Penguatan Kapasitas Organisasi Publik di

Agenda Reformasi Birokrasi di Tubuh Institusi Semi Militer
(Studi Kasus Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta Seksi Lalu Lintas
Keimigrasian dalam Proses Penguatan Kapasitas Organisasi Publik)
Laporan Observasi

Oleh:
Ahmad Naufal Azizi
15/384251/SP/26963

Departemen Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada
2017
Bagian Pertama
Prolog
1.1 Mengapa Memilih Kantor Imigrasi?
Ditengah kemudahan berpergian ke luar negeri saat ini –apalagi ke kawasan
ASEAN yang membebaskan biaya visa– peningkatan jumlah pelancong asal Indonesia
ke luar negeri menjadi konsekuensi wajib bagi pemberlakuan kebijakan ini. Kepala
Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Agung Sampurno mengatakan, di awal

tahun 2017 lalu, jumlah pemohon paspor meningkat menjadi 52.838 di seluruh
Indonesia. Jumlah yang jauh lebih tinggi dibanding dengan awal tahun 2016 yang
hanya berkisar pada angka 30 ribu pemohon.1
Di samping itu, gencarnya pemerintah dalam melakukan perbaikan insfratruktur
dan pembaharuan destinasi wisata lokal saat ini, juga turut mengundang wisatawan
mancanegara dalam menentukan paket berlibur mereka. Deputi Bidang Statistik,
Distribusi, dan Jasa Badan Pusat Statistik Nasional, Sasmito Hadi Wibowo
mengungkapkan, bahwa dampak dari gencarnya pemerintah dalam melakukan promosi
terhadap sektor pariwisata, tidak hanya berkontribusi terhadap perbaikan akses jalan
dan infrastruktur destinasi wisata, tetapi juga diimbangi oleh peningkatan jumlah
wisatawan mancanegara yang melancong ke Indonesia.2 Peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah permintaan izin tinggal, hunian
kamar hotel, pengunjung wisata asing, penumpang angkutan udara, laut, maupun darat.
Kementerian Pariwisata Republik Indonesia telah merilis data perbandingan
kunjungan wisatawan mancanegara setiap bulannya pada bulan Januari hingga
Desember tahun 2015 hingga 2016. Terjadi peningkatan yang sangat signifikan dari
1 Mulyana, Permintaan Membludak, Ditjen Imigrasi Batasi Kuota Pembuatan Passpor, diakses dari
laman http://www.jawapos.com/read/2017/01/09/100984/permintaan-membeludak-ditjen-imigrasi-batasikuota-pembuatan-paspor, pada tanggal 3 April 2017
2 Miftah Ardhian, Didominasi Cina, Turis Asing pada Oktober Bertahan di Atas 1 Juta, diakses dari
laman http://katadata.co.id/berita/2016/12/01/cina-masih-mendominasi-kunjungan-wisatawan-asing-padaoktober-2016, pada tangal 3 April 2017


2

data statistik yang ditampilkan. Jumlah pelancong mancanegara pada bulan Januari
2015 hingga Mei 2016 masih berkisar di bawah angka 1 juta setiap bulannya. Namun,
Juni hingga Desember 2016, wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia
konsisten bertahan di atas 1 juta pelancong setiap bulannya.
Dari sini, kita sama-sama dapat melihat, Indonesia sedang memasuki dunia
globalisasi yang sangat pesat dan cepat. Orang-orang tidak menunggu waktu lama lagi
untuk bisa berpergian dari satu negara ke negara lainnya. Dunia sekarang semakin
sempit dengan segala kemudahan fasilitas dan akses terhadap negara lainnya. Dunia
seakan terhubung oleh satu portal bersama yang kita sebut sebagai arus globalisasi.
Namun, walaupun arus globalisasi berjalan cepat dengan bantuan teknologi
informasi dan berbagai kemudahan lainnya, negara –sebagai institusi resmi yang
memiliki teritori kekuasaan– dituntut tegas agar semakin berhati-hati dalam
menjalankan kebijakan arus keluar-masuk pelancong baik yang hendak ke luar negeri
maupun ke dalam negeri. Negara melalui institusinya, dalam hal ini Kantor Imigrasi
menjadi bagian penting dalam menyediakan layanan utama bagi masyarakat Indonesia
maupun masyarakat asing untuk mendapatkan layanan dan akses terhadap dunia global.
Oleh karena itu, Kantor Imigrasi sebagai pengejawantahan dari institusi negara yang

melaksanakan fungsi tersebut menjadi urgent untuk kita bahas saat ini. Bukan hanya
karena tuntutan arus globalisasi, tetapi juga kewajiban negara dalam memberikan
layanan terbaik dengan jargon ‘reformasi birokrasi sepenuh hati’.
Kantor Imigrasi yang berada di bawah langsung Direktorat Jenderal Imigrasi
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, dalam perjalanannya juga tak
luput dari agenda besar reformasi birokrasi di Indonesia. Penyegaran terhadap
pemberlakuan sistem dan tata kelola yang berlaku saat ini salah satunya dapat
dilakukan dengan penguatan kapasitas organisasi publik. Penguatan kapasitas
organisasi publik adalah sebuah upaya yang dilakukan lembaga pelayanan publik
dalam meningkatkan kapasitas individu, organisasi, maupun sistem yang berlaku guna
memaksimalan kinerja lembaga agar sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang telah
diatur dengan berbagai program maupun agenda penguatan kapasitas.
Secara singkat, observasi ini ingin melihat sejauh mana Kantor Imigrasi telah
berbenah dari ‘keterkungkungan’ zaman otoritarianisme pasca reformasi 18 tahun
3

terakhir. Observasi ini ingin mendeskripsikan, bagaimana lembaga semi militer ini
melawan karakter dan jati diri mereka yang sejatinya tertutup, kaku, dan tidak
transparan dengan berbagai agenda penguatan kapasitas organisasi publik yang modern
di bawah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM (BPSDM)

Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Lokus kajian yang dipilih yaitu
Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta pada Seksi Lalu Lintas Keimigrasian.
1.2 Pertanyaannya
1. Bagaimana implementasi dan strategi penguatan kapasitas Kantor Imigrasi
Kelas I Yogyakarta secara umum dan Seksi Lalu Lintas Keimigrasian secara
khusus sebagai organisasi publik?
2. Apa dampak dari adanya program penguatan kapasitas terhadap kinerja
pelayanan Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta?
3. Bagaimana kaitannya program penguatan kapasitas Kantor Imigrasi Kelas I
Yogyakarta dengan agenda reformasi birokrasi dan konsep penguatan kapasitas
organisasi publik?
1.3 Untuk Mengetahui
1. Bagaimana strategi pengimplementasian program penguatan kapasitas Kantor
Imigrasi Kelas I Yogyakarta secara umum dan Seksi Lalu Lintas Keimigrasian
secara khusus.
2. Dampak yang ditimbulkan dengan adanya program penguatan kapasitas
terhadap kinerja pelayanan Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta.
3. Bagaimana korelasi antara program penguatan kapasitas Kantor Imigrasi Kelas I
Yogyakarta dengan agenda reformasi birokrasi dan konsep penguatan kapasitas
organisasi publik.

1.4 Manfaat Observasi
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan pertimbangan teoritis dan tambahan khazanah ilmu
pengetahuan bagi pembaca atau observer lain yang tertarik dengan lembaga
pelayanan publik dan proses penguatan kapasitas organisasi publik.
2. Sebagai bahan referensi praktis bagi pembaca untuk memperoleh
pemahaman yang jelas mengenai gambaran dilema reformasi birokrasi dan
program penguatan kapasitas organisasi publik di Kantor Imigrasi Kelas I
Yogyakarta.

4

1.4.2

Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan konstruktif bagi lembaga pelayanan publik
khususnya Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta, maupun lembaga pelayanan
publik lain dalam rangka merumuskan dan mengevaluasi kebijakan dan
program mereka agar berdasar pada kebutuhan organisasi. Sehingga,
pelayanan yang diberikan dilandasi bukan hanya kebutuhan akan

mempercantik bentuk fisik kantornya, namun juga kebutuhan untuk
membangun manusia yang ada di dalamnya dengan agenda reformasi
birokrasi yang salah satunya dengan penguatan kapasitas organisasi.

1.5 Metode Observasi
Metode penelitian yang digunakan pada observasi ini yaitu deskriptif kualitatif,
yaitu dengan cara menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan dengan
menjabarkan melalui kalimat.
1.6 Teknik Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data observasi ini dengan melakukan wawancara yang
melibatkan pegawai Kantor Imigrasi kelas I Yogyakarta. Selain itu, penulis juga
menggunakan studi literatur yang di dapat dari media online, buku, dan diktat
perkuliahan terkait penguatan kapasitas organisasi publik.

5

Bagian Kedua
Sumber Rujukan
2.1 Konsep Penguatan Kapasitas
Milen (2006) dalam (Kamariah, 2013) memberikan definisi bahwa kapasitas

ialah kemampuan individu, organisasi, atau sistem untuk menjalankan fungsi
sebagaimana mestinya secara efektif, efisien, dan terus menerus. Lebih lanjut, UNDP
dan Canadian International Development Agency (CIDA) dalam Karamiah (2013)
memberikan pendefinisian tetang penguatan kapasitas sebagai proses individu,
kelompok, organisasi, institusi, dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka
untuk (a) menghasilkan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, memecahkan
permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan,
dan (b) memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan dalam konteks yang lebih
luas dalam cara yang berkelanjutan.
Pada intinya, definisi mengenai penguatan kapasitas pada dasarnya mengandung
kesamaan dalam tiga aspek, yaitu sebagai berikut; (a) bahwa penguatan kapasitas
merupakan suatu proses, (b) bahwa proses tersebut harus dilaksanakan pada tiga level
yaitu individu, institusi/organisasi, maupun sistem, dan (c) bahwa proses tersebut
dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan organisasi melalui pencapaian tujuan dan
sasaran organisasi yang bersangkutan.
Tiga level dimensi dan fokus penguatan kapasitas menurut Soeprapto (2003)
dalam (Sari, dkk, 2014) yaitu:
1. Tingkatan Individu, seperti potensi-potensi individu, keterampilan individu,
pengelompokan pekerjaan dan motivasi-motivasi dari pekerjaan individu dalam
organisasi

2. Tingkatan institusi/organisasi, seperti struktur organisasi, prosedur dan
mekanisme pekerjaan, proses pengambilan keputusan di dalam organisasi,
pengaturan sarana dan prasarana, hubungan dan jaringan organisasi
3. Tingkatan sistem, seperti kerangka kerja yang berhubungan dengan peraturan,
kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian objektifitas kebijakan
tertentu
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguatan Kapasitas
6

Menurut Soeprapto (2003) dalam (Sari, dkk, 2014) dalam sebuah artikel yang
dibuatnya secara khusus menyampaikan bahwa faktor-faktor signifikan yang
mempengaruhi penguatan kapasitas organisasi meliputi tiga hal pokok, yaitu:
1. Komitmen bersama
Menurut Milen (2004) dalam (Sari, dkk, 2014) karena proses penguatan
kapasitas ini merupakan proses yang lama dan semua pihak harus terlibat, maka
diperlukan suatu komitmen bersama dalam mennjalankan agenda ini. Komitmen
tidak hanya untuk kalangan pemegang kekuasaan saja, namun meliputi seluruh
komponen yang ada dalam organisasi tersebut.
2. Kepemimpinan yang kondusif
Yaitu proses mempengaruhi dari pemimpin kepada bawahannya untuk

mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang kondusif merupakan
kepemimpinan yang dinamis yang membuka kesempatan luas bagi setiap
elemen organisasi yang dapat menyelenggarakan suatu penguatan kapasitas.
Dengan kepemimpinan yang kondusif seperti ini, maka akan menjadi alat
pemicu untuk reformasi birokrasi yang berjalan lebih lancar dan tepat sasaran.
3. Reformasi kelembagaan
Pada intinya reformasi kelembagaan ini menunjuk adanya budaya kerja
yang mendukung penguatan kapasitas. Struktur dan kultur kelembagaan harus
dikelola dengan baik dan menjadi aspek penting dan kondusif dalam menopang
program penguata kapasitas.
4. Peningkatan Kekuatan dari kelemahan yang dimiliki
Cara mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat
disusun menjadi program kapasitas yang baik bagi individu dari organisasi harus
dapat memahami dan mengutarakan tentang kelemahan dan kekuatan yang
dimiliki oleh suatu organisasi tersebut, agar kelemahan tersebut cepat diperbaiki
dan dicari solusinya dan kekuatan yang dimiliki tetap dipertahankan.

Bagian Ketiga
Gambaran Umum Pelaksanaan Observasi
7


3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Observasi
3.1.1

Lokasi Observasi
Dalam observasi ini, penulis mengambil lokasi di Kantor Imigrasi
Kelas I Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Solo Kilometer 10 Yogyakarta

3.1.2

Waktu Pelaksanaan Observasi
Penulis telah melaksanakan observasi selama empat kali dengan hari
dan tanggal yang berbeda. Waktu yang digunakan dirangkum ke dalam
penjelasan di bawah ini:

a) Jum’at, 10 Maret 2017. Agenda perkenalan dan meminta izin untuk
melakukan observasi. Pada tahap ini, penulis sudah melakukan wawancara
dengan Bapak Yanuar Teguh (Staff Bagian Umum Kantor Imigrasi) selaku
yang menerima kedatangan penulis dan menjelaskan overview observasi
yang akan dilakukan

b) Selasa, 14 Maret 2017. Penulis menyerahkan surat pengantar kepada bagian
umum Kantor Imigrasi.
c) Jum’at, 24 Maret 2017. Penulis mendatangi Kantor Imigrasi untuk
memastikan waktu observasi dan disambut langsung oleh Kepala Subbagian
Tata Usaha, Ibu Eni Indriyanti. Penulis kembali menjelaskan maksud
observasi dan melakukan wawancara dengan Ibu Eni. Pada saat ini pula,
penulis menerima permintaan Ibu Eni untuk membuat proposal atas rencana
observasi yang dimaksud.
d) Senin, 27 Maret 2017. Penulis menyerahkan proposal observasi kepada
pihak Kantor Imigrasi dan kemudian mewawancarai Kepala Urusan
Kepegawaian, Ibu Marfuah dan Kepala Subseksi Informasi, Ibu Retno Dewi
sesuai arahan dari Ibu Eni.
e) Kamis, 30 Maret 2017. Tahap finalisasi observasi dengan mewawancarai
pihak bagian umum, kepegawaian, dan seksi informasi keimigrasian.
3.2 Subyek Observasi
3.2.1

Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta
Kantor Imigrasi Yogyakarta berdiri pada tanggal 01 April 1974. Semula

Kantor Imigrasi Yogyakarta bernama Kantor Imigrasi Kelas II Yogyakarta. Namun,

8

pada tanggal 19 Agustus 2004, Kantor Imigrasi Yogyakarta berubah nama menjadi
Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Kehakiman RI No. M.05.07.04.2004.
Kantor Imigrasi kelas I Yogyakarta beralamat di Jl. Solo Kilometer 10
Yogyakarta dan berdiri diatas tanah seluas 2.329 Meter persegi. Kantor ini
mempunyai 5 wilayah kerja yang mencakup semua jumlah kabupaten/kota Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu: Kotamadya Yogyakarta, Kab. Gunungkidul,
Kab. Kulon Progo, Kab Bantul, dan Kab. Sleman.
Adapun tugas dan fungsi Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta antara lain:
a) Sebagai aparatur pelayanan masyarakat.
b) Sebagai pengawasan dan penegakan hukum.
c) Sebagai fasilitator ekonomi nasional.
d) Sebagai aparatur pelayanan masyarakat.
e) Sebagai pengawasan dan penegakan hukum.
f) Sebagai fasilitator ekonomi nasional.

3.2.2

Visi dan Misi Kantor Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta
Visi dan Misi Kantor ini merupakan adopsi dari visi dan misi Kantor

Imigrasi Pusat, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Visi

:

Masyarakat Memperoleh Kepastian Hukum

Misi

:

Melindungi Hak Asasi Manusia

9

3.2.3 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta
Kepala Kantor
Imigrasi

Kasubag TU

Kaur Keuangan

Kaur
Kepegawaian

Kaur Umum

Kasi Forsakim

Kasi Lantaskim

Kasi Statuskim

Kasi Wasdakim

Kasubsi
Komunikasi

Kasubsi Lintas
Batas

Kasubsi
Penelaahan

Kasubsi
Pengawasan

Kasubsi
Informasi

Kasubsi Perizinan

Kasubsi
Penentuan
Status

Kasubsi
Penindakan

Keterangan:
Kasubag

:

Kepala Subbagian

Kaur

:

Kepala Urusan

Kasi

:

Kepala Seksi

Kasubsi

:

Kepala Subseksi

Forsakim

:

Informasi dan Sarana Komunikasi Keimigrasian

Lantaskim

:

Lalu Lintas Keimigrasian

Wasdakim

:

Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian

10

Statuskim
3.2.4

:

Status Keimigrasian

Tugas Pokok dan Fungsi Seksi Lalu Lintas Keimigrasian Kantor
Imigrasi Kelas I Yogyakarta

Tugas Pokok Seksi Lantaskim:
Melakukan kegiatan keimigrasian yang meliputi pemberian perlintasan,
pemberian pemohonan dokumen perjalanan izin berangkat atau kembali bagi
warga negara asing atau warga negara Indonesia, serta kegiatan dalam hal
perjalanan, pendaratan, urusan haji, pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar
negeri, pengurusan anak kapal dan izin masuk darurat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam rangka menunjang kelancaran
pelayanan keimigrasian.
a) Tupoksi Subseksi Perizinan:
Melakukan pemberian dokumen perjalanan, izin berangkat dan izin
kembali bagi WNA maupun WNI sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku guna tertibnya WNA atau WNI yang keluar maupun masuk negara
Indonesia.
b) Tupoksi Subseksi Lintas Batas:
Memberikan perizinan Lintas Batas bagi warga negara asing yang
hendak masuk ke Indonesia maupun warga negara Indonesia yang hendak pergi
ke luar Indonesia sesuai perjanjian Lintas Batas yang telah ditetapkan dalam
rangka tertibnya keluar masuk melalui pos perbatasan.

11

Bagian Keempat
Hasil dan Pembahasan
4.1 Kendala dalam Pengumpulan Data dan Observasi
Sebelum melangkah lebih jauh, penulis sengaja mendahulukan kendala dalam
pengumpulan data dan observasi sebagai overview awal kepada pembaca bagaimana
kesulitan penulis dalam menggali informasi lebih dalam tentang penguatan kapasitas
pada Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta. Dalam observasi ini, penulis awalnya dapat
menjelaskan dengan mudah kepada pegawai Bagian Umum dan Tata Usaha maksud dari
observasi yang hendak dilaksanakan. Namun, setelah mengajukan proposal observasi
seperti yang diminta pihak kantor, mereka mulai terlihat selektif dalam memberikan
informasi. Bahkan di hari terakhir observasi, penulis diminta mengirimkan draft
makalah hasil observasi sebelum dikirimkan kepada dosen untuk dilihat terlebih dahulu
konten yang penulis sajikan agar terkesan tidak mengkritik pihak kantor.
Penulis tidak bisa mengobservasi lebih jauh mengenai informasi detil tentang
penguatan kapasitas, terlebih kepada bagian Seksi Lalu Lintas Keimigrasian yang
menjadi lokus kajian observasi ini. Penulis bersama observer lain –Mawaddatush
Sholiha yang mengkaji tentang Seksi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian
(Forsakim) dan Oktafia Kusuma yang mengkaji tentang Seksi Pengawasan dan
Penindakan Keimigrasian (Wasdakim)– sudah diarahkan terlebih dahulu oleh Ibu Eni
Indriyanti selaku Kepala Subbagian Tata Usaha Kantor Imigrasi siapa saja yang bisa
dijadikan narasumber. Narasumber yang dipilih yaitu Kepala Urusan Kepegawaian, Ibu
Marfuah dan Kepala Subseksi Informasi, Ibu Retno Dewi.
Pada prosesnya, setelah membaca proposal observasi yang kami ajukan, Ibu
Marfuah selaku Kepala Urusan Kepegawaian tidak banyak memberikan kami informasi
dan berdalih bahwa data yang ada adalah data negara dan bersifat rahasia. Atas sebab
itu, Ibu Marfuah pada akhirnya hanya bisa memberikan jawaban singkat atas pertanyaan
kami dengan menuliskan poin besar jawaban pada selembar kertas. Jawaban inilah yang
kemudian penulis elaborasikan dengan berita harian dari website Kantor Imigrasi
Yogyakarta.
12

Informasi lebih banyak penulis dapatkan pada Kepala Subseksi Informasi, Seksi
Informasi dan Komunikasi Keimigrasian Ibu Retno Dewi. Pada tahap ini, walaupun
tetap tidak terlalu detil. Ibu Retno bisa terlihat lebih relax dalam memberikan gambaran
keseharian yang terjadi pada kantor dan bagaimana proses penguatan kapasitas di
implementasikan disini.
Selain itu, kendala yang paling besar menurut penulis adalah ketidakmampuan
penulis dalam mengakses dan memperoleh data pasti bagaimana tingkat keberhasilan
atau peningkatan kinerja individu maupun organisasi setelah program penguatan
kapasitas diimplementasikan. Penulis hanya menerima deskripsi tentang bagaimana
program ini berjalan dari beberapa narasumber yang telah disebutkan di atas. Alasannya
tetap sama, bahwa itu adalah dokumen negara dan sifatnya rahasia –tidak
disebarluaskan untuk umum.
Namun, mari berfikir kritis. Benarkah demikian? Benarkah keterbukaan
informasi publik sesuai amanat reformasi birokrasi tidak mencakup hal demikian?
Lantas, bagaimana masyarakat dapat menilai program penguatan kapasitas bagi instansi
pemerintah tersebut sudah berhasil dilaksanakan atau tidak? Atau memang, bagi instansi
semi militer seperti Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta, pada hakikatnya belum
mengenal reformasi birokrasi sepenuh hati.
4.2 Penguatan Kapasitas di Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta
Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta yang berada dibawah langsung Direktorat
Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia memiliki pusat
pendidikan dan pelatihan pegawai sendiri untuk memberikan pelatihan secara khusus
untuk meningkatkan kapasitas mereka, yaitu Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Hukum dan HAM (BPSDM). Program-program penguatan kapasitas pada
kantor yang berada di bawah langsung Kemenkum HAM adalah program yang
dibentuk, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh BPSDM Kemenkum HAM. Oleh
karena itu, program penguatan kapasitas yang diimplementasikan di Kantor Imigrasi
Kelas I Yogyakarta ini juga merupakan program-program dari BPSDM yang berpusat di
Jakarta.

13

Program dari BPSDM kemudian di kelola oleh bagian Urusan Kepegawaian dan
bagian Umum Kantor Imigrasi sebagai koordinator dan monitoring implementasi
kebijakan penguatan kapasitas, baik di tingkat individu maupun organisasi. Adapun
bentuk penguatan kapasitas bagi kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta secara umum dapat
dibagi menjadi dua hal, yaitu program yang difasilitasi oleh BPSDM dan program
kultural dari pihak Kantor dengan berpedoman pada Standar Operasional Pelayanan
(SOP) lembaga pelayanan publik.
4.2.1

Penguatan Kapasitas Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta: Program
BPSDM
Pada tahap ini, ada beberapa program yang disediakan BPSDM yang pernah

diikuti Kantor Imigrasi beberapa tahun terakhir dalam meningkatkan kinerja
pegawai. Dalam menunjang kegiatan teknis pelayanan Kantor Imigrasi mengikuti
Diklat Pelayanan Publik dan dalam teknis keimigrasian kantor mengikuti Diklat
Penilaian Kinerja PNS, Diklat Pengawasan dan Penindakan Orang Asing, dan Diklat
Peningkatan Kapasitas HAM bagi petugas Permasyarakat dan Imigrasi.
a) Diklat Peningkatan Kapasitas HAM bagi petugas Permasyarakatan dan
Imigrasi
Diklat ini dilandasi atas kewajiban dan tanggungjawab negara yang
dilaksanakan oleh aparatur negara di bidang Pemasyarakatan dan Keimigrasian
dalam pelayanan masyarakat yang terkait dengan prinsip-prinsip hak asasi
manusia. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia Pasal 8, Pasal 71 dan 72 bahwa penghormatan, perlindungan,
pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM merupakan tanggungjawab negara
terutama pemerintah.
Dengan adanya perubahan paradigma dan orientasi pelayanan,
diharapkan pelayanan publik yang diberikan di bidang permasyarakatan dan
keimigrasian dapat memberikan kepuasan bagi masyarakat dan sejalan dengan
prinsip hak asasi manusia.
b) Diklat Pengawasan dan Penindakan Orang Asing

14

Diklat ini didasari pada kondisi Negara Indonesia yang merupakan salah
satu tempat favorit wisata bagi orang asing, sedang menghadapi pasar bebas
Asean (MEA), program pemerintah tentang Bebas Visa Kunjungan untuk 169
negara yang ditetapkan dalam Kepres No. 21 Tahun 2016 yang semuanya
berdampak kepada banyaknya orang asing yang masuk ke Indonesia. Hal ini
tidak hanya berdampak positif, tetapi juga beresiko memunculkan dampak
negatif berkaitan dengan penyalahgunaan izin tinggal beserta modus-modusnya.
Seiring hal tersebut, tugas dan fungsi keimigrasian dalam pengawasan
terhadap orang asing menuntut untuk lebih ekstra. Sehingga perlu dilakukan
pengembangan sumber daya bagi pegawai Imigrasi di bagian pengawasan dan
penindakan untuk mampu mendukung terhadap kebijakan pemerintah.
c) Diklat Penilaian Kinerja PNS
Penilaian

kinerja

pekerjaan/kinerja

dalam

PNS

adalah

pelaksanaan

penilaian
tugas

secara
dan

periodik

fungsinya

atas
dalam

penyelenggaraan pelayanan bagi masyarakat. Hasil penilaian kinerja ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan pengembangan karir PNS. Penilaian
kinerja PNS dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja PNS diarahkan
sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang diisyaratkan untuk mencapai
hasil kerja yang disepakati.
d) Diklat Pelayanan Publik
Diklat ini merupakan diklat yang diikuti oleh Seksi Lalu Lintas
Keimigrasian dan akan dijelaskan lebih lanjut dalam poin bahasan selanjutnya.
4.2.2

Penguatan Kapasitas Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta: Program
Kultural Kantor (berpedoman pada SOP lembaga pelayanan publik)
Sebagai lembaga pelayanan publik, masalah tidak bisa diselesaikan dengan

hanya mengandalkan program BPSDM yang boleh jadi belum sesuai dengan
masalah yang ada di daerah. Oleh karena itu, penguatan kapasitas yang berbasis
pada kultur masing-masing kantor menjadi hal yang juga patut untuk diperhatikan.
Di dalam Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta sendiri, terdapat beberapa program

15

kultural yang dijadikan kebiasaan yang mampu berdampak positif pada peningkatan
efektifitas kinerja pegawai. Hal tersebut penulis jabarkan dalam beberapa poin, yaitu
sebagai berikut:
1. Apel pagi dan sore. Paling tidak hari Jum’at, Kantor Imigrasi Jogja selalu
melakukan apel pagi dan sore untuk membiasakan kedisiplinan pegawai.
Apel ini juga bermakna bahwa Kantor Imigrasi selalu menyampaikan
capaian kerja selama satu minggu sekali.
2. Briefing. Dilakukan minimal dua kali dalam satu bulam. Pada briefing ini
setiap seksi melakukan evaluasi dalam dua minggu terakhir terkait apa saja
yang sudah mereka lakukan, kendala yang ditemui, sharing masalah, isu-isu
keimigrasian, hingga urusan yang bersifat pribadi. Pada intinya kegiatan ini
untuk merekatkan tali kekeluargaan antara ketua seksi dengan jajaran staff
keimigrasian.
3. Pembuatan Jurnal Harian. Jurnal ini merupakan program resmi dari
Kementerian Hukum dan HAM untuk kantor yang ada di bawahnya dengan
mewajibkan setiap pegawai menuliskan apa saja yang dikerjakan mereka
pada hari itu. Sistem dari jurnal harian ini terintegrasi langsung ke pusat
sehingga Kepala Seksi dan Kepala Kantor hanya bisa mengkonfirmasi tanpa
bisa mengedit konten yang dibuat masing-masing pegawai. Hasil dari
evaluasi jurnal harian ini akan diberikan langsung oleh Kemenkum HAM
kepada kantor yang bersangkutan untuk bahan evaluasi untuk bulan
berikutnya.
4. Penindakan dan tanggapan dari aduan masyarakat. Baik secara online
melalui sistem lapor! pemerintah, maupun secara offline dengan datang
langsung ke Kantor Imigrasi, penindakan atas aduan dari masyarakat
menjadi prioritas Seksi Informasi dan Sarana Komunikasi Keimigrasian
(Forsakim) untuk bahan evaluasi sistem tata kelola layanan Kantor Imigrasi
5. Beasiswa. Bukan hanya reward kantor terbaik sebagai apresiasi kelembagaan
terbaik, beasiswa kepada pegawai yang berprestasi juga merupakan salah
satu reward agenda penguatan kapasitas dari level pegawai.
6. Rotasi pegawai minimal satu tahun sekali. Sebagai bentuk penyegaran
terhadap kinerja pegawai. Rotasi dari staff kepegawaian dari Kantor Imigrasi
mampu menciptakan suasana baru bagi kantor setiap pergantian tahun.

16

7. Pelatihan programer. Karena reformasi birokrasi menuntut pelayanan publik
harus dipangkas seramping mungkin. Maka penggunaan teknologi seperti
komputer menjadi prioritas bagi semua pegawai kantor. Dalam pembekalan
tahap awal menjadi pegawai, pelatihan programer menjadi hal yang wajib.
8. Kunjungan kerja, mengikuti seminar, dan workshop. Sama halnya dengan
kebiasaan kebanyakan lembaga pelayanan publik, ketiga hal di atas adalah
hal yang efektif dalam menigkatkan kapasitas level individu maupun
organisasi.
4.3 Penguatan Kapasitas pada Seksi Lalu Lintas Keimigrasian
Pada Seksi Lalu Lintas Keimigrasian, program penguatan kapasitas yang pernah
diikuti seksi ini satu tahun terakhir secara khusus yaitu Diklat Pelayanan Publik dari
BPSDM. Alasan seksi Lalu Lintas Keimigrasian mengikuti agenda ini didasari atas
tupoksi dari Seksi Lalu Lintas Keimigrasian yang mengharuskan pegawainya berurusan
langsung oleh citizen dan harus memiliki standar minimal pelayanan publik yang baik.
Hal ini juga dimaksudkan sebagai kewajiban dan janji pelayanan yang berkualitas,
cepat, mudah, terjangkau, dan terukur bagi Kantor Imigrasi. Selain itu, juga sebagai
bentuk untuk menyelaraskan kemampuan penyelenggara pelayanan publik dengan
kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan yang ada agar tidak ketinggalan zaman,
baik dari segi informasi maupun teknologi.
Output yang diterima pegawai Seksi Lalu Lintas dalam mengikuti agenda ini
dapat dilihat dari indikator keberhasilan Diklat Pelayanan Publik yaitu, dapat
memperpendek proses pelayanan (menghindari birokrasi yang rumit dengan teknologi),
mampu mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti, dan
terjangkaui, dapat mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, mampu memberikan
perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat, dan mampu memberikan akses
yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan.
4.4 Dampak Penguatan Kapasitas pada Tingkat Kinerja
Terdapat beberapa dampak dari beberapa agenda penguatan kapasitas baik dari
program yang difasilitasi oleh BPSDM maupun agenda kultural kantor sesuai
wawancara dengan Ibu Marfu’ah selaku Kepala Urusan Kepegawaian. Dampak dari
penguatan kapasitas ini penulis jabarkan ke dalam tiga poin besar, yaitu sebagai berikut:

17

1. Bagi individu. Program penguatan kapasitas ini mampu memberikan pelatihan
bagi pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan berpedoman
dengan aturan yang berlaku.
2. Bagi masing-masing seksi keimigrasian. Program ini mampu memberikan
motivasi

untuk

masing-masing

seksi

untuk

berlomba-lomba

dalam

meningkatkan kualitas kinerja dan capaian pelayanan mereka masing-masing.
3. Bagi sistem tata kelola pelayanan publik. Program ini dapat membantu pegawai
memahami perubahan dan gejala yang terjadi baik dari internal maupun tuntutan
masyarakat agar bekerja lebih cepat dan tanggap untuk menyelesaikan segala
permasalahan tata kelola yang ada. Selain itu, penguatan kapasitas juga dapat
dimaksudkan untuk penyempurnaan sistem tata kelola pelayanan publik agar
sesuai dengan tuntutan zaman.
4.5 Analisis: Relasi dengan Reformasi Birokrasi dan Konsep Penguatan Kapasitas
yang Ideal
Seperti yang penulis jelaskan pada bagian awal pembahasan, bahwa dalam
pengumpulan data, penulis tidak dapat mengakses bagaimana dampak program
penguatan kapasitas ini secara rigit berdasarkan angka, sebagai contoh perbandingan
keberhasilan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dari bulan Januari ke bulan Februari 2017,
atau apakah program penguatan kapasitas yang sudah dilaksanakan sudah berhasil atau
belum berhasil. Penulis hanya mendapatkan narasi-narasi baik dari narasumber tanpa
bisa meminta secara jelas bagaimana neraca keberhasilan yang dimaksudkan dengan
basis angka. Mereka berdalih bahwa hal itu adalah rahasia negara dan tidak dapat
dipertontonkan ke publik. Oleh sebab itu, penulis mengkategorikan Kantor Imigrasi
masih belum secara penuh merombak tata kelola birokrasinya menjadi transparan dan
akuntabel seperti tuntutan reformasi birokrasi –keterbukaan informasi publik.
Ketidakmapuan penulis dalam mengakses data konkrit menyebabkan penulis
sebagai wakil dari masyarakat tidak mengetahui apakah lembaga pelayanan publik ini
sudah baik, masih standar, atau malah menurun tanpa perkembangan yang berarti.
Ketidakmampuan ini pula, selain menciderai tuntutan reformasi birokrasi terkait
keterbukaan informasi publik juga berdampak pada kurangnya social control dari
masyarakat terhadap kinerja dari lembaga pelayanan publik ini. Walau sejatinya,

18

program penguatan kapasitas di Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta sudah masuk ke
dalam kategori baik.

Bagian Kelima
Epilog
5.1 Kesimpulan
Perjalalan Kantor Imigrasi sebagai lembaga pelayanan publik yang mengurus
berbagai kebutuhan luar negeri masyarakat Indonesia maupun orang asing yang masuk
ke negara Indonesia sejauh ini juga tidak luput dari agenda besar reformasi birokrasi.
Reformasi birokrasi dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem tata kelola yang
dahulu terkesan kaku, tidak transparan, dan tidak akuntabel menjadi sebaliknya yang
lebih baik. Perwujudan reformasi birokrasi salah satunya diwujudkan dengan
pemberlakuan program penguatan kapasitas organisasi publik, baik di tingkat terkecil
yaitu pegawai, seksi organisasi, hingga sistem lembaga yang berlaku.
Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta yang berada langsung di bawah
Kementerian Hukum dan HAM memiliki dua agenda besar penguatan kapasitas.
Pertama, yaitu yang difasilitasi langsung oleh Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Hukum dan HAM (BPSDM). Kedua yaitu program kultural dari pihak kantor
sendiri yang dibuat berpedoman pada SOP lembaga pelayanan publik. Berdasarkan
dampak yang dipaparkan pada pembahasan di atas, terdapat beberapa keuntungan dari
program ini baik di level kinerja individu, organisasi, maupun sistem yang berlaku.
Secara bentuk implementasi, Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta sudah dapat
dikategorikan memiliki program penguatan kapasitas yang berstandar. Namun, laku dari
kantor ini masih belum sepenuhnya mencerminkan karakter dari reformasi birokrasi
yang transparan dan akuntabel. Hal ini dapat dilihat dari ketertutupan informasi yang
diberikan kantor saat penulis melakukan observasi. Pada akhirnya, penulis beranggapan
bahwa reformasi birokrasi di tubuh institusi semi militer seperti Kantor Imigrasi
memang harus dibutuhkan tenaga ekstra. Karakter dari instansi semi militer yang
identik dengan kekauan harus di-design ulang dengan berbagai rekomendasi kebijakan
baru, perbaikan regulasi, dan evaluasi dan sistem monitoring yang jelas. Sehingga,
program penguatan kapasitas yang diimplementasikan setiap tahunnya tidak berakhir
19

pada tataran prosedural. Lebih jauh, ia dimaknai dengan sebutan reformasi birokrasi
sepenuh hati.

5.2 Rekomendasi
Karena dari tadi penulis mempermasalahkan tuntutan reformasi birokrasi terkait
keterbukaan informasi publik, trasnparansi, dan akuntabilitas, maka rekomendasi ini
tidak jauh-jauh terkait hal tersebut. Sebagai lembaga pelayanan publik yang memiliki
visi merawat kepastian hukum masyarakat terkait haknya, sudah sepatutnya sebagai
lembaga yang modern, Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta harus mengimplementasikan
reformasi birokrasi dengan pasti, tanpa ditutup-tutupi, dan tanpa dihalang-halangi. Ia
harus melawan karakter dirinya sebagai instansi semi militer yang kaku dan terkesan
tertutup.

20

Daftar Pustaka
Jurnal dan Website
Ardhian, M. (2016, Desember 1). Didominasi Cina, Turis Asing pada Oktober Bertahan
di

Atas

1

Juta.

Dipetik

April

3,

2017,

dari

http://katadata.co.id/berita/2016/12/01/cina-masih-mendominasi-kunjunganwisatawan-asing-pada-oktober-2016
Kemenpar.go.id. (2017). Kunjungan Bulanan Wisatawan Mancanegara. Dipetik April
3,

2017,

dari

kemenpar.go.id:

http://www.kemenpar.go.id/image/contenttransaction/3139.png
Mulyana. (2017, january 9). Permintaan Membeludak, Ditjen Imigrasi Batasi Kuota
Pembuatan

Paspor.

Dipetik

April

3,

2017,

dari

http://www.jawapos.com/read/2017/01/09/100984/permintaan-membeludakditjen-imigrasi-batasi-kuota-pembuatan-paspor
Sari, N. (2014). Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah dalam
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu (Studi pada Kantor
Pelayanan dan Perizinan Terpadu Kabupaten Kediri). Jurnal Administrasi
Publik, 2(4), 634-640
Tim peneliti STIA LAN Makassar. (2012). Capacity Building: Birokrasi Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Diambil kembali dari firdaus.org:
http://fridaus.org/docs/penelitian/stiacapacitybulding.pdf

Dokumen

21

Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan pada Kantor Wilayah kementerian
Hukum dan HAM Republik Indonesia Tahun 2017

22