Chapter II Persepsi Penyintas Banjir Terhadap Pergeseran Solidaritas Sosial (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Sekitar Sungai Delielurahan Sukarajaecamatan Medan Maimun).
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1. Pengertian Persepsi
Orang melihat sesuatu itu selalu berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya, bahkan fakta-fakta sekalipun mungkin tampak sangat berbeda bagi orang
yang berlainan. Faktor yang paling penting dalam menentukan pandangan
seseorang terhadap dunia adalah relevansinya dengan kebutuhan hidupnya, hal-hal
yang memuaskan kebutuhan seseorang akan lebih cepat terlihat. Dalam pengertian
sehari-hari, persepsi sering diartikan sebagai suatu pandangan, tanggapan, respon
atau pendapat seseorang terhadap sesuatu hal tertentu. Pada dasarnya, tindakan
seseorang atas sesuatu perbuatan (aktivitas) yang disadari bermula dari timbulnya
apakah baik atau tidak, menarik atau tidak menarik. Selanjutnya, dari hasil
persepsi ini akan diwujudkan dalam suatu bentuk tindakan yang nyata.
Secara etimologis, “persepsi” berasal dari Bahasa Inggris yaitu
“perseption” yang berarti tanggapan, penglihatan, daya memahami, menanggapi
(John M. Echols dan Hasan Shadily 1976: 424). Dari pengertian di atas
menekankan bahwa persepsi ditentukan oleh person yang berpersepsi artniya
persepsi muncul sebagai hasil penglihatan, tanggapan, pemahaman seseorang
terhadap sesuatu hal di luar dirinya, di sisi lain persepsi diartikan sebagai sesuatu
hasil yang pernah dialami. Jalaludin Rahmat (1988) merumuskan pengertian
persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dari
beberapa pengertian di atas, terlihat ada banyak hal yang menentukan munculnya
22
persepsi sesorang terhadap suatu objek, persepsi tidak hanya ditentukan oleh
faktor personal dan faktor situasional akan tetapi persepsi ni sangat ditentukan
oleh faktor perhatian. Bagaimana mungkin seseorang itu memberikan persepsinya
terhadap sesuatu masalah/objek tanpa mempunyai perhatian sama sekali terhadap
masalah atau objek tersebut. (dalam buku Jalaluddin Rakhmat, 2000).
Kretch dan Crutchfield secara bersama-sama merumuskan 4 hal pokok
tentang persepsi yaitu:
a. Persepsi bersifat secara fungsional.
Dalam pengertian dalil ini bahwa objek-objek yang mendapat tekanan
dari individu yang melakukan persepsi, yang dimaksud dalam hal ini yaitu
pengaruh kebutuhan, kesiapan mental/suasana, emosional, dan latar belakang
budaya.
b. Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti.
Dalam
pengertian
ini,
orang
yang
memberikan
persepsi
mengorganisasikan stimuli atau rangsangan dengan melihat konteksnya, orang
yang memberikan persepsi akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten
dengan rangkaian stimuli yang dipersepsi.
c. Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari sub struktur
Hal ini ditentukan pada umumnya oleh sifat struktur secara
keseluruhan. Adapun maksud dari dalil ini adalah jika individu dianggap sebagai
anggota kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dalam
pengertian lain bahwa persepsi sesorang terhadap suatu objek, peristiwa atau
masalah dapat dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan besar yang melingkupi si
individu karena keterikatan baik secara yuridis maupun formal organisasi. Dengan
23
demikian, bahwa persepsi suatu kelompok dapat menonjolkan atau melemahkan
persepsi individu.
Dampak yang timbul dari dasar persepsi yang ketiga ini adalah munculnya
dampak asimilasi dan kontras. Dampak asimilasi disini maksudnya sifat kelompok
dapat mempengaruhi kuat lemahnya sifat individu. Sedangkan dampak yang
kontras maksudnya seseorang akan cenderung memberikan penilaian yang
berlebihan apabila seseorang melihat sifat objek yang bertolak belakang dengan
sifat kelompoknya.
d. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu
menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur
yang sama. Pada prinsipnya, dalil ini hanya betul-betul bersifat struktural dalam
mengelompokkan objek-objek fisik seperti titik, garis, atau balok, jika ditarik ke
arah persepsi sosial pengelompokan ini tidak murni struktural sebab apa yang
dianggap sama atau berdekatan oleh individu lain. Begitu juga dengan
kebudayaan dan status sosial ekonomi juga berperan dalam melihat kesamaan
pada masyarakat yang menitikberatkan pada sisi kekayaan atau material, orang
akan membagi masyarakat atas kelompok orang kaya dan masyarakat bawah
orang miskin yang sebagian tinggal di bantaran sungai demikian juga bila dilihat
dari sisi pendidikan orang akan membagi golongan masyarakat atas kelompok
terdidik dan kelompok tidak terdidik. Kecenderungan dalam mengelompokkan
stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal sifatnya
dalam tatanan masyarakat yang heterogen dan beranekaragam persepsi. (dalam
skripsi Norirapenta, 2009).
24
2.2. Peristiwa Banjir Medan
Banjir ialah keadaan air yang menenggelami atau mengenangi sesuatu
kawasan atau tempat yang luas. Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah
sesuai perubahan curah hujan dan pencairan salju musiman, namun banjir yang
terjadi tidak besar kecuali jika air mencapai daerah yang dimanfaatkan manusia
seperti desa, kota, dan permukiman lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir).
Banjir ada 2 peristiwa: Pertama, peristiwa banjir/genangan yang terjadi pada
daerah yang biasanya tidak terjadi banjir dan kedua peristiwa banjir terjadi karena
limpasan air banjir dari sungai karena debit banjir tidak mampu dialirkan oleh alur
sungai atau debit banjir lebih besar dari kapasitas pengaliran sungai yang ada
(Kodoatie, 2002). Peristiwa banjir sendiri tidak menjadi permasalahan, apabila
tidak mengganggu terhadap aktivitas atau kepentingan manusia dan permasalahan
ini timbul setelah manusia melakukan kegiatan pada daerah dataran banjir. Maka,
perlu adanya pengaturan daerah dataran banjir, untuk mengurangi kerugian akibat
banjir.
Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas
saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan
rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski
kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan
badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari
nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang
lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti
bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir
25
periodik. Banjir berlaku apabila sesuatu kawasan, selalunya kawasan rendah,
ditenggelami dengan air. Banjir yang buruk biasanya akan berlaku apabila air
sungai melimpah tebing sungai berkenaan. Banjir berlaku apabila tanah dan
tumbuh-tumbuhan tidak dapat menyerap ke semua air. Air itu kemudian mengalir
di atas tanah berkenaan. Air ini tidak dapat ditampung oleh aliran sungai atau
kolam semula jadi atau disimpan dalam tempat takungan air buatan manusia.
Akibat hujan deras yang melanda Medan, ribuan rumah yang ada di lima
daerah Kecamatan Kota Medan terendam banjir. Debit air di pemukiman warga,
terutama di bantaran Sungai Deli cenderung naik. Warga dihimbau mengungsi
dan tidak bertahan di rumah mengantisipasi hal yang tidak diinginkan. Imbauan
untuk mengungsi telah disampaikan kepada warga di lokasi banjir di Kecamatan
Medan Polonia sejak Kamis (4/1/2011) siang. Sebagai antisipasi, pihak kecamatan
mendirikan tenda penampungan di sejumlah titik, termasuk di samping kantor
Camat Medan Polonia. Pihak kecamatan juga mendirikan dapur umum karena
peralatan masak warga ikut terendam banjir.
Wilayah Kecamatan Medan Maimun menjadi kawasan terparah akibat
bencana banjir besar yang melanda Kota Medan dan sekitar di Sumatera Utara.
Enam kelurahan di kecamatan ini ikut diterjang luapan air Sungai Deli yang
mengalir di tengah Kota Medan. Enam kelurahan tersebut adalah Kelurahan Aur,
Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Jati, Kelurahan Sukaraja, Kelurahan
Hamdan dan Kelurahan Sei Mati. Totalnya, hampir sekitar 3.000 rumah warga
yang terendam banjir di wilayah ini. Kecamatan ini sebenarnya berada di tengah
kota, namun dalam bencana banjir kali ini, wilayah Kecamatan Medan Maimun
terkena dampak paling buruk. Sebelumnya, di akhir tahun 2010, Kelurahan Aur
26
juga sempat terendam banjir. Saat itu, Sungai Deli yang meluap juga sempat
mencapai ketinggian hingga satu meter dan merendam ratusan rumah di kawasan
itu. Bahkan, Dinas Kesehatan Medan juga sempat menurunkan tim medis untuk
mengantisipasi munculnya berbagai penyakit. Pada saat banjir tahun 2011 lalu
terjadi puluhan posko sudah didirikan di sekitar Kecamatan Medan Maimun
tersebut untuk menampung para korban banjir. Selain itu, sejumlah dapur umum
juga dibuat untuk menyediakan makanan bagi para korban. Dapur umum yang
terdapat di Jalan Brigjen Katamso menjadi yang terbanyak dan di Kantor Lurah
Sukaraja dijadikan dapur untuk memasak mie instan, nasi dan ikan. Kota Medan
dilanda banjir terbesar dalam satu dekade terakhir. Ribuan rumah warga terendam
akibat luapan sungai yang tak mampu menampung debit air dari hulu.
2.3. Solidaritas Sosial
Menurut Jhonson, konsep solidaritas sosial merupakan kepedulian secara
bersama kelompok yang menunjukkan pada suatu hubungan antara individu
dan/atau kelompok yang didasarkan pada persamaan moral, kolektif yang sama,
dan kepercayaan yang dianut serta diperkuat oleh pengalaman emosional (dalam
buku Zulkarnain, 2009). Prinsip solidaritas sosial adalah saling tolong menolong,
bekerja sama, saling membagi hasil panen, menyokong proyek, secara keuangan
dan tenaga kerja dan lainnya. Menurut Redfield (dalam Laiya, 1983:5), solidaritas
sosial adalah kekuatan persatuan internal dari suatu kelompok.
Solidaritas juga dipengaruhi interaksi sosial yang berlangsung karena
ikatan kultural, yang pada dasarnya disebabkan munculnya sentimen komunitas
(community sentiment), unsur-unsurnya menurut Redfield (dalam Laiya, 1983)
meliputi: (1) Seperasaan, yaitu karena seseorang berusaha mengidentifikasi
27
dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut, sehingga ke
semuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai kelompok kami (warga);
Sepenanggungan, yaitu setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok
dan keadaan masyarakat sendiri sangat memungkinkan peranannya dalam
kelompok yang dijalankan; dan saling butuh, yaitu individu yang tergantung
dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada komunitasnya
meliputi fisik maupun psikologinya.
Kelompok sosial sebenarnya merupakan sel-sel suatu masyarakat.
Ketahanan seseorang tergantung pada partisipasinya dalam kehidupan sosial atau
pada penggunaan hasil kehidupan bersama. Suatu kelompok sosial merupakan
suatu masyarakat dalam bentuknya yang paling kecil. Solidaritas sosial
merupakan kohesi yang ada antara anggota suatu asosiasi, kelompok, kelas sosial
atau kasta, dan di antara berbagai pribadi, kelompok, maupun kelas-kelas yang
membentuk masyarakat atau bagian-bagiannya. Kohesi ini berakar pada struktur
dan proses-proses esensial seperti kelompok kekerabatan, bahasa atau agama yang
sama, dan wilayah tempat tinggal. Selain itu, akarnya adalah hubungan antara pria
dan wanita dan saling ketergantungannya, partisipasi dalam suatu organisasi
ekonomi yang rumit, maupun pengalaman hidup yang pahit dan membahagiakan.
Solidaritas sosial ini menghasilkan persamaan, saling ketergantungan, dan
pengalaman yang sama, merupakan unsur pengikat bagi unit-unit kolektif seperti
keluarga, rukun tetangga, komuniti, dan negara. Walaupun tampak samar, gejala
itu juga ada dalam berbagai kelompok lainnya. Potensi variabel ini, tipe dan
kekuatannya, menentukan sampai sejauh mana suatu masyarakat dan bagianbagiannya merupakan kesatuan yang terintegrasi.
28
Pada umumnya, dikenal adanya dua tipe mendasar solidaritas sosial, dalam
bentuk ekstrimnya, sehingga dalam kenyataan ditemukan derajat-derajat tertentu
di antara kedua tipe mendasar itu. Herbert Spencer mengingatkan pada fakta
bahwa unsur-unsur solidaritas sosial berubah apabila kebudayaan berakumulasi
dan peradaban bertambah rumit. Defenisi evolusi sebagai suatu transisi,
menunjukkan hakikat perubahan. Menurut Spencer, evolusi merupakan transisi:
Spenser menganggap perubahan dari suatu persatuan persamaan ke arah taraf
kohesi disebabkan karena pengkhususan, pembagian kerja, dan saling
ketergantungan antara berbagai bagian masyarakat.
Walaupun terdapat perbedaan kecil, menurut Emile Durkheim, terdapat
dua tipe solidaritas sosial mendasar. Yang satu dilandaskan pada persamaan,
sedangkan yang lain didasarkan pada perbedaan sebagai kurang mandirinya
berbagai bagian masyarakat. Kohesi yang timbul karena persamaan ras, kerabat,
bahasa, tempat tinggal, kepercayaan politik, agama, pengalaman, dan ciri-ciri,
timbul secara serta merta. Durkheim menamakannya solidaritas mekanis.
Persamaan mendasar tersebut juga menjadi sumber bagi bentuk kehidupan
bersama yang oleh Tonnies disebut gemeinschaft yang merupakan kreasi
kehendak kelompok yang alamiah. Tipe solidaritas ini penting bagi kelompok
kecil yang terisolasi, homogen dan statis. Tipe solidaritas itu lemah pada
masyarakat yang populasinya besar, heterogen, mobilitas tinggi, dan yang
kompleks, dan mempunyai mobilitas tinggi, maka tipe solidaritas ini akan
berkurang peranannya. Hubungannya dengan kebudayaan lain berlangsung terusmenerus. Apabila masyarakat yang kecil, bersahaja, elementer, dan stabil berubah
menjadi besar, interdependen, solidaritas sosial ini kuat di tempat-tempat yang
29
hampir tak ada pembagian kerja. Misalnya, pada bidang ekonomi, persamaan
mengakibatkan terjadinya persaingan dan pertikaian dan bukan kohesi.
Tipe solidaritas kedua oleh Durkheim dinamakan solidaritas organis.
Solidaritas ini didasarkan pada perbedaan. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa tidak
semua perbedaan sosial mengakibatkan terjadinya kohesi, oleh karena ada unsur
tertentu yang efeknya berbeda. Perbedaan yang berperan terhadap kohesi sosial
adalah yang saling melengkapi/merupakan pasangan. Misalnya, perbedaan antara
wanita dengan pria menyebabkan kedua jenis kelamin itu saling tergantung satu
dengan lainnya.
Kedua tipe solidaritas tersebut dapat ditemukan pada hampir setiap
kehidupan bersama atau kelompok sosial. Akan tetapi, pada kasus tertentu, tipe
pertama lebih relevan, sedangkan pada kasus lain, yang lebih penting adalah tipe
yang kedua. Pada umumnya, pada kelompok kecil yang terisolasi, peranan
solidaritas mekanis sangat besar. Pada titik ekstrim lain, pada urbanisasi hampirhampir tidak ada solidaritas mekanis, dan masyarakat tergantung pada solidaritas
organis. Oleh karena itu, contoh masyarakat yang solidaritas mekanisnya berperan
adalah masyarakat bersahaja yang masih kurang berhubungan dengan dunia luar.
Akan tetapi, pengaruh solidaritas masih ada pada masyarakat pedesaan, yang
warganya masih bertani untuk konsumsi keluarga atau bagi pasaran setempat.
Secara umum, konsepsi Spencer dapat diperbaiki dengan menafsirkan bahwa
kalau terjadi perkembangan sosial evolusioner, maka solidaritas berdasarkan
homogenitas akan pudar. Selanjutnya, akan terjadi pembagian kerja yang akan
mengakibatkan saling ketergantungan.
30
Solidaritas di kota metropolitan cenderung dilandaskan pada hubungan
formal dan kontraktual yang timbul dari pembagian kerja, spesialisasi, dan suatu
taraf interdependensi tertentu antara berbagai unit sosial. Tipe solidaritas tersebut
agak kurang stabil, karena mudah terpengaruh oleh proses-proses dan kekuatan
perubahan sosial. Apabila solidaritas timbul dari persamaan, maka efeknya positif.
Efek negatif terjadi apabila solidaritas itu tidak timbul dari persamaan tetapi dari
perbedaan. Menurut Durkheim, sosiolog Prancis (1858-1917), masyarakat kota
berbeda dengan masyarakat pedesaan pada jenis solidaritasnya. Di pedesaan yang
dominan adalah solidaritas mekanis, sedangkan di perkotaan solidaritas organis.
Solidaritas mekanis adalah suatu solidaritas dari kemiripan (resemblance). Ciriciri utamanya adalah bahwa perbedaan di antara para individunya amat kecil.
Mereka sebagai anggota dari kolektivitas yang sama, memiliki kemiripan karena
merasakan emosi yang sama, mendambakan nilai-nilai yang sama dan
mensucikan perkara-perkara yang sama.
Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda
dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana
mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanis, sedangkan masyarakat
modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organis. Jadi, solidaritas sosial
masyarakat terdiri dari dua bentuk yaitu:
1. Solidaritas sosial mekanis.
Pada saat solidaritas mekanis memainkan peranannya, kepribadian tiap
individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi, melainkan
hanya sekedar makhluk kolektif. Jadi, masing-masing individu diserap dalam
kepribadian kolektif.
31
2. Solidaritas sosial organis
Solidaritas organis berasal dari semakin terdiferensiasi dan kompleksitas
dalam pembagian kerja yang menyertai perkembangan sosial. Durkheim
merumuskan gejala pembagian kerja sebagai manifestasi dan konsekuensi
perubahan dalam nilai-nilai sosial yang bersifat umum.
Pada solidaritas organis terdapat konsensus mufakat serta kesatuan
keterlibatan pada kolektivitas. Ini sebagai ekspresi dari diferensiasi tadi.
Durkheim menyebut solidaritasnya yang dihasilkan oleh diferensiasi itu organis,
karena ia mengasosiasikannya dengan organisme hidup yang bagian-bagiannya
tidak sama (memiliki tugas yang berbeda-beda). Masyarakat dengan solidaritas
organis berlainan sekali dengan masyarakat primitif (sederhana) yang bercirikan
solidaritas mekanis. Masyarakat pedesaan dalam kondisi demikian itu bersifat
segmental, artinya situasinya serba lokal, serba terpencil. Karena komunikasinya
dengan dunia luar juga serba terbatas. Tetapi pembagian kerja menurut Durkheim
adalah diferensiasi mata pencaharian dan pembiakan kegiatan berindustri
merupakan ekspresi saja dari diferensiasi sosial. Adapun ini bersumber pada
solidaritas mekanis dan struktur segmental. Pada masyarakat yang bercirikan
diferensiasi pada individunya, setiap orang memiliki kebebasan untuk percaya,
menginginkan dan berbuat sesuai dengan yang dikehendakinya sendiri dalam
segala situasi. Sebaliknya di dalam masyarakat yang bersolidaritas mekanis,
sebagian besar dari eksistensi diatur oleh berbagai keharusan, perintah dan
larangan/pantangan sosial. Sebutan sosial di sini adalah keharusan dan larangan
tersebut dikenakan atas mayoritas dari kelompok. Adapun individu diharapkan
mengakui aneka keharusan dan larangan tadi sebagai kekuasaan pihak atas.
32
Kekuatan mufakat kolektif itu berimpit dengan luas jangkauannya. Makin
kuat mufakat kolektif, maka hiduplah kemarahan orang terhadap kejahatan, dan
orang loyal terhadap pengetatan larangan sosial. Tiap perbuatan dalam kehidupan
kemasyarakatan, khususnya pada upacara-upacara keagamaan terdapat ketelitian
yang ekstrim, yaitu apa-apa yang harus dilakukan dan dipercaya. Sebaliknya,
menurut Durkheim pada solidaritas organis terjadilah pengurangan suasana yang
dikehendaki oleh mufakat kolektif serta pelembekan terhadap reaksi kolektif
terhadap pengetatan larangan. Di situ, individu memiliki keleluasan untuk
menafsirkan suatu keharusan sosial. Misalnya, jika dalam masyarakat
bersolidaritas mekanis orang menerima saja upah sebagai hasil kerjanya, maka
pada masyarakat bersolidaritas organis orang harus menerima upahnya sesuai
dengan haknya yang pantas. Dengan demikian, Durkheim menyimpulkan bahwa
sebenarnya individu itu tak terjadi karena masyarakat, tetapi masyarakat terjadi
karena
individu
(http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/06/teori-tindakan-dan
teori sistem-talcott.html).
2.3.1. Solidaritas Kelompok Masyarakat
Dalam kehidupan bersama manusia terdapat solidaritas kelompok atau
kesetiakawanan antar individu dalam kelompoknya. Terdapat solidaritas
kelompok yang tinggi, apabila tiap anggota kelompok mengalami bahwa tugas
kewajiban yang diserahi kepada masing-masing, dalam berbagai macam keadaan,
memang dikerjakan baik sesuai yang diharapkan sebelumnya; dengan kata lain
terdapat solidaritas yang tinggi dalam kelompok, tergantung kepercayaan anggotaanggotanya akan kemampuan kawan-kawannya untuk melaksanakan tugas dengan
baik. Juga solidaritas kelompok mempunyai hubungan yang erat dengan sikap-
33
sikap para anggotanya terhadap norma-norma kegiatan kelompok. Dalam hipotesa
sosiologi mengenai kehidupan kelompok dan hubungannya dengan solidaritas
kelompok Sutherland mengemukakan sebuah ilustrasi sbb:
“Dalam kehidupan petani di pedesaan-pedesaan, tiap individu dikelilingi
sanak keluarganya, dan keluarga besar ini menentukan karier serta cita-cita
hidupnya, kepuasan utama yang dirasakan tiap individu adalah kerjasama
dengan kelompoknya, di dalam kelompoknya inilah tiap individu
memperoleh
keamanan/ketenteraman
yang
sempurna,
karena
tiap
kelompok memelihara bila ia sakit atau tertimpa kecelakaan, hari tua atau
keadaan-keadaan darurat lainnya. Amal yang demikian ini dianggap
mereka sebagai hal yang sewajarnya, mereka tidak malu atau merasa
rendah diri pada saat-saat menderita sakit dsb-nya itu. Bahkan kelompok
keluarga besar ini dibantu oleh masyarakat di sekelilingnya yang juga
harmonis dalam tradisi kebudayaannya.”
Dari ilustrasi di atas jelaslah bahwa dalam kelompok yang diferensiasi sosialnya
yang begitu sederhana; suasana hidup bersifat kekeluargaan yang intim. Di
pedesaan Jawa Tengah-Timur terdapat semboyan atau pepatah yang berbunyi:
“ora sanak ora kadang yen mati melu kelangan”. Yang artinya “bukan sanak
saudara, namun bila meninggal ikut kehilangan”; mungkin inilah rasa solidaritas
kelompok yang tinggi yang masih dapat dijumpai di pedesaan. Solidaritas yang
tinggi ini biasanya dicerminkan pula dengan sikap sosial kontrol yang kuat, dalam
melindungi berlakunya norma-norma sosial pada kelompok bersangkutan, yang
karenanya dalam kehidupan kelompok yang demikian jarang terjadi perbuatanperbuatan pelanggaran norma (Roucek dan S. Soekanto, 1987).
34
Begitu juga dengan solidaritas masyarakat di sekitar pemukiman sungai
Deli ini, mereka saling tolong menolong di saat warga yang lain kesusahan.
Mereka rajin mengikuti perkumpulan STM (Serikat Tolong Menolong) Al
Muklish dan anggotanya saling membantu jika ada warga sekitarnya yang
tertimpa kemalangan (meninggal) dan membantu masyarakat yang tergenang
banjir berupa bantuan makanan, bantuan memindahkan baranag-barang ke tempat
yang aman, dan memberikan tumpangan tinggal sementara. Masyarakat atas (etnis
Cina dan pribumi) yang tinggalnya agak jauh dari sungai dan kepala lurah juga
bersedia menolong warga dalam memberikan tumpangan tinggal di rumahnya
yang lebih aman dari banjir. Dan masyarakat atas/yang tinggal agak jauh dari
Sungai seperti etnis Cina juga turut membantu dalam hal memberikan makanan
berupa mie instan, nasi bungkus, dan beras dan gula kepada mereka yang terkena
banjir karena rasa empati dan kepedulian kepada tetangganya.
2.4. Bentuk Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Yang Terkena Banjir.
Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa
masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern.
Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim
dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas
sosialnya. Bentuk solidaritas sosial terbagi 2 yaitu solidaritas sosial mekanik dan
solidaritas sosial organik. Solidaritas masyarakat terjadi pada masyarakat
sederhana dan solidaritas organik terjadi pada masyarakat modern dan cenderung
di kota. Maka, solidaritas yang yang terjadi di Kota Medan khususnya Kelurahan
Sukaraja, solidaritas mekanik sudah sulit terlihat di masyarakat, yang kelihatan di
35
masyarakat adalah solidaritas organik karena ada kontrak kerja/pembagian kerja,
dan keinginan golongan.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem
semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara
individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat pluralis
berarti masyarakat yang memiliki keberagaman budaya dan suku yang menjadi
latar belakangnya. Suatu kawasan yang ditempati oleh masyarakat pluralis berarti
kawasan tersebut terdiri dari penduduk yang berbeda budaya seperti Batak, Jawa,
Karo, India, dan Cina. Ada berbagai faktor penarik masyarakat pluralis yang
menempati suatu kawasan tempat tinggal. Lokasi tempat tinggal yang strategis
dapat menarik perhatian masyarakat termasuk masyarakat pluralis. Setelah
menempati lokasi itu, masyarakat pluralis biasanya berbaur dengan tetangga yang
berada di sebelah dan di dekat rumahnya. Selain itu, asimilasi juga faktor utama
masyarakat pluralis tinggal di kawasan tempat tinggal yang terdiri dari penduduk
yang berasal dari budaya dan suku yang berbeda. Perkawinan campuran yang
dilakukan membuat mereka dapat berbaur dengan mudah di kawasan tempat
tinggal yang juga terdiri dari berbagai masyarakat pluralis. Kesadaran sebagai
makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain membuat
masyarakat pluralis biasanya mau berbaur dengan tetangganya meskipun berbeda
etnis. Berbagai kegiatan yang dilakukan di kawasan tempat tinggal juga membuat
masyarakat pluralis semakin mengenal tetangga yang ada di sekitar rumahnya
seperti kerja bakti. Dan masyarakat pluralis tersebut juga saling tolong menolong
dalam menghadapi kemalangan dan banjir.
36
Etnis Cina menganut Confucianism menjadi maju karena ajarannya yang
tidak menyukai kekerasan. Salah satu hal penting yang diajarkan ialah "Janganlah
berbuat sesuatu yang kau tak inginkan orang berbuat kepadamu". Prinsip lainnya
adalah "Kalau kamu hidup mampu, jangan sampai saudara-saudaramu hidup
berkekurangan". Itulah salah satu prinsip yang menyebabkan keluarga keturunan
Cina selalu memperhatikan saudara-saudara, jadi kalau yang satu kaya akan
membantu yang kekurangan: memberikan pekerjaan, membantu secara moral dan
finansial. Hal-hal yang telah dipaparkan di atas dilakukan masyarakat Cina dalam
menghadapi berbagai bencana alam yang terjadi di sekitar lingkungannya
termasuk dalam menghadapi banjir. Masyarakat Cina biasa tidak panik di dalam
menghadapi bencana alam seperti pula bencana banjir yang terjadi yang sering
terjadi beberapa kurun waktu terakhir. Masyarakat Cina pun cenderung bersikap
ulet di dalam menghadapi bencana banjir. Mereka menghadapi bencana yang
banjir dengan segera bertindak dibanding mengeluh. Seperti pada kejadian banjir
besar yang terjadi pada tahun 2011 lalu (01/04) di Lingkungan VIII, Kelurahan
Sukaraja, Medan Maimun, masyarakat Cina yang mengetahui bahwa air mulai
masuk ke dalam rumah segera mengambil tindakan agar tidak terjebak di dalam
banjir yang bisa dikatakan merupakan banjir yang paling parah dalam beberapa
kurun waktu terakhir dengan ketinggian air 2 m lebih sampai bubungan atap.
Mereka cenderung segera melakukan berbagai tindakan penyelamatan
terhadap anggota keluarga. Mereka langsung mengingatkan dan mempersiapkan
hal-hal lain yang berhubungan dengan dampak yang bisa ditimbulkan dalam
menghadapi bencana banjir. Selain itu, mereka cenderung tidak mengeluh karena
mereka menyadari bahwa mengeluh hanya akan memperlambat proses
37
berjalannya penyelamatan diri dan keluarganya dalam menghadapi banjir.
Masyarakat Cina juga tidak segan membantu orang lain di luar dari lingkungan
keluarga mereka. Alasannya adalah masyarakat Cina percaya bahwa apa yang
mereka lakukan terhadap orang lain juga akan mereka terima di dalam perlakuan
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Sikap yang mau menolong tidak hanya
pada keluarga sendiri yang membuat masyarakat ini juga akan mendapat bantuan
apabila ada bencana yang datang secara tidak terduga. Jadi, masyarakat Cina yang
terkenal ahli di dalam perdagangan pun memiliki keahlian tertentu di dalam
kehidupan sehari-hari.
Setiap manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang
lain di dalam kehidupannya, karena masyarakat ini juga menerapkan prinsip
tersebut di dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di dalam menghadapi berbagai
bencana alam yang bisa datang sewaktu-waktu tanpa bisa diperkirakan.
Masyarakat Cina segera memberikan bantuan berupa beberapa kilo beras, telur
dan nasi bungkus kepada masyarakat yang terkena banjir di sana yang berbeda
etnis dengan mereka seperti masyarakat Jawa, Batak, Mandailing, dan India
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35325/5/Chapter%20I.pdf).
Selain masyarakat Cina, lurah juga memberikan bantuan makanan kepada
masyarakat yang terkena banjir yaitu berupa nasi bungkus, mie instan, tumpangan
tempat tinggal, dapur umum di Kantor lurah. Mereka saling memberikan
bantuannya tanpa memandang perbedaan etnis dan agama mereka.
2.4.1. Pergeseran Solidaritas Sosial Sekitar Sungai pada Masyarakat Banjir.
Solidaritas sosial adalah perasaan yang secara kelompok memiliki nilainilai yang sama atau kewajiban moral untuk memenuhi harapan-harapan peran
38
(role expectation). Sebab itu, prinsip solidaritas sosial masyarakat meliputi: saling
membantu, saling peduli, bisa bekerja sama, saling membagi hasil panen, dan
bekerja sama dalam mendukung pembangunan di desa baik secara keuangan
maupun tenaga dan sebagainya. Tradisi solidaritas sosial yang telah ada pada
masyarakat kita secara terus menerus harus tetap dilestarikan dari generasi ke
generasi berikutnya akan tetapi karena dinamika budaya tidak ada yang statis,
terjadilah beberapa perubahan secara eksternal dan internal. Unsur kekuatan yang
merubah adalah modernisasi yang telah mempengaruhi tradisi solidaritas sosial.
Selain itu, perubahan solidaritas sosial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain: (a) meningkatnya tingkat pendidikan anggota keluarga sehingga dapat
berpikir lebih luas dan lebih memahami arti dan kewajiban mereka sebagai
manusia yaitu memenuhi kebutuhan hidup, (b) perubahan tingkat sosial dan corak
gaya hidup kadang-kadang menciptakan kerenggangan di antara sesama anggota
keluarga, (c) Sikap egoistik, bila seseorang individu terlalu mementingkan diri
sendiri dan keluarganya, lalu mengorbankan kepentingan masyarakat (Zulkarnain
Nst, 2009:3).
Bentuk perubahan solidaritas sosial yang telah terjadi dalam masyarakat
desa dan kota antara lain: (a) Adanya kecenderungan pada masyarakat kita,
khususnya masyarakat desa transisi pada warga asli dan warga pendatang berupa
kecurigaan terhadap orang lain yang dianggap sebagai lawan yang berbahaya, ini
bisa mengakibatkan terjadinya konflik antar kedua masyarakat tersebut. (b)
Semakin menipisnya tingkat saling percaya dan tolong menolong dalam
kehidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan menurunnya rasa solidaritas
sosial dalam proses kehidupan. Upaya memelihara solidaritas sosial dan
39
partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidaklah semudah yang dibayangkan,
karena solidaritas sosial akan terus berkembang menuju kehidupan sosial yang
modern.
Nilai-nilai solidaritas sosial pada masyarakat desa transisi: (1) tumbuh
dari pertautan (integrasi) antara nilai tradisi lokal dengan nilai modern, akibat
terjadinya interaksi antar kedua warga tersebut, (2) Nilai-nilai solidaritas yang
memiliki kearifan lokal pada masyarakat desa dan masyarakat kota yang positif
harus dipelihara seiring dengan banyaknya pembangunan perumahan baru
di
wilayah
pedesaan, karena nilai-nilai tersebut cenderung
meningkatkan
partisipasi dalam pembangunan. Pihak pengembang perumahan berkewajiban
mengontrol dan melakukan kerjasama dengan aparat desa dan tokoh masyarakat
di lingkungan masing-masing terhadap proses sosial yang berkembang di
pemukiman baru,
agar segala gejala negatif yang muncul dapat segera
diantisipasi, misalnya gejala segregasi sosial (mengabaikan kelangsungan sosial
dan budaya karena menurut perhitungan ekonomi dianggap tidak menguntungkan
developer), konflik sosial dan dislokasi sosial (perubahan pemukiman penduduk
dalam jumlah besar dan waktu relatif cepat) sehingga menimbulkan masalah
sosial.
Pergeseran solidaritas sosial masyarakat Kelurahan Sukaraja pada
penyintas banjir juga jelas terjadi. Pergeserannya adalah dulunya saat banjir besar
terjadi, masyarakat atas, lurah, dan perusahaan Lion, partai politik seperti PKS,
Golkar banyak memberikan bantuan kepada mereka yang terkena banjir berupa
beras, nasi bungkus, mie instan sebanyak jumlah anggota keluarga per Kepala
40
Keluarga tetapi setahun belakangan ini pada saat banjir terjadi, masyarakat atas
(etnis Cina), lurah, pengusaha Lion, dan pengurus partai politik sedikit yang
memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena banjir terkadang ada warga
yang tidak mendapat bantuan. Warga mengakui, hanya pada saat banjir besar
(dengan ketinggian air di atas 1,2 m- 2 m lebih memasuki rumah) saja masyarakat
atas (etnis Cina), pengusaha dan pengurus partai politik banyak memberikan
bantuan makanan kepada mereka yang terkena banjir sedangkan pada saat banjir
kecil (dengan ketinggian air 0,5-1,2 m memasuki rumah) atau kategori sedang,
sedikit bantuan makanan yang diberikan masyarakat dalam membantu mereka
yang terkena genangan banjir bahkan hanya kepala lingkungannya saja yang
memberikan nasi bungkus, mie instan, telur, dan beras. Pergeseran yang terjadi
dengan berkurangnya solidaritas masyarakat atau bantuan tersebut cenderung
disebabkan oleh perubahan tingkat sosial dan corak gaya hidup masyarakatnya
yang menciptakan kerengganan antar masyarakatnya, dan faktor perekonomian
yang menurun karena biasanya banjir terjadi pada awal dan akhir tahun (OktoberFebruari) saat menurunnya perekonomian masyarakat saat itu sehingga pengusaha
sekitarnya dan lurah semakin sedikit memberikan bantuan.
2.5. Teori Aksi (Action Theory)
Teori ini sepenuhnya mengikuti karya Weber. Dalam hal ini, ada beberapa
asumsi fundamental teori aksi yang dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk
pada karya Mac Iver, Znaicki dan Parsons sebagai berikut:
a. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek
dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.
41
b. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu, tindakan manusia bukan tanpa tujuan.
c. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode
serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan
tersebut.
d. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak
dapat diubah dengan sendirinya.
e. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang
akan sedang, dan yang telah dilakukannya (Ritzer, 2002:46).
Teori Max Weber ini dikembangkan oleh Talcott Parsons yang
menyatakan bahwa aksi/action itu bukan perilaku/behaviour. Aksi merupakan
tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses
mental yang aktif dan kreatif. Talcott Parsons beranggapan bahwa yang utama
bukanlah tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang
menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen
kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial
tertentu.(http://ekowahyono.blog.fisip.uns.ac.id/2012/09/12/teori-aksi-olehparson-dan-teori-tindakan-oleh-max-weber/).
Talcott Parsons menjelaskan bahwa walaupun teori aksi berurusan dengan
urusan-urusan yang paling mendasar dari kehidupan sosial, namun ia mengakui
bahwa unsur-unsur yang mendasar itu tidak berurusan dengan keseluruhan
struktur sosial. Parsons dalam hal ini menyusun skema unit-unit dasar tindakan
sosial dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Adanya individu selaku aktor.
42
b. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai
tujuannya.
c. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang membatasi
tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut berupa situasi dan
kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan oleh individu.
d. Aktor berada di bawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan berbagai
ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan
tujuan
serta
tindakan
alternatif
untuk
mencapai
tujuan.
(http://ekowahyono.blog.fisip.uns.ac.id/2012/09/12/teori-aksi-oleh-parsondan-teori-tindakan-oleh-max-weber/).
Aktor
mengejar
tujuan
dalam
situasi
dimana
norma-norma
mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan.
Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat. Tetapi
ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan inilah yang
disebut Parsons sebagai voluntarism yakni kemampuan individu melakukan
tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alernatif yang
tersedia dalam rangka mencapai tujuannya. Aktor menurut konsep voluntarisme
ini adalah pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan
memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai kebebasan
total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih berbagai alternatif
tindakan. Aktor adalah manusia yang aktif, kreatif dan evaluatif (Ritzer, 2002).
Dalam hal ini, jika dikaitkan dengan lingkungan sekarang ini menurut
Talcoot Parsons dengan mengacu pada teori aksi dalam upaya mengatasi
permasalahan lingkungan seperti banjir yakni dapat dilakukan dan dilihat
43
mengacu pada pendekatan individu, dinyatakan bahwa baik buruk lingkungan
tergantung pada perilaku individu. Mengadaptasi dari Parsons, dapat dinyatakan
bahwa individu bisa melakukan peran penting baik itu merusak maupun
memelihara lingkungan sebab individu memiliki peran voluntaristik. Talcott
Parsons juga beranggapan bahwa tindakan individu dan kelompok itu dipengaruhi
oleh sistem sosial, sistem budaya dan sistem kepribadian dari masing-masing
individu tersebut. Talcott Parsons juga melakukan klasifikasi tentang tipe peranan
dalam suatu sistem sosial yang disebutnya Pattern Variables, yang di dalamnya
berisi tentang interaksi yang afektif, berorientasi pada diri sendiri dan orientasi
kelompok (http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/06/teori-tindakan dan teori
sistem talcott.html).
Maka, dapat dijelaskan bahwa dalam mengendalikan banjir memerlukan
aksi atau tindakan sosial dari tiap individu di dalam masyarakat di Sekitar Sungai
Deli untuk menjaga kebersihan sungai dengan tidak membuang sampah ke sungai
agar banjir dapat dikendalikan dan adanya aksi/tindakan dalam memberikan
bantuan sebagai solidaritas masyarakat pada masyarakat yang terkena banjir.
2.6. Teori Perubahan Sosial
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat bisa merupakan
kemajuan atau mungkin justru suatu kemunduran. Unsur-unsur kemasyarakatan
yang mengalami perubahan biasanya adalah mengenai nilai-nilai sosial, normanorma sosial, pola-pola peri kelakuan, organisasi sosial, lembaga-lembaga
kemasyarakatan, stratifikasi sosial, kekuasaan, tanggung jawab, kepemimpinan
dan sebagainya. Dalam masyarakat maju atau pada masyarakat berkembang,
44
perubahan sosial dan kebudayaan selalu berkaitan erat dengan pertumbuhan
ekonomi. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, bahwa perubahanperubahan di luar bidang ekonomi tidak dapat dihindarkan oleh karena setiap
perubahan dalam suatu lembaga kemasyarakatan akan mengakibatkan pula
perubahan-perubahan di dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya, oleh
karena antara lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut selalu ada proses saling
mempengaruhi secara timbal balik. Perubahan-perubahan pada dewasa ini nampak
sangat cepat, sehingga semakin sulit untuk mengetahui bidang-bidang manakah
yang akan berubah terlebih dahulu dalam kehidupan masyarakat. Namun
demikian secara umum, perubahan-perubahan itu biasanya bersifat berantai dan
saling berhubungan antara satu unsur dengan unsur kemasyarakatan yang lainnya.
Yang dimaksud dengan perubahan sosial itu adalah perubahan fungsi
kebudayaan dan perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke
keadaan yang lain. Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan-perubahan
sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang
disebabkan baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan
material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun
penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut. Pada dasarnya perubahanperubahan sosial terjadi, oleh karena anggota masyarakat pada waktu tertentu
merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupannya yang lama, norma-norma
dan lembaga-lembaga sosial, atau sarana penghidupan yang lama dianggap tidak
memadai lagi untuk memenuhi kehidupan yang baru.
Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala
yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat.
45
Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi
interaksi antar manusia dan antar masyarakat. Perubahan sosial terjadi karena
adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan
masyarakat, seperti perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis,
dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan
dengan perkembangan zaman yang dinamis. Teori-teori yang menjelaskan
mengenai perubahan sosial yang berkaitan dengan pergeseran solidaritas
massyarakat adalah: Teori Fungsionalis (Functionalist Theory). Konsep yang
berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya). Konsep ini
mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak
lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut
teori ini, beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat
sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur
tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara
perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial (cultural
lag). Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai
sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap
sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses
pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam
kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu
bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti
disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini
adalah William Ogburn. Pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.
a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil dan terintegrasi.
46
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c. Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di
kalangan anggota kelompok masyarakat.
Ada dua faktor penyebab utama dalam perubahan sosial, yaitu
penimbunan (akumulasi) kebudayaan dan penemuan baru, pertambahan
penduduk.
1. Timbunan kebudayaan dan penemuan baru.
Timbunan kebudayaan merupakan faktor penyebab perubahan sosial yang
penting. Kebudayaan dalam kehidupan masyarakat senantiasa terjadi penimbunan,
yaitu suatu kebudayaan semakin beragam dan bertambah secara akumulatif.
Bertimbunnya kebudayaan ini oleh karena adanya penemuan baru dari anggota
masyarakat pada umumnya. Terjadi juga pada situasi masyarakat yang tergolong
fanatik
terhadap
kebudayaan-kebudayaan;
tidak
mudah
dihilangkan.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya
penemuan baru (inovasi). Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya
unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian dari masyarakat dan
cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai
dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan baru dapat berupa benda-benda
tertentu yang bersifat fisik, dapat pula bersifat non fisik seperti ide-ide baru,
sistem hukum, atau aliran-aliran kepercayaan yang baru. Ogburn dan Nimkoff
menyebut penemuan baru (social invention); yaitu penciptaan pengelompokan
dari individu-individu yang baru, atau penciptaan adat-istiadat yang baru, peri
kelakuan sosial yang baru.
47
2. Perubahan jumlah penduduk.
Perubahan jumlah penduduk juga merupakan penyebab terjadinya
perubahan sosial, seperti pertambahan atau berkurangnya penduduk pada suatu
daerah tertentu. Bertambahnya penduduk pada suatu daerah mengakibatkan
perubahan pada struktur masyarakat terutama mengenai lembaga-lembaga
kemasyarakatannya. Sementara pada daerah yang lain terjadi kekosongan sebagai
akibat perpindahan penduduk tadi. Ditinjau dari pertambahan penduduk misalnya
transmigrasi, jika berjalan secara ideal dengan memperhatikan aspek-aspek sosial,
ekonomi, politik, budaya dan keamanan, mungkin akan terjadi perubahan yang
positif. Artinya dengan adanya pendatang baru yang terampil dan siap bekerja di
tempat yang baru maka besar kemungkinan justru tidak hanya sekedar
menguntungkan bagi pihak transmigran belaka, melainkan juga dapat berpengaruh
terhadap penduduk asli untuk ikut serta pula bekerja dengan pola yang
menguntungkan sama dengan penduduk pendatang. Kehidupan masyarakat pun
berubah karena pencampuran antara berbagai macam pola perilaku sosial dan
kebudayaan; begitu juga ekonomi, politik, dan keamanan. Sementara, perubahan
sosial yang disebabkan oleh berkurangnya penduduk mengakibatkan kekosongan
pada daerah pemukiman yang lama. Roucek dan Waren menggambarkan
perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya penduduk yang heterogen.
Masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang etnik yang berbeda yang
bercampur gaul dengan bebas dan mendifusikan adat, pengetahuan teknologi dan
ideologi, biasanya mengalami kadar perubahan yang pesat. Konflik budaya, mores
selalu menghasilkan ketidaksesuaian dan keresahan sosial, dan memudahkan
terjadinya perubahan sosial.
48
Jadi, jika dilihat dari pergeseran (perubahan) solidaritas masyarakat ini
maka pergeseran solidaritas masyarakat yang terjadi semakin berkurang
disebabkan karena berkurangnya penduduk yang tinggal di sekitar sungai dan
karena menurunnya ekonomi keluarga pemberi bantuan kepada mereka yang
terkena banjir dalam jumlah yang banyak dan timbunan kebudayaan yang baru
menuntut kemandirian hidup masyarakat. Karena menurut warga yang terkena
banjir, banjir sering terjadi pada awal dan akhir tahun di saat banyak pengeluaran
keluarga dan pengusaha yang membantu makanan lagi sedikit pelanggan.
2.7. Ketidakmampuan Membeli Rumah Bagus Sebagai Alasan Masyarakat
Tetap Bertahan Tinggal Menghadapi Resiko Banjir di Sekitar DAS Deli.
Faktor yang paling menonjol dalam kehidupan yang keras di perkotaan
menghinggapi penduduk kota adalah masalah ekonomi. Akhirnya permasalahan
pun muncul berangkat dari kehidupan masyarakat kota yang mengutamakan
kebutuhan akan materi dan terjadilah persoalan yang semuanya berpangkal pada
faktor ekonomi. Terjadilah kemerosotan sosial dan budaya dalam hal kemiskinan,
kriminalitas serta budaya materialis yang mengagungkan harta benda sebagai hal
yang paling utama dalam kehidupan, akibatnya masyarakat kota banyak yang
hidup dalam tingkat persaingan tinggi seperti dalam hal mencari pekerjaan, serta
mengutamakan diri sendiri ataupun kepentingan kelompok. Keberadaan
masyarakat yang begitu banyak di kota mengakibatkan sebagian masyarakat harus
terpaksa ada yang bermukim di tempat kumuh, tidak terlepas dari adanya
urbanisasi. Adanya ciri khas kota yang menunjukkan banyaknya penduduk dari
beranekaragam suku bangsa, agama, ras, adat-istiadat serta kelas sosial yakni dari
49
yang kaya sampai miskin, membuat kehidupan kota begitu kontras dengan
perbedaan
dan
mencoloknya
kesenjangan
para
masyarakat,
khususnya
menyangkut aspek ekonomi atau kemiskinan. Faktor ekonomi membawa dampak
yang besar bagi terciptanya strata sosial ekonomi sehingga membuat kesenjangan
masyarakat nampak nyata hadir dalam kehidupan kota.
Masyarakat kaya otomatis memiliki harta benda, sedangkan masyarakat
miskin dikenali sebagai masyarakat yang tidak memiliki apa-apa. Pada
kenyataannya, tidak sedemikian adanya jika diperhatikan, berhubung dengan
keadaan kota yang begitu padat, jumlah penduduk yang banyak, terjadinya
keterbatasan lahan, ujungnya masalah tata ruang menimbulkan masalah
pemukiman. Pemukiman sebagai tempat hunian serta berkumpulnya rumah-rumah
suatu masyarakat, tampak dari bentuk hunian serta lokasi pemukiman yang dapat
dengan mudah terlihat di berbagai jalan-jalan dan sudut-sudut kota. Orang yang
berada dan tinggal di kawasan elit seperti Perumnas dan Perumahan menandakan
dirinya mampu dalam segi ekonomi dan jelas sekali rumah yang dia tempati dapat
dikatakan sebagai bagian harta benda yang dimiliki. Lalu masyarakat yang kurang
beruntung secara ekonomi dan kurang beruntung dalam menempati pemukiman
yang layak sangat sulit untuk dikatakan tidak memiliki harta benda, karena tidak
semua masyarakat yang susah secara ekonomi tidak memiliki harta. Meskipun
terdapat penduduk di kota yang bermukim di lingkungan kumuh namun
pengetahuan serta pandangan mereka akan harta benda justru ada dan melekat
dalam kehidupan mereka, bahkan menjadi sebuah nilai budaya. Nilai budaya yang
terbentuk yang didasari oleh pengetahuan akan harta benda sesuai pandangan
masing-masing penduduk yang bermukim pada pinggiran Sungai Babura Medan,
50
Kelurahan Petisah Tengah dan Sungai Deli, Kelurahan Sukaraja Medan juga
terbentuk dibarengi dengan keadaan dan kondisi lingkungannya baik struktur
masyarakat, historis/sejarah, kenyamanan, serta kebersamaan masyarakat yang
terikat dalam sifat Gemeinschaft/paguyuban.
Tetapi, pemukiman di pinggiran sungai yang tadinya banyak dihuni oleh
masyarakat yang kurang sanggup untuk tinggal di tempat yang lebih baik dan
membeli lahan yang berizin, lambat laun justru diisi oleh masyarakat yang bahkan
mampu mendirikan rumah yang cukup bagus, seperti bangunannya yang
permanen seakan-akan kontras dengan lingkungan dan keadaan sekitarnya yang
masih bertetangga dengan rumah-rumah yang sangat sederhana, masih ada yang
semi permanen dan non permanen, misalnya rumah-rumah seperti pada umumnya
namun disalahgunakan. Di pemukiman kumuh (Slum area) adalah rumahnya
kecil, terbuat dari papan, tepas-tepas, untuk di pinggiran sungai rumah sengaja
ditinggikan dengan menggunakan tiang-tiang penyangga seperti kayu karena
pinggiran sungai memang rendah dan sekaligus tiang penyangga dibuat untuk
mensiasati rumah dari banj
KERANGKA TEORI
2.1. Pengertian Persepsi
Orang melihat sesuatu itu selalu berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya, bahkan fakta-fakta sekalipun mungkin tampak sangat berbeda bagi orang
yang berlainan. Faktor yang paling penting dalam menentukan pandangan
seseorang terhadap dunia adalah relevansinya dengan kebutuhan hidupnya, hal-hal
yang memuaskan kebutuhan seseorang akan lebih cepat terlihat. Dalam pengertian
sehari-hari, persepsi sering diartikan sebagai suatu pandangan, tanggapan, respon
atau pendapat seseorang terhadap sesuatu hal tertentu. Pada dasarnya, tindakan
seseorang atas sesuatu perbuatan (aktivitas) yang disadari bermula dari timbulnya
apakah baik atau tidak, menarik atau tidak menarik. Selanjutnya, dari hasil
persepsi ini akan diwujudkan dalam suatu bentuk tindakan yang nyata.
Secara etimologis, “persepsi” berasal dari Bahasa Inggris yaitu
“perseption” yang berarti tanggapan, penglihatan, daya memahami, menanggapi
(John M. Echols dan Hasan Shadily 1976: 424). Dari pengertian di atas
menekankan bahwa persepsi ditentukan oleh person yang berpersepsi artniya
persepsi muncul sebagai hasil penglihatan, tanggapan, pemahaman seseorang
terhadap sesuatu hal di luar dirinya, di sisi lain persepsi diartikan sebagai sesuatu
hasil yang pernah dialami. Jalaludin Rahmat (1988) merumuskan pengertian
persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dari
beberapa pengertian di atas, terlihat ada banyak hal yang menentukan munculnya
22
persepsi sesorang terhadap suatu objek, persepsi tidak hanya ditentukan oleh
faktor personal dan faktor situasional akan tetapi persepsi ni sangat ditentukan
oleh faktor perhatian. Bagaimana mungkin seseorang itu memberikan persepsinya
terhadap sesuatu masalah/objek tanpa mempunyai perhatian sama sekali terhadap
masalah atau objek tersebut. (dalam buku Jalaluddin Rakhmat, 2000).
Kretch dan Crutchfield secara bersama-sama merumuskan 4 hal pokok
tentang persepsi yaitu:
a. Persepsi bersifat secara fungsional.
Dalam pengertian dalil ini bahwa objek-objek yang mendapat tekanan
dari individu yang melakukan persepsi, yang dimaksud dalam hal ini yaitu
pengaruh kebutuhan, kesiapan mental/suasana, emosional, dan latar belakang
budaya.
b. Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti.
Dalam
pengertian
ini,
orang
yang
memberikan
persepsi
mengorganisasikan stimuli atau rangsangan dengan melihat konteksnya, orang
yang memberikan persepsi akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten
dengan rangkaian stimuli yang dipersepsi.
c. Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari sub struktur
Hal ini ditentukan pada umumnya oleh sifat struktur secara
keseluruhan. Adapun maksud dari dalil ini adalah jika individu dianggap sebagai
anggota kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dalam
pengertian lain bahwa persepsi sesorang terhadap suatu objek, peristiwa atau
masalah dapat dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan besar yang melingkupi si
individu karena keterikatan baik secara yuridis maupun formal organisasi. Dengan
23
demikian, bahwa persepsi suatu kelompok dapat menonjolkan atau melemahkan
persepsi individu.
Dampak yang timbul dari dasar persepsi yang ketiga ini adalah munculnya
dampak asimilasi dan kontras. Dampak asimilasi disini maksudnya sifat kelompok
dapat mempengaruhi kuat lemahnya sifat individu. Sedangkan dampak yang
kontras maksudnya seseorang akan cenderung memberikan penilaian yang
berlebihan apabila seseorang melihat sifat objek yang bertolak belakang dengan
sifat kelompoknya.
d. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu
menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur
yang sama. Pada prinsipnya, dalil ini hanya betul-betul bersifat struktural dalam
mengelompokkan objek-objek fisik seperti titik, garis, atau balok, jika ditarik ke
arah persepsi sosial pengelompokan ini tidak murni struktural sebab apa yang
dianggap sama atau berdekatan oleh individu lain. Begitu juga dengan
kebudayaan dan status sosial ekonomi juga berperan dalam melihat kesamaan
pada masyarakat yang menitikberatkan pada sisi kekayaan atau material, orang
akan membagi masyarakat atas kelompok orang kaya dan masyarakat bawah
orang miskin yang sebagian tinggal di bantaran sungai demikian juga bila dilihat
dari sisi pendidikan orang akan membagi golongan masyarakat atas kelompok
terdidik dan kelompok tidak terdidik. Kecenderungan dalam mengelompokkan
stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal sifatnya
dalam tatanan masyarakat yang heterogen dan beranekaragam persepsi. (dalam
skripsi Norirapenta, 2009).
24
2.2. Peristiwa Banjir Medan
Banjir ialah keadaan air yang menenggelami atau mengenangi sesuatu
kawasan atau tempat yang luas. Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah
sesuai perubahan curah hujan dan pencairan salju musiman, namun banjir yang
terjadi tidak besar kecuali jika air mencapai daerah yang dimanfaatkan manusia
seperti desa, kota, dan permukiman lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir).
Banjir ada 2 peristiwa: Pertama, peristiwa banjir/genangan yang terjadi pada
daerah yang biasanya tidak terjadi banjir dan kedua peristiwa banjir terjadi karena
limpasan air banjir dari sungai karena debit banjir tidak mampu dialirkan oleh alur
sungai atau debit banjir lebih besar dari kapasitas pengaliran sungai yang ada
(Kodoatie, 2002). Peristiwa banjir sendiri tidak menjadi permasalahan, apabila
tidak mengganggu terhadap aktivitas atau kepentingan manusia dan permasalahan
ini timbul setelah manusia melakukan kegiatan pada daerah dataran banjir. Maka,
perlu adanya pengaturan daerah dataran banjir, untuk mengurangi kerugian akibat
banjir.
Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas
saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan
rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski
kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan
badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari
nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang
lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti
bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir
25
periodik. Banjir berlaku apabila sesuatu kawasan, selalunya kawasan rendah,
ditenggelami dengan air. Banjir yang buruk biasanya akan berlaku apabila air
sungai melimpah tebing sungai berkenaan. Banjir berlaku apabila tanah dan
tumbuh-tumbuhan tidak dapat menyerap ke semua air. Air itu kemudian mengalir
di atas tanah berkenaan. Air ini tidak dapat ditampung oleh aliran sungai atau
kolam semula jadi atau disimpan dalam tempat takungan air buatan manusia.
Akibat hujan deras yang melanda Medan, ribuan rumah yang ada di lima
daerah Kecamatan Kota Medan terendam banjir. Debit air di pemukiman warga,
terutama di bantaran Sungai Deli cenderung naik. Warga dihimbau mengungsi
dan tidak bertahan di rumah mengantisipasi hal yang tidak diinginkan. Imbauan
untuk mengungsi telah disampaikan kepada warga di lokasi banjir di Kecamatan
Medan Polonia sejak Kamis (4/1/2011) siang. Sebagai antisipasi, pihak kecamatan
mendirikan tenda penampungan di sejumlah titik, termasuk di samping kantor
Camat Medan Polonia. Pihak kecamatan juga mendirikan dapur umum karena
peralatan masak warga ikut terendam banjir.
Wilayah Kecamatan Medan Maimun menjadi kawasan terparah akibat
bencana banjir besar yang melanda Kota Medan dan sekitar di Sumatera Utara.
Enam kelurahan di kecamatan ini ikut diterjang luapan air Sungai Deli yang
mengalir di tengah Kota Medan. Enam kelurahan tersebut adalah Kelurahan Aur,
Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Jati, Kelurahan Sukaraja, Kelurahan
Hamdan dan Kelurahan Sei Mati. Totalnya, hampir sekitar 3.000 rumah warga
yang terendam banjir di wilayah ini. Kecamatan ini sebenarnya berada di tengah
kota, namun dalam bencana banjir kali ini, wilayah Kecamatan Medan Maimun
terkena dampak paling buruk. Sebelumnya, di akhir tahun 2010, Kelurahan Aur
26
juga sempat terendam banjir. Saat itu, Sungai Deli yang meluap juga sempat
mencapai ketinggian hingga satu meter dan merendam ratusan rumah di kawasan
itu. Bahkan, Dinas Kesehatan Medan juga sempat menurunkan tim medis untuk
mengantisipasi munculnya berbagai penyakit. Pada saat banjir tahun 2011 lalu
terjadi puluhan posko sudah didirikan di sekitar Kecamatan Medan Maimun
tersebut untuk menampung para korban banjir. Selain itu, sejumlah dapur umum
juga dibuat untuk menyediakan makanan bagi para korban. Dapur umum yang
terdapat di Jalan Brigjen Katamso menjadi yang terbanyak dan di Kantor Lurah
Sukaraja dijadikan dapur untuk memasak mie instan, nasi dan ikan. Kota Medan
dilanda banjir terbesar dalam satu dekade terakhir. Ribuan rumah warga terendam
akibat luapan sungai yang tak mampu menampung debit air dari hulu.
2.3. Solidaritas Sosial
Menurut Jhonson, konsep solidaritas sosial merupakan kepedulian secara
bersama kelompok yang menunjukkan pada suatu hubungan antara individu
dan/atau kelompok yang didasarkan pada persamaan moral, kolektif yang sama,
dan kepercayaan yang dianut serta diperkuat oleh pengalaman emosional (dalam
buku Zulkarnain, 2009). Prinsip solidaritas sosial adalah saling tolong menolong,
bekerja sama, saling membagi hasil panen, menyokong proyek, secara keuangan
dan tenaga kerja dan lainnya. Menurut Redfield (dalam Laiya, 1983:5), solidaritas
sosial adalah kekuatan persatuan internal dari suatu kelompok.
Solidaritas juga dipengaruhi interaksi sosial yang berlangsung karena
ikatan kultural, yang pada dasarnya disebabkan munculnya sentimen komunitas
(community sentiment), unsur-unsurnya menurut Redfield (dalam Laiya, 1983)
meliputi: (1) Seperasaan, yaitu karena seseorang berusaha mengidentifikasi
27
dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut, sehingga ke
semuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai kelompok kami (warga);
Sepenanggungan, yaitu setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok
dan keadaan masyarakat sendiri sangat memungkinkan peranannya dalam
kelompok yang dijalankan; dan saling butuh, yaitu individu yang tergantung
dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada komunitasnya
meliputi fisik maupun psikologinya.
Kelompok sosial sebenarnya merupakan sel-sel suatu masyarakat.
Ketahanan seseorang tergantung pada partisipasinya dalam kehidupan sosial atau
pada penggunaan hasil kehidupan bersama. Suatu kelompok sosial merupakan
suatu masyarakat dalam bentuknya yang paling kecil. Solidaritas sosial
merupakan kohesi yang ada antara anggota suatu asosiasi, kelompok, kelas sosial
atau kasta, dan di antara berbagai pribadi, kelompok, maupun kelas-kelas yang
membentuk masyarakat atau bagian-bagiannya. Kohesi ini berakar pada struktur
dan proses-proses esensial seperti kelompok kekerabatan, bahasa atau agama yang
sama, dan wilayah tempat tinggal. Selain itu, akarnya adalah hubungan antara pria
dan wanita dan saling ketergantungannya, partisipasi dalam suatu organisasi
ekonomi yang rumit, maupun pengalaman hidup yang pahit dan membahagiakan.
Solidaritas sosial ini menghasilkan persamaan, saling ketergantungan, dan
pengalaman yang sama, merupakan unsur pengikat bagi unit-unit kolektif seperti
keluarga, rukun tetangga, komuniti, dan negara. Walaupun tampak samar, gejala
itu juga ada dalam berbagai kelompok lainnya. Potensi variabel ini, tipe dan
kekuatannya, menentukan sampai sejauh mana suatu masyarakat dan bagianbagiannya merupakan kesatuan yang terintegrasi.
28
Pada umumnya, dikenal adanya dua tipe mendasar solidaritas sosial, dalam
bentuk ekstrimnya, sehingga dalam kenyataan ditemukan derajat-derajat tertentu
di antara kedua tipe mendasar itu. Herbert Spencer mengingatkan pada fakta
bahwa unsur-unsur solidaritas sosial berubah apabila kebudayaan berakumulasi
dan peradaban bertambah rumit. Defenisi evolusi sebagai suatu transisi,
menunjukkan hakikat perubahan. Menurut Spencer, evolusi merupakan transisi:
Spenser menganggap perubahan dari suatu persatuan persamaan ke arah taraf
kohesi disebabkan karena pengkhususan, pembagian kerja, dan saling
ketergantungan antara berbagai bagian masyarakat.
Walaupun terdapat perbedaan kecil, menurut Emile Durkheim, terdapat
dua tipe solidaritas sosial mendasar. Yang satu dilandaskan pada persamaan,
sedangkan yang lain didasarkan pada perbedaan sebagai kurang mandirinya
berbagai bagian masyarakat. Kohesi yang timbul karena persamaan ras, kerabat,
bahasa, tempat tinggal, kepercayaan politik, agama, pengalaman, dan ciri-ciri,
timbul secara serta merta. Durkheim menamakannya solidaritas mekanis.
Persamaan mendasar tersebut juga menjadi sumber bagi bentuk kehidupan
bersama yang oleh Tonnies disebut gemeinschaft yang merupakan kreasi
kehendak kelompok yang alamiah. Tipe solidaritas ini penting bagi kelompok
kecil yang terisolasi, homogen dan statis. Tipe solidaritas itu lemah pada
masyarakat yang populasinya besar, heterogen, mobilitas tinggi, dan yang
kompleks, dan mempunyai mobilitas tinggi, maka tipe solidaritas ini akan
berkurang peranannya. Hubungannya dengan kebudayaan lain berlangsung terusmenerus. Apabila masyarakat yang kecil, bersahaja, elementer, dan stabil berubah
menjadi besar, interdependen, solidaritas sosial ini kuat di tempat-tempat yang
29
hampir tak ada pembagian kerja. Misalnya, pada bidang ekonomi, persamaan
mengakibatkan terjadinya persaingan dan pertikaian dan bukan kohesi.
Tipe solidaritas kedua oleh Durkheim dinamakan solidaritas organis.
Solidaritas ini didasarkan pada perbedaan. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa tidak
semua perbedaan sosial mengakibatkan terjadinya kohesi, oleh karena ada unsur
tertentu yang efeknya berbeda. Perbedaan yang berperan terhadap kohesi sosial
adalah yang saling melengkapi/merupakan pasangan. Misalnya, perbedaan antara
wanita dengan pria menyebabkan kedua jenis kelamin itu saling tergantung satu
dengan lainnya.
Kedua tipe solidaritas tersebut dapat ditemukan pada hampir setiap
kehidupan bersama atau kelompok sosial. Akan tetapi, pada kasus tertentu, tipe
pertama lebih relevan, sedangkan pada kasus lain, yang lebih penting adalah tipe
yang kedua. Pada umumnya, pada kelompok kecil yang terisolasi, peranan
solidaritas mekanis sangat besar. Pada titik ekstrim lain, pada urbanisasi hampirhampir tidak ada solidaritas mekanis, dan masyarakat tergantung pada solidaritas
organis. Oleh karena itu, contoh masyarakat yang solidaritas mekanisnya berperan
adalah masyarakat bersahaja yang masih kurang berhubungan dengan dunia luar.
Akan tetapi, pengaruh solidaritas masih ada pada masyarakat pedesaan, yang
warganya masih bertani untuk konsumsi keluarga atau bagi pasaran setempat.
Secara umum, konsepsi Spencer dapat diperbaiki dengan menafsirkan bahwa
kalau terjadi perkembangan sosial evolusioner, maka solidaritas berdasarkan
homogenitas akan pudar. Selanjutnya, akan terjadi pembagian kerja yang akan
mengakibatkan saling ketergantungan.
30
Solidaritas di kota metropolitan cenderung dilandaskan pada hubungan
formal dan kontraktual yang timbul dari pembagian kerja, spesialisasi, dan suatu
taraf interdependensi tertentu antara berbagai unit sosial. Tipe solidaritas tersebut
agak kurang stabil, karena mudah terpengaruh oleh proses-proses dan kekuatan
perubahan sosial. Apabila solidaritas timbul dari persamaan, maka efeknya positif.
Efek negatif terjadi apabila solidaritas itu tidak timbul dari persamaan tetapi dari
perbedaan. Menurut Durkheim, sosiolog Prancis (1858-1917), masyarakat kota
berbeda dengan masyarakat pedesaan pada jenis solidaritasnya. Di pedesaan yang
dominan adalah solidaritas mekanis, sedangkan di perkotaan solidaritas organis.
Solidaritas mekanis adalah suatu solidaritas dari kemiripan (resemblance). Ciriciri utamanya adalah bahwa perbedaan di antara para individunya amat kecil.
Mereka sebagai anggota dari kolektivitas yang sama, memiliki kemiripan karena
merasakan emosi yang sama, mendambakan nilai-nilai yang sama dan
mensucikan perkara-perkara yang sama.
Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda
dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana
mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanis, sedangkan masyarakat
modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organis. Jadi, solidaritas sosial
masyarakat terdiri dari dua bentuk yaitu:
1. Solidaritas sosial mekanis.
Pada saat solidaritas mekanis memainkan peranannya, kepribadian tiap
individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi, melainkan
hanya sekedar makhluk kolektif. Jadi, masing-masing individu diserap dalam
kepribadian kolektif.
31
2. Solidaritas sosial organis
Solidaritas organis berasal dari semakin terdiferensiasi dan kompleksitas
dalam pembagian kerja yang menyertai perkembangan sosial. Durkheim
merumuskan gejala pembagian kerja sebagai manifestasi dan konsekuensi
perubahan dalam nilai-nilai sosial yang bersifat umum.
Pada solidaritas organis terdapat konsensus mufakat serta kesatuan
keterlibatan pada kolektivitas. Ini sebagai ekspresi dari diferensiasi tadi.
Durkheim menyebut solidaritasnya yang dihasilkan oleh diferensiasi itu organis,
karena ia mengasosiasikannya dengan organisme hidup yang bagian-bagiannya
tidak sama (memiliki tugas yang berbeda-beda). Masyarakat dengan solidaritas
organis berlainan sekali dengan masyarakat primitif (sederhana) yang bercirikan
solidaritas mekanis. Masyarakat pedesaan dalam kondisi demikian itu bersifat
segmental, artinya situasinya serba lokal, serba terpencil. Karena komunikasinya
dengan dunia luar juga serba terbatas. Tetapi pembagian kerja menurut Durkheim
adalah diferensiasi mata pencaharian dan pembiakan kegiatan berindustri
merupakan ekspresi saja dari diferensiasi sosial. Adapun ini bersumber pada
solidaritas mekanis dan struktur segmental. Pada masyarakat yang bercirikan
diferensiasi pada individunya, setiap orang memiliki kebebasan untuk percaya,
menginginkan dan berbuat sesuai dengan yang dikehendakinya sendiri dalam
segala situasi. Sebaliknya di dalam masyarakat yang bersolidaritas mekanis,
sebagian besar dari eksistensi diatur oleh berbagai keharusan, perintah dan
larangan/pantangan sosial. Sebutan sosial di sini adalah keharusan dan larangan
tersebut dikenakan atas mayoritas dari kelompok. Adapun individu diharapkan
mengakui aneka keharusan dan larangan tadi sebagai kekuasaan pihak atas.
32
Kekuatan mufakat kolektif itu berimpit dengan luas jangkauannya. Makin
kuat mufakat kolektif, maka hiduplah kemarahan orang terhadap kejahatan, dan
orang loyal terhadap pengetatan larangan sosial. Tiap perbuatan dalam kehidupan
kemasyarakatan, khususnya pada upacara-upacara keagamaan terdapat ketelitian
yang ekstrim, yaitu apa-apa yang harus dilakukan dan dipercaya. Sebaliknya,
menurut Durkheim pada solidaritas organis terjadilah pengurangan suasana yang
dikehendaki oleh mufakat kolektif serta pelembekan terhadap reaksi kolektif
terhadap pengetatan larangan. Di situ, individu memiliki keleluasan untuk
menafsirkan suatu keharusan sosial. Misalnya, jika dalam masyarakat
bersolidaritas mekanis orang menerima saja upah sebagai hasil kerjanya, maka
pada masyarakat bersolidaritas organis orang harus menerima upahnya sesuai
dengan haknya yang pantas. Dengan demikian, Durkheim menyimpulkan bahwa
sebenarnya individu itu tak terjadi karena masyarakat, tetapi masyarakat terjadi
karena
individu
(http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/06/teori-tindakan-dan
teori sistem-talcott.html).
2.3.1. Solidaritas Kelompok Masyarakat
Dalam kehidupan bersama manusia terdapat solidaritas kelompok atau
kesetiakawanan antar individu dalam kelompoknya. Terdapat solidaritas
kelompok yang tinggi, apabila tiap anggota kelompok mengalami bahwa tugas
kewajiban yang diserahi kepada masing-masing, dalam berbagai macam keadaan,
memang dikerjakan baik sesuai yang diharapkan sebelumnya; dengan kata lain
terdapat solidaritas yang tinggi dalam kelompok, tergantung kepercayaan anggotaanggotanya akan kemampuan kawan-kawannya untuk melaksanakan tugas dengan
baik. Juga solidaritas kelompok mempunyai hubungan yang erat dengan sikap-
33
sikap para anggotanya terhadap norma-norma kegiatan kelompok. Dalam hipotesa
sosiologi mengenai kehidupan kelompok dan hubungannya dengan solidaritas
kelompok Sutherland mengemukakan sebuah ilustrasi sbb:
“Dalam kehidupan petani di pedesaan-pedesaan, tiap individu dikelilingi
sanak keluarganya, dan keluarga besar ini menentukan karier serta cita-cita
hidupnya, kepuasan utama yang dirasakan tiap individu adalah kerjasama
dengan kelompoknya, di dalam kelompoknya inilah tiap individu
memperoleh
keamanan/ketenteraman
yang
sempurna,
karena
tiap
kelompok memelihara bila ia sakit atau tertimpa kecelakaan, hari tua atau
keadaan-keadaan darurat lainnya. Amal yang demikian ini dianggap
mereka sebagai hal yang sewajarnya, mereka tidak malu atau merasa
rendah diri pada saat-saat menderita sakit dsb-nya itu. Bahkan kelompok
keluarga besar ini dibantu oleh masyarakat di sekelilingnya yang juga
harmonis dalam tradisi kebudayaannya.”
Dari ilustrasi di atas jelaslah bahwa dalam kelompok yang diferensiasi sosialnya
yang begitu sederhana; suasana hidup bersifat kekeluargaan yang intim. Di
pedesaan Jawa Tengah-Timur terdapat semboyan atau pepatah yang berbunyi:
“ora sanak ora kadang yen mati melu kelangan”. Yang artinya “bukan sanak
saudara, namun bila meninggal ikut kehilangan”; mungkin inilah rasa solidaritas
kelompok yang tinggi yang masih dapat dijumpai di pedesaan. Solidaritas yang
tinggi ini biasanya dicerminkan pula dengan sikap sosial kontrol yang kuat, dalam
melindungi berlakunya norma-norma sosial pada kelompok bersangkutan, yang
karenanya dalam kehidupan kelompok yang demikian jarang terjadi perbuatanperbuatan pelanggaran norma (Roucek dan S. Soekanto, 1987).
34
Begitu juga dengan solidaritas masyarakat di sekitar pemukiman sungai
Deli ini, mereka saling tolong menolong di saat warga yang lain kesusahan.
Mereka rajin mengikuti perkumpulan STM (Serikat Tolong Menolong) Al
Muklish dan anggotanya saling membantu jika ada warga sekitarnya yang
tertimpa kemalangan (meninggal) dan membantu masyarakat yang tergenang
banjir berupa bantuan makanan, bantuan memindahkan baranag-barang ke tempat
yang aman, dan memberikan tumpangan tinggal sementara. Masyarakat atas (etnis
Cina dan pribumi) yang tinggalnya agak jauh dari sungai dan kepala lurah juga
bersedia menolong warga dalam memberikan tumpangan tinggal di rumahnya
yang lebih aman dari banjir. Dan masyarakat atas/yang tinggal agak jauh dari
Sungai seperti etnis Cina juga turut membantu dalam hal memberikan makanan
berupa mie instan, nasi bungkus, dan beras dan gula kepada mereka yang terkena
banjir karena rasa empati dan kepedulian kepada tetangganya.
2.4. Bentuk Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Yang Terkena Banjir.
Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa
masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern.
Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim
dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas
sosialnya. Bentuk solidaritas sosial terbagi 2 yaitu solidaritas sosial mekanik dan
solidaritas sosial organik. Solidaritas masyarakat terjadi pada masyarakat
sederhana dan solidaritas organik terjadi pada masyarakat modern dan cenderung
di kota. Maka, solidaritas yang yang terjadi di Kota Medan khususnya Kelurahan
Sukaraja, solidaritas mekanik sudah sulit terlihat di masyarakat, yang kelihatan di
35
masyarakat adalah solidaritas organik karena ada kontrak kerja/pembagian kerja,
dan keinginan golongan.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem
semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara
individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat pluralis
berarti masyarakat yang memiliki keberagaman budaya dan suku yang menjadi
latar belakangnya. Suatu kawasan yang ditempati oleh masyarakat pluralis berarti
kawasan tersebut terdiri dari penduduk yang berbeda budaya seperti Batak, Jawa,
Karo, India, dan Cina. Ada berbagai faktor penarik masyarakat pluralis yang
menempati suatu kawasan tempat tinggal. Lokasi tempat tinggal yang strategis
dapat menarik perhatian masyarakat termasuk masyarakat pluralis. Setelah
menempati lokasi itu, masyarakat pluralis biasanya berbaur dengan tetangga yang
berada di sebelah dan di dekat rumahnya. Selain itu, asimilasi juga faktor utama
masyarakat pluralis tinggal di kawasan tempat tinggal yang terdiri dari penduduk
yang berasal dari budaya dan suku yang berbeda. Perkawinan campuran yang
dilakukan membuat mereka dapat berbaur dengan mudah di kawasan tempat
tinggal yang juga terdiri dari berbagai masyarakat pluralis. Kesadaran sebagai
makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain membuat
masyarakat pluralis biasanya mau berbaur dengan tetangganya meskipun berbeda
etnis. Berbagai kegiatan yang dilakukan di kawasan tempat tinggal juga membuat
masyarakat pluralis semakin mengenal tetangga yang ada di sekitar rumahnya
seperti kerja bakti. Dan masyarakat pluralis tersebut juga saling tolong menolong
dalam menghadapi kemalangan dan banjir.
36
Etnis Cina menganut Confucianism menjadi maju karena ajarannya yang
tidak menyukai kekerasan. Salah satu hal penting yang diajarkan ialah "Janganlah
berbuat sesuatu yang kau tak inginkan orang berbuat kepadamu". Prinsip lainnya
adalah "Kalau kamu hidup mampu, jangan sampai saudara-saudaramu hidup
berkekurangan". Itulah salah satu prinsip yang menyebabkan keluarga keturunan
Cina selalu memperhatikan saudara-saudara, jadi kalau yang satu kaya akan
membantu yang kekurangan: memberikan pekerjaan, membantu secara moral dan
finansial. Hal-hal yang telah dipaparkan di atas dilakukan masyarakat Cina dalam
menghadapi berbagai bencana alam yang terjadi di sekitar lingkungannya
termasuk dalam menghadapi banjir. Masyarakat Cina biasa tidak panik di dalam
menghadapi bencana alam seperti pula bencana banjir yang terjadi yang sering
terjadi beberapa kurun waktu terakhir. Masyarakat Cina pun cenderung bersikap
ulet di dalam menghadapi bencana banjir. Mereka menghadapi bencana yang
banjir dengan segera bertindak dibanding mengeluh. Seperti pada kejadian banjir
besar yang terjadi pada tahun 2011 lalu (01/04) di Lingkungan VIII, Kelurahan
Sukaraja, Medan Maimun, masyarakat Cina yang mengetahui bahwa air mulai
masuk ke dalam rumah segera mengambil tindakan agar tidak terjebak di dalam
banjir yang bisa dikatakan merupakan banjir yang paling parah dalam beberapa
kurun waktu terakhir dengan ketinggian air 2 m lebih sampai bubungan atap.
Mereka cenderung segera melakukan berbagai tindakan penyelamatan
terhadap anggota keluarga. Mereka langsung mengingatkan dan mempersiapkan
hal-hal lain yang berhubungan dengan dampak yang bisa ditimbulkan dalam
menghadapi bencana banjir. Selain itu, mereka cenderung tidak mengeluh karena
mereka menyadari bahwa mengeluh hanya akan memperlambat proses
37
berjalannya penyelamatan diri dan keluarganya dalam menghadapi banjir.
Masyarakat Cina juga tidak segan membantu orang lain di luar dari lingkungan
keluarga mereka. Alasannya adalah masyarakat Cina percaya bahwa apa yang
mereka lakukan terhadap orang lain juga akan mereka terima di dalam perlakuan
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Sikap yang mau menolong tidak hanya
pada keluarga sendiri yang membuat masyarakat ini juga akan mendapat bantuan
apabila ada bencana yang datang secara tidak terduga. Jadi, masyarakat Cina yang
terkenal ahli di dalam perdagangan pun memiliki keahlian tertentu di dalam
kehidupan sehari-hari.
Setiap manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang
lain di dalam kehidupannya, karena masyarakat ini juga menerapkan prinsip
tersebut di dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di dalam menghadapi berbagai
bencana alam yang bisa datang sewaktu-waktu tanpa bisa diperkirakan.
Masyarakat Cina segera memberikan bantuan berupa beberapa kilo beras, telur
dan nasi bungkus kepada masyarakat yang terkena banjir di sana yang berbeda
etnis dengan mereka seperti masyarakat Jawa, Batak, Mandailing, dan India
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35325/5/Chapter%20I.pdf).
Selain masyarakat Cina, lurah juga memberikan bantuan makanan kepada
masyarakat yang terkena banjir yaitu berupa nasi bungkus, mie instan, tumpangan
tempat tinggal, dapur umum di Kantor lurah. Mereka saling memberikan
bantuannya tanpa memandang perbedaan etnis dan agama mereka.
2.4.1. Pergeseran Solidaritas Sosial Sekitar Sungai pada Masyarakat Banjir.
Solidaritas sosial adalah perasaan yang secara kelompok memiliki nilainilai yang sama atau kewajiban moral untuk memenuhi harapan-harapan peran
38
(role expectation). Sebab itu, prinsip solidaritas sosial masyarakat meliputi: saling
membantu, saling peduli, bisa bekerja sama, saling membagi hasil panen, dan
bekerja sama dalam mendukung pembangunan di desa baik secara keuangan
maupun tenaga dan sebagainya. Tradisi solidaritas sosial yang telah ada pada
masyarakat kita secara terus menerus harus tetap dilestarikan dari generasi ke
generasi berikutnya akan tetapi karena dinamika budaya tidak ada yang statis,
terjadilah beberapa perubahan secara eksternal dan internal. Unsur kekuatan yang
merubah adalah modernisasi yang telah mempengaruhi tradisi solidaritas sosial.
Selain itu, perubahan solidaritas sosial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain: (a) meningkatnya tingkat pendidikan anggota keluarga sehingga dapat
berpikir lebih luas dan lebih memahami arti dan kewajiban mereka sebagai
manusia yaitu memenuhi kebutuhan hidup, (b) perubahan tingkat sosial dan corak
gaya hidup kadang-kadang menciptakan kerenggangan di antara sesama anggota
keluarga, (c) Sikap egoistik, bila seseorang individu terlalu mementingkan diri
sendiri dan keluarganya, lalu mengorbankan kepentingan masyarakat (Zulkarnain
Nst, 2009:3).
Bentuk perubahan solidaritas sosial yang telah terjadi dalam masyarakat
desa dan kota antara lain: (a) Adanya kecenderungan pada masyarakat kita,
khususnya masyarakat desa transisi pada warga asli dan warga pendatang berupa
kecurigaan terhadap orang lain yang dianggap sebagai lawan yang berbahaya, ini
bisa mengakibatkan terjadinya konflik antar kedua masyarakat tersebut. (b)
Semakin menipisnya tingkat saling percaya dan tolong menolong dalam
kehidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan menurunnya rasa solidaritas
sosial dalam proses kehidupan. Upaya memelihara solidaritas sosial dan
39
partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidaklah semudah yang dibayangkan,
karena solidaritas sosial akan terus berkembang menuju kehidupan sosial yang
modern.
Nilai-nilai solidaritas sosial pada masyarakat desa transisi: (1) tumbuh
dari pertautan (integrasi) antara nilai tradisi lokal dengan nilai modern, akibat
terjadinya interaksi antar kedua warga tersebut, (2) Nilai-nilai solidaritas yang
memiliki kearifan lokal pada masyarakat desa dan masyarakat kota yang positif
harus dipelihara seiring dengan banyaknya pembangunan perumahan baru
di
wilayah
pedesaan, karena nilai-nilai tersebut cenderung
meningkatkan
partisipasi dalam pembangunan. Pihak pengembang perumahan berkewajiban
mengontrol dan melakukan kerjasama dengan aparat desa dan tokoh masyarakat
di lingkungan masing-masing terhadap proses sosial yang berkembang di
pemukiman baru,
agar segala gejala negatif yang muncul dapat segera
diantisipasi, misalnya gejala segregasi sosial (mengabaikan kelangsungan sosial
dan budaya karena menurut perhitungan ekonomi dianggap tidak menguntungkan
developer), konflik sosial dan dislokasi sosial (perubahan pemukiman penduduk
dalam jumlah besar dan waktu relatif cepat) sehingga menimbulkan masalah
sosial.
Pergeseran solidaritas sosial masyarakat Kelurahan Sukaraja pada
penyintas banjir juga jelas terjadi. Pergeserannya adalah dulunya saat banjir besar
terjadi, masyarakat atas, lurah, dan perusahaan Lion, partai politik seperti PKS,
Golkar banyak memberikan bantuan kepada mereka yang terkena banjir berupa
beras, nasi bungkus, mie instan sebanyak jumlah anggota keluarga per Kepala
40
Keluarga tetapi setahun belakangan ini pada saat banjir terjadi, masyarakat atas
(etnis Cina), lurah, pengusaha Lion, dan pengurus partai politik sedikit yang
memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena banjir terkadang ada warga
yang tidak mendapat bantuan. Warga mengakui, hanya pada saat banjir besar
(dengan ketinggian air di atas 1,2 m- 2 m lebih memasuki rumah) saja masyarakat
atas (etnis Cina), pengusaha dan pengurus partai politik banyak memberikan
bantuan makanan kepada mereka yang terkena banjir sedangkan pada saat banjir
kecil (dengan ketinggian air 0,5-1,2 m memasuki rumah) atau kategori sedang,
sedikit bantuan makanan yang diberikan masyarakat dalam membantu mereka
yang terkena genangan banjir bahkan hanya kepala lingkungannya saja yang
memberikan nasi bungkus, mie instan, telur, dan beras. Pergeseran yang terjadi
dengan berkurangnya solidaritas masyarakat atau bantuan tersebut cenderung
disebabkan oleh perubahan tingkat sosial dan corak gaya hidup masyarakatnya
yang menciptakan kerengganan antar masyarakatnya, dan faktor perekonomian
yang menurun karena biasanya banjir terjadi pada awal dan akhir tahun (OktoberFebruari) saat menurunnya perekonomian masyarakat saat itu sehingga pengusaha
sekitarnya dan lurah semakin sedikit memberikan bantuan.
2.5. Teori Aksi (Action Theory)
Teori ini sepenuhnya mengikuti karya Weber. Dalam hal ini, ada beberapa
asumsi fundamental teori aksi yang dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk
pada karya Mac Iver, Znaicki dan Parsons sebagai berikut:
a. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek
dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.
41
b. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu, tindakan manusia bukan tanpa tujuan.
c. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode
serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan
tersebut.
d. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak
dapat diubah dengan sendirinya.
e. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang
akan sedang, dan yang telah dilakukannya (Ritzer, 2002:46).
Teori Max Weber ini dikembangkan oleh Talcott Parsons yang
menyatakan bahwa aksi/action itu bukan perilaku/behaviour. Aksi merupakan
tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses
mental yang aktif dan kreatif. Talcott Parsons beranggapan bahwa yang utama
bukanlah tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang
menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen
kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial
tertentu.(http://ekowahyono.blog.fisip.uns.ac.id/2012/09/12/teori-aksi-olehparson-dan-teori-tindakan-oleh-max-weber/).
Talcott Parsons menjelaskan bahwa walaupun teori aksi berurusan dengan
urusan-urusan yang paling mendasar dari kehidupan sosial, namun ia mengakui
bahwa unsur-unsur yang mendasar itu tidak berurusan dengan keseluruhan
struktur sosial. Parsons dalam hal ini menyusun skema unit-unit dasar tindakan
sosial dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Adanya individu selaku aktor.
42
b. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai
tujuannya.
c. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang membatasi
tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut berupa situasi dan
kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan oleh individu.
d. Aktor berada di bawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan berbagai
ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan
tujuan
serta
tindakan
alternatif
untuk
mencapai
tujuan.
(http://ekowahyono.blog.fisip.uns.ac.id/2012/09/12/teori-aksi-oleh-parsondan-teori-tindakan-oleh-max-weber/).
Aktor
mengejar
tujuan
dalam
situasi
dimana
norma-norma
mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan.
Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat. Tetapi
ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan inilah yang
disebut Parsons sebagai voluntarism yakni kemampuan individu melakukan
tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alernatif yang
tersedia dalam rangka mencapai tujuannya. Aktor menurut konsep voluntarisme
ini adalah pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan
memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai kebebasan
total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih berbagai alternatif
tindakan. Aktor adalah manusia yang aktif, kreatif dan evaluatif (Ritzer, 2002).
Dalam hal ini, jika dikaitkan dengan lingkungan sekarang ini menurut
Talcoot Parsons dengan mengacu pada teori aksi dalam upaya mengatasi
permasalahan lingkungan seperti banjir yakni dapat dilakukan dan dilihat
43
mengacu pada pendekatan individu, dinyatakan bahwa baik buruk lingkungan
tergantung pada perilaku individu. Mengadaptasi dari Parsons, dapat dinyatakan
bahwa individu bisa melakukan peran penting baik itu merusak maupun
memelihara lingkungan sebab individu memiliki peran voluntaristik. Talcott
Parsons juga beranggapan bahwa tindakan individu dan kelompok itu dipengaruhi
oleh sistem sosial, sistem budaya dan sistem kepribadian dari masing-masing
individu tersebut. Talcott Parsons juga melakukan klasifikasi tentang tipe peranan
dalam suatu sistem sosial yang disebutnya Pattern Variables, yang di dalamnya
berisi tentang interaksi yang afektif, berorientasi pada diri sendiri dan orientasi
kelompok (http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/06/teori-tindakan dan teori
sistem talcott.html).
Maka, dapat dijelaskan bahwa dalam mengendalikan banjir memerlukan
aksi atau tindakan sosial dari tiap individu di dalam masyarakat di Sekitar Sungai
Deli untuk menjaga kebersihan sungai dengan tidak membuang sampah ke sungai
agar banjir dapat dikendalikan dan adanya aksi/tindakan dalam memberikan
bantuan sebagai solidaritas masyarakat pada masyarakat yang terkena banjir.
2.6. Teori Perubahan Sosial
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat bisa merupakan
kemajuan atau mungkin justru suatu kemunduran. Unsur-unsur kemasyarakatan
yang mengalami perubahan biasanya adalah mengenai nilai-nilai sosial, normanorma sosial, pola-pola peri kelakuan, organisasi sosial, lembaga-lembaga
kemasyarakatan, stratifikasi sosial, kekuasaan, tanggung jawab, kepemimpinan
dan sebagainya. Dalam masyarakat maju atau pada masyarakat berkembang,
44
perubahan sosial dan kebudayaan selalu berkaitan erat dengan pertumbuhan
ekonomi. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, bahwa perubahanperubahan di luar bidang ekonomi tidak dapat dihindarkan oleh karena setiap
perubahan dalam suatu lembaga kemasyarakatan akan mengakibatkan pula
perubahan-perubahan di dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya, oleh
karena antara lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut selalu ada proses saling
mempengaruhi secara timbal balik. Perubahan-perubahan pada dewasa ini nampak
sangat cepat, sehingga semakin sulit untuk mengetahui bidang-bidang manakah
yang akan berubah terlebih dahulu dalam kehidupan masyarakat. Namun
demikian secara umum, perubahan-perubahan itu biasanya bersifat berantai dan
saling berhubungan antara satu unsur dengan unsur kemasyarakatan yang lainnya.
Yang dimaksud dengan perubahan sosial itu adalah perubahan fungsi
kebudayaan dan perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke
keadaan yang lain. Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan-perubahan
sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang
disebabkan baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan
material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun
penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut. Pada dasarnya perubahanperubahan sosial terjadi, oleh karena anggota masyarakat pada waktu tertentu
merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupannya yang lama, norma-norma
dan lembaga-lembaga sosial, atau sarana penghidupan yang lama dianggap tidak
memadai lagi untuk memenuhi kehidupan yang baru.
Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala
yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat.
45
Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi
interaksi antar manusia dan antar masyarakat. Perubahan sosial terjadi karena
adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan
masyarakat, seperti perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis,
dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan
dengan perkembangan zaman yang dinamis. Teori-teori yang menjelaskan
mengenai perubahan sosial yang berkaitan dengan pergeseran solidaritas
massyarakat adalah: Teori Fungsionalis (Functionalist Theory). Konsep yang
berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya). Konsep ini
mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak
lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut
teori ini, beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat
sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur
tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara
perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial (cultural
lag). Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai
sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap
sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses
pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam
kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu
bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti
disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini
adalah William Ogburn. Pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.
a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil dan terintegrasi.
46
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c. Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di
kalangan anggota kelompok masyarakat.
Ada dua faktor penyebab utama dalam perubahan sosial, yaitu
penimbunan (akumulasi) kebudayaan dan penemuan baru, pertambahan
penduduk.
1. Timbunan kebudayaan dan penemuan baru.
Timbunan kebudayaan merupakan faktor penyebab perubahan sosial yang
penting. Kebudayaan dalam kehidupan masyarakat senantiasa terjadi penimbunan,
yaitu suatu kebudayaan semakin beragam dan bertambah secara akumulatif.
Bertimbunnya kebudayaan ini oleh karena adanya penemuan baru dari anggota
masyarakat pada umumnya. Terjadi juga pada situasi masyarakat yang tergolong
fanatik
terhadap
kebudayaan-kebudayaan;
tidak
mudah
dihilangkan.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya
penemuan baru (inovasi). Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya
unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian dari masyarakat dan
cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai
dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan baru dapat berupa benda-benda
tertentu yang bersifat fisik, dapat pula bersifat non fisik seperti ide-ide baru,
sistem hukum, atau aliran-aliran kepercayaan yang baru. Ogburn dan Nimkoff
menyebut penemuan baru (social invention); yaitu penciptaan pengelompokan
dari individu-individu yang baru, atau penciptaan adat-istiadat yang baru, peri
kelakuan sosial yang baru.
47
2. Perubahan jumlah penduduk.
Perubahan jumlah penduduk juga merupakan penyebab terjadinya
perubahan sosial, seperti pertambahan atau berkurangnya penduduk pada suatu
daerah tertentu. Bertambahnya penduduk pada suatu daerah mengakibatkan
perubahan pada struktur masyarakat terutama mengenai lembaga-lembaga
kemasyarakatannya. Sementara pada daerah yang lain terjadi kekosongan sebagai
akibat perpindahan penduduk tadi. Ditinjau dari pertambahan penduduk misalnya
transmigrasi, jika berjalan secara ideal dengan memperhatikan aspek-aspek sosial,
ekonomi, politik, budaya dan keamanan, mungkin akan terjadi perubahan yang
positif. Artinya dengan adanya pendatang baru yang terampil dan siap bekerja di
tempat yang baru maka besar kemungkinan justru tidak hanya sekedar
menguntungkan bagi pihak transmigran belaka, melainkan juga dapat berpengaruh
terhadap penduduk asli untuk ikut serta pula bekerja dengan pola yang
menguntungkan sama dengan penduduk pendatang. Kehidupan masyarakat pun
berubah karena pencampuran antara berbagai macam pola perilaku sosial dan
kebudayaan; begitu juga ekonomi, politik, dan keamanan. Sementara, perubahan
sosial yang disebabkan oleh berkurangnya penduduk mengakibatkan kekosongan
pada daerah pemukiman yang lama. Roucek dan Waren menggambarkan
perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya penduduk yang heterogen.
Masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang etnik yang berbeda yang
bercampur gaul dengan bebas dan mendifusikan adat, pengetahuan teknologi dan
ideologi, biasanya mengalami kadar perubahan yang pesat. Konflik budaya, mores
selalu menghasilkan ketidaksesuaian dan keresahan sosial, dan memudahkan
terjadinya perubahan sosial.
48
Jadi, jika dilihat dari pergeseran (perubahan) solidaritas masyarakat ini
maka pergeseran solidaritas masyarakat yang terjadi semakin berkurang
disebabkan karena berkurangnya penduduk yang tinggal di sekitar sungai dan
karena menurunnya ekonomi keluarga pemberi bantuan kepada mereka yang
terkena banjir dalam jumlah yang banyak dan timbunan kebudayaan yang baru
menuntut kemandirian hidup masyarakat. Karena menurut warga yang terkena
banjir, banjir sering terjadi pada awal dan akhir tahun di saat banyak pengeluaran
keluarga dan pengusaha yang membantu makanan lagi sedikit pelanggan.
2.7. Ketidakmampuan Membeli Rumah Bagus Sebagai Alasan Masyarakat
Tetap Bertahan Tinggal Menghadapi Resiko Banjir di Sekitar DAS Deli.
Faktor yang paling menonjol dalam kehidupan yang keras di perkotaan
menghinggapi penduduk kota adalah masalah ekonomi. Akhirnya permasalahan
pun muncul berangkat dari kehidupan masyarakat kota yang mengutamakan
kebutuhan akan materi dan terjadilah persoalan yang semuanya berpangkal pada
faktor ekonomi. Terjadilah kemerosotan sosial dan budaya dalam hal kemiskinan,
kriminalitas serta budaya materialis yang mengagungkan harta benda sebagai hal
yang paling utama dalam kehidupan, akibatnya masyarakat kota banyak yang
hidup dalam tingkat persaingan tinggi seperti dalam hal mencari pekerjaan, serta
mengutamakan diri sendiri ataupun kepentingan kelompok. Keberadaan
masyarakat yang begitu banyak di kota mengakibatkan sebagian masyarakat harus
terpaksa ada yang bermukim di tempat kumuh, tidak terlepas dari adanya
urbanisasi. Adanya ciri khas kota yang menunjukkan banyaknya penduduk dari
beranekaragam suku bangsa, agama, ras, adat-istiadat serta kelas sosial yakni dari
49
yang kaya sampai miskin, membuat kehidupan kota begitu kontras dengan
perbedaan
dan
mencoloknya
kesenjangan
para
masyarakat,
khususnya
menyangkut aspek ekonomi atau kemiskinan. Faktor ekonomi membawa dampak
yang besar bagi terciptanya strata sosial ekonomi sehingga membuat kesenjangan
masyarakat nampak nyata hadir dalam kehidupan kota.
Masyarakat kaya otomatis memiliki harta benda, sedangkan masyarakat
miskin dikenali sebagai masyarakat yang tidak memiliki apa-apa. Pada
kenyataannya, tidak sedemikian adanya jika diperhatikan, berhubung dengan
keadaan kota yang begitu padat, jumlah penduduk yang banyak, terjadinya
keterbatasan lahan, ujungnya masalah tata ruang menimbulkan masalah
pemukiman. Pemukiman sebagai tempat hunian serta berkumpulnya rumah-rumah
suatu masyarakat, tampak dari bentuk hunian serta lokasi pemukiman yang dapat
dengan mudah terlihat di berbagai jalan-jalan dan sudut-sudut kota. Orang yang
berada dan tinggal di kawasan elit seperti Perumnas dan Perumahan menandakan
dirinya mampu dalam segi ekonomi dan jelas sekali rumah yang dia tempati dapat
dikatakan sebagai bagian harta benda yang dimiliki. Lalu masyarakat yang kurang
beruntung secara ekonomi dan kurang beruntung dalam menempati pemukiman
yang layak sangat sulit untuk dikatakan tidak memiliki harta benda, karena tidak
semua masyarakat yang susah secara ekonomi tidak memiliki harta. Meskipun
terdapat penduduk di kota yang bermukim di lingkungan kumuh namun
pengetahuan serta pandangan mereka akan harta benda justru ada dan melekat
dalam kehidupan mereka, bahkan menjadi sebuah nilai budaya. Nilai budaya yang
terbentuk yang didasari oleh pengetahuan akan harta benda sesuai pandangan
masing-masing penduduk yang bermukim pada pinggiran Sungai Babura Medan,
50
Kelurahan Petisah Tengah dan Sungai Deli, Kelurahan Sukaraja Medan juga
terbentuk dibarengi dengan keadaan dan kondisi lingkungannya baik struktur
masyarakat, historis/sejarah, kenyamanan, serta kebersamaan masyarakat yang
terikat dalam sifat Gemeinschaft/paguyuban.
Tetapi, pemukiman di pinggiran sungai yang tadinya banyak dihuni oleh
masyarakat yang kurang sanggup untuk tinggal di tempat yang lebih baik dan
membeli lahan yang berizin, lambat laun justru diisi oleh masyarakat yang bahkan
mampu mendirikan rumah yang cukup bagus, seperti bangunannya yang
permanen seakan-akan kontras dengan lingkungan dan keadaan sekitarnya yang
masih bertetangga dengan rumah-rumah yang sangat sederhana, masih ada yang
semi permanen dan non permanen, misalnya rumah-rumah seperti pada umumnya
namun disalahgunakan. Di pemukiman kumuh (Slum area) adalah rumahnya
kecil, terbuat dari papan, tepas-tepas, untuk di pinggiran sungai rumah sengaja
ditinggikan dengan menggunakan tiang-tiang penyangga seperti kayu karena
pinggiran sungai memang rendah dan sekaligus tiang penyangga dibuat untuk
mensiasati rumah dari banj