PENGENDALIAN HAMA ULAT KROP Crocidolomia

PENGENDALIAN HAMA ULAT KROP (Crocidolomia binotalis Zell.) PADA
TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) DENGAN AGEN HAYATI
PAPER
OLEH:
RAMADHIANTIE KARNAIN
160301199
AGROEKOTEKNOLOGI IV B

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Kegunaan Penulisan
PENGENDALIAN HAMA ULAT KROP (Crocidolomia binotalis Zell.) PADA
TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) DENGAN AGEN HAYATI
Biologi Hama Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.)
Gejala Serangan Hama Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.)
Penyebaran Hama Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.)

Teknik Pengendalian
Kultur Teknis
Mekanik
Biologi
Kimia
Pengendalian Hama Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.) pada
Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.) dengan Agen Hayati
Definisi
Jenis Jenis Agen Hayati
Keuntungan Menggunakan Agen Hayati
Agensia Hayati Bacillus thuringiensis
Pengaplikasian
Agensia
Hayati
Pada
Hama
Ulat
Krop
(Crocidolomia
binotalis

Zell.)
pada
Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.)
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kubis bunga merupakan tanaman yang paling diminati oleh masyarakat
diantara sayuran dalam keluarga Brassicaceae lainnya. Hal ini menyebabkan
permintaan kubis bunga di pasaran semakin meningkat, namun produksi kubis
bunga mengalami suatu masalah yaitu serangan Plutella xylostella L.
Pengendalian hayati pada P. xylostella dengan memanfaatkan parasitoid
tampaknya merupakan cara terbaik (Hakiki et al., 2015).
Tanaman kubis (Brassica oleracea L.) sangat penting bagi kehidupan
manusia, karena bisa menyediakan 25% vitamin yang diperlukan tubuh. Pada
tanaman kubis, bagian yang mengandung vitamin diantaranya adalah daun
sebanyak 100 gram terkandung vitamin A sejumlah 80 mg, vitamin B sejumlah

0,06 mg, Vitamin C sejumlah 50mg, lemak sejumlah 0,2 gr, karbohidrat sejumlah
5,3 gr, Ca sejumlah 46 gr dan phospor sejumlah 31 mg. Disamping itu tanaman
kubis juga membamtu pencernaan, menetralkan zat asam dan banyak
mengandung serat serta dapat mencegah penyakit sariawan (Pracaya,2005).
Sampai saat ini tingkat produksi tanaman kubis secara kuantitas maupun
kualitas masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan antara lain tanah sudah
miskin unsure hara, pemupukan yang tidak berimbang, organisme pengganggu
tanaman, cuaca dan iklim (Setiawati, 2006)
Tanaman kubis merupakan salah satu komoditi hortikultura yang penting
bagi masyarakat khususnya konsumen dan petani kubis. Upaya untuk
meningkatkan produksi kubis sampai saat ini masih mengalami kendala akibat
serangan hama utama kubis yaitu Plutella xylostella Linn. dan Crocidolomia

binotalis Zell. Kedua hama tersebut dapat menyerang secara bersama-sama dan
saling bergantian (Ashari,2005).
Penggunaan insektisida kimiawi jika tidak bijaksana akan menimbulkan
dampak negatif baik secara ekonomi, kesehatan maupun ekologi. Selain
mempunyai spektrum luas yang tidak hanya membunuh hama sasaran, insektisida
kimiawi juga dapat membunuh parasitoid, predator danhama bukan sasaran yang
berarti dapat mengganggu keseimbangan alami serta dapat menyebabkan

timbulnya strain-strain Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang tahan.
(Untung, 2006).
Pengendalian hayati memberikan keuntungan yang paling utama yakni
tidak mencemari lingkungan dan biaya yang dikeluarkan lebih murah hanya
tingkat keberhasilannya memang masih lebih rendah dibandingkan dengan
pengendalian secara kimiawi. Penggunaan bioinsektisida sebagai agensia hayati
makin memperoleh perhatian besar karena bahaya penggunaan pestisida kimiawi
yang kurang tepat dapat menimbulkan resistensi, resurjensi dan peledakan hama
kedua.(Shelton et al,. 2005)
Agensia hayati bakteri yang banyak dikembangkan dan digunakan saat ini
untuk mengendalikan hama adalah bakteri Bacillus thuringiensis. Keunggulan
pemakaian bakteri ini karena selektivitasnya yang tinggi. Setiap strain hanya layak
dipakai untuk mengendalikan kelompok serangga tertentu dan pengaruhnya
sebagai racun baru bisa terlihat jika termakan oleh serangga perusak tanaman,
sehingga relatif aman terhadap serangga lain yang tidak memakan bagian tanaman
(Novizan, 2002).

Hama Plutella xylostella Linn. dan Crocidolomia binotalis Zell.
merupakan hama utama yang sulit di kendalikan secara kimiawi, karena jika
secara terus menerus dikendalikan dengan insektisida sintetik, hama utama kubis

tersebut semakin resisten terhadap insektisida yang umum digunakan petani
(Tang, et al, 2008).
Penggunaan insektisida terutama golongan organofosfat, benzoil Urea dan
piretroid menimbulkan resistensi terhadap hama Plutella xylostella Linn Strain
Lembang.(Mau dan Kessing, 2002)
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Pengendalian Hama
Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.) dengan Menggunakan Agen Hayati pada
Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.)
Kegunaan Penulisan
Kegunaan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat
memenuhi komponen penilaian di Laboraturium Dasar Perlindungan Tanaman
Sub- Hama Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan. Dan, sebagai bahan informasi bagi pihak yang
membutuhkan.

PENGENDALIAN HAMA ULAT KROP (Crocidolomia binotalis Zell.) PADA
TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) DENGAN AGEN HAYATI
Biologi Hama Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.)
Crocidolomia binotalis Zell (Lepidoptera; Pytalidae) merupakan salah satu

jenis hama yang menimbulkan masalah penting pada pertanian kubis. Hama ini
dikenal sebagai hama yang sangat rakus, terutama larva memakan daun-daun yang
masih muda, tetapi juga dapat menyerang daun yang agak tua dan kemudian
menuju kebagian titik tumbuh habis, akibatnya pembentukan krop akan terhambat
atau terhenti. Kerusakan yang di timbulkannya dapat menurunkan hasil sampai
seratus persen (Trizelia. 2002).
Ulat

Crop

diklasifikasikan

sebagai

berikut;

Kindom:Animalia,

Phylum:Arthropoda, Kelas: Insecta, Ordo: Lepidoptera, Family: Pytalidae,
Genus:Crocidolomia, Spesies: Crocidolomia binotalis Zell. (Jumar,2007)

Crocidolomia

binotalis

Zell.

mengalami

metamorfosis

sempurna

(Holometabola) yaitu : telur – larva – pupa – imago. Crocidolomia binotalis Zell.
bersembunyi dibalik daun untuk menghindari sinar matahari. Larva memakan
daun yang masih muda kemudian menujuntitik tumbuh, bila serangan parah
tanaman tidak dapat membentuk tunas dan akhirnya mati (Setiawati, 2006).
Telur
Telur berbentuk oval dengan ukuran lebar 0,26 mm, panjang 0,49 mm dan
berwarna kuning cerah saat baru diletakkan dan berwarna lebih tua saat menjelang
menetas Stadium telur berkisar antara 2 sampai 8 hari.(Mulyaningsih,2010)


Telur berukuran 5 mm dan biasanya berkumpul berkisar antara 10-300
butir dalam satu daun. Telur berwarna hijau cerah dan muda berkamuflase pada
daun. Telur biasanya diletakkan pada bagian bawah daun(Ahmad, 2007).
Larva
Larva Crocidolomia binotalis Zell berwarna hijau muda, kelihatan
bergaris pada punggungnya dan berwarna hijau tua pada kanan dan kirinya. Pada
sisi tubuhnya terdapat rambut dan chitine berwarna hitam.

Pada sisi perut

berwarna kuning, ada juga yang berambut hijau, panjang larva + 18 mm. Setelah
menetas larva akan memakan daun kubis, terutama bagian dalam kubis (krop)
karena larva tersebut takut terhadap sinar matahari. Jika serangan parah ulat dapat
mencapai titik tumbuh (Pracaya,2005).
Larva instar satu bersifat gregarious, memakan daun pada permukaan
bawah dengan menyisakan lapisan epidermis atas. Larva menghindari cahaya.
Kepala larva instar awalnya berwarna hitam kecoklatan dengan tubuh berwarna
hijau. Warna larva bervariasi, umumnya berwarna hijau dengan batas garis dorsal
dan lateral berwarna kekuningan. Panjang larva sekitar 18 mm (Purnamasari,

2006).
Pupa
Kepompong terbentuk dalam tanah dengan kokon yang tipis dan berwarna
coklat kekuningan dan akan menjadi gelap pada akhir stadia pupa. Umumnya
pupa ditutupi oleh kokon yang terbuat dari butir-butir tanah Panjang pupa
mencapai 10,5 mm dan lebar 2-3 mm. Lama stadium pupa 10-14 hari (Chaerani
et al,. 2005).

Panjang berkisar antara 8.5 sampai 10.5mm dan berbentuk bulat dengan
berwarna hijau cerah dan coklat gelap, pupa biasanya diselubungi oleh tanah.
Pupa terdapat pada kokon yang terbuat dari butiran tanah dan membentuk lonjong
dengan stadium 9 hari (Wahyuni, 2006).

Imago
Imago jantan umumnya berukuran lebih besar daripada betinanya. Jantan
berukuran 20-25mm dan betina 8-11mm. Pada betina dan jantan mempunyai
warna coklat pada bagian sayap. Jantan pada umumnya mempunyai warna yang
lebih cerah. Pada siang hari ngengat akan besembunyi pada bagian tubuh pohon
dan aktif pada malam hari (Ahmad, 2007).
Imago memiliki sayap dengan bintik putih dan sekumpulan sisik berwarna

kecoklatan. Imago betina dapat hidup selama 16-24 hari. Pengendalian yang dapat
dilakukan secara mekanis dengan mengumpulkan larva dengan tangan
(Wahyuni, 2006).
Gejala Serangan Hama Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.)
Ulat Crop kubis (Crocidolomia binotalis Zell.) sering menyerang titik
tumbuh sehingga sering disebut ulat jantung kubis. Ulatnya kecil berwarna hijau
lebih besar dari ulat tritip (Plutella xylostella L.).(Herminanto,2006)
Larva instar awal memakan daun dan meninggalkan lapisan epidermis
yang kemudian berlubanglubang setelah lapisan epidermis tersebut mengering.
Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa apabila larva telah berukuran lebih
besar maka akan menyerang krop. Krop kubis yang terserang memperlihatkan

banyak kotoran yang merupakan faces dari larva, dan krop tersebut nampak
berlubang-lubang.(Badjo et al,. 2015)
Ulat krop dikenal sebagai hama yang sangat rakus secara berkelompok
dapat menghabiskan seluruh daun dan hanya meninggalkan tulang daun saja. Pada
populasi tinggi terdapat kotoran berwarna hijau bercampur dengan benang-benang
sutera. Ulat krop juga masuk dan memakan krop sehingga tidak dapat dipanen
sama sekali. (Ahmad, 2007).
Ulat ini biasanya ditandai dengan adanya kumpulan kotoran pada daun

kubis dan krop menjadi berlubang-lubang yang menyebabkan kualitas hasil
panennya menurun. Serangan utama Crocidolomia binotalis Zell. yaitu pada
bagian dalam yang terlindungi daun hingga mencapai titik tumbuh. Kalau
serangan ini ditambah lagi dengan serangan penyebab penyakit, tanaman bisa mati
karena bagian dalamnya menjadi busuk meskipun dari luar kelihatannya masih
baik.(Santosa dan Sartono, 2007).
Daun yang telah dirusak oleh Ulat Krop bagaikan teranyam, terlihat jelas
bekas gigitan yang membuat daun berlubang, kerusakan dimulai dari permukaan
daun sebelah bawah. Serangan berat biasanya terlihat tulang daun saja.
(Herwibowo dan Budiana, 2014)
Penyebaran Hama Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.)
Cara atau penyebaran Crocidolomia binotalis Zell. melalui sisa-sisa
tanaman ataupun hasil tanaman kubis yang mengandung telur atau ngengat.
Berpindah-pindahnya ngengat (kupu-kupu) dari satu tanaman ke tanaman lain
atau dari satu daerah ke daerah lain dengan bantuan hembusan angin.
(Rukmana,2007)

Daerah penyebaran Crocidolomia binotalis Zell. meliputi Asia Selatan,
Asia Tenggara, Afrika Selatan, Australia, Papua Nugini dan beberapa kepulauan di
Samudera Pasifik. Di pulau Jawa serangga ini ditemukan baik di dataran rendah
maupun di dataran tinggi (Waterhouse and Norris,2003)

Teknik Pengendalian Hama Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.)
Kultur Teknis
Pengendalian secara kultur teknis (Cultural control), pada
prinsipnya

merupakan

cara

pengendalian

dengan

memanfaatkan

lingkungan untuk menekan perkembangan populasi hama.(Patt et al,.
2012)
Pengendalian ini merupakan pengendalian yang bersifat preventif,
dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi
OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) tidak meningkat sampai melebihi
ambang kendalinya.(Uhan dan Sutarya,2005)
Menggunakan tanaman perangkap. Tanaman brasika tertentu
seperti caisin lebih peka dapat ditanam sebagai border untuk dijadikan
tanaman perangkap, dengan maksud agar hama ulat krop terfokus pada
tanaman perangkap.(Latief, 2003)
Penanaman kubis secara tumpang sari bersamaan dengan tanaman
yang tidak disukai hama ulat daun kubis dapat mengurangi serangannya.

Misalnya tumpang sari kubis kubis dengan tanaman tomat/bawang daun.
(Widyastuti et al,. 2005)
Mekanik
Cara ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan hama ulat krop,
memasukkan ke dalam kantung plastic, dan memusnahkannya. Namun
untuk areal luas perlu pertimbangan tenaga dan waktu.(Agrina,2008)
Biologi
Pengendalian dengan cara biologis biasa dilakukan dengan
menggunakan musuh alami. Di alam Crocidolomia binotalis Zell. diserang
oleh beberapa musuh alami antara lain parasitoid telur Starmia
inconspicuoides Bar. (Diptera: Tachinidae) dan parasitoid larva Eriborus
argenteopilosus (Cameron) (Hymenoptera: Ichneumonidae). Tingkat
parasitisasi oleh kedua spesies tersebut rendah sehingga pengendalian
dengan musuh alami tidak efektif. (Sastrosiswojo & Setiawati,2003)
Kimia
Secara kimia, yaitu dengan penggunaan Insektisida alami seperti
akar tuba, daun pucung tembakau dan lengkuas dan disemprotkan pada
pada daun, batang dan bagian lainnya yang belum terserang.(Triharso,
2006 ).
Pengendalian Hama Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.) Pada Tanaman
Kubis (Brassica oleracea L.) Dengan Agen Hayati
Definisi
Pengendalian hayati dalam pengertian ekologi didifinisikan sebagai
pengaturan populasi organisme dengan musuh-musuh alam hingga kepadatan

populasi organisme tersebut berada dibawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa
pengendalian.(Erwin,2000)
Jenis jenis Agen Hayati
Golongan mikroorganisme atau jasad renik yang menyebabkan serangga
sakit dan akhirnya mati. Patogen adalah salah satu faktor hayati yang turut serta
dalam mempengaruhi dan menekan perkembangan serangga hama. Karena
mikroorganisme ini dapat menyerang dan menyebabkan kematian serangga hama,
maka patogen disebut sebagai salah satu musuh alami serangga hama selain
predator dan parasitoid dan juga dimanfaatkan dalam kegiatan pengendalian.
Beberapa patogen dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor
mortalitas utama bagi populasi serangga tetapi ada banyak patogen pengaruhnya
kecil terhadap gejolak populasi serangga. Oleh karena kemampuanya membunuh
serangga hama sejak lama patogen digunakan sebagai Agen Penendali hayati
(biological control agens). Penggunaan patogen sebagai pengendali hama sejak
abab ke-18 yaitu pengendali hama kumbang moncong pada bit gula, Cleonus
punctiventus dengan menggunakan sejenis jamur. (Erwin dan Sabrina,2003)
Kelompok serangga dalam kehidupan diserang banyak patogen atau
penyakit yang berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, riketzia dan nenatoda. Ini
merupakan macam patogenik yang dapat digunakan sebagai agen pengendali
hayati.(Meyer,2006)
Keuntungan Menggunakan Agen Hayati
Pengendalian hayati memberikan keuntungan yang paling utama yakni
tidak mencemari lingkungan dan biaya yang dikeluarkan lebih murah hanya
tingkat keberhasilannya memang masih lebih rendah dibandingkan dengan

pengendalian secara kimiawi. Penggunaan bioinsektisida sebagai agensia hayati
makin memperoleh perhatian besar karena bahaya penggunaan pestisida kimiawi
yang kurang tepat dapat menimbulkan resistensi, resurjensi dan peledakan hama
kedua.(Sjamsuridjal dan Detrasi,2006)
Hama Crocidolomia binotalis Zell. merupakan hama utama yang sulit di
kendalikan secara kimiawi, karena jika secara terus menerus dikendalikan dengan
insektisida sintetik, hama utama kubis tersebut semakin resisten terhadap
insektisida yang umum digunakan petani (Tang et al,.2008).
Penggunaan insektisida terutama golongan organofosfat, benzoil Urea dan
piretroid menimbulkan resistensi terhadap hama Crocidolomia binotalis Zell.
Strain di Lembang.(Imanadi,2012)
Penggunaan insektisida kimiawi jika tidak bijaksana akan menimbulkan
dampak negatif baik secara ekonomi, kesehatan maupun ekologi. Selain
mempunyai spektrum luas yang tidak hanya membunuh hama sasaran, insektisida
kimiawi juga dapat membunuh parasitoid, predator danhama bukan sasaran yang
berarti dapat mengganggu keseimbangan alami serta dapat menyebabkan
timbulnya strain-strain Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang tahan
(Untung, 2006).
Agensia Hayati Bacillus thuringiensis
Agensia hayati bakteri yang banyak dikembangkan dan digunakan saat ini
untuk mengendalikan hama adalah bakteri Bacillus thuringiensis. Keunggulan
pemakaian bakteri ini karena selektivitasnya yang tinggi. Setiap strain hanya
layak dipakai untuk mengendalikan kelompok serangga tertentu dan pengaruhnya
sebagai racun baru bisa terlihat jika termakan oleh serangga perusak tanaman,

sehingga relatif aman terhadap serangga lain yang tidak memakan bagian tanaman
.
(Novizan, 2002).
Bacillus thuringiensis adalah mikroorganisme yang bersifat pathogen
terhadap jenis serangga hama dari ordo Lepidoptera, Coleoptera dan Diptera.
Namun yang menjadi masalah bahwa Bacillus thuringiensis di laporkan telah
menimbulkan resistensi. (Mau dan Kessing,2002)
Nematoda entomopatogen (NEP) adalah salah satu agens hayati untuk
mengendalikan hama tanaman. Terdapat dua genus NEP yang berperan sebagai
agens pengendali hayati yaitu genus Steinernema dan Heterorhabditis. NEP
menginfeksi inangnya dengan bersimbiosis dengan bakteri yang ada pada saluran
pencernaannya. Nematoda famili Steinernematidae bersimbiosis dengan bakteri
genus Xenorabdus dan nematoda famili Heterorhabditidae bersimbiosis dengan
bakteri genus Photorabdus (Afifah,2013).
Jenis-jenis nematoda entomopatogen yang umumnya digunakan sebagai
pengendali serangga hama adalah Steinernema spp dan Heterorhabditis spp.
Kedua jenis entomopatogen tersebut sangat potensial untuk mengendalikan
serangga hama ordo Lepidoptera, Coleoptera dan Diptera (Chaerani et al, 2005).
Nematoda entomopatogen mempunyai beberapa kelebihan, yaitu bersifat
virulen terhadap inangnya, membunuh serangga inang dengan cepat, mempunyai
kisaran inang yang luas, tidak berbahaya bagi serangga bukan sasaran dan mudah
dibiakkan secara in vivo maupun in vitro (media buatan di Laboratorium).
(Nganga et al,. 2008)

Nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae mampu memparasit
serangga melalui dua cara, yaitu penetrasi secara langsung melalui kutikula ke
dalam haemocoel serangga inang dan melalui lubang alami serangga seperti
mulut, anus, spirakel dan stigma (Sumarsih,2003).
Setelah masuk dalam tubuh serangga, nematoda melepaskan bakteri ke
dalam haemolymph. Di dalam tubuh serangga, bakteri bereproduksi dan
menghasilkan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan
nematoda. Tanpa bakteri simbion dalam serangga inang, nematode tidak akan
dapat bereproduksi, karena bakteri simbion ini berfungsi sebagai makanan yang
sangat di perlukan oleh nematoda (Ehlers et al, 2001).
Proses kematian serangga berawal dari pelepasan bakteri simbion oleh
nematode dalam haemolimph setelah nematode masuk kedalam tubuh serangga,
yaitu melalui lubang alami seperti mulut, anus, spirakel atau menembus langsung
kutikula serangga. Di dalam tubuh serangga bakteri bereproduksi dan
menghasilkan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan
nematode. Nematoda memakan sel bakteri dan jaringan inangnya (Ehlers et al,
2001).
Pengaplikasian Agensia Hayati pada Hama Crocidolomia binotalis Zell. Pada
Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.)
Bakteri menginfeksi serangga melalui alat mulut (melalui makanan) dan
saluran pencernaan dimana bakteri memproduksi enzim (Lecithinase, Proteinase,
Chitinase) dan Exo atau endotoksin.

Cara menginfeksi bakteri dapat

diklasifikasikan dalam Bakterimia, Septicemia dan Toxemia. (Rukmana, 2007).

Gejala serangga hama yang terinfeksi Bacillus thuringiensis yaitu aktivitas
makan serangga menurun, tubuh menjadi lemah dan lembek. Setelah mati larva
berwarna hitam kecoklatan, kering dan berkerut, masa inkubasi selama 4-5 hari
setelah infeksi (Untung, 2006).
Cara pengaplikasian agensia hayati harus memperhatikan cara hidup larva
Crocidolomia binotalis Zell yang cenderung berada di dalam lipatan krop hingga,
saat menyemprotkan agen hayati harus tepat pada tempat hidup larva ulat krop,
sehingga efektif.(Pracaya, 2005)
Larva Crocidolomia binotalis Zell bersembunyi di balik daun untuk
menghindari sinar matahari. Larva memakan daun yang masih muda kemudian
menuju titik tumbuh. Bila serangan parah tanaman tidak dapat membentuk tunas
dan akhirnya mati. Setelah menetas larva Crocidolomia binotalis Zell akan
memakan daun kubis, terutama bagian dalam kubis (krop) karena larva tersebut
takut terhadap sinar matahari.(Matthews,2008)
Dengan memperhatikan kebiasaan hidup larva Crocidolomia binotalis Zell
di atas, maka cara penyemprotan perlakuan seharusnya diutamakan agar
menjangkau bagian dalam daun yang berupa daun muda dan titik tumbuh. Bila
cara penyemprotan tidak tepat, maka efektifitas pengendalian akan menurun.
(Djojosumarto,2008)

KESIMPULAN
1. Hama ulat krop (Crocidolomia binotalis Zell.) memiliki metamorphosis
sempurna, telur-larva-pupa-imago.
2. Hama ulat krop (Crocidolomia binotalis Zell.) menyerang daun dan
berlanjut kebagian titik tumbuh tanaman Kubis (Brassica oleracea L.)
3. Penyebaran hama ulat krop (Crocidolomia binotalis Zell.) melalui sisa
tanaman kubis yang mengandung telur atau ngengat ulat krop.
4. Pengendalian hama ulat krop (Crocidolomia binotalis Zell.) lebih baik
menggunakan agen hayati daripada insektisida sintesis, Karena tidak
menimbulkan resistensi
5. Keuntungan utama pengendalian menggunakan agen hayati adalah ramah
lingkungan dan hemat biaya produksi.
6. Agen hayati yang digunakan adalah bakteri Bacillus thuringi Karena
proses selektivitasnya yang tinggi.
7. Alasan digunakan nematode entomopatogen Karena bersifat virulen
terhadap inangnya, dan tidak berbahaya bagi yang bukan sasaran.
8. Pengaplikasian agen hayati harus tepat pada tempat hidup Crocidolomia
binotalis Zell. , Karena hama ini sering bersembunyi di balik daun.

DAFTAR PUSTAKA
Afifah, L. 2013. Eksplorasi Nematoda Entomopatogen Pada Lahan Tanaman
Jagung, Kedelai Dan Kubis Di Malang Serta Virulensinya Terhadap
Spodoptera Litura Fabricius. Jurnal HPT. Volume 1 Nomor 2
Agrina, E. 2008. Lem Perekat Hama. Kanisius. Yogyakarta.
Ahmad, H. 2007. Laporan Hama Ulat Crop (Crocidolomia binotalis Zell.)
(Lepidoptere : Pyralidae) pada Kubis (Brassica oleracea L.). Dizited by
IPB e-repository copy right.
Ashari, S. 2005. Hortikultura aspek Budidaya Universitas Indonesia. Jakarta.
Badjo, A.T., Guéro, Y., Lamso, N.D., Idder, T., Echevarria, G. and Sterckeman, T.,
2015. Assessment of polycyclic aromatic hydrocarbons contamination in

urban soils from Niamey, Niger, Journal
Environmental Sciences (JBES), 6(1): 275-281.

of Biodiversity

and

Chaerani, Finegan, M.M., Downes, M.J. dan Griffin, C.T. 2005. Pembiakan
massal Nematoda Entomopathogen Steinernema Serangga Heterorhabditis
Isolat Indonesia Secara in Vitro Untuk Mengendalikan Hama Penggerek
Padi Secara Hayati. Poster Ilmiah Pada Pekan Ilmu Pengetahuan Dan
Teknologi Pospitek Serpong 28-29 Nopember 1995.
Djojosumarto, Panut. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian Edisi Revisi.
Kanisius. Yogyakarta.
Ehlers R.U. and A. Peter. 2001. Entomophatogenic Nematodes in Biological
Control, Feasibility, Perspective and P Risks, In Biological Control:
Nenefit and Risks (H.M.T. Hokkanen and J.M. Lynch, eds). Cambridge
University Press. Cambridge. 119-136.
Erwin., 2000. Hama Dan Penyakit Tembakau Deli. Balai penelitian Tembakau
Deli, PTPN II-Tanjung Morawa, Medan.
Erwin dan T. Sabrina. 2003. Capside Hama Tembakau yang Sangat Merugikan.
Balai penelitian tembakau Deli. PTPN II, Medan.
Hakiki, Amalia. Sri, Karindah, Gatot Mudjiono.2015. Rumput-rumputan pada
Pertanaman Kubis Bunga Terhadap Parasitasi Parasitod P. xylostella L.
(Lepidoptera: Plutellidae) .Jurnal HPT Vol 3 No 2
Herminanto. 2006. Pengendalian Hama Kubis Crocidolomia pavonana F.
Menggunakan Ekstrak Kulit Buah Jeruk. Jurnal Pembangunan Pedesaan
Vol. 6. No. 3. Des. 2006.
Herwibowo, Kunto Dan N.S Budiana. 2014. Hidroponik Sayuran Untuk Hobi Dan
Bisnis. Jakarta : Penebar Swadaya.
Imanadi, L. 2012. Kajian pengendalian hama dengan nematoda entomopatogen
(Steinernema spp. dan Heterorhabditis spp.). Balai besar karantina
pertanian Surabaya. Surabaya.
Jumar. 2007. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.
Latief, A. A. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan I. Bayumedia Publishing. Jakarta
Matthews, G.A., 2008. Pesticide Application Methods, Third Edition. Longman
inc. New York.
Mau, R.F.L. dan J.L.M. kessing. 2002. Plutella xylostella Linn. Dept. Of
Entomology. Honolulu Hawai
Meyer, R. J. 2006. Color Vision. Departement Of Entomology. Nc State
University.

Mulyaningsih, Liliek.2010. Aplikasi Agensia Hayati atau Insektisida dalam
Pengendalian Hama Plutella xylostella Linn dan Crocidolomia binotalis
Zell untuk Peningkatann Produksi Kubis (Brassica oleracea L.)
Nganga CJ, Karanya DN, Mutune MN. 2008. The Prevalence of Gastrointestinal
Helminth Infections in Pigs in Kenya. Tropical Animal Health and
Production. 40.(5): 331-334.
Novizan. 2002 Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan..
Agro Media Pustaka. Jakarta:50-60pp.
Paat, F.J., J. Pelealu, J. Manueke. 2012. Produksi Kubis dan Persentase Serangan
Crocidolomia pavonana pada Beberapa Pola Tanam Kubis. Eugenia. Vol.
18 No. 1: 72-80. April 2012.
Pracaya. 2005. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta. 103p
Purnamasari, RD.A.W. 2006. Keefektifan CRY1B dan CRY1C Bacillus
trukhuringiensis B. terhadapPtutellaxylostella L.
dan Crocidolomia
pavonana L.(Lepidoptera:Pyralidae). Program Studi Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Rukmana. R. 2007. Teknik Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisus.
Yogyakarta 7677p.
Santosa, J dan Sartono, S. 2007. Laporan Penelitian Kajian Insektisida Hayati
terhadap Daya Bunuh Ulat Ptutella xylostell dan Crocidolomia
binotalis pada Tanaman Kubis Crop. Balai Penelitian dan Pengembangan,
Departemen Pertanian RI. Jakarta.
Sastrosiswojo, S. dan W. Setiawati. 2003. Hama-hama Tanaman Kubis dan Cara
Pengendalian. Balai Penelitian Hortikultura, Lembang. hlm. 39-50.
Setiawati. W. 2006. Status Resistensi Plutella xylostella Linn Strain Lembang,
Pengalengan dan Garut Terhadap Pestisida Bacillus thuringiensis. Jurnal
Hortikultura (3) 367-391.
Shelton. A. N. Turner, D. Giga, D. Wilkinson P., Zitzaanza, W. Dan Utete. D.
2005. Diamond Back Month. Zimbabwe. Horticultural Crop Past
Management. NYSAES. Genewa. 2pp.
Sjamsuridjal, W. dan A. Detrasi. 2006. Mikologi dasar dan terapan. Jakarta:
yayasan Obor Indonesia.
Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Buku Ajar. Fakultas Pertanian UPN
Veteran. Yogyakarta
Tang, Z.; H. Gong and Z. P. You. 2008. Present Status and Control Measuring of
Insectiside Resistance in Agricultura Pset in China. Bull Pestic. Sci. 23:
189198pp.

Triharso,2006. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
Trizelia. 2002. Pemanfaatan Bacillus thuringiensis Untuk Mengendalikan Hama
Plutella xylostella Linn. Sumber : http;/rudyct, Tripod com/sem 1612/trizelia.htm.
Uhan,T.S., R. Sutarya. 2005. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Kubis.
Monografi No. 21. ISBN: 979- 8403-35-7. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Untung. K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University
Wahyuni, S. 2006. Perkembangan Hama dan Penyakit Kubis dan Tomat pada Tiga
Sistem Budidaya Pertanian di Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung
Kabupaten Bogor. Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
IPB. Bogor.
Waterhouse, D.F. dan Norris, K.R. 2003. “Biological Control Pacific Prospects –
Supplement 1”. ACIAR Monograph Series. 12, 88-99.
Widyastuti, S. M, Sumardi, dan Harjono. 2005. Patologi Hutan. Gadjah Mada.
University Press. Yogyakarta.