Jaziri dalam kitabnya al-fiqh alal madzahibil arba’ah
memberikan definisinya :
13

ُ َ‫اَطّل‬
‫صا ِن َحلّ ِه بِلَ ْف ٍظ َم ْخصُوْ ص‬
َ ‫اح اَوْ نُ ْق‬
ِ ‫ق اِ ْز لَةُ النّ َك‬
“Thalaq ialah menghilangkan ikatan perkawinan / mengurangi pelepasan
ikatannya dengan mempergunakan kata-kata tertentu”
Dalam istilah agama, “thalaq” artinya melepaskan ikatan perkawinan / bubarnya
hubungan perkawinan.
‫اج َواِ ْنهَا ُء ْال َعلَ قَ ِة ال ّزوْ ِجيّ ِة‬
ِ ‫حُلّ َرابِطَ ٍة ال ّزا َو‬
“Thalaq ialah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”.

2.3.2. Syarat–syarat Thalaq
a. Suami
b. Berakal
c. Baligh
d. Atas kemauan sendiri, karena bila atas kehendak orang lain tidak sah.
Rasulullah bersabda :
ْ ِ‫ض َح ع َْن اُ ّمت‬
‫ىال َخطَا َء َوالنّ ْسيَانَ َو َماا ْستُ ْك ِر ه َُوا َعلَ ْي ِه‬
َ ‫اِ ّن اَ َو‬
“Sesungguhnya Allah melepaskan dari umatku tanggung jawab dosa silap,
lupa dan suatu yang dipaksakan kepadanya”.
e. Istri
f. Masih dalam lindungan suami
g. Berdasarkan atas akad perkawinan yang sah.

2.3.3. Hukum–hukum Thalaq
Dalam kehidupan suami istri tidak sepantasnya mereka berusaha
memutuskan/merusak tali perkawinan. Meskipun suami diberi hak menjatuhkan
thalaq tanpa alasan/sebab termasuk perbuatan tercela dan benci Allah.
Rasulullah bersabda:
ُ َ‫اَ ْبغَضُ ْال َحـلَ ِل اِلَى اِ الطّل‬
‫ق‬
“Perkara halal yang paling dibenci Allah ialah menjatuhkan thalaq”
Dan seseorang yang berusaha merusak tali hubungan suami istri
dipandang keluar dari rel kebijaksanaan hukum Islam dan tidak sepantasnya ia
menanamkan seorang muslim.
‫ّب ا ْم َرأَةً َعلَى َزوْ ِجهَا‬
َ ‫ْس ِمنّا َم ْن خَ ب‬
َ ‫لَي‬
“Bukanlah termasuk golonganku orang merongrong hubungan seorang suami
istri”
Dalam hukum thalaq, para fuqaha berbeda-beda pendapat mengenai
hukum asalnya, yaitu pendapat yang menetapkan bahwa suami diharamkan
menjatuhkan thalaq kecuali karena darurat (terpaksa). Adapun sebab-sebab dan
14

alasan-alasan untuk jatuhnya thalaq yang menyebabkan kedudukannya menjadi
wajib, haram, sunnah dan makruh.
a.

Thalaq menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri, dalam hal ini suami
tidak mampu menunaikan hak-hak istri, serta menunaikan kewajibannya
sebagai suami. Menurut H. Sulaiman Rasyid bahwa thalaq menjadi wajib
apabila terjadi perselisihan antara suami istri dengan 2 hakam yang
mengutus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya
cerai.

b.

Thalaq menjadi sunnah apabila suami istri tidak sanggup membayar
kewajiban (nafkah) dengan cukup / si istri rusak moralnya (tidak menjaga
kehormatan dirinya), seperti berbuat zina, melanggar larangan agama /
meninggalkan kewajiban agama seperti shalat, puasa.

c.

Haram (bid’ah) jika istri dalam keadaan haid dan suami berlaku serong,
baik dengan bekas istrinya ataupun dengan wanita lain.Sayyid Sabiq
mengemukakan bahwa thalaq diharamkan bila tidak ada keperluan untuk
itu dikarenakan thalaq yang demikian dapat menimbulkan mudharat.

d.

Mubah, hukum ini dibolehkan ketika ada keperluan seperti jeleknya
perilaku istri, buruknya sikap istri terhadap suami, suami menderita karena
tingkah laku istri dan suami tidak mencapai tujuan perkawinan karena istri.

e.

Makruh, dikarenakan thalaq itu menghilangkan perkawinan yang di
dalamnya terkandung kemaslahatan-kemaslahatan yang sunnahkan dan
makruh merupakan hukum asal dari thalaq tersebut.

2.3.4. Macam – macam Thalaq
Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena berbagai hal, antara
lain karena terjadinya talaq yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya, atau
karena perceraian yang terjadi diantara keduanya, atau karena sebab-sebab yang
lainnya.
Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.

Talak Raj’i
Talak raj'i adalah talak yang boleh dirujuk kembali oleh mantan suaminya
selama masa iddah, atau sebelum masa idahnya berakhir. Termasuk talak
raj'i adalah talak satu/dua. DR. al-Syiba'iy menyatakan bahwa talak raj'i
adalah talak yang tidak membutuhkan pembarruan aqad nikah saat suami
kembali kepada istrinya, termasuk juga tidak memerlukan mahar dan
persaksian. Firman Allah SWT :

15

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak
ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
itulah orang-orang yang zalim.(Al Baqoroh/2:229)”
b.

Talak Bain
Talak ba'in adalah talak yang dijatuhkan suami, dan bekas suami tidak
boleh merujuk kembali kecuali dengan pembaruan akad nikah dengan
seluruh syarat dan rukunnya. Talak bain ada 2 macam : Pertama ba'in
shughra adalah menghilangkan pemilikan mantan suami terhadap mantan
istrinya tetapi tidak menghilangkan kebolehan mantan suami untuk rujuk
dengan memperbaharui akad nikah. Kedua ba'in kubra talak tiga dimana
mantan suami tidak boleh rujuk kembali kecuali jika mantan istrinya pernah
menikah lagi

Dari dua macam talak tersebut, kemudian bisa dilihat dari beberapa segi antara
lain:
1.

Dari segi waktu kejadinnya talak terbagi menjadi dua,
a) Talak Munajjas
Talak munajjas adalah talak yang tidak digantungkan kepada syarat dan
tidak pula disandarkan kepada suatu masa yang akan datang, tetapi talak
yang dijatuhkan pada saaat diucapkannya talak itu sendiri.
b) Talak Mua’llaq
Talak mua’llaq adalah talak yang jatuhnya disandarkan pada suatu masa
yang akan datang. Misalnya, suami berkata kepada istrinya, “engkau
tertalak besok atau engkau tertalak yang akan datang”. Istilah lain dari
talak mua’llaq ini adalah ta’lik talak.
16

2. Dari segi baik atau tidaknya, ada dua:
a) Talak Sunni
Talak sunni adalah talak yang terjadi sesuai dengan ketentuan agama,
yaitu seorang suami mentalak istrinya yang telah dicampuri dengan
sekali talak dimasa bersih dan belum ia sentuh kembali dimasa
bersihnya itu berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi, “Talak
(yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”(QS. Al Baqarah:
229) Dikatakan sebagai talak sunni apabila mempunyai tiga syarat
berikut,
 Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli. Bila talak dijatuhkan
pada istri yang belum pernah dikumpuli, maka tidak termasuk talak
sunni.
 Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak.
 Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci.
b) Talak bid’iy
Talak bid’iy adalah talak yang dijatuhkan pada waktu dan jumlah yang
tidak tepat. Talak bid’iy merupakan talak yang dilakukan bukan
menurut petunjuk syariah, baik mengenai waktunya, maupun cara-cara
menjatuhkannya. Talak bid’iy tersebut antara lain,
 Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu istri sedang dalam
masa haid.
 Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu istri dalam
keadaan suci, tetapi sudah pernah dikumpuli suaminya ketika dia
dalam keadaan suci tersebut.
3. Dari segi cara melakukannya, ada lima yaitu:
a)

Talak dengan perkataan atau ucapan
Ucapan talak ada yang sharih dan ada yang kinayah. Kata-kata yang
sharih artinya dapat dipahami maknanya, seperti “engkau saya cerikan.”
Atau dengan kata lain yang menunjukkan arti talak.

b) Talak dengan kinayah
Sindiran atau kinayah disini harus mengandung makna cerai, misalnya
“anti bain,” yang berarti engkau tidak menjadi istri, atau dengan ucapan
“amruki biyadiki,” yang berarti persoalanmu ditanganku. Kata-kata
tersebut mengandung makna pemberian hak dan kebebasan untuk
menentukan pilihan untuk melakukan sesuatu. Talak dengan kinayah
tidak jatuh kecuali dengan disertai niat. Apabila seseorang dengan tegas
mentalak tetapi ia berkata bahwa: saya tidak berniat dan tidak bermaksud
mentalak, maka tidak jatuh talaknya, karena kinyah mempunyai arti yang

17

ganda (makna talak dan selain talak).
memmbedakannya hanyalah niat dan tujuannya.
c)

Dan

perkara

yang

Talak dengan surat atau tulisan
Talak dengan tulisan atau lewat surat dianggap jatuh talaknya meskipun
suami yang menulis surat itu dapat berbicara dan dapat mengucapkan
talak, dengan syarat: tulisannya jelas dan tertentu, jelas artinya, dapat
dibaca, dan jelas tujuannya . Misalnya, dalam lembaran kertas tersebut
tertulis, “Hai fulanah, sekarang engkau saya ceraikan.”

d)

Talak dengan menggunakan bahasa isyarat bagi tuna wicara
Bagi orang bisu, isyarat adalah alat untuk membuat orang lain
memahami keinginannnya. Karena itu, isyarat sama seperti ucapan
dalam menjatuhkan talak apabila isyarat itu dimaksudkan untuk
mengakhiri ikatan perkawinan.

e)

Talak dengan mengirim utusan
Apabila talak dapat dijatuhkan dengan ucapan yang sharih atau kinayah
atau dengan tulisan, maka talak juga sah disampaikan oleh utusan yang
diutus suaminya untuk menyampaikan kepada istrinya yang jauh kalau ia
sudah diceraikan oleh suaminya. Utusan dalam hal ini, sama
kedudukannya dengan suami yang menceraikannya, talaknya sah dan
berlaku.

2.3.5. Pembinaan Keluarga
Dalam kitab suci Al Qur'an terdapat surat Al 'Alaq ayat 1:"Iqro
bismirabbikallazi kholaq" artinya Bacalah dengan menyebut nama Tuhan Yang
Menciptakan. Jadi intinya seruan kepada umat Islam untuk membaca. Adanya
seruan ini memberikan manfaat kepada umat Islam yakni menjadi orang yang
beriman dan berpengetahuan. Sehingga dalam hal ini mencari pengetahuan itu
adalah sangat-sangat penting.Insha Allah pada kesempatan ini tema yang
diangkat yaitu bagaimana Islam mengajarkan umatnya membina keluarga.
Allah SWT menciptakan kita berpasang-pasangan, yang tua muda, ada
pria wanita, baik buruk, siang dan malam dsb, yang kesemuanya itu diciptakan
dengan tujuan. Jadi semua ciptaan Allah tidak ada yang sia- sia. Islam adalah
agama yang sempurna, dan hanya agamalah yang bisa menjelaskan hal-hal yang
ghoib, karena tidak semua yang ada di dunia ini dapat ditangkap/terima oleh
akal/rasional, sehingga orang-orang philosoph banyak menemui masalah ketika
harus menjelaskan masalah masalah yang tidak bisa dijelaskan oleh akal.
Allah menjadikan dunia ini indah, maka kuciptakan sesuatu itu
berpasang-pasangan. Hikmah diciptakannya sesuatu berpasang-pasangan:
1. Sesuatu dikatakan baik karena ada yang tidak baik, jadi sebagai tolak ukur.
2. Untuk mengembangkan specias makhluk hidup, jadi setelah menikah
mendapatkan anak/keturuna. Melanjutkan keturunan ini hanya dibolehkan
yaitu melalui institusi pernikahan.
18

Di dalam Al Qur'an pernikahan itu adalah mitsaqon gholizo artinya suatu
ikatan/perjanjian yang kuat. Firman Allah SWT :

“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali( harta yang telah kamu
berikan), padahal sebagian kamu telah bercampur sebagai suami istri. Dan
mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat." (An
Nisa/4:21)
Nikah itu adalah suatu yang sakral adalah merupakan sunah Rasulullah
Saw. Sebagamana Sabda Rasulullah Saw: "Nikah itu adalah sunnahku, maka
siapa yang benci Sunnahku maka sesungguhnya ia bukan dari golonganku ".
(Riwayat Ibnu Majah). Lantas bagaimana caranya menjaga agar pernikahan itu
langgeng?
a. Memiliki kemampuan.
Rasulullah Saw bersabda "Wahai pemuda-pemuda, barang siapa yang
mampu di antara kamu, hendaknya ia menikah karena sesungguhnya
pernikahan itu akan menjaga kamu dari yang tidak halal dan barang siapa
yang tidak mampu menikah hendaklah ia berpuasa, puasa itu menjadi
benteng"(Riwayat Muslim). Bila mana anak kita belum mampu, jangan
dipaksakan segera menikah. Kita tidak bisa hanya berdasarkan pada dalil
bahwa pada diri setiap anak ada rezeki. Kita juga harus melihat dalil yang
lain kamu mendapatkan suatu hasil dari yang kamu usahakan. Untuk itu
penting sekali adanya kemampuan pada setiap individu yang akan
menikah,kita tidak bisa hanya bermodalkan nekat atau karena cinta, tapi
harus ada kemampuan.
b. Pilih yang baik sebagai pasanganmu.
Dari surat An Nisa ayat 3, intinya yaitu kawinilah perempuan yang baik
yang kamu senangi. Oleh karena itu penting sekali untuk memilih yang
tepat, jangan sampai kita salah pilih karena dikawatirkan dikemudian hari
akan menjadi masalah.
c. Motivasi menikah
Umumnya ada 4 motivasi menikah:
1)
2)
3)
4)

Karena hartanya.
Karena keturunannya/nasabnya/kebangsawanannya.
Karena kecantikannya.
Karena agamanya

Rasulullah Saw bersabda "Wanita dinikahi karena empat perkara : karena
hartanya, kecantikannya, nasabnya dan agamanya. Maka pilihlah yang
19

beragama (shalehah) niscaya engkau akan bahagia". (Muttafaqun Alaih)
Rasulullah SAW sangat menganjurkan kepada para pemuda agar mereka
lebih memprioritaskan memilih dzaatuddin untuk dijadikan pendamping
hidupnya. Beruntunglah orang yang menikah karena pertimbangan motivasi
yang ke empat yaitu karena agamanya. Jangan jadikan harta, atau kecantikan
ataupun keturunan saja sebagai dasar untuk menikah, karena bisa jadi
motivasi tersebut membawa masalah di dalam pernikahan. Misalkan
menikah dengan pasangannya karena kecantikan, bila kecantikan tersebut
pudar, maka pudarlah rasa cintanya, goyahlah pernikahannya. Nikah karena
dasar kecantikan apa perlu, benar ini sangat perlu. "Allah itu Mahaindah dan
Dia mencintai keindahan". DenganRahmat-Nya, Allah menanamkan pada
hati hamba-hamba-Nya rasa suka akan keindahan.Yang menjadi masalah
adalah jangan jadikan kecantikan itu satu-satunya faktor yang memotivasi
pernikahan. Pernikahan konon menjadi kekal bilamana motivasi menikah itu
karena agamanya.Bahkan seorang wanita yang memiliki budi pekerti yang
baik akan tampak lebih cantik dari sekedar wanita cantik. Rasulullah Saw.
bersabda : "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah
wanita shalihah."(HR. Muslim).

2.4 PEREKONOMIAN DAN KERJASAMA INTRA DAN ANTAR
UMAT BERAGAMA
2.4.1 Kerjasama Intra Umat Beragama
Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang mendapat
perhatian penting dalam islam. Al-qur’an menyebutkan kata yang mengandung
arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai persamaan, baik
persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Ukhuwah yang
islami dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu :
1) Ukhuwah ’ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada
Allah.
2) Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat manusia adalah
bersaudara, karena semua berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan
Hawa.
3) Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan
kebangsaan.
4) Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan
bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib
sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam
haditsnya yang artinya ” Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu
tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan
merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan
kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan muslim
20

dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh
kesamaan aqidah.
Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam
masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Salah satu masalah yang
di hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan
sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Salah satu sebab rendahnya rasa
persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah karena randahnya
penghayatan terhadap nilai-nilai Islam.
Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan
ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu :
1) Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini
mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan
agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua
praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara
beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang
ditemukan dalam riwayat (hadits).
2) Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun(yang salah dalam berijtihad pun
mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama
seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan
tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya
itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang
benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita
ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang
yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti,
haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya
setelah melalui ijtihad.
3) Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan
suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini
dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan
hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka
Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya
para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari
ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing
mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.
Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam
mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang
mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi
terhadap firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan
untuk terjadi perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan
permusuhan. Di sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk
menyelesaikan pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan
permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah diperankan untuk
21

menghilangkannya dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling
bertentangan.

2.4.2 Kerjasama Antar Umat Beragama
Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan
masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat
muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara
esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami
bahwa Isalam yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al-quran dan Assunnah, tetapi dampak sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara
konsekwen ddapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.
Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap
makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang
bersifat universal. Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi,
dan sosiologo. Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme
dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap
manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama menerima satu dogma
yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang
homogin hanya denga tindakan yang sangat mudah ,yakni membaca syahadat.
Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia
tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan umat
Islam.
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh
syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua
persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi
pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja
samayang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial
anatar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja
sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang,
bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

2.4.3 Review Study Terdahulu Mengenai Kerjasama Antar Umat
Beragama
Studi tentang kerjasama antarumat umat beragama melalui pendekatan
kuantitatif sejauh ini belum banyak dilakukan. Diantara sedikit penelitian yang
pernah dilakukan antara lain bisa disebut Fu Xie, Asuthos Varshney, Tim dari
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/BAPPENAS
dan
Kusumadewi.
Dalam rangka menyusun disertasinya, Fu Xie (2006) melakukan
penelitian tentang Hubungan Antara Orang Kristen dan Islam dalam Masyarakat
Sipil: Studi di Kota Sukabumi dan Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan
dengan pendekatan kualitatif.
22

Variabel dependen dalam penelitian adalah:




Perilaku inklusif,
Sikap inklusif, dan
Trust terhadap orang dari agama lain.

Variabel independen dikelompokkan ke dalam tiga tingkat yaitu:




Identitas dan interaksi sehari-hari yang termasuk dalam tingkat mikro,
Interaksi asosiasional yang mewakili tingkat meso, dan
Pengaruh negara (state) yang merupakan tingkat makro.

Temuan penelitian antara lain menyatakan bahwa:

Orang Kristen sebagai kelompok minoritas di kedua kota yang diteliti,
lebih berperilaku inklusif dibandingkan dengan orang Islam.

Di kota kecil (Sukabumi) semakin tinggi perilaku inklusif seseorang
maka semakin tingg