Militer Jawa Pada Masa Pangeran Mangkubu

1

Militer Jawa Pada Masa Pangeran Mangkubumi Seputar Alutista dan
Strategi Peperagan
Oleh : Muhammad Ichsan Budi 14407141038 Ilmu Sejarah A 2014

A. Pendahuluan
Tradisi militer yang baiak telah terbina dalam masyrakat kerajaan Jawa sejak
lama bahkan dapat dikatakan sejak zaman Hindu-Buddha dalam hal ini Majapahit
hingga zaman madya yang adalam hal ini Mataram Islam militer menjadi suatu
komponan penting dalam sebuah kerajaan. Namun seirang dengan kedatangan
bangsa barat maka juga terjadi perubahan dalam kemiliteran masyrakat jawa
tetapi, pengaruha ini tidak menunjukan kenunduran mutlak antara militer jawa
dibading dengan militer eropa. Dalam perbagai kancah peperangan baik konfintasi
antar keduanya maupun kerjasama militer dalam stau tujuan kesemuanya tersebut
selalu mimiliki corak yang khas bagi masing-masing kekuatan militer yang ada.
Dalam dunia militer terdapat dua pokok pembahasan yang utama yaotau
seputar alusista dan strategi militer, dua hal tersebut adalah kunci utama untuk
meraih sebuah kemenagan dalam pertampuran. Pangaran Mangkubui yang
nantinya menjadi Sultan Hamangkubuwono I merupakan salah satu tokoh yang
tepat untuk memahami sejarah militer jawa karna perjuangan dan pengalaman

militer yang beliau lakukan cukup beragam baik sebagai Panglima Matram dan
juga dalam perjuangan melawan belanda sekaliguan menuntut hak yang
seharusnya dimilikinya. Bahkan dapat dikatakan sejak namanya tertulis dalam
catatan sejarah jawa pertampuran demi pertampuran selalu mewarnai hibupnya
dan baru berahir setalah manjadi Sultan HB I. Dalam makalah ini akan dipaparkan
sekarah militer jawa dalam masa Pangeran Mangkubumi dari berbagai pihak yang
tentunya seputar alusista dan strategi militer yang ada.

2

B. Tradisi Militer Jawa
Jawa sebagai salah salah satu tempat paliang berpengaruh dalam sejarah
indonesia. Hal ini disebabkan karana letaknay yang cukup setratesi dimana
menjadi tempat persinggahan banyak bangasa, luasnya wilayah dan kayanya hasil
bumi menjadi potenis yang luar biasa sekaligus menjadi daya tahan bagi
pendududkanya sehingga dalam beberapa abad meski sedikit bagaian dari pulau
ini telah diduduki bangsa asing mereka tidak pernah sepenuhnya perkuasa di
Jawa. Pengasa-pengusa pribumi selalu memengang peranan pentiang yang
menjadi pertimbangan bari bangsa-bangsa lain yang coba mendukinya. Tetapi
meski demikaian konflik antra penguasa pribumi sendiri menjadi masalh kenapa

pulau dengan suku bangsa yang relatif homogen ini tidak pernah mencapai sautau
kesatuan politik yang setabil, perebutan kekasaan, pemberontakan dan
penghianatan selalu mewarnai sejarah jawa. Sehingga dengan aneka macam konfil
tersebut jawa memiliki sebuah tradisi militer yang khas dan cukup memberikan
corak yang berarti dalam tradisi militer di nusantra.
Pada masa madya, yang diwalai sejak kejatuhan Majapahit ketangan Demak
maka poros kekusaan beralih kewilayah pesisir, namun karena lemahnya
korrdiandi antar wilayah yang ada dan juga konfilk internal kerajaan
mengakibatkan Demak menajdi kerjaan yang tidak berumur panjang. Menganjak
awal abad ke 16 kerjaan-kerajaan pedalaman menjunjukan peranya kembali,
dimulai dari pajang yang yang sekedar “menggantikan” 1. Pajang dapat dikatakan
mejadi penggas awal dari tradisimiliter jawa yang belum ada sebelumnya dimana
ditempatnya peran Senopati yaitau penglima perang dengan kekusaan dan
kekenangan khusus. Setelag pemberontakan Senopati Mataram atas Pajang
berhadil dilakukan maka dimuliailah sutau tradisi militer jawa yang kelak akan
menjadi pembentuk tradisi militer di jawa pada masa-masa selanjutnya.

1 A.

Daliman, Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantra,


(Yogyakarta,Ombak:2010),hlm.105.

3

1. Makna Senjata dan Stategi Peperangan dalam Tradisi Jawa
Sejata merupakan alat yang telah dikenal oleh manusia guna mempertahankan
diri dari segala hal yang dimungkiankan akan mengancamnya. Dalam setiap
kebudyaan meski sejata secra umum memiliki fungsi yang sama ternyata di Jawa
senjata tikdahanya sekedar alat namun memiliki makna tertentu yang melebihi
makasa fisik yang ada. Senjata tidak yang sekedar sebagat alat dalam pertempuran
lengsung tetapi di jawa yang dalam arti khusus menjadi pusaka juga memiliki
fungsi yang luas mulai dari fungsi mistik hingga legitimasi poitik.
Senjata pusaka merupakan hal yang secara tidak langsung merupakan hal yang
penting dalam peperangan di Jawa. Pusaka adalah senjata maupun berbagi benda
lain seperti alat musik, bendera, perkakas dan lain sebagainya. Namun konotasi
pusaka sebagai suatu senjata juga menjadi hal yang umum karena pusaka juga
secara langsung berfungsi sebagai senjata dengan bergagai pengguaannya.
Keris merupakan salah sajtu dari jenis pusaka yang paling umum
digunakan. Keris adalah senjata tajam yang sesuai dengan bentuknya merupakan

senjata tusuk atau tikam, keris merupakan senjata asli nusantara dan berkembang
secara luas di seluruah asia, keris memiliki banyak fungsi dalam kehidupan
masyarakat jawa diantara fungsinya adalah sejata tajam, senjata pidana, lambang
keluarga serta simbol status sosial bagi pemiliknya 2. Diatara pusaka keraton yang
telah ada sejak zaman Mangkubumi adalah Tombak Kiai Plerey yang dahulunya
merupakan sebuah keris, Keris Kiai Kopek yang dikenakan oleh sultan dalam
acara gerebeg dan Kanjeng Kiai Panggarabarab merupakan sebilah pisau besar
untuk hukuman mati.
Staregi peperagan merupakah hal yang mutlak diperlukan dalam
berperanga. Stretegi peperagan pada dasarnya memiliki makna yang begitu luas,
tetapi dalam peperangan tradisional strategi lebih terkait pada fromasi
pertempuran atau dalam istilah jawa disebut dengan Gelar Perang. Gelar perang
merupakan fromasi-formasi pertempuran yang pada umumnya menyerupai
bentuak binatang tertentu misalkan Garuda atau Udang.
Salah satu formasi yang ditemukan keteranganya dengan jelas adalah
Gelar Pereng Supit Urang (Fomasi Capit Udang) ini ditemukan dalam
2 Tim Museum Sonobudoyo, Kajian Koleksi Keris,(Yogyakarta, Dinas
Kebudayaan DIY; 2014)., Hlm, 8.

4


kesustastraan jawa abad 17 yang mengambarkan bantuk tubuh udang secara
keseluruhan kemudian tiap posisi terbagi atas tiap betuk tubuh udang. Sungut
udang mengambarkan posisi angkatan laut atau juga pasukan Senopati, tubuh
bagian depan hingg keberlang adalah posisi para pangeran dan putra mahkota dan
bagian kaki tetempati oleh para mentri3.
2. Para Pemimpin Militer Jawa
1. Militer Mataram Islam dan Senopati
Pada awal abad ke 17 munculah Mataram sebagai sebuah mengara militeris
yang tak pernah diperkirakan sebelumnya, dibandingkan dengan kesultanankesultanan Maluku yang terlibat konflik dengan bangsa-bangsa barat. Imperium
matram terlahir kembamil, Senopati dikatakan dalam tradisi akan mengembalikan
kembali kengulan daerah pendalam, berhasil “mempersatukan kembali wilayah
kerajaan kuno mataram hindu dan kediri”. Tidak lama sesudah itu demak yang
tadinya kersultanan pertama di jawa tunduk pada mataram. Hal ini didapatkan
dalam laporan kapal-kapal Belanda yang pertama mengu jungi pelabuhan demak
pada tahuan 1602 meyaksikan demak sedang berperang dengan mataran dalam hal
ini mencoba melakukan pemberontakan pada mataram yang telah menguasainya
sejak tahuan 15884. Dalam keterngan ini juga didapatkan informasi jika demak
masih mampu mempertahnkan eksistensi pelabuhanya tatapi kemungkinan
kekuatan maritim demak pada masa ditaklukanya sudah mulai melemah karena.

Diperkirakan serangan Mataram merupakan sebuah pengepungan infantri darat
yang dengan demikian tidak memberikan peluang yang berarti pada kekuatan
maritm demak. Pola yang serupa juga akan ditemukan pada penaklukan matram
atas kota-keota pesisir selanjutnya,
Dengan mulai berjalannya ekspansi matram meski belum menundukan
selurauh wilayah jawa secara keselurauahan. Namuan, untuk jawa onfensifnya
kan lebih mengrah ketimur. Dengan kemenangan tersebut Senapati mulai Bergelar
Senapati Ingalaga, dari keluarnganya ada perangkat keluarganya ada pengagkatan
3 Antony Reid, Asia Tenggara dalam kurun Niaga I,(Yogyakarta, Obor;
2010)., Hlm 145.
4

hlm.143.

Vlekke H.M, Nusantara Sejarah Indonesia,(Yogyakarta,Gramedia:2010),

5

sebagai Pangaran Singasai, Pangaran Puger,Pangaran Jumirah dan Pangaran Blitar
da Panagran Jagaraga. Nama- nam daerah dari gelar tersebut menjadi petunjuka

kauat bahwa ospolitk senopati sangat menonjol, porgam serta setrategi politiknya
mengarah ke jawa timur tidak hanya karena kekayaan pesisirnya tetapi juga
dipengarhui oleh tradisi Majapahit hal ini juga menajdi suatu alasan politik yang
diharapkan akan menambah keagunan dan kewibawaannya5. Kecanderungan
matram untuk memilih wilayah timur selain alasam tradisi dan dan juaga
kedekatan budaya juga dimungkinkan karena keberadaan Banten di wilayah barat
yang hingga masa ahirnya terus menjadi rival dari Mataram. Tetapi, pada ahirnya
wilayah priangan akan jatuh ketangan mataram yang didukung atas ikatan historis
Cirebon yang ditundukan mataram pada masa selanjutnya dengan cara yang
“halus”. Memanfaatkan kedekatan historis pada tiap daearah yang ditaklukan
juga merupakan sebuah setrategi penting dalam polotik militer, hal ini terbukti
mampu menjamin kesetiaan para wilayah taklukan untuk menjaga stabilitas
politik mataram. Selain itu, dipertahanknaya kekuasaan pengasa lokal dan
mempertahnkan loyalitasnya juga menjamin ketersediaan pasukan bagi matram
untuk melakukan penaklukan-penaklukan selanjutnya.
Konsentrasi pada kekutan infantri darat serta pengikatan historis pada fasalfasal yang ditaklukan untuk menjamian kesetiaan merupakan beberpa ciri nagara
militer feodal yang dapat ditemukan secara universal. Tanah dan tentunya beserta
apa yang ada didalamnya termasuk sumber daya dan panduduk menjadi hak
mutalak dari raja dan kemudian bari dibagikan dalam sebuah kewenagan pada
para pengsawanya. Hal yang ada tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh mataram

khususnya dalam mobilisasi militer dan pengautan setrategi hingga tidak mustahil
dalam waktu yang singkat senopati dapat mengumpulkan pasikan dalam jumlah
yang luar biasa, yang dapa dasarnya merupakan gabungan pasukan dari vasalvasalnya.
2. Militer Mataram Dimasa Sultan Agung
Jika diurutkan dari Panembahan Senopati maka sultan agung adalah raja
matram ketiga. Namun masa pemerintahnaya yang lama manjadikan ia sebagai
5 Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Dari
Imperium Emporium Sampai Emperium,(Yogyakarta,Ombak:2014), hlm. 150.

6

raja besar mataram yang terus diigan hingga ganerasi-generasi selanjutnya. Sultan
agung yang nama sebelum bertahta adalah Raden Mas Rangsang sebenarnay
merupakan putra mahkaota kedua setelah Raden Mas Martapura. Namun dengan
berbgai alasan dan intrik didalamnya pada ahirnya Raden Mas Rangsang mnadi
pewaris dari tahta mataram. Gelarnya ialah Prabu Pandita Anyakrakusuma dan
kemudian Sultan Agung Senopati Ingaloga Ngapdurahman Sayidin Panatagama
(1613-1646), peprintahnaya ditandai dengan eksperdidi dan perang yang
kesemuanya dalam rangka politik ekpansi yang diwariskan oleh pandahumunya,
idologi yang menjiwai politik ekpansi tersebut dapat dilacak kambali pada ilham

yang diterima oleh “Wong Agung Ngeksiganda”, yaitu Senapat yang ditokohkan
olah Mangkunagara IV dalam karyanya Wedatama. Yang ditulis tiga abad
kemdian6. Dengan demikian manjadi semakin jelas keagunuan yang melekat
dalam diri sultan agung tidak hanya dibantuk oleh dirinya tetapi juga oleh catatan
sejarah yang ditulis olah generasi-ganrasi selanjutnya. Selian itu jika dilihat
dilakukan perbandingan dalam isi Serat Wedatama maka, ambisi dan motivasi
yang kuat manjadi penentu suatu kesuksesanya dalam militernya, watak yang
karas, gigih dan tanpa kompromi menjadi sifat mutlak seorang pemimpin militer.
Untuk mengatur sebuah negara pedalaman yang kuat dengan kekutan
infanteri yang menjadi kekutan utama maka penataan birokarsi yang baik mutal
diperlukan, semuah hal tersebut tentu dipusatkan untuk tujuan-tujuan militer dan
mengaturan wilayah yang telah menjadi vasal-vasal nya. Hal ini dapat ditemukan
dalam kumpulan arsip sebelum perjanjian Giyanti yang dihimpun olah S Margana
yang tertulis :
(1) Kala ingkang jumeneg nata Nagari Matram Ingkang Sinuhun
Kanjajeng Sultan Agung Prabu Hayakrakusuma amarengi tahuan jawi
angka 1555 karsa damel abdi Dalam Bupati Nyaka Jawi Melabet 16,
sastra Amaréng siti duhusun sajawining rangkah matram. Iangkang
mboten kalebet siti ing mancanagari kados ing pandap punika
patélelanipun......)7. Keteragan selanjutnya dan arti dapat ditemukan

dalam lampiran 1.
6 Sartono
7

kartodorjo, Ibid,. Hlm,155.

S Margana, Kraton surakarta dan Yogyakarta 1769-1874,

(Yogyakarta,Pustaka Pelajar: 2010), hlm, 457.

7

Arsip diatas memberikan beberpa informasi mengai birikeri dan militer
pada masa Sultan Agung. Ditemukan juga pola pembagian kekusaan antra para
bupati beserta kewajiban-kawajiban yang ditanggungnya kepada Sultan. Selian itu
dtemukan juga 16 nama abdi dalam prajurit besera kepangkatan juga tugasnya.
Parajurti-parjurit dalam keteragan ini bukanlah pasukan utama yang digunakan
dalam pertempuran besar namun merupakan prajurut khusus yang menjaga
komles istana Sultan.
Memahami sifat dan strategi kemiliteran Mataram Sultan Agung dapat kita

pahami dalam tiga penaklukan besar yang ia lakukan yaitu Pengapungan
Surabaya, Penaklukan Madura dan usahanya untuk menyerang Batavia dimasa
Jan Piterzoon Coen. Surabaya manjadi wilayah peisisir terpenting di Jawa timur
letaknya yang stratesi terbuka bagai jalur perdagangan dari madura, bali dan
wilayah indonesia timur menjadikan Surabaya sebgai kota pelabuhan yang kaya.
Hal ini menjadi target utama sultan agung dalam membuka jawa wilayah pedalam
untuk memperdagangkan berbgai hasil ekpornya seperti lada, jahe dan terutama
adalah beras.
Ekspedisi pengepungan surabaya terbgai dalam dua tahuapan yaitu pada
tahuan 1620 hingga 1625. Pada awal ekpedisi dikonsentrasikan untuk menyerang
wilayah-wilayah terluar surabaya dengan menghancurkan lumbung-lumbung
pangan untuk surabaya serangan ini dilakuhan pada musim-musim kemarau.
Selian itu, dilakukan penaklukan terlebih dahulu pada wilayah seberang yaitu
Sukadana (kini Kalimantang Selatan) sebagai pemutus hubungan laut surabaya.
Ekpediai ini dipimpin oleh bupati kendal Tumenging Baureksa. Penaklukan
puncak pada surabaya terjadi pada tahun 16258. Pengepungan atas surabanya
terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah dipastikan surabaya kehilagan
persediaan makan dari wilayah luarnya maka, dilakukan pengepungan yang ketat
disekitar kota bahkan dilakukan pembendugan pada sungai Brantas untuk semakin
mengisolasi kota. Hingga dengan keadaan kelaparan terdesak pada bulan oktober
1625 Surabaya menyerah. Taktik pengapungan serupa juga dilakukan pada
8 Sartono,

Ibid. Hlm, 158.

8

peyerangan Batavia namun, karena musuh yang berbeda dan keberadaan benteng
yang kuat maka taktik pengepungan tersebut tidak berhasil dilakukan.
C. PENGALAMAN MILITER PANGERAN MANGKUBUMI
Pangaran Mangkubumi yang kelak akan menjadi Sultan Hamengkubuwono I
lahri di Kartasura 6 Agustus 1717 dengan mana kecil RM Sujana yang merupakan
salahsatu putara Amangkurat IV dari isteri selir Ayu Tejawati. Dalam makalah ini
Pangaran Mangkubumi dengan segala pengalaman militernya menjadi pokoh
bahasan utama. Dalam masa hidupnya beliau telha mengalami tiga peperangan
besar yaitu pada masa Geger Pacinan, Masa Perlawanan pada Belanda yang
terbagi dua yaitu masa bersama RM Said dan masa saat beliau dalam pertempuran
dan perundingan yang diahiri dengan perjanjian Giyanti. Selian itu, Masa saat
beliau menjadi Sultan Hamengkubuwono I menjadi masa kekuasaan politik dan
birokasi telah berada ditanganya. Pembangunan kraton yogyakarta secara fisik
juga dapat digunakan sebagai gambaran kemiliteran yang beliau kuasau semasa
hidupnay dan belian trapkan.
1. Geger Pacinan
Geger pacinan merupakan sebuah episide unik dalam sejarah kerjaan Jawa
dimana terjadi sebuah kerusahan besar yang awalnya tidak memiliki tujuan polits
namun pada kesempatan tertentu mempengaruhi politik kerjaan jawa. Dalam
urutan bhakan geger pacinan dapat dikatakan sebgai perang suksesi ke tiga dalam
sejrah mataran dimana terjadi usaha perebutan kekusaan yang berdampak pada
kemunduran Matram karena semakin kuatnya pengaruah belanda dalam intrik
mataram. Peran Pangaran Mangkubumi dalam hal ini dapat dilihat dalam berbagai
sisi yaitu sebgai pemadam dari pemberontakan tetapi peran belanda juga tidak
dapat dikesampingkan karena belnada manjadi pihak yang secara langsung terlibat
dalam pergulatan pemberontakan ini.
Masyrakat Tionaghoa telah ada di Jawa jauh sebelum kedatangan bangsa
barat. Dapat diperkirakan kemungkinan pada masa singasarai dan tentunya pada
masa sriwijawa masyrakat tionghoa telah memengang peranan pentiang dalam
perdagangan dan berbgai aspek lain di Nusantara. Kemudaian setelah memasuku

9

masa madya dan menjelang masa kolonial peran mereka semakin menguat.
Masyarakat tionghoa memergang peranan perntaing dalam ekonomi sebagai
pedangan partikeliat dan juga sebgai tenaga-tenaga ahili dibidang kontruksi dan
teknik khususnya pada kota-koat kolonial termasuk Batavia.
Telah diuraikan besarnya peran pedagang cina di Indonesia di beberpa
pelabuhan, separti banten, jambi, palambang dan Malaka. Komoditas yang mereka
jual selain lada yaitu hasil-hasil industri dari negri mereka seperti tekstil. Setelah
VOC mempunayai tempat redevous (bandar dagang) ialah Batavia politiknya
adalah berusaha menaring cina sebanyak mungkian untuk merapaikan
perdagangan dan untuk memperoleh kauntungan pajak dari pekerja cina yang ada
di batavia9.

Dengan kedatangan para orang-oarang tionhoa dengan berbgai

profesi pada awalnya membri banyak keuntungan bgai VOC khusunya mengenai
perolehan beragai pajak yang dikenakan bagi masyrakat tionghia namun, pajak
yang alanya membawa kenutangan tersebuta pada ahirnya membawa malapetakan
bagi VOC. Ketidaka stabilan dan kerusuhan mulai terjadi diakibatkan karena naiktutunya komoditas yang diperdagangkan oleh orang tionghoa selian itu tututan
pajak yang terlalu berar serang membawa kekesalan bagi masyrakat tionghoa.
Terjadi beberpa kerusuhan dan tindak kriminalitas diberbagai wilayah batavia
hingga terkadang pihak VOC yang merasa dirugikan turut campur tangan.
Pada ahir bulan september tahuan 1740 tersiar kabat bahwa dipedesaan
sekitra batavia telah terdapat gerombaolan cina yang mendekati pantugargang
batavia, Mr Coenelis,Tagerarang, de Qual dan Bekasi. Pada hari beikautnya
grombolan tersebut menjadi semakian besar. Dengan demikian pos-pos VOC di
Bekasi, Tanah Abang dan Angke mulai diperkuat. Memasuki awal oktober mulai
pecahnaya kerusuhan bebrpa pos-pos Voc diserang oleh gerombaolan cina. Aksi
kekerangan dan penjarahan yang dilakukan oleh gerombolan cina begitu cepat
sehingga suliat ditahan oleh VOC10. Pepberontakan cina terus mengarah kebarat.
Hal ini dikaibatkan karena banten yang enggan ikit campur dalam masalah ini srta

9 Sartono,

Ibid. Hlm, 158.

10 Daradijadi, Geger Pacinan Persekutauan Tionghoa Jawa Melawan
VOC,(Jakarta,Kompas:2010). Hlm. 47

10

pada masa ini mataram telah milai melemah pasca pepmebrontakan Tronojoyo
yang mengkaibutkan pemindahan ibu kota ke Kartasura.
Di Mataram pasukan cina yang tekah membuktikan kekustanay dengan
menyerang Semarang dan mentrang pos pertahanan Voc antara matram dan
semarang. Hal ini mengundag keterarikan para petanggi di Ksrtasura yang igin
menyingkirkan VOC untuk bergabung membantu pasukan cina dan dengan tujuan
merebut kekuasaan. Patih Natakusuma dan Sunan Kuning putara Paku Buwuana
II mengabungkan diri dengan pasukan cina dan dengan kerjasama pasukan Jawa
Cina berhasil menduduki ibu kota Mataram Kartasura.
Gerak pasukan jawa cina setalah mengabungkan diri menajdi sebuah
kekuatan yang luar biasa, pola peperangan yang ada belum perhan dipadatkan
pada pepearanga jawa sebelumnya dimana. Dalam pertampuran singkat dan
pernyergapan menjadi akasi militer yang digunakan. Selian itu kombinasi
pertempuran jarak dekat yang mengungulkan kemampuan individu serta
kemajuan dalam mobilisasi ateliri menjadi pola serangan pasukan pemberontak
jawa cina11. Pertampuran melawan pemberontakan ini menjadi perngalaman
militer pertama Pangaran Mangkubumi sebgai pihak Matram yang dibantu olah
VOC

untuk

meredakan

pemberrontakan.

Meski

keren

alasan

politik

pemberontakan ini berlangsung dengan singkat tetapi manjadi sautau catatan
penting dalam sejarah kemiliteran jawa.
2. Pertempuran Pengaran Mangkubumi Dimasa Pemberontakan
Setelah Geger Pacinan sebgai perang suksei mataram yang ke dua maka, tidak
lama setelah pemindahan Ibu Kota ke Surakarta terjadi kembali masalah trasisi
kekuasaan yang mengancam dinama Sunan Paku Buwono II jatuah sakit dan terus
dibayangi

penasihat-pensihat

VOC

disekitarnya.

Von

Hohendorff

telah

mendorong untuk segra menobatkan Paku Buwono II terutama setelah adanya
desas-desus jika Mangkubumi telah menyatakan dirinya sebgai susuhunan di
wilayah kekusaannya Yogya12. Peristiwa inilah yang menjadi awal dari
11 Daradijadi,

Ibid., hlm 56.

12 M.C Ricklefs, Yogyakarta Dibawah Sultan Mangkubimi 1749-1792,
(Yogyakarta, Mata Bangsa:2010). Hlm,79.

11

pemberontakan pangraran mengkubumi dimana terjadi banyak kehawatiran
khususnya dari pihak belanda megenai kekuan militer dan politik mangkubumi.
Dalam berbagai sumber babad yang ada seperti babad giyanti, babad
mangkubumi dan babad tanah jawi. Kisah mengenai pertampuran secara
langasung kurang mendapat perhatian. Kisah mengani konfil dan intik lebih
banyak ditemukan dalam sumber-sumber babad tersebut. tetapi, informsi mengani
sistuasi pertampuran dan beberpa peperngan pentaing tetap didapatkan. Selian itu,
sumber dalam versi Mangkunegaran menyajikan informasi yang cenderung lebiuh
banyak memberikan keterangan militer dengan berbgai sudut padanganya.
Sumber babad Giyanti atau disebut juga babad palian negari merupakan salah
satu sumber babad utama dalam mempelajarai sejarah awal pemisahan dua
kesultanan yang menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Babad giyanti yang kini
diterjemahkan dan masih utuh adalah babad giyanti versi surakarta yang terdiri
dari 24 jlid diketahui jika babad tersebut merupakan karangan dari seorang
bangsawan Surakarta Bernama Raden Nagberi Yasadipura I. Pada jilid pertama
diceritakan, setelah pemindahan kerajaan ke Surakarta, karean kartasura telah
dirusak oleh pasukan cina. Pangeran Mangkubumi memerintahkan perang karena
haknya dikurangi banyak sekali kemudian berperang dengan surakarta, pada
pemberontakan pangeran menerima banyak dukungan dari para pangeran yang
bersepakat dengannya termasuk Raden Mas Said13.
Dalam Babad Giyanti Tembang Dandang Gula Pupuh 12- disebutkan :
Dene kadang narendra kang keni, kinanti ing samu barang karya, Dyan Mas
Sujana timure, diwasannya jejeluk, jeng Pangeran Mangkubumi, mahambeng
martatama komate kasub, ing reh pangulahing prajam tata titi nasiitit silir pakarti
caket kasanung raka.(12)
Amungkasi yentiunduh jurut, seben aparang linutan wadya, kering stru kalene tan
keweran gelaring mungsuh, martapura duk medeng baris meng tanah sukawatiya,
apan apan sampun wudhu, pa bupati datan lawan, dupi pangeran kang tinuduh
neggulangi Martapura kasoran. (13)
Marma langkung tersna sri bupati, tanah Sukawati tingga nambang, simungken
dadya lenggahe, magka ganjaranipun, genya sampun lebet negari mungkasi
patang muka, lawan malihipun, karsaning raka narendara, jeng pangeran panatah
nyanepani seben wonten lurungan (14)
13Raden Ganbei Yasadirupa I, Babad Giyanti Jilid 1 Alih bahasa dan
aksara,(Yogyakarta, BPNB; 2010)., Hlm 4.

12

Dalam keterangan awal tersebut diceritakan mengenai kleuhuran sikap
dari pengeran Mangkubumi yang sebelumya bernama Raden Mas Sujana.
Perstasinya dicapai saat ia berhasil memadamkan pemberontakan Bupati
Martapura yang membuatnya dianugrahi tanah Sukawati seta memiliki kedekatan
dengan Sunan Pakubuwono. Diambilya kembali tanah sukawati yang menjadi hak
dari pengeran mengukubumi inilah yang akan memicu peperanagan selian itu
sebeb intervensi Belanda yang ia rasa telah berlebihan juga menjadi alasan kenapa
pangeran Mangkubumi memberontak sekaligus melakukan perlawanan pada
kompeni.
Catatan dalam babad mengenai perjuangan pengaran mengkubumi tersebut
tentunya juag dalam versi Yogyakarta yaitu dalam Babad Mangkubumi jilid I
yang ditulis kemungkinan pada masa Hamengkubuwono enam atau tujuh. Hal ini
dimungkinkan karena pada jilid II dikemukakan penobatan HB II serta perjalanan
hidupnya hingga masa HB III naskah ini ditulis oleh Raden Panji Pawira Kusuma
yang pada saat proses penulisan berusia 52 tahun.
Pada bagian awal diceritakan Sunan Pakubuwono sebagai raja di Surakarta,
sedang saudaranya yeng bernama pangeran mangkubumi tinggal di Sukawati
sebgai tanah yang diberikan atas jasanya memadamkan pemberrontakan
Martapura. Karena rayuan kompeni maka sang Prabu menghindaki mengambil
sebagia tanah mangkubumi kemudian Pangeran kecewa dan pergi menginggalkan
Sukawati hal tersebut memperngaruhi pangeran lain yaitu Pengeran Puger,
Pangeran Mangkunegara, Pangran Adiwijaya, Pengeran Manguan Kusuma serta
para mantri dan bupati14. Dilihat dari informasi awaklyang ditemukan antara
babad Giyanti versi Surakarta dan babad Mangkubimi versi Yogyakarta pada
babad giyanti diawali dari dihasidahkannya tanah sukawati pada pangeran
Mangkibumi sedangkan pada babad Mangkubumi langsung merujuk pada
pengembilalihan haknya atas Sukawaki kamudaian secara lensgung masuk dalam
kisah pemberontakan.
Dengan kekuatan yang telah dimiliki maka pangeran mangkubumi sudah
dapat dipastikan siap untuk melakukan pemberontakan. Tetapi dilain pihak
14 Raden

Panji Pawira Kusuma, Babad Mangkubimi Jilid I Alih Aksara,
( Yogyakarta, BPNB; 2010)., Hlm 10.

13

pemberontakan ini tentunya telah disardari olah sunan dan kompeni maka, juga
terjadi perbedaan pendapat antara sunan, kompeni dan para pejabat surakarta,
disebutkan dalam babad mangkubumi tembang mijil pupuh 65-66 yang
berbunyi15:
Hiya yayi lamun sira wani, mapan mugsuipin langkung lega, sira melu rasa
duwe, negari jawa sedarum, nduk semena raden dipati, Priggalaya wot sekar
anambungi atur, gisti kawula tan rembeg yang ngatoso rayi dalam mengut jurit,
katah liripun nata.(65)
kalih dene abdi dalem jawi, sami nanigka karyanig welanda, punapa dhen
tandhe, sekatahe ingkang mugsuh sirahaken datang kunpeni, tuwan mayor
ngucap, matur ing sang prabu, sunan sampun walang driya, sekating ngasah
padalaman prajurut, kapanggiha kawula(66)
Dalam babad tersebut didapatkan informasi jika pada dasarnya juga
tembul keraguan dihaiti Sunan untuk berperang dengan pangeran mangkubumi
tetapi Patih meyakinkan sunan untuk berperang dengan mangkubumi atas
tanggung jawbanya. Selian itu dari pihak kompeni belanda juga secra langsung
menyatakan kesediaannya untuk membantu sunan untuk melawan pangaran
mangkubumi. Dengan demikan pertempuran tidak terhindarkan dan secra resmi
peperangan dimuali sesaat setelah Sunan dinonatkan di Surakarta.
1. Jalannya Pertempuran
Dalam pertempuran yang berlanguang selama sembilan tahun ini wilayah
pertempuran dibagi menjadi dua yaitu barat dan timur. Wilayah barat ada dalam
komando Pangaran Mangkubumi dengan wilayah, Pleret yang menjadi pusatnya,
Hutan Pabringan, hingga kesebelah utara kurang lebih wilayah peretempuran
pangran mengkubumi merupakan wilayah Kasultanan Yogyakarta sekarang.
Sementara wilayah timur ada dalam komando Raden Mas Said yang berpusat di
Sukowati dengan wilayah Surakarta bagian selatan, Madiun dan Ponorogo.
Pemabian tesebut berdarkan pada pusat kekuasaan masig masing pangeran yang
berada dalam wilayah tersebut.
Pada masa perang wilayh tersebut dapat dikatakan sama sekali lepas dari
kekuasaan Sunan karena pasukan sunan memasuki wilayh tersebut, sehingga
15 , Ibid.,Hlm 38.

14

gerak pasukan sunan justru defensif mengahadadpi pemberontokan ini. Maka
secra otomatis pasukan Pangaran mengkubumi dan RM said justru berifat ofensif
dengan banyak melakukan serengan-serangan keluar wilayah pertempuran mereka
baik masuk kewilayah sunan maupun wilayah kompeni. Jenis pertampuran juga
terjadi dalam beberpa tipe serangan seperti serangan
Pertama, Pertempuran forontal dimana satu pihak saling berhadapan disuatu
tempat, gaya pertempuran klasik ini telah dilakukan dalam berbgai petempuran
kerajaan-kerajaan besar di Nusantara namun, pertempuran dengan jenis ini
dilakukan dalam skala dalam jumlah pasukanya.
Kedua, serangan pada pertahanan lawan dimana pihak penyerang melakukan
serangan pada pusat-pusat petahanan lawan, tipe seranga seperti merupakan salah
satu serangan yang kerap kali terjadi hal tersebut dimugkinkan karena pengalaman
Pangaran Mangkunimi dan RM said pada masa geger pacinan dimana serangan
tersebut kerap keli dilakukan oleh pasukan cina. Pertampuran besar dalam jenis
ini juga sangat menentukan jalannya suatu peperangan karean dengan hancrunya
suatu basis pertahanan dapat menyebabkan perputusnya logistik dan komunikasi
pada jaringan pasukan dibawahnya. Sepert pertampuran di Sungai Bogowonto
dimana terjadi kekalahan dari pihak VOC bahkan menyebabkan terbunuhnya
pimpinan pasukan De Clerk. Kekalahan ini juga mebawa pertimbangan bagi pihak
Sunan dan VOC untuk memilih jalan dipolomasi untuk menyudahi peperangan.
Ketiga, merupakan pertampuran gerilya yang membuat peperangan ini begitu
lama, gerilya yang dikamsudkan pada masa ini adalah peretamburan dengan
mobilitas tinggi oleh pasukan-pasukan Pangeran Mangkubumi manpun RM Said.
Meski terdapat pusat kendali selurauh pasukan seperti di Sukawati dan Pleret,
pasukan tetap dibagi dalam bebgai satuan kecil yang melakukan srangan secara
seporadis pada desa-desa manupun pada saat tejadi perjalanan yang dilakukan
oleh pasukan lawan. Bahkan aksi gerilya yang dilakukan oleh pasukan kafeleri
RM Said pernah melakukan serangan singkata ke Ibu Kota Surakarta.

15

Pertampuran yang begitu lama dan terbaginya dau rfaksi pertemuran dari pihak
Pangaran Mangkubumi dan RM Siad perlehan mancaiptakan dua kubu yang
saling berbeda, pihak VOC secar sepihak menjalian hubungan dengan pangran
mangkubumi untuk mengupayakan perdamaian, hal ini manjadi sebab pangran
RM Siad untuk melapaskan diri dari Pangaran Mangkubumi dan meneruskan
perjuangan

sendiri

diwilayah

timur.

Maka

terjadi

dalam

masa-masa

sebeluamberjanjian giyanti terjadi peperangan anta tiga kubu yaitu Surakarta,
Kompenin Pengaran Mangkubumi dan Raden Mas Said.
2. Perjanjian Giyanti
Perjanian Giyanti merupakan ahir dari perlawanan Pangeran Mangkubumi,
dalam karya Ricklefs Mengenai Yogyakarta dimasa Sultan Mangkubumi mesalah
perundingan menjadi hal yang utama bahkan pada ahir kesimpulanya riclef
pengaran mangkubumi merupakan pribadai yang baik dan terbuka dalam proses
perundingan yang ada. Terdapat tiga tokoh pentang dalam prundingan tersebut
yaitu N. Harting dari VOC, Bastani seorang arab yang diperintahkan Sunan untuk
membujuk Pangara Mangkubumi dan Pangaran Mangkubumi seta penesahatnya
yaitu Pengeran Notokusumo dan Tumenggung Ronggo.
Harting sebagai gubernur jawa bagian utara, tercatat 10 September 1754
berangkat dari Semarang untuk menemui Pangran Mangkubumi, dan baru pada
tangga 22 September Ia behasil mengadakan pertemua dengan Pengaran
Mangkubumi. Perundingan awalnya begitu alot maka dilianjutkan pada hari
berikutnya yang bersifar tertutup dan dihadiri oleh Pangaran Mangkubumi
dimpingai Pangaran Notokusumu dan Tumenggung Roggo. Sematara Harting
didanpingai Breton, Kapten Donkel, Sekertaris Fockens serta pendeta bastani
selaku juru bahasa16. Pada perundingan tersebut terbgai dalam beberpa tahapan,
pada awalnya Harting menolak jika Pangeran Mangkubimi hendak menjadi raja
sepertihalnya Sunan. Tetapi Pangaran Mangkubumu bersikeras dengan argumen
hal serupa juga terjadi pada Cirebon dimana terdapat dua raja dalam satu wilayah

16 Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram,(Yogyakarta, Diva Pres:
2010)., Hlm 120

16

kerajaan yang pada dasarnya sama. Hal ini ditanggapi oleh Harting dengan usulan
pemberian wilayah Matram bagian timur pada Pangaran Mangkubumi.
Setalah terjadi banyak perundingan termasuk permasalhan mengenai galar raja
maka ahirnya pada tanggal 23 September 1754 dicapai nota kesepakatan yang
menyatakan Pangaran Mangkubumi mendapatkan setengah dari wilayah mataram
ia juga memperolah setangah dari pusaka-pusaka Mataram. Semetara itu wilayah
pantai utara jawa tatap berada dalam kekuasaan VOC seperti perjanjian
sebelumnya. Dan setengah dari pembayran ganti rugi wilayah tersebut akan
diberikan untuk Pangaran Mangkubumi. Kemudian pada tanggal 4 November
juga ducapai kesepakatan untuk Pakubuwono menyepakati nota kesepakatan
tersebut.
Perjajian terhir yang merupakan final dari perundingan-perundingan
sebelumnya terjadi pada tanggal 13 Februari 1755, perjanjian ini ditandantangani
oleh wakil-walik kedua belah pihak. Dengan demikan secra De Fakto dan De Jure
perjanjian ini menjadi ahir dari kerajaan Mataram islam dalam bentuknya
sebelumnya.
D. Seputar Alutista dan Pasukan
Seputas pasukan dan alusistan serta strategi pertampuran memang merupakn
hal yang tidak dapat dipisahkan dari lebar sejarah militer dalam semua peradaban
dunia. Sejarah militer yang umumnya memrupakan kajian mandalam mengenai
sebuah peristiwa dalam dunia militer dalam analisa mulitidimensional yang
kronologis. Tetapi dalam susut pandang tetentu alusista, pasukan dan strategi
petempuran dapat diligat sebagai sebuah hasil kebudayaan manusia yang
berkembang secara dinamis dan saling mempengarui antara budaya yang ada.
Jawa yang tekah dikenal juga memiliki tradisi militer yang baik dalam
beberap aspeknya juga mengalami pengaruh kebudayaan lain selain itu masalah
politik juga mempengaruhi perkembangan tradisi militer yang ada. Termasuk
dalam abad 16 hingg 17 yang pada masa ini menjadi awal masuknya pengaruh
barat, serangan dari bangsa lain sebagi pihak ke tiga (cina) serta perang suksesi
yang terjadi tiga kali.
1. Alutista

17

Alutsita adalah alat utama sistem pertahanan, namun secara umum kata ini
digunakan dalam istilah militer yang mencakup semua alat kemiliteran.
Antara abad 16 hingg 17 di jawa telah mengembanhak berbagai senjata dan
melakukan upaya pengambangan senjata. Senjata tajam sepertihalnya
tombak, pedang, golok dan keris menjadi senjata yang umum digunakan
bahkan tidak terjadi perubahan bentuk yang signifikan pada senjata-senjata
tersebut. tetapi perkembangan senjata api menjadi hal yang menarik dalam
catatan sejarah.
Senjata Api
Senjata api berat yaitu meriam menjadi senjata api yang pertama dikenal di
nusantara. Asal kedatangan senjata tersebut dalam ditemukan dalam beberpa
analisa. Yaitu kemugkinan senjata api masuk ke nusantara melalui kebudyaan
cina karena secar historis bangsa cina lah yang tercatat dalam sejarah
menemukan kembang api serta bubuk mesiu, selain itu dimungkinkan juga
senjata api ada bersamaan pada masuknya agama islam karena pada abad ke
15 banga arab da turki yang sebenarnya menganalkan eropa dengan senjata
api, dan yang terahir adalha bangsa baratlah yang mengenalkan senjata api ke
nusantara. Hal ini karean pada abad ini banga eropa merupakan yang paling
efektif menggunakan dan mengambangkan senjata api termasuk untuk tujuan
kolonialisme.
Meriam atau kanon (atau "Lela" dalam Bahasa Melayu) adalah sejenis
artileri, yang umumnya berukuran besar dan berbentuk tabung, yang
menggunakan

bubuk

mesiu

atau

bahan

pendorong

lainnya

untuk

menembakkan proyektil. Meriam memiliki bermacam-macam ukuran kaliber,
jangkauan, sudut tembak, dan daya tembak. Lebih dari satu jenis meriam.
Meriam pertama kali digunakan di Tiongkok, sebagai artileri mesiu paling
tua, yang menggantikan persenjataan sepertimesin kepung. Meriam genggam
pertama kali muncul pada pertempuran Ain Jalut, antara Mesir dengan
Mongol di Timur Tengah. Penggunaan pertama meriam di Eropa diperkirakan
terjadi di Iberia, pada saat Reconquista antara Kristen dengan Islam pada
abad ke-13. Di Inggris, meriam pertama kali digunakan dalam Perang Seratus
Tahun, pada pertempuran Crecy tahun 1346. Pada Abad Pertengahan inilah

18

meriam menjadi senjata standar perang, yang efektif terhadap infanteri dan
bangunan. Setelah masa Abad Pertengahan, meriam-meriam berukuran besar
mulai ditinggalkan, digantikan dengan meriam ringan yang lebih banyak dan
mudah digerakkan. Selain itu, teknologi dan taktik-taktik baru juga
dikembangkan, dan membuat benteng-benteng pertahanan menjadi tidak
berguna. Akibatnya, dikembangkan juga teknologi benteng bintang, yang
khusus dibuat untuk menahan serangan dari meriam .
Dalam era Kesultanan Melayu abad ke-17 dan ke-18 di nusantara yang
kerap berdagang dan berperang, digunakan meriam putar berdesain unik yang
disebut "lela" (Bahasa Melayu) dan juga "rentaka", versinya yang lebih kecil
dan lebih mudah dipindahkan. Lela yang digunakan oleh Kesultanankesultanan Melayu dikenal dengan desainnya yang tidak mengikuti desain
meriam Eropa, karena pola-pola ukiran, moncongnya yang mengembang atau
membentuk mulut naga, dan bagian belakangnya yang berekor (disebut "Ekor
lotong")17.
Senapan meski telah dikenal dalam pertempuran-pertempuran di Jawa
bahkan pada masa Sultan Agung senapan menjadi senjata andalan dalam
penyerangan Madura. Tetapi secara keseluruhan senapan bukanlah menjadi
senjata yang popoler di jawa. Bahkan dibandaing sumatra persebaran senapan
sangat rendah di jawa, hal ini mungkin berkaitan dengan akurasi senapan
yang memang redah serta pertempuran langsung dirasa lebih menguntungkan.
Pengecoran meriam juga telah dilakukan oleh Sultan Hemengkubuwono
II pada tahun 1811 sebgai perisiapan untuk menghadapi Inggris. Jensi
meriyan yang diprosuksi termasuk meriam kelas ringan dengan panjang 3 M.
Meryam tersebut hingga kini masih tersisa tiga buah dan dua diantaranya
tersimpan di Museun Sonobudoyo.
2. Pasukan
Pasukan baik profesional maupun tidak merupakan hal utama dalam
sebuah pertempuran. Dalam sejrah militer jawa telah dikanal jenis pasukan
baik yang digologkan dalam fungsi maupun jenisnya. Terdapat pasukan
17 “ Sejarah Meriam”, https://id.m. Wikipedia. Org, Diakses 02 April
2016., Pukul 21.00.

19

utama berupa sekelompok orang yang dilatik dan difasilitasi untuk tujuan
kemiliteran, selain itu juta terdapat pasukan yang direktut secara langung dari
masyrakat umum oleh penguasanya sebagai bentuk kewajibanya sebagai
rakyat biasanya dimobilisasi oleh para bupati untuk seorang raja.
Pada masa Pangeran Mangkubimi kemiliteran mendapat perhatian utama
hal ini merupakan buah pengalaman kemikiterannya yang panjang. Maka saat
beliau menjadi sultan dibentulah angkatan berbejata yang kuat untuk
melindungi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kekuatan angkatan
bersanjta keraton disakasikan kekutanya saat Dendelas melakukan kunjungan
ke Yogyakarta, dalam keteranganya ia menyaksikan Sultan HB II dalam ibu
kotanya terdapat sepuluh ribu pasukan dengan jumlah kavaleri yang cukup
banyak, salah satu pasukan kavelari tersebut dipimpin diponegara.
Terdapat Parajurut Estri (pasukan wanita) yang handal dalam berkuda dan
menembakan muscat hal ini dipertunjukan menjelang dalam sebuah parade
militer Kesultanan kujungan Dendeles ke Yogyakarta, resinden Yogyakarta
pada masa itu mengekaui kekagumanya ada pasukan wanita ini dan mengakui
jika mereka memang benar-benar pasukan yang andal 18. Keterangan
selanjutnya mengenai pasukan wanita juga didapatkan pada saat penyerangan
Inggris ke keraton, selian itu pada masa lenjutnya yaitu masa perang jawa
juga didaptkan kembali keterangan mengenai pasukan wanita. Peran pasukan
wanita di kesultanan secara sumber memang kuang begitu banyak tetapi hal
tersebut tetep tidak mengngesampingkan keberadaannya. Keterangan yang
lengkap dan terperinci mengenai pasukan wanita justru didapatkan di
Kadipaten

Mangkunegara

pasukan

wanita

itu

bernama

Ladrang

Mangungkung yang telah ada sejak masa Raden Mas Said dan terus
dipertahankan hingga masa selanjunya.
Terdapat juga pasuka utama sebgai pasukan yang secra lamgsung dibawah
komando sultan. Pasukan tersebut tinggal pada daerah-dareah tertentu
disekitar Keraton dan secara langsung menjadi abdi dari Sultan. Pasukan
tersebut terbendatuk dalam bebara satuan atau bergodo:
18 Peter Carey, Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro,(Jakarta, Gremadil
2016)., Hlm 81.

20

1. Somoatmojo
Kesatuan Somoatmojo, terdiri atas dua orang perwira perpengkat Panji
(setara dengan Letnan) serta dua orang bintara berpangkat sersan
dengan enam balas parjurit pasukan ini adalah pasukan khusus
pengewal sultan yang bergerak secara langsung atas perintah sultan.
Sentata yang digunakannya bukanlah keris tetepi sebilah pedang
melengkung dengan perisai bulat dengan pakaian bawah ikat pingga
dari kulit dengan hanya berlanjang dada19.
2. Ketanggung/Ketanggungan
Kesatuan Ketanggung terdiriatas seorang perwira perpangkat Panji
delapan bintara dengan enampuluh parajurit serra dua orang pembawa
bendera dengan nama Cokroswndoro. Sentaja dari kesatua ini adalah
bedil dan juga keris dengan seragam berupa jas terbuka dengan baju
dalam putih bertopi hitam dengan sepatu lars panjang20.
3. Patangpuluh
Kastuan Patangpuluh tediri atas empat orang perwiara berpangkat
panji serta seorang bintara perpengkat sesan dengan tujupulah dua
pajurut dengan seorang pembawa bendera barnama Cokronegara.
Senjata pajurut ini adalah bedil dengan seragam jas lurik terbuka
berbaju dalam pitih sera bertopi songkok.
4. Wirabraja
Kesatuan Wirabraja terdiri atas enem prang periwira berpengkat panji,
dengan delapan orang bintara perpengkat serasan dengan dua orang
pembawa bendera degan nama Kiai santri dan Gula Kelapa.
Bersantatakan tombak dan bedil dengan seragam jas buka da celana
berwarna merah berikat pingga kain satin merah dengan ikat kepala
putih dengan topi yangt disebut dengan Kudup Turi.
5. Jogokarya
Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang
bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan
pembawa bendera bernama Papasan. Bersenjatakan bedil dengan
19 B.

Soelarto, Gerebeng Di Keslutanan Yogyakarta,(Yogyakarta,
Kanisius; 1993)., Hlm 90.
20 Ibid.

21

seragam jas buka lurik baju dalam merah serta bersentakan tombak dan
bedil.
6. Nyutro
Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang
bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan
pembawa bendera bernama Padmotriskersna dan Padangisepsari.
Seragam parajurit ini tediri atas dau waran namun dengan bentuk yang
sama. Seragamnay berupa baju lengan pendek celana dodoy dan kapuh
kain bangusn tundak. Mengenakan tutup kepala bernama udang giling
serta mengenakan sendal. Senjat dari prajurt ini adalah tombak
landarang, bedil serta panah.
7. Daheng
Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang
bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan
pembawa bendera bernama Bahmingasari. Garagamnya berupa jas
tutup dan celana bergaris merah berikat pingga kain satin biru serta
topi segi tiga.
8. Jager
Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang
bintara berpangkat sersan dengan dua rajurit tanpa pembawa bendera.
Dilohat dari namanya pasukan ini merupakan pasukan yang bertugas
membantu raja dalam berburu.
9. Prwiratama
Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang
bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan
pembawa bendera bernama Genigara atau Bentengketaon. Seragamnay
adalah jas hitam denganbaju dalam putih berikat pinggang kain satin
putih dengan celana putih bersenjatakan bedil dan tombak.
10. Mantrijero
Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang
bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan
pembawa

bendera

bernama

Purnamasidi.

Komandan

pasukan

mantrijero juga memiliki pangkat bupati21. Seragamnya berupa jas
21 Ibid.,

Hlm 100.

22

buka kali lurik hitam putih dengan baju dalam putih senjata dari pajurit
ini adalah bedil dan tombak.
Keterangan mengenai pasukann Mantijero juda ditemukan dalam
catatan diponegara, diketahui jika sebelum Perang Jawa Diponegara
memiliki kedekatan dengan Marjurit ini kerena Bupati dari parjurit ini
memiliki kedekatan dengan kaum santri dan bayak anggota dari prajurt
ini juga merupakan santri.
11. Langnastro
Kesatuan Langnastra merupakan pajurut tambahan dalam kasatuan
Mantrijero sagam serta sentaja dari parjurt ini juga sama. Tugas dari
prajurit ini adalah mengawal sultan pada upacara gerebeng.
12.
Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang
bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan
pembawa bendera. Seragamnya berupa paju panjang berwarna putih
dengan celana panjang mengenakan kain bermotif gebyar dengan ikat
kepala bernama taleng kawengan.
Mana-nama dari kesemua pasukan tersebut kini dapat ditemuakan sebagai
nama kampung-kampung disekitra Kraton Yogyakarta. Tetapi kemunngkinan
pasuka-pasukan ini baru dibentuk setelah Pangaran Mangkubimi menjadi Sultan,
hal ini dikarenakan pada Babad Mangkubumi jild I nama-nama pasukan tersebut
tidak ditemukan dan hanya ditemukan pangkat yang serupa.
Selian pasukan profesioanl yang sengaja dilatih serta psukan umum yang
dibentuak dalam sebuah mobilisasi umum ditemukan juga pasukan bayaran.
Paukan bayaran adalah tenaga tempur profesional yang melatih dirinya dengan
kemampuan tempur untuk menjadi tenaga mikiter bagi yang mempergunakannya.
Dalam sejarah petampuran jawa peran pasukan bayran dari Bali, Bugis, Madura
dan Ambon. Pada umumnya pasukan tersebut direkrut oleh VOC dan justru
menjadi pasukan garis depan dari VOC22.

22 Kuntjoro Hadi, Ensiklopedi Tentara bayaran,(Yogyakarta, Pustaka
Raja: 2010)., Hlm 15.

23

Ketarangan pasukan secara jelas pada masa peperang giyanti memang kuang
didapatkan karean berbgai informsi berfokus pada kisal jalannya pertempuran.
Tetapi keteranga yang untuk memahami bantuak pasukan Yogyakarta dapat kita
temukan dalam catatan Dipanagara maupun Belanda sewaktuu parade militer
menjalang kedatangan Dendelas yang dilakukan Sulatan. Diketahui jika sultan
talah mengumpulkan pasukan sebayak sepuluh ribu orang dalam waktu tiga hari
yang terisi atas pasukan utama sultan serta pasukan para bupati wilayah Negara.
Meski hal tersebut telah dilakukan pada masasultan HB II, namun kemungkinan
pasukan

yang

dimiliki

oleh

Mangkubumi

pada

masa

menjad

Sultan

Hamengkubuwoni I tiadak memiliki perbedaan dari masa setelahnya.

E. Kesimpulan

F. Daftar Pustaka
Babad dan Arsip
Reden Ngabeiyasadipura I, Babad Giyanti Versi Surakarta Jilid I Alih Bahasa,
Yogyakarta, BPAD DIY; 2010.
Raden Panji Prawira Kusuma,

Babad

Mangkubumi

Jilid

I

Alih

Bahasa,Yogyakarta, BPAD DIY; 2010.
S Margana, Kraton surakarta dan Yogyakarta 1769-1874,Yogyakarta,Pustaka
Pelajar: 2010
Buku

24

A.

Daliam, Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantra,Yogyakarta,

Ombak; 2010.
Antony Reid, Asia Tanggara dalam Kurun Niaga, Yogyakarta, Obor; 2010.
Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram,Yogyakarta, Yogyakara Diva Pres:
2010
B. Soelarto, Gerebeng Kesultanan Yogyakarta,Yogyakarta, Ignatius; 1993
Carey Peter, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegar dan Ahir Tatanan Lama
Jawa,Jakarta, Gramedia; 2012
Carey Peter, Takdir Riwayat Pengeran Diponegara 1785-1855,Jakarta, Gramedia;
2016.
Daradijadi, Geger

Pacinan

Persekutauan

Tionghoa

Jawa

Melawan

VOC,Jakarta,Kompas:2010
Kuntjoro Hadi, Ensiklopedi Tentara bayaran,Yogyakarta, Pustaka Raja: 2010
M.C Ricklefs, Yogyakarta Dibawah Sultan Mangkubimi 1749-1792,Yogyakarta,
Mata Bangsa:2010.
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Dari
Imperium Emporium Sampai Emperium,Yogyakarta,Ombak:2014.
Vlekke H.M, Nusantara Sejarah Indonesia,Yogyakarta,Gramedia:2010

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65