Pemecahan Komponen Makanan Bimbigan Dan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme

dapat

tumbuh

dan

berkembang

biak

dengan

cara

mengoksidasi zat-zat hara yang ada di lingkungan untuk menghasilkan energi dan

senyawa awal untuk sintesis komponen-komponen sel. Penggunaan zat hara
dipengaruhi oleh aktivitas metabolisme mikroorganisme dalam memecah molekul
kompleks, seperti karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat menjadi
komponen yang lebih sederhana sehingga dapat diangkut sel ke sitoplasma
sebagai sumber energi dan senyawa awal.
Proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik disebut
dengan fermentasi sedangkan proses penguraian makromolekul menjadi molekul
yang lebih sederhana dengan penambahan air disebut juga dengan hidrolisis.
Mikroorganisme dapat menghasilkan enzim yang dapat mengkatalis reaksi
hidrolisis.
Mikroorganisme amilolitik dapat memproduksi enzim amilase untuk memecah
pati menjadi gula yang lebih sederhana yang dapat dipecah lagi menjadi asam,
gas, alkohol, dan energi. Mikroorganisme proteolitik dapat menghidrolisis protein
dan menghasilkan peptida serta asam amino. Mikroorganisme lipolitik dapat
memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol, sedangkan mikroorganisme
pektolitik dapat memecah pektin dan menyebabkan hilangnya kemampuan
membentuk gel. Mikroorganisme di lingkungan aerob juga dapat menghasilkan
enzim katalase untuk menguraikan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan O2.
H2O2 bersifat toksik terhadap sel karena dapat menginaktivasi enzim yang ada di
dalam sel.

Pewarnaan Gram dapat digunakan untuk membedakan antara bakteri Gram
positif dan bakteri Gram negatif. Adanya perbedaan pada tahap pewarnaan Gram
disebabkan oleh perbedaan struktur dinding sel yang dimiliki bakteri Gram positif
dan bakteri Gram negatif. Komponen utama bakteri Gram positif adalah

1

peptidoglikan sedangkan sebagian besar dinding sel bakteri Gram negatif tersusun
dari lipid.
1.2 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat pemecahan komponen
kimia di dalam makanan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, dan
khamir, menguji dan membedakan reaksi pemecahan karbohidrat, protein, dan
lemak oleh kultur jasad renik murni dan mikroorganisme yang ada di makanan,
mengetahui adanya enzim katalase pada mikroorganisme melalui uji katalase, dan
dapat mengamati bentuk dan ciri-ciri dari bakteri melalui pewarnaan Gram.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Lay (1994), mikroorganisme dapat tumbuh, berkembang biak, dan
membentuk sel baru dengan menggunakan zat hara yang ada di lingkungannya,
yaitu molekul sederhana, seperti H2S dan NH4+ atau molekul organik kompleks,
seperti polisakarida dan protein. Zat-zat hara ini akan dioksidasikan oleh
mikroorganisme untuk mendapatkan energi dan senyawa awal agar dapat
melakukan sintesis dinding sel, membran sel, dan flagela.
Penggunaan zat hara ditentukan dari aktivitas metabolisme mikroorganisme.
Metabolisme dapat memberikan hasil sampingan yang dapat dipakai untuk
mengidentifikasi mikroorganisme. Salah satu jalur metabolisme adalah fermentasi
yang pemindahan elektronnya berlangsung di antara senyawa-senyawa organik
(Volk dan Wheeler, 1993).
2.1 Fermentasi
Menurut Fardiaz (1992), fermentasi adalah proses pemecahan komponen
karbohidrat dan asam amino oleh enzim mikroorganisme secara anaerobik untuk
menghasilkan energi. Proses ini tidak memerlukan adanya oksigen dan pada saat
fermentasi berlangsung, senyawa organik berperan sebagai penerima elektron
terakhir sehingga hasil fermentasinya lebih stabil. Pada proses fermentasi, hanya
sebagian bahan baku energi yang dipecah sehingga hanya dihasilkan sejumlah

kecil energi, CO2, air, dan beberapa produk akhir, seperti asam laktat, asam asetat,
etanol, serta asam organik volatil lainnya (Buckle et al., 1987). Karbohidrat
merupakan senyawa utama yang dipecah dalam proses fermentasi sedangkan
asam amino hanya dapat dipecah oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Fardiaz,
1992).
2.1.1 Fermentasi Karbohidrat
Karbohidrat merupakan komponen utama yang dipecah di dalam proses
fermentasi. Pertama, polisakarida akan dipecah menjadi gula-gula sederhana
3

sebelum dilakukan fermentasi, contohnya pati dipecah menjadi glukosa-glukosa.
Selanjutnya, glukosa dipecah lagi menjadi senyawa-senyawa lain yang lebih
sederhana tergantung pada jenis fermentasinya (Fardiaz, 1992).
Selain itu, hasil akhir produk fermentasi juga dipengaruhi dari sifat
mikroorganisme, media biakan yang dipakai, dan faktor-faktor lingkungan, seperti
pH dan suhu. Media yang digunakan harus mengandung senyawa-senyawa yang
dapat dengan mudah difermentasikan dan dioksidasikan oleh mikroorganisme.
Glukosa sendiri merupakan senyawa karbohidrat yang paling banyak dipakai oleh
mikroorganisme dalam proses fermentasi.
Kemampuan mikroorganisme untuk memfermentasikan berbagai macam

karbohidrat dan produk yang dihasilkan dari fermentasi merupakan ciri-ciri yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme. Identifikasi ini
berkaitan erat dengan aktivitas metabolisme mikroorganisme dalam menggunakan
dan menguraikan senyawa kompleks, seperti pati, lemak, protein, dan asam
nukleat (Lay, 1994).
Minimal ada tujuh proses fermentasi glukosa yang berbeda-beda pada bakteri.
Masing-masing proses fermentasi sendiri akan membentuk produk akhir yang
berbeda dan spesifik untuk kelompok bakteri tertentu. Ada dua tahap fermentasi
glukosa, yaitu:
1. Rantai karbon dipecah dari glukosa dan dilepaskan dua pasang atom
hidrogen untuk memperoleh senyawa karbon yang akan lebih mudah
teroksidasi daripada glukosa.
2. Senyawa yang teroksidasi dapat direduksi kembali dengan menggunakan
atom hidrogen dari tahap pertama untuk membentuk produk fermentasi.
Reaksi oksidasi harus seimbang dengan reaksi reduksi yang berlangsung.
Asam piruvat akan selalu dihasilkan pada tahap pertama fermentasi glukosa
(Fardiaz, 1992). Ada empat jalur pemecahan glukosa menjadi asam piruvat, yaitu:
1. Jalur Embden-Meyerhoff-Parnas (EMP) atau glikolisis
Jalur EMP merupakan mekanisme yang paling umum digunakan
bakteri, fungi, hewan, dan manusia untuk mengubah glukosa menjadi

asam piruvat (Volk dan Wheeler, 1993). Tahap pertama adalah tahap
pembentukan fruktosa difosfat. Tahap selanjutnya, fruktosa difosfat

4

dipecah menjadi dua molekul gliseraldehida fosfat yang dikatalis oleh
enzim aldolase, lalu diteruskan dengan reaksi dehidrogenasi gliseraldehida
fosfat yang juga termasuk reaksi oksidasi yang memproduksi ATP dan
dikatalis oleh enzim gliseraldehida fosfat dehidrogenase.
NAD (Nikotinamida Adenin Dinukleotida) akan menangkap atom
hidrogen yang dilepas untuk membentuk NADH 2. Jika NADH2 dioksidasi
kembali pada tahap kedua fermentasi sehingga atom hidrogen dapat
dilepas kembali, maka proses fermentasi dapat berlangsung terus. Pada
proses fermentasi, NAD berperan sebagai pembawa hidrogen.
Energi yang dihasilkan pada tahap oksidasi gliseraldehida fosfat akan
membentuk dua ATP. Satu molekul glukosa dapat membentuk dua
molekul gliseraldehida fosfat sehingga seluruhnya dihasilkan empat ATP.
Namun, karena dua ATP digunakan untuk mengubah glukosa menjadi
fruktosa difosfat sehingga hanya tinggal dua ATP yang dipakai untuk
pertumbuhan tiap molekul glukosa (Fardiaz, 1992). Reaksinya:

Glukosa + 2(ADP + 2NAD+



+ Pi)

2 piruvat + 2 ATP +
2 (NADH + H+)

2. Jalur Entner Doudoroff (ED)
Pada jalur ED, akan dihasilkan senyawa antara unik, yaitu 2-keto-3deoksi-6-fosfoglukonat (KDFG). Senyawa ini kemudian dipecah menjadi
dua triosa, yaitu piruvat dan gliseraldehida-3-fosfat oleh enzim aldolase.
Selanjutnya, kedua triosa ini memasuki jalur EMP untuk menghasilkan
molekul piruvat kedua dengan cara melepas dua mol ATP, satu mol
NADH, dan H+ (Fardiaz, 1992). Reaksinya:
Glukosa + NADP+ + NAD+ + → 2 piruvat + NADP + H+ +
(ADP+Pi)

NADH + H+ + ATP


3. Jalur Heksosamonofosfat (HMF)
Jalur yang dapat ditemui pada berbagai macam organisme ini berperan
penting di dalam metabolisme mikroorganisme agar dapat membentuk
pentosa yang dibutuhkan untuk melakukan sintesis asam nukleat, asam
amino aromatik, vitamin, dan sumber NADP+H+ untuk reaksi biosintesis.
Jalur HMF disebut juga dengan siklus pentosa karena energi tidak

5

diperoleh secara langsung, tetapi NADP + H+ yang dihasilkan ketika
dimasukkan ke dalam sistem transpor elektron akan menjadi sumber
energi potensial. Enzim yang digunakan di dalam jalur ini adalah
transaldolase dan transketolase (Fardiaz, 1992). Reaksinya:
Glukosa + 12 NADP+ + ATP → 6 CO2 + 12 (NADPH + H+) + ADP + Pi
4. Jalur Fosfoketolase (FK)
Jalur ini hanya dapat ditemui pada kelompok bakteri laktobasili
heterofermentatif. Jalur FK merupakan cabang dari jalur HMF karena
bakteri jenis ini tidak memiliki enzim aldolase yang digunakan untuk
memecah fruktosa 1,6-difosfat menjadi dua triosa-fosfat dan juga tidak
memiliki enzim transaldolase dan transketolase yang berperan penting di

dalam jalur HMF. Ketika asetil-fosfat diubah menjadi asetat, maka akan
dihasilkan 2 ATP yang memiliki ikatan energi tinggi. Reaksinya:
Glukosa + NAD+ + 2 NADP+ +



2 ADP + P

piruvat + asetat + CO2 + NADH
+ H + + 2 NADPH + H+ + 2 ATP

Namun jika asetil-fosfat diubah menjadi etanol, maka ikatan energinya
akan hilang sehingga hanya dihasilkan satu mol ATP per mol glukosa
(Fardiaz, 1992). Reaksinya:
Glukosa + NAD+ + ADP + Pi →

piruvat + asetat + CO2 +
NADH + H + + ATP

Pada tahap kedua fermentasi, asam piruvat dipecah menjadi hasil produk akhir

yang spesifik untuk digunakan dalam berbagai proses fermentasi dengan memakai
atom hidrogen yang dihasilkan dari tahap pertama fermentasi. Produk akhir ini
dihasilkan dari reaksi yang dikatalis oleh enzim-enzim tertentu. Contohnya,
glukosa yang difermentasi oleh khamir melalui jalur EMP sehingga menghasilkan
alkohol dan CO2.
Glukosa dapat difermentasi menjadi alkohol maupun asam laktat. Pada
fermentasi alkohol, terjadi regenerasi NAD+ sehingga enzim mengubah piruvat
menjadi asetaldehida yang berperan sebagai penerima hidrogen dan CO2. NADH
kemudian membawa elektron dan ion H+ ke dua molekul asetaldehida sehingga
dihasilkan produk akhir berupa alkohol (Fardiaz, 1992). Reaksinya:

6

Glukosa → 2 Etanol + 2 CO2
Sedangkan pada fermentasi asam laktat, terjadi regenerasi NAD +. Dua NADH
membawa elektron dan ion H+ ke 2 molekul piruvat yang berperan sebagai
penerima hidrogen sehingga dihasilkan asam laktat sebagai produk akhirnya.
Reaksinya:
Glukosa → 2 Asam laktat
Fermentasi di atas disebut juga dengan fermentasi homolaktat karena hanya

dihasilkan asam laktat sebagai satu-satunya hasil fermentasi. Bakteri yang
melakukan fermentasi ini disebut bakteri asam laktat homofermentatif, contohnya
Streptococcus, Pediococcus. Ada juga bakteri asam laktat heterofermentatif yang
tidak hanya membentuk asam laktat, tapi juga senyawa-senyawa lainnya, seperti
etanol, asam asetat, dan CO2. Contoh bakteri ini adalah Leuconostoc,
Lactobacillus (Fardiaz, 1992). Reaksinya:
Glukosa → Asam laktat + etanol/asam asetat + CO2
Untuk menguji adanya proses fermentasi, dapat dilihat dari pembentukan
asam dan gas. Adanya gas dapat dilihat dengan menggunakan tabung durham atau
tabung smith. Tabung smith dipakai jika harus menentukan jumlah dan jenis gas
sedangkan tabung durham dipakai jika jenis dan jumlah gas tidak perlu diketahui.
Bila ada gas, maka gas tersebut akan masuk ke dalam tabung dan tampak sebagai
gelembung udara yang terperangkap di dalam tabung sehingga mendorong cairan
yang ada di tabung durham.
Media yang digunakan mengandung karbohidrat berupa glukosa, manitol,
laktosa, sukrosa, atau maltosa serta ekstrak sapi dan pepton sebagai sumber
nitrogen, mineral, dan vitamin. Asam yang terbentuk dapat diketahui dengan
menambahkan indikator ke dalam media yang digunakan. Jika pada proses
fermentasi bakteri ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa, maka
akan terbentuk asam sebagai produk fermentasi yang ditandai dengan perubahan
warna menjadi kuning yang dapat dilihat pada gambar 2.1. Asam ini akan
menurunkan pH media. Indikator yang umumnya dipakai adalah merah fenol
yang berwarna merah atau BCP(Brom Crescol Purple) yang berwarna ungu pada
pH>7 (Lay, 1994).

7

Gambar 2.1 Hasil fermentasi karbohidrat
Sumber : Johnson (1998)

2.1.2 Fermentasi Asam Amino
Asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa bakteri tertentu,
terutama Clostridia. Protein awalnya akan dipecah menjadi asam amino,
selanjutnya asam amino difermentasi menjadi senyawa lain berupa asam. Asam
amino yang dihasilkan dapat sepasang ataupun satu asam amino saja. Pada
fermentasi sepasang asam amino, satu asam amino akan menjadi oksidan
sedangkan satunya lagi akan menjadi reduktan (Fardiaz, 1992). Jalur fermentasi
sendiri dapat dilihat pada gambar 2.2. Reaksi fermentasi asam amino:
3 Alanin + 2 H2O → 2 asam propionat + asam asetat + CO2 + 3 NH3

Gambar 2.2 Jalur fermentasi
Sumber : Madigan (1997)

8

Bakteri-bakteri yang biasanya berperan dalam proses fermentasi adalah
bakteri asam laktat, contohnya Streptococcus thermophilus yang berguna dalam
industri susu, Pediococcus cerevisiae berperan dalam fermentasi sayuran dan
daging, Leuconostoc mesentroides dipakai dalam fermentasi sayuran, dan
Lactobacillus lactis penting dalam industri susu dan sayuran; bakteri asam asetat,
contohnya Acetobacter aceti yang dipakai dalam industri cuka; khamir, contohnya
Saccharomyces cerevisiae dalam industri bir, anggur, roti; kapang, contohnya
Aspergillus oryzae untuk membuat minuman beralkohol dan Aspergillus wentii
digunakan dalam fermentasi kecap, tauco, sake (Buckle et al., 1987).
2.2 Jenis Bakteri Berdasarkan Sifat Pertumbuhannya pada Makanan
2.2.1 Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat bergram positif, berbentuk batang atau bulat, dan dapat
memfermentasikan gula menjadi asam laktat yang sering digunakan dalam proses
fermentasi sayur-sayuran (pikel, sauerkraut), fermentasi susu (yogurt, keju, susu
asam), dan fermentasi ikan. Bakteri asam laktat menghasilkan asam secara cepat
sehingga dapat menurunkan pH lingkungan dan mencegah pertumbuhan
mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Contoh bakteri asam laktat adalah
beberapa

Lactobacillus,

Streptococcus,

dan

Pediococcus

yang

bersifat

homofermentatif serta Leuconostoc dan beberapa Lactobacillus yang bersifat
heterofermentatif (Fardiaz, 1992).
2.2.2 Bakteri Asam Asetat
Bakteri asam asetat berbentuk batang, bergram negatif, contohnya
Gluconobacter dan Acetobacter yang dapat mengoksidasi alkohol menjadi asam
asetat. Asam asetat dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi CO 2 oleh bakteri
Acetobacter. Spesies yang sering dipakai dalam industri cuka adalah A. Aceti dan
G. Suboxydans (Fardiaz, 1992).
2.2.3 Bakteri Proteolitik
Bakteri ini akan menghasilkan enzim proteinase ekstraseluler yang merupakan
enzim pemecah protein yang dibentuk di dalam sel dan dikeluarkan dari sel
setelah enzim selesai bekerja. Enzim proteinase terdapat pada semua bakteri,

9

tetapi tidak semua bakteri memiliki enzim proteinase ekstraseluler. Ada tiga
macam bakteri proteolitik, yaitu:
a. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif yang tidak membentuk spora,
contohnya Proteus dan Pseudomonas.
b. Bakteri aerobik dan anerobik fakultatif pembentuk spora, contohnya
Bacillus.
c. Bakteri anaerobik pembentuk spora, contohnya beberapa Clostridium.
Ada bakteri yang bersifat proteolitik asam yang dapat menghidrolisis protein
dan memfermentasi asam, contohnya Streptococcus faecalis dan ada juga bakteri
yang bersifat putrefaktif yang memecah protein secara anaerobik dan
menghasilkan senyawa berbau busuk, contohnya Pseudomonas (Fardiaz, 1992).
2.2.4 Bakteri Lipolitik
Bakteri ini menghasilkan enzim lipase yang berfungsi sebagai katalis reaksi
hidrolisis lemak menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Produk akhir dari
hidrolisis lemak dapat dioksidasi lagi menjadi energi di dalam kondisi aerob.
Kebanyakan bakteri aerobik dan proteolitik aktif juga merupakan bakteri lipolitik.
Contoh bakteri lipolitik adalah Pseudomonas, Alcaligenes, Serratia, dan
Micrococcus (Fardiaz, 1992).
2.2.5 Bakteri Sakarolitik
Bakteri ini memecah disakarida dan polisakarida menjadi gula-gula
sederhana. Hanya sedikit bakteri amilolitik yang dapat menghasilkan enzim
amilase dan menghidrolisis pati di luar sel, contohnya Bacillus subtilis dan
Clostridium butyricum. Ada juga bakteri yang dapat memecah selulosa (Fardiaz,
1992).
2.2.6 Bakteri Pektolitik
Pektin merupakan karbohidrat kompleks yang dapat ditemui pada buah dan
sayuran. Pektinase (campuran enzim pektolitik) dapat digunakan untuk memecah
pektin dan mengakibatkan busuk lunak atau busuk air pada buah dan sayur serta
hilangnya kemampuan memproduksi gel pada sari buah. Contoh bakteri pektolitik
adalah Erwinia, Bacillus, dan Clostridium (Fardiaz, 1992).
2.2.7 Bakteri Osmofilik

10

Bakteri osmofilik atau sakarofilik dapat ditemui pada media yang memiliki
kandungan gula tinggi, namun sebenarnya bakteri osmofilik hanya bersifat
osmotoleran sehingga masih dapat tumbuh dengan atau tanpa kandungan gula
yang tinggi, contohnya Leuconostoc (Fardiaz, 1992).
2.3 Produk-Produk Pangan Hasil Fermentasi
Produk pangan adalah media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Fermentasi sendiri merupakan perubahan kimiawi yang terjadi pada bahan pangan
yang disebabkan oleh enzim. Sifat produk pangan hasil fermentasi sangat
dipengaruhi oleh mutu dan sifat asli produk pangan itu sendiri. Fermentasi dari
mikroorganisme yang diinginkan akan memberikan bentuk, rasa, dan tekstur yang
bagus.
2.3.1 Sayuran
Bakteri asam laktat dapat memfermentasi hampir semua jenis sayuran dan
buah-buahan yang menyerupai sayuran, seperti tomat, mentimum, dan olive.
Sayuran dan buah mengandung gula yang tinggi dan bergizi untuk pertumbuhan
bakteri asam laktat. Faktor-faktor lingkungan yang akan mempengaruhi proses
fermentasi sayuran adalah:
a. Kondiri anaerobik.
b. Kadar garam yang dapat digunakan untuk menyerap cairan dan zat-zat gizi
dari produk.
c. Suhu yang sesuai untuk proses fermentasi.
d. Tersedianya bakteri asam laktat yang diperlukan.
Pada fermentasi sayuran akan terjadi perubahan-perubahan kompleks yang
ditimbulkan dari pertumbuhan serangkaian bakteri asam laktat, contohnya
fermentasi ini akan dimulai oleh Leuconostoc mesenteroides dan dilanjutkan oleh
Lactobacillus (Buckle et al., 1987).
2.3.2 Sauerkraut (Sayur Asin)
Sauerkraut merupakan kobis asam. Kobis dibersihkan, dicuci, dan diiris kecilkecil selebar 1 m, lalu irisan kubis dimasukkan ke dalam tangki dan ditambahkan
garam untuk menyerap cairan dari irisan kobis, kemudian diaduk serata mungkin.
Selanjutnya, tangki ditutup dengan plastik dan air dimasukkan ke dalam plastik

11

sebagai pemberat dan penutup sehingga irisan kobis akan terendam. Tidak
tercelupnya kobis di dalam larutan garam akan menyebabkan pertumbuhan
khamir dan kapang sehingga mengakibatkan rasa yang tidak dikehendaki.
Garam menarik air dan zat gizi dari jaringan sayuran sehingga zat gizi tersebut
akan melengkapi substrat yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat.
Garam dan asam yang diproduksi dari fermentasi dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak dikehendaki dan memperlambat pelunakan jaringan
kobis. Kandungan garamnya harus cukup agar dapat menumbuhkan bakteri asam
laktat dan dapat menghasilkan kraut yang seimbang dengan garamnya.
Fermentasi dimulai oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides dan dilanjutkan
oleh Lactobacillus sp. yang lebih tahan terhadap asam. Suhu berpengaruh besar
terhadap kecepatan fermentasi, mutu produk pangan, dan perkembangan jenis
mikroorganisme. Suhu antara 25-300C adalah suhu optimal untuk fermentasi dan
mutu produk pangan yang sempurna dan dapat terjadi dalam waktu 2-3 minggu.
Suhu di atas 300C akan memungkinkan pertumbuhan bakteri homofermentatif dan
menghasilkan produk yang terlalu asam serta flavornya kurang sedangkan suhu di
bawah 250C akan meningkatkan keseluruhan waktu yang diperlukan untuk
fermentasi dan dapat mencapai waktu satu tahun (Buckle et al., 1987).
2.3.3 Miso (Air Tajin)
Miso merupakan hasil fermentasi beras atau kedelai. Bahan ini digunakan
untuk membuat sup dan memberi tambahan rasa pada produk pangan. Tahap
pertama fermentasi aeobik dilakukan oleh Aspergillus oryzae dan tahap fermentasi
kedua oleh Saccharomyces rouxii secara anaerobik.
Untuk membuat miso, pertama beras dicuci, direndam, dan direbus, kemudian
diinokulasi dengan Aspergillus oryzae sehingga terjadi proses fermentasi pada
suhu 400C. Beras harus dalam kondisi basah untuk pertumbuhan kapang, namun
harus

cukup

kering

untuk

menghambat

pertumbuhan

bakteri

lainnya.

Pertumbuhan miselia kapang harus dihentikan sebelum terjadi pembentukan
spora. Beras yang telah berkapang disebut juga dengan koji yang merupakan
kultur stater untuk fermentasi.
Selanjutnya, kedelai dicuci, direndam, dan direbus, kemudian didinginkan.
Bahan ini dihancurkan bersama garam dengan perbandingan 4 bagian koji, 10

12

bagian kedelai, 2 bagian garam, dan 1 bagian miso lama serta air. Campuran ini
difermentasi pada suhu 280C selama seminggu secara aerobik, lalu dimasukkan ke
dalam tong untuk memulai fermentasi kedua pada kondisi anaerobik. Fermentasi
kedua akan menggunakan khamir pada suhu 350C selama 2 bulan. Setelah itu,
campuran dimatangkan pada suhu kamar untuk beberapa minggu. Produk akhir
kemudian dihaluskan menjadi adonan atau tepung basah untuk dipakai pada
campuran bahan pangan lainnya. Pada fermentasi ini, akan ikut berperan bakteribakteri asam laktat (Buckle et al., 1987).
2.3.4 Air Rendaman Tahu
Dalam fermentasi tahu, pertama kacang kedelai direndam di dalam air dan
didedak hingga menjadi suatu campuran. Campuran ini kemudian disaring dan
diambil filtratnya, yaitu susu kedelai. Selanjutnya, susu kedelai diberi garam,
seperti magnesium klorida atau kalsium sulfat agar dapat menggumpal. Setelah
cukup lunak, gumpalan ini di-press menjadi potongan tahu. Bakteri yang
umumnya berperan dalam fermentasi tahu adalah Bacillus cereus (Ewald, 1997).
2.4 Pemecahan Makanan oleh Mikroorganisme
Mikroorganisme menggunakan zat-zat hara untuk dapat melakukan sintesis
sel dan memperoleh energi (Fardiaz, 1992). Zat-zat hara ini biasanya berupa
molekul besar, seperti karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat (Lay, 1994).
Karbohidrat dan protein merupakan sumber energi untuk dapat menghasilkan ATP
sedangkan asam amino dari protein, purin dan pirimidian dari asam nukleat,
vitamin, serta mineral sebagai faktor-faktor pertumbuhan. Zat-zat lainnya yang
diperlukan mikroorganisme adalah unsur-unsur makro, seperti C, O, N, H, P, dan
S serta unsur-unsur mikro, yaitu Ca, K, Mg, Fe, Mn, Cl, Cu (Fardiaz, 1992).
Agar dapat digunakan oleh sel, maka makromolekul harus dihidrolisis terlebih
dahulu. Hidrolisis sendiri merupakan proses penguraian molekul dengan
menambahkan air. Mikroorganisme dapat menghasilkan enzim (eksoenzim) yang
dapat mengkatalis pemecahan makanan menjadi molekul-molekul sederhana.
Molekul kecil ini akan dibawa ke sitoplasma untuk dipakai sebagai sumber energi
dan senyawa awal dalam sintesis sel (Lay, 1994).

13

Umumnya makanan mengandung karbohidrat mulai dari monosakarida
sampai polisakarida, tetapi tidak semua mikroorganisme dapat menghidrolisis
karbohidrat, terutama pati. Hanya mikroorganisme yang bersifat amilolitik saja
yang dapat memecah pati sedangkan monosakarida dan disakarida dapat dengan
mudah dipecah oleh mikroorganisme.
Pada buah-buahan yang banyak mengandung monosakarida, sering terjadi
fermentasi spontan yang menghasilkan asam dan gas sedangkan pada susu yang
banyak mengandung disakarida (laktosa), sering terjadi fermentasi asam laktat.
Asam yang dihasilkan mikroorganisme sering ditemui pada makanan yang banyak
mengandung karbohidrat, namun kapang dan khamir biasanya tidak menghasilkan
asam.
Perubahan biokimia juga terjadi pada makanan yang banyak mengandung
protein, namun karena molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat
sehingga hanya mikroorganisme yang memiliki sistem enzim yang kompleks saja
yang dapat memecah protein, yaitu mikroorganisme proteolitik. Protein akan
dipecah menjadi asam amino yang dapat dipakai sebagai sumber energi sel. Selain
asam amino, pemecahan protein juga akan menghasilkan gas, asam, dan produkproduk akhir lainnya yang tidak diinginkan, seperti bau busuk.
Makanan

juga

banyak

mengandung

lemak

yang

bermacam-macam

komposisinya. Komponen penyusun lemak adalah asam-asam lemak dan gliserol.
Asam-asam lemak berantai pendek lebih mudah dipecah dibandingkan asam-asam
lemak berantai panjang. Asam lemak berantai pendek dapat ditemui pada lemak
hewani sedangkan asam lemak berantai panjang banyak terdapat pada minyak
nabati. Lemak lebih sulit dipecah daripada karbohidrat dan protein. Pemecahan
lemak kadang-kadang merugikan karena menyebabkan bau tengik dan tidak
dikehendaki pada pematangan keju (Fardiaz, 1992).
2.4.1 Pemecahan Karbohidrat
Karbohidrat terdiri dari atom-atom C, H, dan O. Karbohidrat dapat dibagi
menjadi lima macam, yaitu monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) yang
tersusun dari aldehid dan keton dari alkohol polihidrat, disakarida yang tersusun
dari dua monosakarida (laktosa, maltosa, sukrosa, selobiase), trisakarida

14

(rafinose), oligosakarida (dekstrin, tetrasakarida), dan polisakarida (pati, glikogen,
selulosa).
Karena karbohidrat lebih mudah dipecah, maka makanan yang banyak
mengandung karbohidrat lebih mudah diserang oleh mikroorganisme. Karbohidrat
akan dipecah menjadi asam, gas, dan produk-produk lainnya. Pemecahan gula
bersifat spesifik untuk mikroorganisme tertentu, contohnya glukosa, laktosa, dan
sukrosa akan dipecah menjadi asam dan gas oleh bakteri Enterobacter aerogenes,
Staphylococcuc aureus akan memecah gula-gula tersebut menjadi asam,
sedangkan bakteri Alcaligenes faecalis tidak akan menghasilkan asam dan gas.
Pati dapat digunakan oleh bakteri tertentu untuk menghasilkan energi dan
komponen gum agar dapat melindungi sel dari pembentukan asam berlebih yang
dapat mengakibatkan pembusukkan makanan, contohnya kerusakan roti yang
disebut juga roti berlendir karena ketika pati dan protein pada roti dipecah,
terbentuk bau dan tekstur yang berbeda dari roti yang masih berkualitas bagus.
Asam laktat adalah asam yang paling banyak dihasilkan dalam proses
fermentasi makanan, contohnya fermentasi sayur asin dan susu. Konsentrasi asam
yang

dihasilkan

sangat

tinggi

sehingga

dapat

mencegah

pertumbuhan

mikroorganisme yang memproduksinya maupun bakteri yang tahan asam.
Pertumbuhan bakteri akan terhambat apabila asam yang dihasilkan mencapai pH
3-4,3. Jenis mikroorganisme, kandungan gula, dan jenis makanan akan
mempengaruhi produksi asam yang dihasilkan.
Produk-produk yang dihasilkan dari pemecahan gula akan dipengaruhi oleh
jenis organisme. Enzim-enzim yang ada di sel mikroorganisme akan memecah
komponen karbohidrat kompleks menjadi lebih sederhana, yaitu:
Sukrosa −─invertase→ glukosa + fruktosa
Maltosa −─maltase→ glukosa + glukosa
Laktosa −─β-galaktosidase→ glukosa + galaktosa
Karena pati merupakan karbohidrat kompleks yang sulit untuk dipecah, maka
pembentukan asam dari pati lebih lama dibandingkan pembentukan asam dari
karohidrat lainnya karena pati harus dipecah terlebih dahulu menjadi glukosa oleh
enzim amilase yang hanya dihasilkan mikroorganisme amilolitik (Fardiaz, 1992).
Enzim amilase terdiri dari β–amilase dan α–amilase yang memiliki kemampuan

15

menghidrolisis lebih kuat daripada β-amilase (Winarno, 1995). Aktivitas enzim
amilase akan mempengaruhi jumlah asam dan gula yang dihasilkan dari pati
(Fardiaz, 1992).
Yodium akan bereaksi secara kimiawi dengan pati dan masuk ke dalam bagian
pati yang kosong dan berbentuk spiral sehingga terbentuk warna biru-kehitaman.
Proses yodinisasi ini akan membentuk molekul yang dapat menyerap semua
cahaya, kecuali warna biru. Jika pati telah dipecah menjadi maltosa atau glukosa,
maka warna birunya akan hilang karena bentuk spiralnya sudah tidak ada. Tidak
terbentuknya warna pada saat larutan yodium ditambahkan ke dalam media
menunjukkan terjadinya hidrolisis pati.
Pada media yang mengandung pati, maka pati di sekitar pertumbuhan bakteri
akan dihidrolisis oleh enzim amilase yang dihasilkan bakteri. Jika zat pati
dihidrolisis, maka pada media agar yang diteteskan larutan yodium akan timbul
daerah transparan di sekitar pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan pada gambar
2.3. Sebaliknya, jika pati tidak dihidrolisis, maka akan timbul warna birukehitaman di sekitar pertumbuhan (Lay, 1994).
Media yang biasa digunakan pada uji hidrolisis karbohidrat adalah media
Starch Agar (SA) yang mengandung tripton, ekstrak khamir, K2HPO4, pati
terlarut, agar, dan air. Ekstrak khamir sebagai sumber vitamin B kompleks, tripton
dipakai untuk menyediakan nitrogen, karbohidrat, dan garam mineral, air untuk
menyalurkan nutrient yang dibutuhkan mikroba, sedangkan pati berfungsi sebagai
komponen karbohidrat yang akan dihidrolisis pada uji ini (Fardiaz, 1992).

Gambar 2.3 Daerah transparan pada uji hidrolisis pati
Sumber : Rossbach (2004)

2.4.2 Pemecahan Protein
Komponen utama protein adalah asam amino yang terdiri dari unsur C, O, N,
dan H. Ada tiga macam protein yaitu protein sederhana (albumin, globulin,
16

gultelin, prolamin, dan albuminioid), protein terkonjugasi (glikoprotein,
fosfoprotein,

nukleoprotein),

dan

turunan

protein

(protein

terkoagulasi,

metaprotein, pepton, peptide). Contoh-contoh makanan yang mengandung protein
adalah telur, daging, susu, serelia, dan kacang-kacangan.
Pemecahan protein lebih kompleks dibandingkan pemecahan karbohidrat.
Produk akhir yang dihasilkan juga lebih bervariasi karena protein memiliki
struktur yang lebih kompleks. Oleh karena itu, hanya mikroorganisme yang
memiliki sistem enzim yang kompleks saja yang dapat mendekomposisi protein
menjadi senyawa-senyawa sederhana, yaitu:
Protein → proteosa → pepton → polipeptida →
peptida → asam amino → NH3 dan N
Produk akhir dan senyawa antara yang terbentuk sangat bervariasi.
Pemecahan protein juga akan menghasilkan alkohol, beberapa gas, seperti CO2,
hidrogen, metana, amonia, dan komponen-komponen yang berbau busuk, seperti
indol, skatol, hidrogen sulfida, kadaverin.
Dekomposisi protein oleh mikroorganisme disebut juga dengan proses
putrefaksi

(Fardiaz,

1992)

yang

menggunakan

enzim

protease

untuk

menghidrolisis ikatan peptida di protein dan melepas asam amino (Volk dan
Wheeler, 1993). Selain terjadi pemecahan asam amino, pada proses ini juga akan
dihasilkan komponen-komponen sederhana yang berbau busuk, contohnya
Clostridium memecah protein menjadi senyawa-senyawa sulfur berbau busuk
secara anaerobik. Pemecahan protein secara anaerobik menghasilkan produk akhir
yang lebih stabil sehingga berbau busuk dan menyengat. Sebaliknya, pemecahan
protein yang terdiri dari asam-asam amino sulfur secara aerobik tidak akan
menyebabkan bau busuk karena produk akhirnya lebih stabil dan dioksidasi secara
sempurna.
Walaupun dekomposisi protein sering mengakibatkan bau busuk, namun
pemecahan protein tetap merupakan tahap yang penting dan dikehendaki dalam
beberapa proses pengolahan pangan, terutama pengembangan daging dan
pengolahan keju. Di dalam proses tersebut, akan terjadi hidrolisis atau denaturasi
protein agar dapat mengempukkan protein daging dan mengumpulkan protein
susu (Fardiaz, 1992).

17

Pada hidrolisis protein, jika susu yang mengandung kasein dicampur dengan
media, maka akan timbul warna keruh pada media akibat reaksi kasein dengan ion
Ca2+ sehingga membentuk Ca-kasein. Kompleks Ca-kasein tidak dapat larut di
dalam media sehingga kompleks ini akan membentuk larutan koloidal yang
menyebabkan media menjadi keruh.
Jika

mikroorganisme

memproduksi

enzim

kaseinase

yang

dapat

menghidrolisis kasein, maka daerah di sekitar koloni bakteri akan berwarna jernih
yang dapat dilihat pada gambar 2.4. Kejernihan ini akibat penguraian molekul
kasein menjadi asam amino yang larut di dalam media sehingga kekeruhan di
sekitar

koloni

bakteri

menjadi

hilang.

Enzim

yang

digunakan

untuk

menghidrolisis protein disebut juga enzim proteinase (Lay, 1994).
Media untuk uji hidrolisis protein adalah media SMA (Skim Milk Agar) yang
tersusun dari tripton, dekstrosa, ekstrak khamir, agar, air destilata, dan 20% susu
skim bubuk. Biasanya media ini dapat bekerja pada pH netral, yaitu pH 7. Tripton
sebagai sumber sumber N dan mineral, ekstrak khamir sebagai sumber vitamin B
kompleks, dekstrosa sebagai sumber energi, sedangkan susu skim bubuk
mengandung kasein yang akan dipecah pada uji hidrolisis ini (Fardiaz, 1992).

Gambar 2.4 Areal bening pada uji hidrolisis protein
Sumber : Tugmon (2003)

2.4.3 Pemecahan Lemak
Lemak yang terdiri dari asam-asam lemak dan gliserol merupakan komponen
pangan yang sering ditemui pada tanaman dan hewan. Jenis asam-asam lemaknya
akan mempengaruhi sifat lemak. Asam lemak yang terdiri dari ikatan rangkap dan
tidak memiliki jumlah atom H maksimum disebut asam lemak tidak jenuh yang
mudah dipecah oleh mikroorganisme dan banyak ditemukan pada minyak
tumbuhan sedangkan asam lemak yang mempunyai jumlah atom H maksimum
disebut asam lemak jenuh dan banyak ditemui pada minyak hewani.

18

Jika asam-asam lemak berantai pendek (asam butirat) dihidrolisis, maka akan
timbul bau yang menyengat. Sebaliknya, asam-asam lemak berantai panjang
(asam oleat dan palmitat) bila dihidrolisis tidak akan menyebabkan bau yang
menyengat karena asam lemak berantai panjang dan jenuh memiliki titik cair yang
lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuh berantai pendek.
Lemak lebih sulit dipecah oleh mikrooganisme daripada karbohidrat dan
protein sehingga hanya mikrooganisme lipolitik yang menghasilkan enzim lipase
saja yang dapat memecah lemak menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol
dengan bantuan air (Fardiaz, 1992), selanjutnya gliserol dimetabolisasi melalui
jalur EMP dan asam lemaknya diuraikan melalui asetat pada siklus asam sitrat
(Volk dan Wheeler, 1993). Reaksi hidrolisis ini akan dipercepat lagi dengan
adanya asam, basa, dan enzim-enzim (Winarno, 1995). Kapang dapat
menghasilkan enzim lipase dalam jumlah yang banyak sehingga sering menyerang
makanan yang kaya akan lemak dan menyebabkan bau tengik (Fardiaz, 1992).
Jika lemak di dalam media dihidrolisis oleh enzim lipase, maka daerah di
sekitar koloni bakteri menjadi asam akibat terbentuknya asam lemak. Indikator pH
yang ditambahkan ke dalam media akan membantu menunjukkan adanya proses
hidrolisis yang ditandai dengan perubahan warna yang dintujukkan pada gambar
2.5. Indikator pH yang dipakai akan mempengaruhi perubahan warna (Lay, 1994).
Media NA (Nutrient Agar) merupakan media yang dipakai untuk hidrolisis
lemak. Agar dapat digunakan untuk menguji adanya mikroba lipolitik, maka pada
media ini ditambahkan lemak 1%. Komponen-komponen media ini adalah ekstrak
sapi sebagai zat hara untuk menyediakan karbohidrat, nitrogen, vitamin, dan
garam mineral, pepton untuk mengontrol pH, agar, air untuk transportasi nutrient
yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroba, dan merah netral sebagai indikator
(Fardiaz, 1992).

Gambar 2.5 Warna merah yang terbentuk pada uji hidrolisis lemak
Sumber : Engsterhold (1991)

19

2.5 Uji Katalase
Menurut Lay (1994), katalase merupakan enzim yang digunakan untuk
mengkatalis reaksi penguraian H2O2 (hidrogen peroksida) menjadi H2O dan O2.
Hidrogen peroksida yang dihasilkan dari metabolisme aerob ini bersifat toksik
terhadap sel karena dapat menginaktivasi enzim yang ada di dalam sel. Oleh
karena itu, senyawa toksik ini harus diuraikan oleh mikroorganisme yang hidup di
lingkungan aerob dengan menggunakan enzim katalase. Enzim peroksidase juga
dapat digunakan untuk menguraikan H2O2, namun tidak akan terbentuk O2 pada
penguraian ini.
Uji katalase dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok bakteri
tertentu, contohnya uji katalase dipakai untuk membedakan Staphylococcus dan
Streptococcus

pada kelompok

bakteri

kokus

karena

kelompok

bakteri

Staphylococcus bersifat katalase positif sedangkan Streptococcus bersifat katalase
negatif.
Uji katalase dapat dilakukan dengan menggunakan larutan H2O2 3% pada
koloni yang terpisah. Jika bakteri bersifat katalase positif, maka akan timbul
gelembung udara di sekitar koloni. Reaksi yang dikatalisasi oleh enzim katalase
adalah sebagai berikut:
H2O2


katalase

H2O + ½ O2
gelembung udara

2.6 Pewarnaan Gram
Menurut

Lay (1994),

pewarnaan

Gram

biasanya

digunakan

untuk

membedakan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Biakan yang dipakai
hendaknya yang masih segar dan berumur 24-48 jam sehingga dapat memberikan
hasil yang baik dan tepat. Pada saat kultur bakteri diberi kristal violet sebagai
pewarna primer, maka baik bakteri Gram positif dan negatif akan sama-sama
berwarna ungu.
Tahap selanjutnya adalah pemberian larutan lugol sebagai mordan yang
berfungsi untuk meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri sehingga
pengikatannya menjadi lebih kuat. Kristal violet dan lugol akan membentuk

20

kompleks yang berwarna ungu. Setelah ditambahkan larutan mordan, zat warna
akan lebih jelas dan sulit untuk dilarutkan.
Ketika bakteri diberi larutan pemucat (aseton alkohol), maka bakteri Gram
negatif menjadi tidak berwarna karena lipidnya larut di dalam larutan pemucat
sehingga pori-pori dinding sel menjadi besar dan kompleks kristal violet-yodium
dapat lepas sedangkan bakteri Gram positif tetap berwarna ungu karena kompleks
kristal violet-yodium dapat dipertahankan dan tetap melekat pada dinding sel.
Penambahan safranin sebagai zat warna sekunder mengakibatkan bakteri
Gram negatif menjadi berwarna merah karena kompleks kristal violet-yodium
telah larut dan dinding selnya mengikat safranin sedangkan bakteri Gram postif
tetap berwarna ungu karena dinding selnya sudah mengikat kristal violet sehingga
tidak bisa mengikat safranin lagi. Fungsi safranin adalah sebagai zat warna
pembeda terhadap pewarna primer.
Adanya perbedaan pada tahap perwarnaan Gram disebabkan perbedaan
struktur dinding sel yang dimiliki bakteri Gram positif dan negatif. Sebagian besar
dinding sel bakteri Gram positif tersusun dari peptidoglikan sedangkan komponen
utama dinding sel bakteri Gram negatif adalah lipid yang dapat larut di dalam
alkohol dan aseton sehingga dinding selnya menjadi besar dan kompleks kristal
violet-yodium dapat keluar.
2.7 Bacillus cereus
Menurut Fardiaz (1992), Bacillus cereus termasuk bakteri pembentuk spora
yang berbentuk silinder dan tidak membengkak. Bakteri ini berkatalase positif,
bergram positif, aerob sampai anaerob fakultatif, dan sering menghasilkan asam
tanpa gas yang sering merusak makanan kaleng. Spesies ini juga bersifat
proteolitik yang dapat menghasilkan enzim proteinase yang digunakan untuk
memecah protein menjadi polipeptida dan asam amino. Enzim yang diproduksi ini
menyerupai rennin sehingga sering mengumpalkan susu. Bakteri ini juga
termasuk bakteri lipolitik yang dapat memecah lemak menjadi asam lemak dan
gliserol. Bakteri Bacillus cereus dapat dilihat pada gambar 2.6.

21

Gambar 2.6 Bacillus cereus
Sumber : Loi (2007)

2.8 Fusarium moniliforme
Kapang ini banyak ditemui pada makanan dan sulit untuk dikenali karena
penampakan pertumbuhannya yang bervariasi. Ciri utama dari Fusarium sp.
adalah adanya makrokonidia yang berbentuk pedang, multisel, dan berwarna.
Kadang-kadang juga terdapat mikrokonidia yang berbentuk oval. Biasanya
kapang ini menghasilkan enzim hidrolitik, seperti amilase, lipase, dan proteinase
yang dapat digunakan untuk memecah makromolekul menjadi komponen yang
lebih sederhana sehingga Fusarium sp. dapat dtumbuh pada media yang
mengandung pati, lipid, pektin, dan protein.
Kapang ini dapat memproduksi asam giberelat yang dapat digunakan untuk
memproduksi benih dan mengganti hormon pertumbuhan. Selain itu, Fusarium
sp. sering dipakai dalam fermenatsi makanan, namun kelemahan fermentasi
kapang adalah adanya miselium yang dapat menganggu penampakan makanan.
Kapang ini juga dapat menghasilkan antibiotik, enzim, dan asam. Enzim
amilase dan proteinase merupakan enzim utama dalam fermentasi makanan oleh
kapang. Hidrolisis pati digunakan dalam industri yang memakai tape, ragi, dan
koji sebagai starternya, hidrolisis proein dalam industri kecap dan tauco,
sedangkan hidrolisis lemak dalam industri susu (Fardiaz, 1992). Fusarium
miniliforme dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Fusarium moniliforme
Sumber : Rohmhaas (2006)

2.9 Candida tropicalis
Khamir ini bersifat oksidatif, tetapi bersifat fermentatif lemah atau negatif
juga dan sering ditemui pada makanan yang mengandung kadar garam dan asam

22

dalam jumlah yang tinggi. Spesies ini dapat membentuk film pada permukaan
bahan pangan dan sering merusak produk pangan berkadar garam dan asam
tinggi. C. tropicalis dapat memfermentasi monosakarida dan disakarida, seperti
galaktosa, glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa, dan raffinosa, tetapi jarang yang
dapat memfermentasi pati karena jumlah enzim pemecah polisakaridanya sangat
rendah. Dari proses fermenatsi, khamir dapat menghasilkan alkohol, CO2, dan
produk-produk lain (Fardiaz, 1992). C. tropicalis dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Candida tropicalis
Sumber : Doctorfungus (2007)

BAB III
23

METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas benda, gelas
penutup, jarum ose, lampu spiritus, mikroskop, penjepit, hair dryer, hand counter,
inkubator dengan suhu 30-320C, dan vortex.
Bahan-bahan yang dipakai adalah cat Gram A yang berupa larutan cat
Hucker’s crystal violet, larutan Gram B berupa larutan mordan lugol’s iodine,
larutan Gram C berupa larutan aseton-alkohol, cat Gram D berupa larutan cat
safranin, alkohol, tabung Glucose Broth (GB) + indikator Brom Cresol Purple
(BCP) + tabung durham, tabung Sucrose Broth (SB) + indikator BCP + tabung
durham, tabung Lactose Broth (LB) + indikator BCP + tabung durham, cawan
Starch Agar (SA), cawan Skim Milk Agar (SMA), cawan Nutrient Agar (NA) +
1% lemak + neutral red, tabung dan cawan kontrol untuk masing-masing media,
larutan lugol (yodium), larutan H2O2 3%, kultur murni Candida tropicalis,
Fusarium moniliforme, dan bakteri Bacillus cereus, serta sampel erlenmeyer air
sayur asin, air rendaman tahu, air asinan, dan air tajin.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Uji Fermentasi
1. Empat tabung berisi GB + indikator BCP + tabung durham, empat tabung
berisi SB + indikator BCP + tabung durham, dan empat tabung berisi LB
+ indikator BCP + tabung durham disiapkan.
2. Satu tabung dari masing-masing media diinokulasi dengan satu ose kultur
murni dari khamir Candida tropicalis, satu tabung diinokulasi dengan satu
ose kultur murni Fusarium moniliforme, satu tabung lagi diinokulasi
dengan satu ose kultur murni bakteri Bacillus cereus, dan satu tabung
lainnya dengan satu ose sampel air tajin.
3. Tabung-tabung yang telah diinokulasi tersebut diinkubasi pada suhu 30320C selama 2 hari.

24

4. Gas yang terbentuk pada tabung durham dan asam yang terbentuk pada
media yang ditandai dengan perubahan warna media dari ungu menjadi
kuning diamati dan dibandingkan dengan tabung kontrol.
3.2.2 Uji Hidrolisis Pati
1. Setengah bagian cawan SA digores langsung dengan ose yang telah
dipijarkan dari kultur murni Candida tropicalis sedangkan setengah bagian
lagi tidak diinokulasi, satu cawan digores dengan ose dari kultur murni
Fusarium moniliforme, satu cawan lagi digores dengan ose dari kultur
murni bakteri Bacillus cereus, dan satu cawan lainnya digores dengan ose
dari sampel air tajin.
2. Cawan-cawan tersebut diinkubasi pada suhu 30-320C selama 2 hari.
3. Larutan yodium diteteskan pada semua cawan SA sehingga semua bagian
terendam.
4. Bagian transparan (kuning) yang mengelilingi koloni yang menunjukkan
adanya hidrolisis pati diamati dan dibandingkan dengan cawan kontrol.
3.2.3 Uji Hidrolisis Protein
1. Setengah bagian cawan SMA digores langsung dengan ose yang telah
dipijarkan dari kultur murni Candida tropicalis sedangkan setengah bagian
lagi tidak diinokulasi, satu cawan digores dengan ose dari kultur murni
Fusarium moniliforme, satu cawan lagi digores dengan ose dari kultur
murni bakteri Bacillus cereus, dan satu cawan lainnya digores dengan ose
dari sampel air tajin.
2. Cawan-cawan tersebut diinkubasi pada suhu 30-320C selama 2 hari.
3. Areal bening yang mengelilingi koloni mikroba proteolitik yang
menunjukkan adanya hidrolisis protein diamati dan dibandingkan dengan
cawan kontrol.
3.2.4 Uji Hidrolisis Lemak
1. Setengah bagian cawan NA yang mengandung 1% lemak dan neutral red
digores langsung dengan ose yang telah dipijarkan dari kultur murni

25

Candida tropicalis sedangkan setengah bagian lagi tidak diinokulasi, satu
cawan digores dengan ose dari kultur murni Fusarium moniliforme, satu
cawan lagi digores dengan ose dari kultur murni bakteri Bacillus cereus,
dan satu cawan lainnya digores dengan ose dari sampel air tajin.
2. Cawan-cawan tersebut diinkubasi pada suhu 30-320C selama 2 hari.
3. Warna merah yang terbentuk di bagian bawah koloni yang menunjukkan
adanya hidrolisis lemak diamati dan dibandingkan dengan cawan kontrol.
3.2.5 Uji Katalase
1. Air steril diteteskan di atas gelas objek, kemudian dua ose pertumbuhan
kultur Candida tropicalis diambil dan diletakkan di atas air steril pada
gelas objek.
2. Dua tetes larutan 3% H2O2 diteteskan di atas gelas objek tersebut.
3. Langkah di atas diulangi untuk kultur Fusarium moniliforme, Bacillus
cereus, dan sampel air tajin.
4. Gelembung-gelembung kecil oksigen yang terbentuk yang menandakan
adanya enzim katalase diamati.
3.2.6 Pewarnaan Gram
1. Pewarnaan Gram dilakukan pada sampel air tajin yang digunakan.
2. Hasil pewarnaan tersebut diamati.
3. Jumlah bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dinyatakan kira-kira
dalam persen.

26

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bakteri Bacillus cereus
Tabel 4.1 Hasil uji yang dilakukan terhadap bakteri Bacillus cereus
Pertumbuhan Bakteri
Uji Fermentasi
GB
gas
asam
+
LB
gas
asam
+
SB
gas
asam
+
Uji Hidrolisis Pati
Uji Hidrolisis Protein
+
Uji Hidrolisis Lemak
+
Uji Katalase
SA
+
SMA
NA + lemak
+

Fermentasi

merupakan

proses

pemecahan

molekul-molekul,

seperti

karbohidrat dan asam amino tanpa membutuhkan oksigen agar dapat
memproduksi energi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroba. Proses
fermentasi sering terjadi pada komponen karbohidrat, yaitu sukrosa, laktosa,
glukosa, maltosa, dan sebagainya.
Pada uji fermentasi, media yang digunakan harus mengandung karbohidrat
agar dapat difermentasi oleh mikroba yang ada. Dalam percobaan ini, media yang
dipakai adalah Glucose Broth, Sucrose Broth, dan Lactose Broth. Media-media ini
mengandung ekstrak sapi, pepton, air destilata, dan yang paling utama adalah
glukosa, sukrosa, dan laktosa untuk masing-masing media. Pepton dan ekstrak
sapi berperan sebagai sumber nitrogen, vitamin, dan mineral untuk pertumbuhan
mikroba (Fardiaz, 1992).
Indikator BCP yang ditambahkan ke dalam media berfungsi untuk mengetahui
terbentuknya asam yang ditandai dengan perubahan warna media dari ungu
menjadi kuning karena indikator BCP akan berwarna ungu pada pH>7 dan
berwarna kuning pada pH asam sedangkan tabung durham digunakan untuk
menangkap gas yang terbentuk pada proses fermentasi. Tabung durham biasanya
dipakai bila jenis dan jumlah gas tidak perlu diketahui. Gas yang masuk ke dalam
27

tabung ini akan tampak sebagai gelembung-gelembung udara yang terperangkap
dan mendorong cairan yang ada di dalam tabung (Lay, 1994).
Bacillus cereus banyak terdapat pada makanan. Bakteri ini berkatalase positif,
aerobik sampai anaerobik fakultatif, bergram positif, dan dapat membentuk spora.
B. cereus dapat memproduksi asam tanpa gas jika ditumbuhkan pada makanan
dan memiliki sifat proteolitik kuat yang menghasilkan enzim proteolitik yang
bersifat menyerupai rennin sehingga mampu menggumpalkan susu. Spesies ini
juga termasuk bakteri lipolitik yang mampu memecah lemak (Fardiaz, 1992).
Dari hasil percobaan uji fermentasi, diketahui bahwa B. cereus dapat
memecah glukosa menjadi asam yang ditunjukkan dengan perubahan warna
media GB dari coklat menjadi kuning, namun tidak terbentuk gas pada fermentasi
ini. Asam yang dihasilkan ini akan menurunkan pH media sehingga mengubah
warna indikatornya karena BCP akan berwarna kuning pada pH asam.
Ada dua tahap pada proses fermentasi glukosa, yaitu proses pemecahan rantai
karbon glukosa dan pelepasan atom hidrogen untuk memproduksi asam piruvat
serta pereduksian asam piruvat oleh atom hidrogen untuk menghasilkan senyawasenyawa, seperti asam dan gas sebagai produk fermentasi. Reaksi ini merupakan
reaksi redoks yang harus seimbang (Fardiaz, 1992).
B. cereus memecah glukosa menjadi asam piruvat melalui jalur EMP
(Embden Meyerhoff Parnas). Bakteri ini akan menghasilkan enzim aldolase untuk
memecah fruktosa difosfat menjadi dua molekul gliseraldehida fosfat dan enzim
gliseraldehida fosfat dehidrogenase untuk mengkatalis reaksi fosfogliseraldehida
yang akan memproduksi ATP.
Asam piruvat yang dihasilkan pada jalur glikolisis (EMP) akan direduksi oleh
NADH2 untuk memproduksi asam laktat. Karena B. cereus hanya memproduksi
asam laktat saja sebagai satu-satunya hasil akhir fermentasi, maka bakteri ini
dapat digolongkan sebagai bakteri asam laktat homofermentatif yang dapat
menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang tinggi. Reaksi yang terjadi adalah:
Glukosa → 2 Asam laktat
B. cereus juga dapat memproduksi enzim yang dapat memecah sukrosa dan
laktosa menjadi monosakarida. Enzim yang dihasilkan adalah β-galaktosidase
yang akan memecah laktosa menjadi galaktosa dan glukosa serta enzim invertase

28

yang memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Uji fermentasi yang
dilakukan menujukkan bahwa terbentuk asam laktat sebagai produk fermentasi
pada media SB yang berubah warna dari merah menjadi kuning dan LB yang
berubah warna dari biru keunguan menjadi kuning akibat penurunan pH media.
Zat-zat nutrient di alam biasanya masih berupa makromolekul, seperti
karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat. Agar dapat dipakai oleh sel untuk
mensintesis komponen-komponennya, maka makromolekul tersebut harus
dihidrolisis terlebih dahulu. Proses hidrolisis sendiri merupakan pemutusan ikatan
molekul dengan menambahkan air (Lay, 1994). Protein lebih