Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Dengan Orang Tua Beda Agama di Jemaat GKMI Salatiga T2 752013020 Bab IV

BAB IV
REFLEKSI TEOLOGIS
Dalam bab IV ini akan dipaparkan suatu refleksi teologis tentang PAK
dalam keluarga dengan orang tua beda agama. Refleksi teologis ini terbagi
menjadi dua bagian, yaitu PAK keluarga menurut kesaksian Alkitab, dan keluarga
dengan orang tua beda agama dalam gereja. Melalui refleksi ini diharapkan PAK
dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

4.1.

PAK keluarga menurut Alkitab
Dalam deskripsi dan analisis permasalah PAK dalam keluarga dengan

orang tua beda agama di GKMI Salatiga terlihat bahwa masalah pokok yang
menonjol adalah pemahaman yang kurang memadai terhadap PAK oleh orang tua
dari keluarga beda agama. Hal itu terjadi oleh karena sosialisasi dari gereja belum
maksimal dan Sumber Daya Manusia (SDM) dari orang tua itu sendiri. Oleh
karena itu GKMI Salatiga perlu mereinterpretasi ajaran dan merekonstruksi
teologinya sebagai salah satu upaya dalam mensosialisasikan PAK dalam
keluarga. Dalam hal inilah peneliti merujuk pada ayat Alkitab Ulangan 6 : 4-9.
“Dengarlah, hai orang Israel : TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!

Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan
kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau
mengajarkannya
berulang-ulang
kepada
anak-anakmu
dan
membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau
sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau
bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada

83

tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah
engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu
gerbangmu”.

Ayat ini merupakan salah satu bagian Alkitab yang paling banyak dikenal
karena secara lugas menyebutkan tugas orang tua untuk mengajarkan apa yang

perintahkan oleh Tuhan.
Tugas pengajaran yang harus dilakukan orang tua kepada anak dalam ayat
ini harus dilihat dalam hubungannya dengan seluruh rangkaian cerita tentang apa
yang Allah perintahkan terhadap umat Israel (Ulangan 6 : 1-25) atau dalam
hubungan yang lebih luas dengan perintah-perintah yang Allah berikan melalui
Musa kepada bangsa Israel setelah mereka keluar dari Mesir, yaitu bagaimana
mereka harus hidup menuruti perintah Allah dan pengalaman yang mereka terima
atas penyelamatan dari Tuhan (pengalaman iman). Dengan demikian sumber
mutlak dari pendidikan umat Israel adalah Firman Tuhan sendiri, peristiwaperistiwa sejarah yang mereka alami dan perbuatan-perbuatan ajaib Allah yang
mereka terima.
Peristiwa sejarah umat Israel dimulai dari pemanggilan Abraham untuk
menerima janji Allah bahwa daripadanyalah akan lahir umat pilihan sampai pada
terjadinya umat Israel yang hidup di tanah Kanaan. Dalam hal ini banyak
perbuatan-perbuatan ajaib yang Allah nyatakan pada umat-Nya, dimulai
pembebasan umat dari perbudakan di Mesir, perjalanan mereka di padang gurun
sampai di tanah Kanaan. Dalam perjalanan itulah Tuhan memberikan perintah
bagaimana mereka harus hidup sebagai umat Allah. Perintah yang langsung

84


disampaikan melalui nabi Musa itu mereka terima, dan mereka teruskan kepada
angkatan baru. Dengan demikian hidup umat Israel berpusatkan pada Allah dan
hidup dalam ketaatan perintah Allah, sebagaimana maksud dari penulisan kitab
ini.1
Penerusan pengajaran itu dimulai dari keluarga. Khususnya ayah
ditugaskan untuk menyampaikan pengajaran tersebut. Tugas tersebut bukan suatu
usaha sambilan, melainkan tugas inti dalam kegiatan sehari-hari yang lazim
dikerjakan dalam keluarga.2 Dengan ini setiap genarasi baru tidak hanya memiliki
pemahaman tentang Tuhan, bangsanya, tetapi juga menjadi bagian dalam umat
Allah. Pola pengajaran demikian kemudian menjadi budaya bagi keluarga umat
Israel dalam mengajarkan iman kepada anak-anak (lihat : Mazmur 78:2-4, Yosua
4: 6-7), hal itu bahkan sampai pada zaman Tuhan Yesus (Lukas 2: 41-51).
Yesus yang terlahir dari bagian bangsa Yahudi menerima didikan yang
menjadi budaya bangsaNya. Kisah Yesus berumur 12 tahun yang bersama-sama
kedua orangtuaNya pergi ke Bait Allah untuk merayakan Paskah (memperingati
pembebasan bangsa Israel dari Mesir), menunjukkan orangtuaNya mengajarkan
iman. Keagamaan bangsa Yahudi yang identik dengan ibadah perayaan hari-hari
khusus seperti Paskah dan Hari Raya Pondok Daun, diajarkan kepada anak-anak
mereka. Pertama-tama mereka terlibat dalam persiapan perayaan ibadah di


1

Blommendaal, J, dr, Pengantar kepada Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001, 61.
Boehlke, Robert, R, Ph. D, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen, Dari Plato sampai IG. Loyola, BPK Gunung Mulia , Jakarta, 1998, 21.

2

85

keluarga, kemudian dilibatkan langsung dalam ibadah perayaan di Bait Allah.3
Hal itu dilakukan setelah genap usia anak-anak, seperti Yesus yang telah berumur
duabelas tahun bersama dengan orangtuaNya merayakan Paskah.
Dalam budaya Yahudi meskipun peranan orangtua sangat penting dalam
pendidikan anak-anak yang bertempat di rumah, namun dengan di bangunnya Bait
Allah yang menjadi tempat ibadah orang Yahudi maka pendidikan Yahudi tidak
hanya di pusatkan dalam rumah melainkan juga dalam tempat ibadah. Bait Allah
tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga sebagai tempat pendidikan orang
dewasa dan generasi muda. Dari hal inilah dalam budaya Yahudi mengenal
beberapa kelompok yang disebut sebagai pengajar, yaitu kaum imam, para nabi,

kaum bijaksana, kaum penyair, namun demikian orangtua tidak pernah
ditinggalkan sebagai pengajar.4 Dengan demikian pendidikan menjadi unsur
penting dalam kehidupan orang Yahudi.
Menurut penulis dari perspektif ayat dari Ulangan 6 : 4-9 dan kisah Yesus
dan keluarganya merayakan Paskah di Bait Allah menggambarkan pendidikan
agama dan bagaimana pendidikan agama dalam keluarga dilaksanakan.
Pendidikan agama tidak dimaksudkan hanya untuk mengajarkan perintah-perintah
Tuhan, melainkan membagi pengalaman iman dari apa yang orangtua terima dari
Allah kepada anak-anak sehingga mereka menjadi bagian dari pengalaman iman
orangtuanya. Untuk seteruskan mereka dapat mengetahui perintah Tuhan dan
memiliki iman yang sama dari orang tua. Dengan demikian orangtua menjadi
3

Boehlke, Robert, R, Ph. D, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen, Dari Plato sampai IG. Loyola, BPK Gunung Mulia , Jakarta, 1998, 21. Hal 31.
4
Ibid. Hal. 40.

86


pelajar juga dalam rangka mengajarkan agama kepada anak-anak mereka sehingga
terjadi proses belajar mengajar.
Proses belajar-mengajar itu dilaksanakan di dalam keluarga. Orangtua
tidak hanya mengajarkan secara verbal, tetapi juga melalui memberi contoh
langsung serta melibatkan anak-anak dalam proses tersebut. Oleh karena anakanak bertumbuh sesuai dengan usia mereka, maka orang tua perlu merencanakan
pendidikan agama sesuai dengan usia mereka. Dalam hal inilah proses pendidikan
agama dilakukan secara sosialisasi dan edukasi bersama-sama.
Dalam konteks PAK keluarga di GKMI Salatiga, hal ini menjadi tantangan
untuk mengajarkan kepada orang tua PAK keluarga dan pelaksanaannya. PAK
keluarga yang dimaksud adalah mengajarkan Firman Allah dan pengalaman iman
dari orang tua, dalam hal ini karena setiap anak berbeda maka diperlukan metode
sosialisasi dan edukasi.

4.1.

Keluarga dengan orangtua beda agama dalam gereja
Pengertian keluarga dalam gereja dimaknai sebagai keluarga yang

terbentuk dari perkawinan gerejawi, di mana anggota-anggota keluarga tersebut
menjadi bagian dari gereja. Dalam hal ini gereja mengambil bagian mulai dari

mempersiapkan pasangan-pasangan yang akan membentuk keluarga, proses
pernikahan melalui pemberkatan di gereja, sampai dengan kelangsungan
kehidupan keluarga yang telah diberkati, bahkan pada generasi yang dihasilkan
dari kekeluarga tersebut. Dengan demikian gereja terhadap keluarga memiliki

87

perhatian dan peranan sangat besar. Hal itu di dasarkan atas pengakuan bahwa
Tuhan adalah pembentuk keluarga (Kejadian 2: 24-25) dan Yesus adalah
pemerhati keluarga (Yohanes 2 :1-11) yang tidak menghendaki keluarga
mengalami masalah yang pada akhirnya mempermalukan keluarga itu sendiri.
Artinya dalam seluruh penciptaan, pemeliharaan, perhatian dan keprihatinan Allah
kepada keluarga, anggota keluarga merasakan kehadiranNya. Pengertian tersebut
memperlihatkan bahwa segala yang dilakukan gereja adalah tindakan Allah pada
keluarga.
Pemaknaan keluarga dalam gereja seperti yang dijelaskan di atas
menolong gereja dalam melaksanakan fungsinya dengan maksimal. Namun
demikian, di dalam gereja juga terdapat keluarga yang tidak mengalami proses
pernikahan gerejawi seperti pernikahan campur (beda agama). Dari pernikahan
tersebut terbentuk keluarga beda agama. Jika hal itu dilakukan oleh seorang yang

beragama Kristen atau anggota dengan yang bukan Kristen dan setelah mereka
menikah tetap mempertahankan agama masing-masing, itu berarti orang Kristen
yang bersangkutan tetap menjadi bagian dari gereja meskipun keluarganya beda
agama.
Menghadapi realitas bahwa dalam konteks kehidupan masyarakat yang
majemuk di Indonesia adanya keluarga beda agama karena pernikahan beda
agama harus diterima. Sikap tersebut bukan bertujuan untuk menganjurkan
pernikahan beda agama, melainkan untuk mengambil sikap terhadap keluarga
beda agama. Hal itu mengingat jumlah keluarga dari perkawinan beda agama di
Indoneia yang semakin meningkat. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya

88

sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan agama di masyarakat, dan telah
terjadi suatu kenyataan kemanusiaan baru dimana tembok-tembok penghalang
mulai runtuh.5 Meskipun Undang-Undang Perkawinan di Indonesia belum
mengaturnya secara resmi pernikahan beda agama. Oleh karena itu sikap gereja
lebih ditujukan bagaimana menyikapi keluarga beda agama yang ada di dalamnya.
Hal tersebut terjadi seperti jemaat di Korintus, artinya ada jemaat-jemaat
yang memiliki pasangan tidak seiman (1 Korintus 7). Jemaat di di Korintus adalah

jemaat yang tinggal dalam masyarakat majemuk, bahkan telah menjadi ciri khas
kota Korintus yakni kebhinekaan masyarakatnya.6 Hal itulah yang memungkinkan
jemaat melakukan pernikahan dengan yang bukan Kristen. Terhadap hal tersebut
Rasul Paulus menegaskan bahwa mereka yang Kristen dalam keluarga beda
agama memiliki peranan yang penting bagi pasangannya yang bukan Kristen yaitu
menguduskannya termasuk kepada anak-anak dalam keluarga tersebut. Artinya
orang yang Kristen dalam keluarga tersebut dapat menolong dan membawa
anggota keluarga yang bukan Kristen pada iman Kristen melalui imannya yang
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga yang dalam situasi demikian
menurut Rasul Paulus termasuk jemaat yang dalam keadaan gawat. 7 Oleh karena
itu memerlukan perlakuan khusus terhadap mereka, hal itu sebagai bentuk
perhatian yang besar dari Allah terhadap keluarga.

5

Ariarajah, Wesley, S, Not Without My Neighbour, Tak Mungki Tanpa Sesamaku, Jakarta BPK
Gunung Mulia, 2008, hal. 102.
6
Drane, John, Memahami Perjanjian Baru, Pengantar Historis-Teologis, BPK Gunung Mulia,
Jakarta, 1998, hal.350.

7
Ibid, Hal.355.

89

Dari pemahaman keluarga yang beda agama dalam jemaat (gereja)
tersebut dapat disimpulkan bahwa gereja tetap memberikan perhatian kepada
jemaat yang memiliki keluarga beda agama, bahkan memberikan perhatian
khusus. Tujuan dari perhatian khusus tersebut agar jemaat yang Kristen mampu
menjalankan funginya sebagai anggota keluarga sekaligus menolong anggota
keluarganya yang bukan Kristen untuk mengalami iman Kristen. Perhatian khusus
yang dimaksud adalah memberikan pemaknaan pastoral dan teologis terhadap
keluarga beda agama dalam jemaat. Secara pastoral anggota keluarga Kristen dari
keluarga beda agama membutuhkan tuntunan, dukungan dan bantuan agar mereka
dapat mempertahankan iman serta mampu menjadi teladan bagi anggota keluarga
yang berbeda agama. Khususnya jika di tengah keluarga beda agama anggota
yang Kristen adalah sebagai orangtua, tentu bantuan gereja mereka perlukan bagi
pelaksanaan PAK keluarga. Secara teologis, orang-orang Kristen dipanggil untuk
menjadi “garam dan terang” (Matius 5: 13-16), panggilan tersebut juga berlaku
bagi orang Kristen yang berada dalam keluarga beda agama. Seperti yang

dikuatkan oleh Rasul Paulus bahwa mereka yang ada dalam keluarga tidak seiman
jutru menjadi orang yang dapat menyelamatkan anggota keluarga yang tidak
seiman (1 Korintus 7).
Dengan demikian, GKMI Salatiga sebagai gereja yang memiliki anggota
dari keluarga yang beda agama perlu melakukan tindakan-tindakan khusus kepada
mereka sebagai bentuk perhatian gereja. Tindakan-tindakan tersebut berupa
memahaman teologis bersama dari para pemimpin gereja terhadap keluarga beda
agama seperti yang dijelaskan di atas. Dengan demikian gereja dapat memberikan

90

pendampingan pastoral bagi anggota yang berasal dari keluarga beda agama.
Pendampingan pastoral yang dimaksud adalah memberikan tuntutan terkait
dengan PAK bagi mereka yang menjadi orangtua di tengah keluarga beda agama
melalui pembekalan-pembekalan. Selain hal itu juga memantau secara berkala
perkembangan mereka melalui konseling dan perkunjungan pribadi maupun
keluarga, serta tetap mendorong mereka terlibat dalam kegiatan pelayanan gereja
sesuai dengan kemampuan mereka. Dengan demikian mereka diterima dalam
komunitas gereja. Hal tersebut akan memotivasi mereka menghilangkan rasa
bersalah yang pernah mereka lakukan melalui perkawinan beda agama.

91

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Psiko-Teologis tentang Musik dalam Ibadah Minggu di Jemaat GKMI Salatiga T2 752014023 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Psiko-Teologis tentang Musik dalam Ibadah Minggu di Jemaat GKMI Salatiga T2 752014023 BAB II

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Psiko-Teologis tentang Musik dalam Ibadah Minggu di Jemaat GKMI Salatiga T2 752014023 BAB IV

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Religiusitas Remaja Akhir dari Orang Tua yang Beda Agama dan Orang Tua yang Tidak Beda Agama

0 1 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tradisi “Piring Nazar” dalam Perspektif Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga T2 752013033 BAB IV

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Dengan Orang Tua Beda Agama di Jemaat GKMI Salatiga T2 752013020 Bab I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Dengan Orang Tua Beda Agama di Jemaat GKMI Salatiga T2 752013020 Bab II

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Dengan Orang Tua Beda Agama di Jemaat GKMI Salatiga T2 752013020 Bab V

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Dengan Orang Tua Beda Agama di Jemaat GKMI Salatiga

0 0 12

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pembelajaran Berbasis Kontekstual Bidang Studi Pendidikan Agama Kristen di SMA Kristen Satya Wacana Salatiga T2 BAB IV

0 1 46