Pancasila Menurut Para Tokoh Di Indo

[PENGERTIAN PANCASILA
MENURUT PARA TOKOH]

1. Adam Ferdian Farizky
(14522223)
2. Hilman Fajri (14522184)
3. Muhammad Rizky Ramdany
(14522147)
4. Raden Ilham Yulidar (14522178)
5. Umi Nurkhasanah (14522154)

PANCASILA
A. Pengertian Pancasila
Istilah “Pancasila” telah dikenal di Indonesia sejak zaman majapahit abad XIV, yaitu
terdapat pada buku Negara Kertagama karangan Empu Prapanca dan dalam buku
Sutasoma karangan Empu Tantular. Tetapi baru dikenal oleh bangsa Indonesia sejak tanggal
1 Juni 1945, yaitu pada waktu Ir. Soekarno mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara
dalam sidang Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta
Brahmana). Bahasa rakyat biasa disebut dengan bahasa Prakerta. Menurut Muhammad

Yamin, dalam bahasa Sansekerta, perkataan “Pancasila” memiliki dua macam arti secara
leksikal yaitu :
“panca” artinya “lima”
“syila” (vokal i pendek) artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” (vokal i panjang) artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang
senonoh”
Dalam bahasa Indonesia, terutama bahasa Jawa, kata-kata tersebut diartikan “susila” yang
sangat berkaitan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang
dimaksudkan adalah istilah “Panca Syila” (dengan vokal i pendek) yang memiliki makna
leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun
istilah “Panca Syiila” (dengan vokal i panjang) bermakna lima aturan tingkah laku yang
penting.
Istilah Pancasila pada awalnya terdapat dalam kepustakaan Budha di India dalam kitab Suci
Tri Pitaka yang terdiri dari 3 macam buku besar: Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya
Pitaka. Adapun ajaran-ajaran moral yang terdapat dalam agama Budha tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Dasasyiila
2. Saptasyiila
3. Pancasyiila
Dalam agama Budha, ajaran Pancasila merupakan lima aturan (larangan) atau five moral

principles yang berisi lima larangan atau lima pantangan. Secara lengkap isi Pancasila yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Panati pada veramani sikhapadam samadiyani, artinya ”Jangan mencabut nyawa makhluk
hidup,” maksudnya: dilarang membunuh.
2. Dinna dana veramani shikapadam samadiyani, artinya ”Jangan mengambil barang yang
tidak diberikan,” maksudnya: dilarang mencuri.
3. Kemashu micchacara veramani shikapadam samadiyani, artinya ”Jangan berhubungan
kelamin,” maksudnya: dilarang berzina.
4. Musawada veramani sikapadam samadiyani, artinya ”Jangan berkata palsu,” maksudnya:
dilarang berdusta.
5. Surameraya masjja pamada tikana veramani, artinya ”Jangan meminum minuman yang
menghilangkan pikiran,” maksudnya: dilarang minum minuman keras. (Zainal Abidin, 1958:
361)
Istilah Pancasila ditemukan juga dalam keropak Negara Kertagama berupa kakawin (syair
pujian) dalam pujangga istana bernama Empu Prapanca pada tahun 1365. Di dalamnya kita
akan menemukan istilah ini dalam surga 53 bait kedua.

Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar ke seluruh Indonesia maka sisa-sisa
pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal dalam masyarakat Jawa yang disebut
dengan lima larangan atau pantangan moralitas sebagai berikut.

1. Mateni artinya membunuh
2. Maling artinya mencuri
3. Madon artinya berzina
4. Mabok artinya meminum minuman keras atau menghisap candu
5. Main artinya berjudi
2. Dari segi Terminologi
Istilah “Pancasila” di dalam “Falsafah Negara Indonesia” mempunyai pengertian
sebagai nama dari 5 dasar negara RI, yang pernah diusulkan oleh Bung Karno atas
petunjuk Mr. Moh. Yamin pada tanggal 1 Juni 1945, yaitu pada saat bangsa Indonesia sedang
menggali apa yang akan dijadikan dasar negara yang akan didirikan pada waktu itu.
Pancasila menurut beberapa tokoh:

1. Prof. Dr. Drs. Raden Mas Tumenggung Notonagoro S.H.
(10 December 1905 – 23 September 1981)
Pancasila adalah dasar falsafah negara indonesia, sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan
menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang
persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
Dia melihat tiga aspek fundamental dari Pancasila: Politik, sosial-budaya, dan agama.
Notonagoro juga melihat Pancasila seperti yang ada dalam hirarki piramida, dengan

masing-masing prinsip yang merupakan penyempurnaan dari yang sebelumnya,
hirarki ini memastikan bahwa Pancasila harus diambil secara keseluruhan. Sebagai
contoh, prinsip pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa), secara implisit kepercayaan
pada Tuhan Yang Maha Esa, lengkap dengan kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia serta demokrasi dipandu oleh hikmat kebijaksanaan dalam
kebulatan suara yang timbul dari permusyawaratan perwakilan dan penuh keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prof. Dr. Nurcholish Majdid
(17 Maret 1939–29 Agustus 2005)
Pancasila adalah modal untuk mewujudkan demokrasi Indonesia, pancasila memberi dasar
dan prasyarat asasi bagi demokrasi dan tatanan politik Indonesia, pancasila menyumbang
beberapa hal penting. Menurut Nurcholish, adanya Pancasila dan UUD 1945 telah diterima
oleh umat Muslim Indonesia. Sejauh ini, kedua pilar itu telah mampu menjamin kebaikan
konstitusional bagi keseluruhan bangsa. Pada hakekatnya, Pancasila dan UUD 1945 diterima
masyarakat Muslim karena dua pertimbangan:….“Pertama, nilai-nilainya dibenarkan oleh
ajaran agama Islam. Kedua, fungsinya sebagai poin kesepakatan antar berbagai golongan
untuk mewujudkan kesatuan politik bersama.”

3. Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ

(13 Juni1913–11 februari 1967)
Pemikiran Driyarkara tentang Pancasila sebelum 1965, soal kesatuan dikembalikan
pada hakekat manusia, sebagai yang sama dan saling bersaudara. Inilah yang menjadi
titik tolak uraiannya tentang Pancasila. Kontroversi agama di Indonesia, dijelaskan

dalam uraiannya tentang Pancasila dan Religi. Penjabaran sila-sila menurut
Driyarkara:
- Keadilan Sosial (sila 5)
Perikemanusiaan itu harus kujalani dalam bersama-sama menciptakan, memiliki,
dan menggunakan barang-barang dunia yang berguna sebagai syarat-syarat, alatalat, dan perlengkapan hidup. Penjelmaan Perikemanusiaan dalam sektor ini
disebut Keadilan Sosial.
- Demokrasi (sila 4)
Aku manusia niscaya memasyarakat; mengadakan kesatuan-karya. Agar kesatuankarya itu betul-betul merupakan pelaksanaan dari Perikemanusiaan, setiap anggota
harus dihormati dan diterima sebagai pribadi yang sama haknya. Cara
melaksanakan Perikemanusiaan dalam sektor ini (ialah pembentukan kesatuankarya) kita sebut Demokrasi. Cara ini harus dijalankan baik dalam masyarakatkecil (kooperasi dan sebagainya) mau pun dalam masyarakat besar.
- Kesatuan Indonesia (sila 3)
Perikemanusiaan harus juga kulakukan dalam hubunganku dengan kesatuan, yang
dengan proses lambat laun ditimbulkan oleh sejarah, keadaan tempat, keturunan,
kebudayaan, peradaban bersama, dan faktor yang lain. Kesatuan itu ikut serta
menentukan dan membentuk diriku sebagai manusia yang konkret dengan

perasaannya, semangatnya, pikirannya, dan sebagainya. Ada bersama pada
konkretnya berupa hidup dalam kesatuan itu. Jadi hidupku dalam kesatuan itu
harus merupakan pelaksanaan dari Perikemanusiaan. Kesatuan yang besar itu,
tempat aku pertama harus melaksanakan Perikemanusiaan, disebut Kebangsaan.
- Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila 2)
Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada-bersama-dengan-cintakasih (liebendes Miteinandersein). Jadi, adaku harus aku jalankan sebagai
cintakasih pula. Cinta kasih dalam kesatuanku dengan sesama manusia, jika
dipandang pada umumnya, disebut Perikemanusiaan.
- Ketuhanan (sila 1)
Aku mengakui bahwa adaku itu ada bersama, serba terhubung, serba tersokong,
serba tergantung. Jadi adaku itu tidak sempurna, tidak atas kekuatan sendiri. Jadi
aku bukanlah sumber dari adaku. Semua hal yang ada dengan terbatas, justru
karena terbatasnya (sama dengan aku) tidak mungkin merupakan sumber adaku,
tidak mungkin memberi keterangan yang terakhir dari adaku. Yang dapat
merupakan sumber adaku pada akhirnya hanyalah Ada Yang Mutlak, Sang MahaAda. Sang Maha-Ada itu bukanlah sesuatu, melainkan Pribadi yang Maha
sempurna. Itulah Tuhan Yang Maha Esa. Adaku yang berupa cinta kasih itu
sebetulnya adalah cinta kasih kepada Sang Maha-Cinta-Kasih, Sang MahaPenyayang. Dalam pikiran ini aku menemukan dasar dari adaku; jadi, dasar dari
semua perbuatanku; jadi, dasar dari pelaskanaan Perikemanusiaan,
KeadilanSosial, dan lain-lain.


4. Prof. Dr. Kuntowijoyo
(18 September 1943–22 Februari 2005)
Pencetus radikalisasi pancasila ini merasa resah karena pancasila hanya dijadikan
sebagai lip service bahkan dijadikan sebagai alat politik untuk melanggengkan
kekuasaan. Pancasila “tidak operasional”, sehingga bangsa Indonesia kehilangan arah.
Pancasila memang “jimat sakti”, namun jimat itu hanya disarungkan di pinggang dan
tak pernah digunakan untuk “berkelahi” terhadap korupsi, apalagi dijadikan sebagai

ideologi yang mengarahkan pembangunan nasional. Beberapa tahapan radikalisasi
diantaranya jadikan Pancasila benar-benar sebagai :
1). Ideologi negara
2). Salah satu sumber ilmu
3). Laksanakan Pancasila secara konsisten, koheren, dan koresponden
4). Jadikan Pancasila sebagai pelayan horizontal dan bukan vertikal
5). Jadikan Pancasila sebagai kriteria kritik kebijakan negara.