LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN B

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN
Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN
PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN
Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

A.

PENGERTIAN

§ Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fsik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan (ftria, 2009).
§ Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2008).
§ Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang membahayakan secara fsik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain
(Yoseph, 2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan
seseorang stress berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol
kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting

barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar rumah.
§ Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut
WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fsik
dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak
§ Menurut Townsend (2000), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan
untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai
perang atau menyerang
§ Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fsik
baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan
untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
§ Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fsik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).

B.

PENYEBAB


1.

Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend
(1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a.

Teori Biologik

Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
1)

Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan

dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan
pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku
kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu
membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
2)

Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fght atau fight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3)

Genetik


Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan
genetik karyotype XYY.
4)

Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit
seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b.

Teori Psikologik

1)

Teori Psikoanalitik


Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2)

Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua
mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.
Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fsik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa.
c.


Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat
juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.
Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk
perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan
dalam hidup individu.
2.

Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a.
Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan

sebagainya.
b.

Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

c.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konfik.
d.
Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e.
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.

f.
Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap


C.

RENTANG RESPONS MARAH

Respons kemarahan dapat berfuktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).
§ Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang
lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
§ Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat
dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
§ Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
§ Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain
§ Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun

terhadap orang lain.
Respon kemarahan dapat berfuktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.

Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan

D.

TANDA DAN GEJALA

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1.

Fisik

a.

Muka merah dan tegang

b.


Mata melotot/ pandangan tajam

c.

Tangan mengepal

d.

Rahang mengatup

e.

Postur tubuh kaku

f.

Jalan mondar-mandir

2.


Verbal

a.

Bicara kasar

b.

Suara tinggi, membentak atau berteriak

c.

Mengancam secara verbal atau fsik

d.

Mengumpat dengan kata-kata kotor

e.

Suara keras

f.

Ketus

3.

Perilaku

a.

Melempar atau memukul benda/orang lain

b.

Menyerang orang lain

c.

Melukai diri sendiri/orang lain

d.

Merusak lingkungan

e.

Amuk/agresif

4.

Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5.

Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6.

Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7.

Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8.

Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E.

AKIBAT DARI PERILAKU KEKERASAN

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

F.

PROSES MARAH

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi
oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan. Berikut ini digambarkan proses kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams,
1986, dalam Keliat, 1996)

Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan
melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang.
Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain
adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan,
dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada
diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau
agresif dan ngamuk.

Pathway/ Patofowdiagram
Pathway Perilaku Kekerasan

G.

PERILAKU

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

Menyerang atau menghindar (fght of fight)

Pada keadaan ini respon fsiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga

meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai refek yang cepat.

Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fsik maupun psikolgis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.

Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konfik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.

Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan
Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan

H.

MEKANISME KOPING

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998)

Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia
mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

I.

PENATALAKSANAAN

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
1.

Medis

a.

Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b.

Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c.
Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas.
d.
ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah
pada keadaan amuk.
2.

Penatalaksanaan keperawatan

a.

Psikoterapeutik

b.

Lingkungan terapieutik

c.

Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

d.

Pendidikan kesehatan

J.

PERENCANAAN PULANG

Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan dirumah. Untuk itu
semua rumah sakit perlu membuat perencanaan pulang. Perencanaan pulang
dilakukan sesegera mungkin setelah klien dirawat dan diintegrasikan didalam
proses keperawatan.
Jadi bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien pulang.
Tujuan perencanaan pulang:
1.

Menyiapkan klien dan keluarga secara fsik, psikologis dan sosial.

2.

Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.

3.

Klien tidak terisolasi sosial

4.

Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap (Kelliat, 1992).

K.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi,
pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan
serta memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam
pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik
sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah
adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1.

Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifkasi data, analisa data, dan
perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
§ Aspek biologis

Respons fsiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil
melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan
seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan refeks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
§ Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,
menyalahkan dan menuntut.
§ Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,
peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat
perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifkasi penyebab kemarahan,
bagaimana informasi diproses, diklarifkasi, dan diintegrasikan.
§ Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan
kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa
sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara
keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari
orang lain, menolak mengikuti aturan.
§ Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fsik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang
secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
§ Aspek fsik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,
berkeringat, sakit fsik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
§ Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
§ Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
§ Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Klasifaksi data

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu
data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan
secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara
perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan
secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.

Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan
yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui
penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah
dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
Pohon masalah
Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan

2.

Diagnosa Keperawatan

“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan
potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan
sebagai proses kehidupan” (Carpenito, 2000). Adapun kemungkinan diagnosa
keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
§ Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
§ Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

No

Diagnosis

Rencana Tindakan
TUK/SP

Tindakan
1

Resiko perilaku kekerasan

TUM: Selama perawatan diruangan, pasien tidak memperlihatkan perilaku
kekerasan, dengan criteria hasil (TUK):
§ Dapat membina hubungan saling percaya
§ Dapat mengidentifkasi penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang
sering dilakukan
§ Dapat mendemonstrasikan cara mengontrol PK dengan cara :
o Fisik
o Social dan verbal
o Spiritual
o Minum obat teratur
§ Dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan cara mencegah PK yang sesuai
§ Dapat memelih cara mengontrol PK yang efektif dan sesuai
§ Dapat melakukan cara yang sudah dipilih untuk mengontrl PK
§ Memasukan cara yang sudah dipilih dalam kegitan harian
§ Mendapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol PK
§ Dapat terlibat dalam kegiatan diruangan

Tindakan Psikoterapi
a.

Pasien

§ BHSP
§ Ajarakan SP I:
o Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang dilakukan
pasien serta akibat PK
o Latih pasien mencegah PK dengan cara: fsik (tarik nafas dalam & memeukul
bantal)
o Masukkan dalam jadwal harian
§ Ajarkan SP II:

o Diskusikan jadwal harian
o Latih pasien mengntrol PK dengan cara sosial
o Latih pasien cara menolak dan meminta yang asertif
o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
§ Ajarkan SP III:
o Diskusikan jadwal harian
o Latih cara spiritual untuk mencegah PK
o Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
§ Ajarkan SP IV
o Diskusikan jadwal harian
o Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian jika tidak minum obat secara
teratur
o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
§ Bantu pasien mempraktekan cara yang telah diajarkan
§ Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontrol PK yang sesuai
§ Masukkan cara mengontrol PK yang telah dipilih dalam kegiatan harian
§ Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dirumah sakit
b. Keluarga
·

Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien PK

·
Jelaskan pengertian tanda dan gejala PK yang dialami pasien serta proses
terjadinya
·

Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien PK

·

Latih keluarga melakukan cara merawat pasien PK secara langsung

·

Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat

Tindakan psikofarmako
§ Berikan obat-obatan sesuai program pasien
§ Memantau kefektifan dan efek samping obat yang diminum
§ Mengukur vital sign secara periodic

Tindakan manipulasi lingkungan

§ Singkirkan semua benda yang berbahaya dari pasien
§ Temani pasien selama dalam kondisi kegelisahan dan ketegangan mulai
meningkat
§ Lakaukan pemebtasan mekanik/fsik dengan melakukan pengikatan/restrain atau
masukkan ruang isolasi bila perlu
§ Libatkan pasien dalam TAK konservasi energi, stimulasi persepsi dan realita

DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan
Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku
kedokteran EGC ; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit :
Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC ; Jakarta.
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ;
Jakarta.