I. PENDAHULUAN Latar Belakang Dan Ma

I. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tanaman jeruk siam (Citrus nobilis var. microcarpa) merupakan salah satu

tanaman hortikultura yang menjadi komoditi unggulan di Pontianak Kalimantan
Barat. Buah Jeruk siam telah terkenal secara luas dan diakui memiliki rasa yang
khas, berkulit tipis, manis dengan sedikit rasa asam serta memiliki kandungan
vitamin C yang sangat berguna untuk kesehatan. Selain dapat dimakan langsung
buah jeruk siam juga dapat digunakan dalam industri obat-obatan dan minuman
segar. Sentra tanaman jeruk siam Provinsi Kalimantan Barat berada di wilayah
Kabupaten Sambas. Tanaman jeruk berkembang pesat disepanjang bagian barat
aliran sungai Sambas Besar yaitu diwilayah Selakau, Pemangkat, Tebas dan
Sambas, Kabupaten Sambas. Kecamatan tebas merupakan sentra produksi jeruk
karena memiliki areal tanam yang luas dibandingkan dengan Kecamatan lainnya
yaitu 6.400 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Pontianak, 2001)
Produksi buah jeruk siam tahun 1991 mencapai 266.362 ton dengan luas
areal sekitar 18.512 ha. Hal ini tidak bertahan lama karena produksi jeruk terus
menurun dan tercatat pada tahun 2010 hasil produksi 145,643 ton, dengan luas
areal 7,321 ha. Menurunnya produksi dan areal tanaman jeruk diakibatkan karena

adanya konversi lahan dan penyakit yang menyerang tanaman jeruk di Kabupaten
Sambas (Biro Pusat Statistik, 2011).
Penyakit yang menyerang tanaman jeruk diantaranya disebabkan oleh
serangan jamur. Jamur yang menyerang tanaman jeruk menyebabkan penyakit
diploidia pada batang, busuk akar, antraknosa pada batang dan ranting, serta
kudis, bercak daun, melanosa, embun tepung, embun jalaga pada daun dan buah.
Gejala serangan penyakit mulai terlihat pada beberapa tingkatan umur yaitu umur
0 sampai 8 bulan setelah okulasi, umur 8 bulan sampai 4 tahun tanaman sebelum
berbuah, dan tanaman setelah berbuah sampai panen. Serangan penyakit ini dapat
menimbulkan kerugian terutama mengurangi kuantitas dan kualitas buah jeruk.
Serangan penyakit diploidia dan busuk akar pada tanaman jeruk dapat
menggangu proses pengangkutan unsur hara pada jaringan pembuluh tanaman
1

jeruk. Serangan penyakit ini merupakan salah satu penyebab matinya tanaman
jeruk di Kabupaten Sambas dan menimbulkan kerugian yang besar karena
tanaman ini mencapai umur produktif setelah dipelihara selama bertahun-tahun
dengan biaya investasi yang besar (Semangun, 2000).
Intensitas serangan penyakit pada daun tanaman jeruk yang disebabkan
oleh jamur mencapai 25-75%, serangan bersifat merata dan termasuk kedalam

katagori serangan berat (Ningsih, 2010). Serangan berat pada daun dapat
menganggu fungsi daun sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis,
karena jamur ini menghambat proses pembentukan zat gula atau karbohidrat
sehingga kesuburan tanaman akan berkurang dan produksi buah akan terganggu
(Pracaya, 2000).
Menurut Salamiah dkk, (2008) jamur patogen Botryodiploidia theobromae
pada batang tanaman jeruk penyebab penyakit diploidia. Jamur Elsinoe sp
ditemukan pada organ yang menunjukkan gejala penyakit kudis pada tanaman
jeruk (Timmer dkk, 1996).
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya maka perlu
diadakan penelitian lebih lanjut mengenai jamur dari organ yang sakit pada
tanaman jeruk siam di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
1.2

Perumusan Masalah
Jeruk siam merupakan tanaman holtikultura yang menjadi komoditi

unggulan di Kalimantan Barat. Salah satu penyebab turunnya produksi jeruk siam
di Kalimantan Barat yaitu adanya serangan penyakit yang menyerang organ akar,
batang, daun dan buah tanaman jeruk. Data mengenai jenis-jenis jamur pada organ

tanaman yang sakit sangat diperlukan untuk proses pengendalian penyakit.
Permasalahannya adalah jenis jamur apa yang terdapat pada organ sakit tanaman
jeruk (Citus nobilis) di Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas ?
1.3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis jamur dari organ sakit

2

pada tanaman jeruk siam (Citrus nobilis) pada beberapa tingkatan umur tanaman
jeruk siam (Citrus nobilis) Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas ?
1.4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jamur yang

menyerang tanaman jeruk siam (Citrus nobilis) pada beberapa tingkatan umur
tanaman sehingga dapat memberikan masukan untuk pengendalian penyakit.


3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Diskripsi Tanaman Jeruk Siam (C. nobilis)
Tanaman jeruk merupakan buah tahunan yang berasal dari Asia. Sejak

ratusan tahun yang lalu, jeruk tumbuh di Indonesia baik secara alami atau
dibudidayakan (Prihatman, 2000).

Gambar 2.1 Pohon Jeruk Siam (Citrus nobilis var. microcarpa)
Sumber : koleksi pribadi
Klasifikasi tanaman jeruk siam menurut Stennis, (1975) :
Regnum

: Plantae


Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Geraniales

Famili

: Rutaceae


Genus

: Citrus

Spesies

: Citrus nobilis
Tumbuhan jeruk siam merupakan jenis pohon dengan tinggi 2-8 meter

(Gambar 2.1). Tangkai daun bersayap sangat sempit sampai boleh dikatakan tidak
bersayap, panjang 0,5-1,5 cm. Rantingnya tidak berduri dan tangkai daunnya
selebar 1-1,5 mm.

4

A
B
Gambar 2.2 A. Bunga Jeruk Siam, B. Daun jeruk siam
Sumber : koleksi pribadi

Helaian daun berbentuk bulat telur sampai lanset, ujung daun tumpul,
pangkal daun meruncing, tepi daun bergerigi, susunan pertulangan daun menyirip
dengan panjang daun 3,5-8 cm. Batang dengan daun dihubungkan oleh tangkai
dengan panjang sekitar 1,3 cm (Gambar 2.2B). Bunga sempurna dengan diameter
1,5-2,5 cm, mahkota berwarna putih (Gambar 2.2A), berjumlah 4-5 dan saling
lepas, kelopak bunga berjumlah 4-5 saling berlekatan atau tidak berlekatan, daun
keluar dari ketiak daun atau pucuk ranting yang masih muda, berbau harum dan
banyak mengandung nektar dan madu (Soelarso, 1996; Stennis, 1975).

Gambar 2.3 Buah Jeruk Siam
Sumber : koleksi pribadi
Buah bewarna hijau kekuningan, mengkilat, dan permukaannya halus
(Gambar 2.3). Tebal kulitnya 0,2-0,3 cm, dan daging buahnya bertekstur lunak
berwarna orange, mengandung banyak air dengan rasa yang manis dan segar,
setiap buah memiliki sekitar 20 bji, berat tiap buah sekitar 75,6 g (Steenis, 1975).
5

2.1.1

Syarat Tumbuh Tanaman Jeruk

Syarat tumbuh yang harus diperhatikan diantaranya suhu optimum 25-

30ºC , curah hujan 1.900-2.400 mm / pertahun dengan rata-rata 2-4 bulan basah
dan 3-5 bulan kering, kecepatan angin yang lebih dari 40-48% akan merontokkan
bunga dan buah. Daerah yang intensitas dan kecepatan anginnya tinggi tanaman
penahan angin lebih baik ditanam berderet tegak lurus dengan arah angin. Jeruk
memerlukan 5-6, 6-7 atau 9 bulan penghujan. Bulan penghujan diperlukan untuk
perkembangan bunga dan buah agar tanahnya tetap lembab. Di Indonesia tanaman
ini sangat memerlukan air yang cukup terutama di bulan Juli-Agustus. Temperatur
optimal antara 25-30ºC namun ada yang masih dapat tumbuh normal pada 38ºC.
Jeruk siam memerlukan temperatur 20ºC. Semua jenis jeruk tidak menyukai
tempat yang terlindung dari sinar matahari. Kelembaban optimum untuk
pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80% (Triyono, 2010).
2.2

Jamur
Jamur adalah mikroorganisme eukariota, memiliki spora, dan tidak

mempunyai klorofil, mempunyai dinding sel yang berisi khitin, selulosa, atau
keduanya (Shivas dan Beasley, 2005). Sebagian besar jamur yang telah diketahui

bersifat saprofit, hidup pada bahan organik, yaitu membantu pelapukan. Beberapa
diantaranya sekitar 8000 spesies jamur menyebabkan penyakit pada tumbuhan
yang dapat menyerang satu atau banyak jenis tumbuhan.
Jamur yang menyebabkan penyakit pada tumbuhan ada yang bersifat
parasit. Jamur parasit pada tumbuhan dibagi menjadi 2 tipe yaitu jamur parasit
obligat dan parasit non obligat. Jamur parasit obligat yaitu Jamur yang dapat
tumbuh dan memperbanyak diri hanya apabila tetap berhubungan dengan
tumbuhn inangnya. Sedangkan, jamur parasit non obligat yaitu jamur yang
membutuhkan tumbuhan inang untuk sebagian daur hidupnya tetapi tetap dapat
menyelesaikan daur hidupnya pada bahan organik mati maupun pada tumbuhan
hidup ( Agrios, 1996).

6

2.2.1

Stuktur Morfologi Jamur
Hifa merupakan bagian penting dari tubuh buah jamur. Hifa adalah suatu

struktur jamur berbentuk tabung menyerupai seuntai benang panjang yang

terbentuk dari pertumbuhan spora dan konidia (Gambar 2.4). Kumpulan hifa
bercabang-cabang tesebut membentuk suatu jala yang umumnya berwarna putih,
dan disebut sebagai miselium. Hifa berisi protoplasma yang dikelilingi oleh suatu
dinding yang kuat (Davidson dkk, 1996).

Gambar 2.4 Pembentukkan Hifa Senositik dan Hifa Monositik
Sumber : Gandjar dkk, (2006)
Berdasarkan penelitian Trinci dan Cutter., (1986) morfologi hifa secara
mikroskopis dapat dibedakan menjadi hifa aseptat (senositik) dan hifa septat
(monositik).

Gambar 2.5 Perbedaan Antara Hifa Senositik dan Hifa Monositik
Sumber : Purnomo, (2006)
Aseptat atau senositik yaitu hifa tidak mempunyai sekat, sehingga
memiliki banyak inti dan septat atau monositik yaitu sekat membagi hifa menjadi
ruang-ruang atau sel-sel berisi nukleus tunggal (Gambar 2.5). Setiap septum
terdapat pori ditengah-tengah yang memungkinkan terjadinya perpindahan
nukleus dan sitoplasma dari suatu ruang ke ruang yang lain.

7


Beberapa jamur memodifikasi hifa sesuai dengan fungsinya. Hifapodium
dan apresorium digunakan untuk melekat pada substrat; hifa penetrasi untuk
menembus ke dalam jaringan inang; haustorium untuk menyerap nutrisi dari sel
hidup; sklerotium, klamidospora, dan gemma untuk mempertahankan diri
(Gunawan dkk, 2004).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati morfologi koloni suatu
jamur yaitu (Saidin, 2008) :
1. Warna permukaan koloni; Mencakup miselium vegetatif dan konidia
2. Pigmentasi miselium; pigmen-pigmen yang dihasilkan oleh jamur adalah
metabolit sekunder
3. Waktu dan diameter koloni; waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
diameter maksimum koloni pada setiap spesies jamur sangat berbeda-beda,
ada yang cepat, lambat dan sangat lambat. Ukuran ada yang besar, kecil dan
sedang. Waktu pertumbuhan dan diameter koloni dipengaruhi oleh komposisi
medium yang digunakan.
4. Bentuk tepi koloni, meliputi tepi koloni yang rata, berlobus, berlekuk, tidak
beraturan dan meruncing (Gambar 2.6.a)
5. Bentuk koloni yaitu bulat, oval, irregular, berserabut seperti benang (Gambar
2.6.b)
6. Tekstur permukaan koloni yaitu seperti kapas, licin, padat dan kasar

(a)

(b)

Gambar 2.6 (a) Bentuk tepi koloni jamur (b) Bentuk koloni jamur
(Sumber : Hendrix dalam Saidin, 2008)
Sifat-sifat jamur yang sangat penting yang digunakan untuk identifikasi
adalah spora dan struktur yang menghasilkan spora serta beberapa sifat tubuh
jamur. Bentuk, ukuran, warna miselium merupakan sifat-sifat yang telah
mencukupi untuk diamati dan digunakan untuk mengidentifikasi jamur melalui
kunci analisis jamur yang telah dipublikasikan untuk menentukan genus maupun

8

spesies jamur. Pengamatan morfologi sel jamur dapat dilakukan dengan membuat
preparat jamur. Preparat tersebut digunakan untuk melihat bentuk dan warna
bagian tubuh jamur seperti miselium, rhizoid, sel kaki, sporangiofor, sporangium,
spora, konidia, vesikel (Saryono dkk, 2002; Yunasfi, 2002).
2.1.2 Sistematika Jamur
Jamur terdiri atas lima filum yaitu Chitridomycota, Zygomycota,
Ascomycota, Basidiomycota dan Deuteromycota (Alexopoulus, dkk).
Ciri-ciri organisme yang dikelompokkan ke dalam dunia jamur adalah
eukariotik, tidak memiliki klorofil, tumbuh sebagai hifa, memiliki dinding sel
yang mengandung khitin, glukan dan selulosa, bersifat heterotrof, menyerap
nutrien melalui dinding selnya dan mengeksekresikan enzim-enzim ekstraseluler
ke lingkungan, serta melakukan reproduksi seksual dan aseksual (Trinci dan
Cutter, 1986; Gandjar dkk, 2006).
Sistematika fungi pada saat ini didasarkan pada morfologi dan pola
perkembangan dari struktur reproduksi seksual yang dihubungkan dengan struktur
biokimia dan molekulnya. Alexopoulus dkk, (1996); Gandjar dkk, (2006);
Monoharachary dkk, (2005) membagi jamur dalam kelompok sebagai berikut:
1. Filum Chitridiomycota
Kelompok ini dapat ditemukan di habitat akuatik dan tanah, ada yang bersifat
parasit ataupun saprofit. Anggota dari filum ini dikenal dengan sebutan
chytrid. Banyak anggota fungi ini yang memiliki miselium. Thallus (tubuh)
tereduksi menjadi sebuah struktur bulat tunggal yang dapat masuk ke dalam
inangnya atau pada substrat. Struktur bulat tunggal adalah sistem rhizoid
(struktur yang mirip dengan akar) yang tidak beraturan. Komponen dinding
sel yaitu kitin dan glukan. Beberapa chytrid merupakan endobiotik yang hidup
dalam inangnya. Sementara yang epibiotik memproduksi organ reproduksi
pada permukaan inangnya atau pada bahan organik yang mati. Filum ini ratarata pada habitat akuatik memiliki empat ordo, yaitu Chytridiales,
Blastocladiales, Spizellomycetales, dan Monoblepharidales. Contohnya
Synchytrium phosphocarpi, Psophocarpus tetragonolobus.

9

2. Filum Zygomycota
Struktur somatik dengan zygospora berdinding tebal, seksual, miselium
senositik, mempunyai rhizoid, dinding sel mengandung kitin dan sitosan.
Memiliki dua kelas yaitu Zygomycetes dan Phycomycetes. Zygomycetes
dengan ordo Mucorales, Thomophtorales, Opagales, Ekxellales. Zygomycetes
bersifat kosmopolitan dapat menggunakan substrat dengan spektrum yang
luas. Kelas Phycomycetes dengan ordo Mucorales dan Moniliales. Contoh
Glomales sp, Absidia spinosa, Rhizopus oligosporus, Mucor, Zygohynchus,
Oospora, Geotrchium, Aspergilus, Penicillium, Monila, Trichothecium,
Hormodendrum, Cladosporium dan Alternaria.
3. Filum Ascomycota
Miselium yang bersepta dan askokarp (tubuh buah seksual yang menghasilkan
askus) dengan bentuk multiseluler. Dinding sel disusun oleh selulosa dan
glukan. Kelasnya yaitu Hemiascomycetes dengan ordonya Sacharomycetales
dan Taphrinales. Kelas Plectomycetes dengan ordo Eurotiales, Erysiphales.
Kelas Pyrenomycetes. Kelas Discomycetes dengan ordo Leotiales, Pezizales,
Tuberales dan kelas Loculoasmycetes. Contoh jamur pada filum ini yaitu
Saccharomyces cerevisiae, Candida sp, Taphrina deformans, Eurotium,
Monascus, Aspergilus, Nectria, Acremonium, Cylindrocarpon, Fusarium
Claviceps, Meliola jasminicola.
4. Filum Basidiomycota
Cendawan primitif seperti cendawan api dan cendawan karat, serta golongan
cendawan dengan struktur yang lebih kompleks. Ciri-cirinya mempunyai
septat dengan sambungan apit yang dibentuk lapisan himenium. Komponen
dinding sel yaitu kitin dan glukan. Membentuk basidiospora pada basidium
didalam basidiokarp atau tidak dalam basidiokarp seperti pada cendawan api
dan karat. Kelas Basidiomycetes dibagi berdasarkan tipe basidium yaitu dua
sub kelas Holobasidiomycetidae dan Phragmobasidiomycetidae. Kelas
Hymenomycetes dengan ordonya Agaricales, Aphylloporales, Auriculariales,
Tremellales. Kelas Gasteromycetes yaitu ordonya Lycoperdales, Niduriales,
Phallales, Sclerodermatales. Fungi dari kelompok Basidiomycota, banyak

10

ditemukan pada kayu atau bahan organik di sekitar hutan. Contohnya Boletus,
Pleurotus, Volvariella, Agaricus, Ganoderma, Puccinia graminis (jamur
karat).
5.

Filum Deuteromycota
Kelompok ini disebut jamur imperfect atau jamur aseksual. Ciri stuktur
somatiknya miselium bersepta, haploid bentuk yeast, reproduksi aseksual
dengan konidia, miselium steril atau pertunasan. Konidianya terspesialisasi,
tidak motil dan spora aseksual. Klasifikasi ditentukan berdasarkan tipe
konidioma, bentuk dan sekat pada konidia, proses perkembangan dalam
pembentukan konidia. Kelasnya yaitu Agonomycetes, Coelomycetes, dan
Hyphomycetes.
2.1.3 Reproduksi
Jamur akan membentuk struktur-struktur khusus untuk melakukan
reproduksi supaya spesiesnya menyebar dan tidak punah. Secara alamiah jamur
bereproduksi dengan dua cara, yaitu
1. Reproduksi Seksual
Reproduksi seksual dengan peleburan nukleus dari dua sel induknya yang
kompatibel. Tipe spora seksual pada jamur antara lain yaitu askospora,
basidiospora, zigospora dan oospora. Askospora adalah spora bersel satu yang
terbentuk dalam kantong yang disebut askus (Gambar 2.7). Askospora terdapat
pada kelompok Ascomycota.

Gambar 2.7 Bentuk Askus
Sumber : Gandjar dkk., (2006)

11

Basidiospora, adalah spora bersel satu yang terbentuk di atas struktur
berbentuk gada yang disebut basidium (Gambar 2.8). Basidiospora terdapat pada
kelompok

Basidiomycota.

Gambar 2.8 Bentuk basidium dan basidiospora
Sumber : Gunawan dkk, 2004; Gandjar dan Sjamsuridzal, 2006
Zigospora adalah spora besar berdinding tebal yang terbentuk dari fusi dua
gametangia pada kelompok Zigomycota. Oospora adalah sel telur yang dibuahi,
membentuk dinding tebal dan mengalami periode istirahat. Oospora akan menjadi
induvidu baru setelah periode istirahat. Oospora terbentuk didalam struktur betina
khusus yang disebut oogonium (Pelczar dan Chan, 1986; Hamid dan Purnomo,
2010).
2. Reproduksi aseksual
Reproduksi

cara

aseksual

membentuk

karpus

yang

didalamnya

mengandung hifa-hifa fertil yang menghasilkan spora atau konidia. Tipe korpus
aseksual yang diketahui adalah acervulus, pycnidia, sporodochium, dan synnema.
Acervulus merupakan karpus aseksual mirip cawan, pycnidium karpus aseksual
berbentuk bulat mirip kendi dan mempunyai lubang dibagian atas, sporodochim
karpus aseksual mirip bantal-bantalan. Spora aseksual pada jamur memiliki
beberapa 6 tipe yaitu (Gandjar dan Sjamsuridzal, 2006; Hamid dan Purnomo,
2010)
a. Konidiospora (konidia)
Konidium dibentuk di ujung atau di sisi suatu hifa yang disebut konidiofor.
Konidium yang kecil dan bersel satu disebut mikrokonidium. Konidium yang
besar dan bersel banyak disebut makrokonidium. Bentuk konidium jamur
tergantung spesies jamur, konidium dapat berbentuk globos (bulat), semi
globos, oval, silindris, elips, scolecospora (seperti benang), reniform (mirip

12

ginjal), staurospora (seperti bintang) dan helicospora (seperti gulungan)
(Gambar 2.9). Permukaan konidia ada yang halus, kasar dan ada yang
mempunyai tonjol-tonjolan mencolok atau seperti duri. Sel aseksual tunggal
yang terbentuk langsung dari sel pada hifa atau sel hifa sendiri yang
menghasilkan konidia disebut sel konidiogenos. Hifa fertil yang bercabang
atau tunggal yang menghasilkan konidia disebut konidiofor (Gandjar, 2006;
Gilman, 1945)

Gambar 2.9 Tipe Spora Aseksual (Konidia dan spora) Berdasarkan Bentuk
Sumber : Gandjar dkk, (2006)
b. Sporangiospora (sporangia)
Sporangiospora merupakan spora bersel satu terbentuk didalam kantung
sporangium yang terdapat di ujung hifa khusus. Sporangium merupakan suatu
struktur

berbentuk

kantung

yang

seluruh

protoplasmanya

menjadi

sporangiospora dalam jumlah sangat banyak. Hifa khusus yang merupakan
tangkai sporangium disebut sporangiofor (Gambar 2.9)

13

c. Zoospora
Spora yang dapat melakukan pergerakan karena memiliki flagel, yang
dibentuk secara aseksual.
d. Oidium dan Artospora (Gambar 2.10 a dan b)
Spora bersel satu yang terbentuk karena terputusnya sel-sel hifa
e. Klamidospora (Gambar 2.10 c)
Spora bersel satu yang berdinding tebal, sangat resisten terhadap keadaan
buruk (untuk pertahanan diri), terbentuk dari sel-sel hifa somatik dan disebut
juga gemma dimana protoplasnya berubah menjadi cadangan makanan.
f. Blastospora
Merupakan tunas-tunas yang dihasilkan dari proses membelah diri jamur yang
bersel satu (Gambar 2.9 10)
c.

d.
a.

b.

Gambar 2.10 Oidiospora, artospora, klamidospora dan blastospora
Sumber : Gunawan dkk, (2004)
2.3

Penyakit Tumbuhan
Penyakit merupakan suatu keadaan dimana bagian tumbuhan tertentu tidak

dapat menjalankan fungsi fisiologis dengan sebaik-baiknya akibat suatu penyebab
yang menganggu secara terus menerus dalam waktu yang lama. Fungsi fisiologi
tersebut mencakup pembelahan sel, diferensiasi, dan penyerapan air dan hara dari
tanah, translokasi air dan hara ke seluruh bagian tumbuhan, fotosintesis dan
reproduksi. Penyakit dapat disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, dan nematoda
(Agrios, 1996; Pernezny dkk, 2008).
Infeksi pada tanaman paling banyak diketahui adalah infeksi jamur. Jamur
penyebab penyakit disebut jamur patogen. Jamur patogen dapat masuk ke dalam

14

tubuh tumbuhan melalui luka, lubang alami seperti stomata, hidotoda atau kadang
langsung menembus permukaan tumbuhan yang utuh. Bagian tumbuhan tertutup
seluruhnya oleh lapisan pelindung kecuali bulu akar dan bagian bunga tertentu.
Lapisan pelindung tersebut berupa lapisan epidermis dengan kutikula pada bagian
daun dan pucuk batang. Sedangkan, lapisan periderm dan kulit gabus pada bagian
berkayu. Patogen tidak dapat menembus lapisan pelindung tersebut sehingga lebih
banyak masuk ke badan tumbuhan melalui luka, misalnya Botryodiploidia
theobromae dan Ustulina deusta (Semangun, 2006).
Patogen yang masuk ke dalam tubuh tumbuhan dapat menyebabkan
penyakit dengan cara sebagai berikut :
1. Melemahkan inang dengan cara menyerap makanan secara terus-menerus dari
sel-sel inang untuk kebutuhannya.
2. Mengganggu metabolisme sel inang dengan toksin, enzim, atau zat pengatur
tumbuh yang disekresinya
3. Menghambat transportasi makanan, hara mineral dan air melalui jaringan
pengangkut
4. Mengkonsumsi kandungan sel inang setelah terjadi kontak
2.3.1

Gejala Penyakit Tumbuhan
Gejala adalah perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan,

sebagai akibat dari adanya penyebab penyakit. Gejala penyakit pada tumbuhan
dapat disebabkan oleh jamur, bakteri, virus dan nematoda. Jamur menyebabkan
gejala lokal atau sistemik pada inangnya. Gejala lokal dapat berupa perubahan
warna, tekstur, bentuk, atau penampilan lain secara terlokalisasi pada jaringan
yang sakit yang disebut belur (lesi). Gejala sistemik terdapat pada seluruh badan
tumbuhan, misalnya layu, kerdil, perubahan warna daun. Gejala dapat dibagi
menjadi tiga tipe pokok, yaitu (Semangun, 2006):
1. Gejala nekrotik adalah gejala yang disebabkan karena adanya kerusakan pada
sel atau matinya sel, contohnya bercak, layu, gosong, mati pucuk, busuk,
rebah semai dan perdarahan (eksudasi).

15

2. Gejala hipoplastik adalah gejala yang disebabkan karena terhambat atau
terhentinya pertumbuhan sel, contohnya kerdil dan perubahan simetri.
3. Gejala hiperplastik adalah gejala yang disebabkan karena pertumbuhan sel
yang lebih dari biasa, contohnya mengulung atau mengeriting dan bintil-bintil.
Menurut Semangun, (2006) tanda-tanda umum serangan penyakit yaitu
terlihatnya jamur secara makroskopis pada organ tumbuhan memegang peranan
penting, karena tanda tersebut sangat diperlukan untuk mendiagnosis patogen
yang menyerang tanaman. Tanda-tanda tersebut berupa:
a. Miselium. Jamur tertentu membentuk miselium pada daun, ranting, batang,
akar dan buah. Miselium jamur yang terlihat dapat berwarna putih, hitam,
merah, coklat, dan lainnya tergantung spesies jamur itu sendiri.
b. Karat. Luka kecil pada daun dan batang, biasanya bewarna karat.
c. Tepung atau lebih dikenal embun tepung menyerang daun, batang, buah.
Adanya lapisan putih bertepung yang terdiri atas miselium dan spora jamur.
d. Jamur hitam atau lebih dikenal penyakit jalaga. Jamur membentuk lapisan
miselium hitam merata seperti lapisan jelaga pada permukaan daun.
e. Hangus merupakan tumbuhan yang sakit sering berwarna hitam, seperti berisi
tepung arang, yang terdiri atas spora jamur.
f. Sklerotium merupakan jamur yang membentuk gumpalan miselium yang
disebut sklerotium dengan bermacam-macam bentuk.
2.3.2

Mekanisme Serangan Penyakit yang Disebabkan oleh Jamur
Tumbuhan dapat diserang oleh beberapa jenis jamur, dan setiap jenis

jamur patogen dapat menyerang satu atau banyak jenis tumbuhan. Hampir semua
jamur patogen tumbuhan menghabiskan sebagian hidupnya pada inang dan
sebagian di dalam tanah. Beberapa jamur seluruh hidupnya berada pada tanaman
inangnya, dan hanya spora yang dilepaskan ke lingkungan dan mendarat ke tanah
dalam keadaan dormansi. Spora jamur dapat tumbuh dan memperbanyak diri
apabila terbawa oleh udara dari tanah terinfeksi menuju tumbuhan inang yang
tepat (Yunasfi, 2002).

16

Pemencaran jamur patogen pada tanaman dapat terjadi secara pasif yang
diperantarai oleh udara, air, serangga, dan hewan-hewan tertentu serta manusia.
Awal terjadinya infeksi disebabkan oleh spora jamur yang dibawa oleh udara dari
tanah yang terinfeksi. Sprora tersebut kemudian berkecambah dan membentuk
apresorium yang melekat erat pada permukaan tubuh tumbuhan. Apresorium
dalam jumlah kecil berkecambah dari buluh perkecambahan dan membentuk hifa
infeksi berbentuk tonjolan kecil yang memiliki kekuatan menembus kutikula
(Agrios, 1996; Brown,2003).
Hifa infeksi yang telah menembus kutikula, kemudian bertemu dengan
dinding luar sel epidermis yang terdiri atas selulosa. Jamur mempunyai enzim
yang dapat menguraikan selulosa, sehingga selulosa mengalami hidratasi dan
mengalami pembengkakan. Hifa infeksi membentuk saluran kecil didalam
bengkakan ini dan masuk ke dalam ruang sel, selanjutnya hifa membesar di dalam
dinding sel. (Semangun, 2006).
Beberapa jamur patogenik tumbuhan menggunakan kekuatan mekanik
dalam pembentukkan tubuh buah pada jaringan di bawah permukaan tumbuhan.
Hifa-hifa sporofor dan juga tubuh buahnya, seperti piknidium (pycnidia) dan
peritesium, mendorong keluar lapisan epidermis sehingga menyebabkan dinding
sel dan kutikula membesar serta menimbulkan bengkak seperti melepuh dan
akhirnya pecah (Agrios, 1996).
2.4

Penyakit Tanaman Jeruk siam yang Disebabkan oleh Jamur
Tanaman jeruk siam yang diusahakan oleh masyarakat tidak luput dari

serangan penyakit. Penyakit penting tanaman jeruk yang disebabkan oleh jamur
yaitu diploidia, busuk akar, antraknosa, embun tepung, melanose, embun jelaga,
dam kudis (Roesmiyanto, 1990).
2.4.1

Busuk Akar
Penyakit ini disebabkan oleh beberapa spesies Phytophthora sp. Jamur

Phytopthora sp menyebabkan terjadinya pembusukan pada akar, batang, dan
buah. Kebusukan pada akar dan batang bawah dapat menyebabkan kerapuhan
batang, hasil panen yang menurun, bahkan menyebabkan kematian pohon.

17

Pembusukan berwarna coklat pada buah dapat menurunkan produksi buah dalam
persentase yang tinggi (Tarnowski dkk, 2007).
Pembusukan akar terjadi pada saat tanah basah atau banjir menyebabkan
populasi patogen berkembang pada bulu-bulu akar. Selama musim hujan,
sporangia melepaskan oospora yang ditarik ke akar-akar yang luka atau zona
pemanjangan akar. Patogen bisa bertahan dalam waktu yang lama pada tumpukan
akar sebagai oospores. Pembusukan akar terjadi ketika batang terinfeksi melalui
luka atau pecahan pada kulit kayu (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Gejala Serangan Penyakit Busuk Akar pada Batang Tanaman Jeruk
Sumber : Major Disease of Citrus in Asia
Pembusukan pada buah terjadi di musim hujan ketika sporangia
dipercikkan oleh air hujan ke buah yang berada di dekat tanah. Luka pembusukan
pada buah berupa warna coklat dan kasar. Buah yang pertama kali terinfeksi
adalah buah yang berada paling dekat dengan tanah. Spora pada buah awal yang
terinfeksi, akan menginfeksi buah baru dan pada akhirnya seluruh pohon bisa
terinfeksi (Tarnowski dkk, 2007).
Gejala awal serangan, kulit pada pangkal batang bewarna hitam kebasahbasahan dan mengeluarkan blendok (gom) encer. Pembusukan dimulai dari
pangkal batang dekat permukaan tanah sampai setinggi 40 cm (Dwiastuti dkk,
2004). Bagian batang yang membusuk jika dipotong, akan tampak jaringan di
bawahnya bewarna coklat kemerah-merahan. Perubahan warna ini meluas
melewati kambium sampai ke bagian kayu menyebabkan kulit mati dan
mengelupas, sehingga terbentuk luka yang lebar.

18

Serangan yang parah bisa menyebabkan tanaman mati. Penyakit ini dapat
meluas ke akar tanaman jeruk yang lain sehingga menjadi busuk dan
mengeluarkan bau. Pohon-pohon yang terinfeksi bisa memperlihatkan dedaunan
hijau pucat dengan lapisan kuning, pengguguran, dan kematian ( Dwiastuti dkk,
2004; Semangun, 2000; Tarnowski, 2007).
2.4.2

Diploidia
Diploidia merupakan penyakit yang menyerang batang, dan menjadi

penyebab utama gugurnya buah jeruk. Spora jamur diproduksi pada tempat
khusus yang disebut piknidium, spora disebarkan melalui udara ke permukaan
batang. Infeksi pada buah ditularkan melalui air yang membawa spora dari batang
sakit ke buah. Serangan spora jamur terjadi selama musim panas dan hujan
(Brown, 2003). Gejala penyakit diplodia pada tanaman jeruk siam dibagi menjadi
dua macam yaitu diploidia basah dan diploidia kering.
Gejala diploidia basah, serangan ini ditandai dengan keluarnya blendok
(gom) yang bewarna kuning emas dari batang atau cabang-cabang yang besar
(Gambar 2.12). Setelah beberapa lama kulit kayu yang sakit mengelupas dan luka
menjadi sembuh, tetapi serangan penyakit berkembang terus sehingga kulit
memperlihatkan luka-luka tidak teratur. Semakin lama jamur makin masuk ke
dalam kulit kayu, hingga mencapai bagian xilem. Jamur berkembang diantara
floem dan xilem, serta merusak kambium.

Gambar 2.12 Gejala Diploidia Basah pada Batang Tanaman Jeruk
Sumber: Koleksi Pribadi

19

Kayu yang terserang berwarna hijau biru sampai hitam. Tanaman jeruk
pada saat di pesemaian sering mengalami infeksi pada tempelan (okulasi) baru.
Jamur masuk melalui luka irisan, membunuh ”mata tempel” dan menyebabkan
batang bawah banyak membentuk blendok. Seringkali gejala penyakit diploidia
ini tampak pada saat tanaman jeruk berumur 4 tahun ke atas, sehingga
menyebabkan tanaman mati karena penyakit ini (Semangun, 2000).
Serangan diploidia kering lebih berbahaya dari pada serangan diploidia
basah karena gejala awal sulit diketahui. Kulit mengering, dan jika dipotong, kulit
dan kayu di bawahnya bewarna hitam kehijauan. Kulit yang sakit membentuk
celah-celah kecil, dari dalamnya keluar massa spora yang semula berwarna putih,
tetapi akhirnya berwarna hitam. Bagian yang sakit umumnya meluas dengan
cepat, sehingga dalam waktu yang pendek cabang-cabang yang besar sudah
dilingkari oleh spora. Infeksi dapat diketahui ketika daun telah menguning,
sehingga batang atau cabang yang sakit telah mati (Semangun, 2000).
2.4.3

Antraknosa
Antraknosa disebabkan oleh jamur Colletotrichum sp. Jamur ini

menyerang batang dan buah tanaman jeruk. Gejala yang ditimbulkan yaitu adanya
bercak warna coklat sampai hitam dan merata sampai ujung tunas menjadi coklat.
Gejala antraknosa umumnya menyerang pada saat tanaman berumur 8 bulan
setelah okulasi atau setelah berbuah. Bagian nekrotik hitam berkembang ke
pangkal menyebabkan mati pucuk (Gambar 2.13 A) (Dwiastuti dkk, 2004).
Serangan pada buah memperlihatkan adanya bercak antraknosa yang
tampak seperti adanya memar atau luka pada kulit buah. Warna bercak coklat
kemerah-merahan atau bintik hitam yang menjadi keras dan kering, dan dalam
jumlah yang banyak akan menyebabkan kulit buah menjadi lembut. Spora
berkumpul membentuk lesi yang memperlihatkan warna merah muda atau merah
muda kekuning-kuningan disaat kondisi lembab (Gambar 2.13 B) (Brown, 2003).
Lesi antraknosa berasosiasi dengan kulit buah yang tidak luka, pada awalnya
berwarna perak keabu-abuan dan meninggalkan bekas, sehingga menyebabkan

20

tekstur permukaan buah tidak rata. Semakin lama kulit buah tampak coklat
kehitam-hitaman dan melembut kemudian akhirnya membusuk.
A

B

Gambar 2.13 A. Penyakit Antraknosa pada Ranting Tanaman Jeruk B.
Penyakit Antraknosa Lapisan Kulit Buah Tanaman Jeruk. Sumber : Brown,
(2003)
Lesi antraknosa berasosiasi dengan kulit buah yang tidak luka, pada
awalnya berwarna perak keabu-abuan dan meninggalkan bekas, sehingga
menyebabkan tekstur permukaan buah tidak rata. Semakin lama kulit buah tampak
coklat kehitam-hitaman dan melembut kemudian akhirnya membusuk. Bercak
dapat berkembang keseluruh bagian yang tampak pada buah, dan menyebabkan
luka. Penyebaran penyakit dapat melalui air hujan, air pengairan dan udara (angin)
(Brown, 2003; Syafrill, 2006)
2.4.4

Melanosa
Melanosa disebabkan oleh jamur Diaporthe citri. Gejala-gejala nyata

melanose tampak pada daun, pucuk batang, dan buah. Gejala penyakit melanosa
pada daun dimulai dari bintik-bintik kecil cekung yang berwarna coklat tua
sampai hitam (Gambar 2.14A). Setelah jaringan daun menua, bintik-bintik itu
menjadi bercak-bercak yang menonjol, dan klorosis/warna kuning daun
menghilang seiring berkembangnya penyakit (Tarnowski dkk, 2007). Area yang
terinfeksi pada daun dapat tersebar atau terkumpul pada lapisan kutikula daun,
tergantung pada pengangkutan spora oleh air sebelum terjadi infeksi (Timmer dan
Kucharek, 2008).

21

A

B

Gambar 2.14 Serangan Penyakit Melanosa pada Daun dan Buah Tanaman Jeruk
Sumber : Timmer dan Kucharek, (2008)
Penyakit ini memproduksi bercak (cela) yang dangkal pada buah sehingga
menurunkan nilai jual buah tersebut (Timmer dan Kucharek, 2008). Serangan
melanose pada buah cendrung membentuk pola seperti tetesan air yang sangat
kecil dan pola seperti bagian yang terpisah-pisah (Gambar 2.14B).
.

Gejala ringan menghasilkan noda yang tersebar pada kulit buah. Buah

yang terinfeksi pada saat belum matang menghasilkan bercak yang lebih banyak
sehingga permukaan kulit pecah dan mengakibatkan terjadinya melanose.
Melanose mulai menginfeksi pada saat kelopak bunga mulai jatuh (Timmer dan
Kucharek, 2008).
2.4.5

Embun Jalaga
Penyakit ini disebabkan oleh jamur dari ordo Capnodiales yang

menyerang daun dan buah jeruk (Wibowo dan Marsusi, 2003; Semangun, 2000;
Dwiastuti dkk, 2004). Permukaan daun yang terserang akan tampak lapisan hitam
yang disebabkan oleh jamur embun jelaga (Gambar 2.15A). Jamur ini bersifat
saprofit pada embun yang dihasilkan oleh daun dan pucuk yang masih muda.
Lapisan hitam yang disebabkan oleh jamur jalaga ini dapat mengurangi
asimilasi dan transpirasi. Saat musim kering lapisan ini mudah terkelupas dan
disebarkan oleh angin. Buah yang tertutup lapisan hitam ini, biasanya ukurannya
lebih kecil dan terlambat matang (Gambar 2.15 B) (Dwiastuti dkk, 2004;
Semangun, 2000).

22

Gambar 2.15 Penyakit Embun Jalaga Pada Tanaman Jeruk
Sumber: koleksi pribadi
2.4.6

Embun tepung
Penyakit embun tepung disebabkan oleh jamur dari ordo Erysiphales.

Gejala serangan embun tepung mulai tampak saat tanaman jeruk berumur 4-8
bulan setelah masa tanam.

Gambar 2.16 Serangan Penyakit Embun Tepung Pada Tanaman Jeruk
Sumber : Major Disease of citrus in Asia
Gejala jelas tampak pada daun-daun muda dan tunas. Gejala mudah
dikenal karena adanya lapisan putih yaitu miselium jamur (Gambar 2.16).
Serangan jamur terutama terletak di sisi atas helai daun, sedangkan di bagian
bawah helai daun berwarna lebih tua dan kebasah-basahan. Daun yang terserang
penyakit ini mengalami perubahan atau mengering tetapi tidak gugur. Daun yang
terserang berat menjadi pucat dan rontok (Semangun, 2000).
2.4.7

Kudis
Penyakit kudis di sebabkan oleh jamur Elsinoe sp. Gejala serangan

penyakit kudis mulai tampak pada saat tanaman jeruk berumur 8 bulan sampai
setelah berbuah. Gejala serangan penyakit tampak seperti kutil-kutil kecil
23

berwarna kuning pada daun, buah, dan ranting-ranting muda. Semakin lama kutilkutil ini akan berubah warna menjadi coklat kelabu dan mengeras (Semangun,
2000).
A

B

Gambar 2.17 Serangan Penyakit Kudis Pada Daun Dan Buah Tanaman Jeruk
Siam. Sumber : Major Disease of Citrus in Asia
Tahap awal dari infeksi kudis meliputi pertumbuhan kerucut daun yang
terbentuk dengan baik pada satu sisi daun dengan penurunan kerucut daun yang
berhubungan pada sisi sebaliknya. Luka-luka ini bisa terjadi secara tunggal atau
dalam kelompok yang tidak beraturan. Puncak dari pertumbuhan kutil ini
biasanya permukaan daun ditutupi dengan jaringan yang berbintil yang
mempunyai variasi warna dari pucat ke hitam. Titik yang terinfeksi seringkali
tumbuh bersama dan menutupi area yang besar dengan pertumbuhan seperti bintil
dan gabus (Gambar 2.17A).
Dahan-dahan dan dedaunan yang terinfeksi berat menjadi berubah bentuk
dan kerdil. Ketika buah yang sangat muda terinfeksi, pertumbuhan buah tidak
sempurna, dengan pertumbuhan yang berkutil atau menonjol (Gambar 2.17B).
Penyebaran penyakit dalam jarak jauh terjadi melalui peralatan (Ferguson, 2002;
Tarnowski dkk, 2007).

24

III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama 5 (lima) bulan yaitu Juli 2011 sampai

dengan Oktober 2011, yang meliputi persiapan, pengumpulan data dan
penyusunan tugas akhir. Pengambilan sampel jamur pada organ tanaman jeruk
yang memperlihatkan gejala sakit dilakukan di kebun jeruk milik petani di
Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Luas kebun jeruk untuk
pengambilan sampel adalah 6.400 Ha. Isolasi dan identifikasi jamur patogen
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura Pontianak.
3.2

Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan di lapangan yaitu gunting tanaman, parang, kamera

digital, plastik transparan, cooler box, batu es, hygrometer, luxmeter.
Alat yang digunakan di laboratorium yaitu jarum ose, kapas, bunsen,
timbangan, allumunium foil, rak tabung, tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer,
inkubator, mikroskop binokuler merek Nikon eclipse E200, mikroskop binokuler
merek Olympus CX 21, jarum pentul, gelas piala, hot plate, clean page, magnetik
stirer, penggaris, gelas benda, gelas penutup, cutter (pisau bedah), soiltester,
meteran, kertas saring dan autoklaf.
Bahan yang digunakan adalah akuades, alkohol 70%, lactofenol,
Methilene Blue, media Potato Dextrose Agar (PDA), media Czapek’s Yeast Agar
(CYA), khlorampenicol 10 mg dan organ (batang, daun dan buah) tanaman jeruk
siam yang menunjukan gejala terserang penyakit
3.3

Cara Kerja

3.3.1

Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode jelajah yaitu dengan cara

menyusuri kebun jeruk. Organ tanaman jeruk (akar, batang, daun, ranting dan
buah) yang menunjukkan gejala terserang penyakit diambil dengan cara
memotongnya

dengan

gunting/pisau

25

bedah

steril,

bahan-bahan

tersebut

dimasukkan ke dalam plastik transparan, dan diberi label keterangan gejala
serangan penyakit selanjutnya plastik disimpan dalam cooler box (Shivas dan
Beasley, 2005).
Sampel penyakit tanaman jeruk yang akan diteliti sebanyak 5 sampel pada
setiap umur tanaman yaitu :
a. Jeruk batang (JC) mulai tanam, 0 – 4 bulan
b. Saat okulasi tanaman sampai siap tanam, umur 4 - 8 bulan
c. Tanaman sebelum berbuah, umur 8 bulan – 4 tahun
d. Tanaman berbuah sampai panen.
Organ tanaman jeruk yang sakit diteliti berdasarkan gejala dan tanda
khusus serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Gejala dapat dikenali
dengan adanya perubahan penampilan tanaman atau bagian tanaman yang dapat
dilihat karena serangan suatu penyakit (Tabel 3.1) (Shivas, 2005; Dwiastuti,
2004).
Tabel 3.1 Beberapa Gejala Umum Serangan Jamur Patogen pada Tanaman Jeruk
Nama Penyakit
Diploidia

Busuk akar
Antraknosa
Melanosa
Embun jalaga
Embun tepung
Kudis
3.3.2

Gejala
Batang / cabang yang terserang mengeluarkan blendok
kuning keemasan. Stadia lanjut kulit tanaman mengelupas,
(diploidia basah). Kulit batang atau cabang yang terserang
mengelupas dan mengering (diploidia kering)
Terdapat blendok atau cairan basah pada permukaan kulit
batang, membusuk, kulit mengelupas dan jatuh. Serangan
parah maka pangkal batang dikelilingi blendok dan mati.
Daun gugur sebagian, kematian ranting dan cabang, dan
bahkan kematian seluruh bagian tanaman.
Daun mengalami clorosis, bercak-bercak hitam pada buah.
Buah dan daun tertutup lapisan hitam.
Permukaan helai daun dan batang tampak seperti tepung
berwarna putih.
Areal sakit menjadi kasar, dangkal, menyerupai kerak

Pengukuran Faktor Lingkungan
Parameter lingkungan yang diamati pada saat pengambilan sampel yaitu

suhu udara, suhu tanah, kelembaban, intensitas cahaya matahari dan pH.

26

3.3.3

Sterilisasi Alat
Peralatan yang berhubungan dengan isolasi dan identifikasi jamur patogen

terutama peralatan kaca yang tahan panas perlu disterilisasi terlebih dahulu
dengan autoklaf pada tekanan 2 atm, suhu 1210 C dan waktu 15 menit, dengan
tujuan untuk mengurangi kontaminasi dari peralatan (Gunawan dkk., 2004).
3.3.4

Pembuatan Media PDA dan CYA
Pembuatan media PDA 1000 ml yaitu 200 gr kentang yang telah dikupas

dan dipotong-potong dadu, direbus dalam 500 ml air hingga menjadi lunak. Air
rebusan kentang disaring dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan agaragar 20 gr, gula 20 gr dan kloramfenikol 10 mg, sambil diaduk dan dipanaskan
hingga mendidih. Tambahkan akuades hingga volume mencapai 1000 ml
(Gunawan dkk., 2004).
Pembuatan media CYA 1000 ml yaitu sukrosa 30 gr, ekstrak ragi (yeast) 5
gr dan agar 15 gr dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambahkan akuades 750
ml kemudian dipanaskan hingga mendidih di atas hot plate dan ditambahkan 1 gr
K2HPO4 dan 10 ml Czapek’s pekat, media tersebut diambahkan kloramfenikol 10
mg kemudian ditambah akuades hingga 1000 ml sampai mendidih. Media CYA
dimasukan dalam erlenmeyer (Gunawan dkk., 2004).
Media PDA dan CYA dalam Erlenmeyer ditutup rapat kemudian
disterilisasi dengan outoklaf pada suhu 121ºC pada tekanan 2 atm selama 15
menit.
3.3.5

Isolasi Jamur
Jsolasi jamur dari jaringan tanaman sakit dilakukan dengan metode tanam

lansung pada beberapa bagian tanaman berikut ini, yaitu:
1. Akar
Akar yang menunjukkan gejala adanya penyakit, dibersihkan secara
berulang-ulang dengan akuades.

Jaringan akar tersebut kemudian dipotong

dengan ukuran 5-10 mm, dan dimasukkan kedalam larutan Clorox. Potongan akar
tersebut diambil satu persatu kemudian dibilas dengan akuades steril. Potongan
jaringan akar tersebut selanjutnya dipindahkan ke cawan petri yang berisi media
PDA, menggunakan pinset steril (Agrios, 1996).
27

2. Batang
Jamur patogen diisolasi dari batang atau cabang tanaman, dengan cara
memotong atau membelah batang tanaman yang menunjukkan gejala sakit.
Kemudian dibuat potongan-potongan kecil dari luar kedalam. Potongan tanaman
ini direndam ke dalam larutan alkohol 70% atau larutan Clorox selama 15 detik
dan dibilas dengan akuades sebanyak tiga kali. Potongan tanaman tersebut
diletakkan pada media PDA dalam cawan petri (Salamiah dkk, 2008; Agrios,
1996).
3. Daun
Jamur diisolasi dari daun yang menunjukkan gejala sakit dengan cara
membuat beberapa potongan segi empat berukuran 5-10 mm, sehingga potongan
tersebut terdiri atas potongan jaringan sehat dan sakit. Potongan tersebut
kemudian disterilisasi dengan larutan Clorox, selanjutnya dibilas dengan akuades
steril. Potongan jaringan daun tersebut selanjutnya dipindahkan ke cawan petri
yang berisi media PDA dengan menggunakan pinset steril (Shivas dan Beasley,
2005; Agrios, 1996).
4. Buah
Buah yang menunjukkan gejala adanya penyakit, dibersihkan dengan
akuades. Jamur diisolasi dari jaringan kulit buah dengan cara memotong bagian
steril yang berbatasan antara jaringan sehat dan jaringan yang sakit. Potongan
jaringan tersebut selanjutnya dipindahkan ke cawan petri yang berisi media PDA,
menggunakan pinset steril (Umayah dan Purwantara, 2006)
Medium jamur yang akan digunakan terlebih dahulu ditambahkan larutan
asam laktat 25% untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Jamur yang telah
diisolasi selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang dengan posisi terbalik untuk
mencegah kondensasi uap air pada permukaan agar-agar, di inkubasi selama 3
sampai 7 hari (Shivas dan Beasley, 2005; Agrios, 1996)
3.3.6

Pemurnian Biakan jamur
Pemurnian biakan jamur dilakukan dengan cara memotong sebagian

miselium jamur dan dipindahkan secara aseptis menggunakan jarum ose ke dalam

28

media CYA dan PDA baru (Alexopoulos dkk, 1996). Biakan koloni jamur yang
telah murni dan tumbuh dengan baik selanjutnya dipilih dan ditanam kembali
dalam tabung reaksi berisi agar miring CYA dan PDA sebanyak 3 (tiga) ulangan.
Biakan jamur yang telah murni kemudian diamati secara makroskopis dan
mikroskopis untuk proses identifikasi. Pemeliharaan biakan murni dilakukan
dengan cara diinkubasi di lemari pendingin pada suhu 4°C (Nakagiri, 2005).

3.3.6 Identifikasi Jamur
Identifikasi mengacu pada buku Raper dan Fennel, (1963); Bessey,
(1979); Samson dkk, (1995); Alexopoulos dkk, (1996). Identifikasi jamur
dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara
makroskopis maupun secara mikroskopis.
Karakter makroskopis yang diamati meliputi; warna koloni, tekstur
koloni, bentuk koloni, dan bentuk tepi koloni. Pengamatan secara mikroskopis
meliputi; struktur hifa, stuktur organ reproduksi, ada tidaknya stolon, rhizoid, dan
sel kaki.
Tabel 3.2. Karakter Makroskopis dan mikroskopis yang diamati untuk identifikasi
jamur (Samson dkk, 1995)
No
Karakter yang diamati
Secara makroskopis
1
Warna koloni
2
Bentuk koloni
3
4

Keterangan
Putih, hijau, hitam, coklat, merah dll
Bulat, bulat telur, tidak beraturan dan
berserabut seperti benang
Seperti kapas, licin, padat dan kasar
Rata, berlobus, berlekuk, tidak
beraturan dan meruncing
Hijau, hitam, coklat dll

Tekstur koloni
Bentuk tepi koloni

5
Warna balik koloni
Secara mikroskopis
6
Struktur hifa
7
Struktur reproduksi aseksual
a. bentuk konidia
b. warna konidia
c. ukuran konidia
d. sekat konidia

Bersekat atau tidak bersekat
Bulat, elip, semibulat, dll
Coklat, hijau, hialin dll
Panjang, lebar (µm)
tidak bersekat, hanya satu sekat, lebih
dari dua sekat, ada sekat transversal
29

8.
9
10

3.5

dan horisontal
Bercabang atau tidak
Hialin, coklat dll
Bulat, bulat telur dll
Coklat, hitam, hialin dll
Panjang, lebar (µm)
obovoid, elips, bulat dll
bercabang atau tidak
hialin, coklat dll
ada atau tidak; tunggal atau berantai
ada atau tidak
lonjong, seperti gada dll
kuning, coklat dll
bulat,P bulat telut dll
kuning, coklat dll
Ada atau tidak
Ada atau tidak
Ada atau tidak

e. konidiofor
f. warna konidiofor
g. bentuk sporangiospra
h. warna sporangiospora
i. ukuran sporangiospora
j. bentuk kolumela
k. sporangiosfor
l. warna sporangiospora
m. klamidospora
n. oidiospora
o. bentuk teliospora
p. warna teliospora
q. bentuk urediospora
r. warna urediospora
Rhizoid
Stolon
Sel kaki

Rencana Jadwal Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan dari bulan Juli 2011 sampai dengan Oktober

2011 dengan perencanaan sebagai berikut :
N
O
1
2
3
4

Rencana penelitian
Persiapan penelitian
Pelaksanaan penelitian:
a. lapangan
b. laboratorium
Pengumpulan dan pengolahan
data
Penyusunan laporan akhir

Juli
1
x

2
x

Agustus

3

4

x

x

30

1

September

2

3

4

X x

x

x

1

2

3

x

x

x

x

x

Oktober

4

1

2

3

4

x

x

x

x

x

31