Pemberian Restitusi Terhadap atau Ahli Waris Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang

38

BAB II
PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
A. Tindak Pidana Perdagangan Orang
Indonesia adalah salah satu negara didunia yang memiliki jumlah populasi
penduduk yang besar saat ini, yakni sekitar 250 juta jiwa lebih. Tingginya
pertumbuhan penduduk tersebut, menjadikan Indonesia memiliki jumlah angkatan
kerja yang tinggi. Tingginya jumlah penduduk tersebut menimbulkan masalah
dalam bidang ketenagakerjaan Indonesia, yakni ketimpangan antar jumlah angkatan
kerja dan kesempatan kerja yang tersedia. 18
Provinsi-provinsi di Indonesia menjadi sumber maupun tujuan perdagangan
manusia terutama adalah Jawa diikuti kemudian oleh Kalimantan Barat, Lampung,
Sumatra Utara, Banten Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur dan Sulawesi Utara. Perdagangan gadis remaja terutama dari wilayah
Kalimantan Barat ke Taiwan yang berpura-pura sebagai pengantin wanita masih
terus terjadi. Setiba disana, mereka dipaksa menjadi pelacur. Sebuah tren baru
terjadi satu tahun terakhir ini yaitu perdagangan puluhan wanita Indonesia ke
wilayah Kurdistan di Irak untuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT). Tren
lainnya adalah menculik gadis belia yang dilakukan para pelaku perdagangan

manusia untuk dikirim ke Malaysia dan dipaksa menjadi pelacur. Wanita dari Cina,
Thailand dan Eropa Timur diperdagangkan ke Indonesia untuk tujuan eksploitasi

18

Sumardi. Mulyanto, Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. ( Jakarta: Rajawali 2012),hal,15.

Universitas Sumatera Utara

39

seksual meskipun jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan jumlah wanita
Indonesia yang diperdagangkan untuk tujuan serupa. 19
Perdagangan manusia di dalam negeri masih menjadi masalah besar di
Indonesia, di mana para wanita dan anak dieksploitasi menjadi PRT, pekerja seks
komersial dan buruh pabrik-pabrik kecil. Para pelaku perdangan manusia kadang
bersekongkol dengan pihak sekolah untuk mulai merekrut pelajar-pelajar muda di
sekolah kejuruan untuk menjadi tenaga kerja paksa di hotel Malaysia melalui
peluang “magang” yang sebenarnya fiktif. Warga dari Indonesia direkrut dengan
tawaran untuk bekerja di restoran, pabrik atau sebagai pembantu rumah tangga

(PRT) dan kemudian dipaksa menjalani perdagangan seks. Mengenaskan juga
dialami oleh anak-anak Indonesia yang menjadi korban pariwisata seks dengan
pelaku mayoritas dari wisatawan Malaysia dan Singapura. Pariwisata seks yang
melibatkan anak-anak banyak ditemui di daerah-daerah perkotaan dan daerah
tujuan wisata. 20
Tindak pidana perdagangan manusia yang merupakan kejahatan lintas
Negara atau kejahatan transnasional sudah menjadi keprihatinan global Negaranegara di dunia. Khusus untuk Indonesia agar dapat menjerat pelaku tindak pidana
trafiking, Indonesia sudah mempunyai Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Disayangkan sekali terkadang
aparat penegak hukum justru menjadi mitra bagi pelaku perdagangan manusia,
misalnya kerjasama dengan PJTKI.21

19

Ibid,hal,17.
Ibid,hal,21.
21
Ibid,hal,25.
20


Universitas Sumatera Utara

40

1. Beberapa Bentuk Tindak Perdagangan Orang
Ada beberapa bentuk tindak perdagangan orang yang harus diwaspadai,
karena terkadang masyarakat tidak sadar bahwa dirinya sudah menjadi korban dari
perdagangan orang. Beberapa bentuk tindak pidana perdagangan orang menurut
Agus Hamim dan Agustinanto yaitu : pertama kerja paksa seks dan eksploitasi seks
baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia. Banyak kasus, perempuan dan
anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga
toko atau pekerjaan-pekerjaan lain tanpa keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja
pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. 22
Kedua, Pembantu Rumah Tangga (PRT) baik di luar ataupun di wilayah
Indonesia. PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia diperdagangkan
ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk jam kerja wajib yang
sangat panjang, penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi,
kerja karena jeratan hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan
seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan dan tidak boleh menjalankan
agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen

menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak
mencoba melarikan diri. Ketiga, bentuk lain dari kerja migran baik di luar ataupun
di wilayah Indonesia. Banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang
lainnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di
pabrik, restoran, industri cottage atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini
diperdagangkan ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya
22

Komnas Perempuan, Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia, (Jakarta:
Ameepro, 2002),hal,27.

Universitas Sumatera Utara

41

dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang
dijebak ditempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan atau kekerasan.23
Keempat, penari, penghibur dan pertukaran budaya terutama di luar negeri.
Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya,
penyanyi atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari

perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan
kondisi mirip perbudakan. Kelima, pengantin pesanan terutama di luar negeri.
Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang
berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Kasus semacam itu, para
suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka
dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks. Keenam,
beberapa bentuk buruh/pekerja anak terutama di Indonesia. Beberapa (tidak semua)
anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di lepas pantai seperti
jermal dan bekerja di perkebunan telah diperdagangkan ke dalam situasi yang
mereka hadapi saat ini. Penjualan bayi baik di luar negeri ataupun di Indonesia.
Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di
luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk
diadopsi ilegal. Kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT
kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi
tersebut ke pasar gelap.

23

Ibid,hal,35.


Universitas Sumatera Utara

42

2.Jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia
Perdagangan orang terjadi di seluruh Indonesia dengan beberapa daerah
ditengarai sebagai daerah pengirim/asal, penerima dan transit. Secara umum
daerah-daerah ini terkait dengan daerah-daerah pengirim/asal, penerima dan transit
untuk buruh migran, karena biasanya traficking akan memangsa orang-orang yang
mencari kerja jauh dari rumah/tempat asal mereka. Perdagangan orang adalah
kejahatan transaksional. Korbannya adalah orang-orang yang mudah dipengaruhi,
diiming-imingi, lalu tergoda dengan janji-janji muluk jaringan perdagangan orang
itu. Kasus perdagangan orang banyak belum terungkap, karena dilakukan
terselubung. Biasanya sasaran perempuan muda diajak ke luar daerah dengan
iming-iming pekerjaan dan gaji besar. Ternyata malah dijadikan PSK. Pengiriman
tenaga kerja secara ilegal atau tanpa visa, setelah ditangkap baru terungkap korban
perdagangan manusia. Kasus perdagangan orang baru terungkap bila yang
bersangkutan sadar telah dijadikan PSK atau tertangkap dalam razia. Masyarakat
agar lebih berhati-hati dan jangan terjerat menjadi korban perdagangan orang.
Ada beberapa ciri pelaku perdagangan orang di antaranya merayu dan

menjanjikan kesenangan, menjebak, mengancam dan menyalahgunakan wewenang.
Menjerat dengan utang, menculik dan menyekap, mengajukan untuk menjadi duta
budaya dan seni keluar daerah atau keluar negeri secara ilegal. Bisa juga berkedok
penyaluran tenaga kerja untuk industri hiburan di dalam negeri dan luar negeri
dengan iming-iming bayaran besar. Bila ada gelagat seperti itu, sebaiknya
masyarakat menolak ajakan mencari pekerjaan di luar daerah. Jadi, bila
menemukan ciri-ciri tersebut bisa melapor ke pihak berwajib atau Terpadu

Universitas Sumatera Utara

43

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang menangani Perdagangan
Manusia untuk ditindaklanjuti.24
Munculnya kasus perdagangan anak di bawah umur faktor penyebabnya di
antaranya pengaruh lingkungan, si anak ingin hidup serba ada dengan cara cepat,
karena keluarga kurang mampu. Akibat pergaulan bebas dengan pacar dan saat
putus dan menganggap tidak suci, akhirnya melakukan balas dendam dengan
menjual diri untuk mendapatkan uang. Mengantisipasi agar si anak tidak terlibat
pergaulan


bebas,

bagaimana

dikeluarga

menanamkan

nilai-nilai

spiritual

keagamaan didalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Di sekolah, pelajaran
agama hanya sebagai pengetahuan untuk memperoleh nilai bagus di raport, akan
tetapi tidak merubah prilaku dan bisa membentengi diri bagi si anak.
Menurut

Undang-Undang


RI

Nomor

21

Tahun

2007

Tentang

pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, perdagangan orang adalah
tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau
penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan. Pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain
tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang terekploitasi. Pengertian eksploitasi adalah

tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas
pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa

24

Ibid,hal,45.

Universitas Sumatera Utara

44

perbudakan, penindakan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi
atau secara melawan hukum memindahkan. Mentransplantasi organ dan atau
jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak
lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. 25
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 Tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan
Anak memberikan definisi trafiking perempuan dan anak sebagai segala tindakan
perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindah tanganan,
pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan,

perempuan dan anak. Ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik,
penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya
ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat,
jebakan hutang, dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau
keuntungan, dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan
eksploitasi seksual (termasuk phaedopilia), buruh migran legal maupun ilegal,
adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga,
mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ
tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.
3.Sasaran Dan Daerah Operasi Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang
Modus operandi pelaku perdagangan orang ialah antara lain :26
a.Merayu dan menjanjikan kesenangan.
b.Menjebak, mengancam dan menyalahgunakan wewenang.
25

Luhulima, Achie Sudiarti. Pemahaman Bentuk- Bentuk tindak Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. (Jakarta: PT. Alumni, 2010),hal,45.
26
Ibid,hal,48.

Universitas Sumatera Utara

45

c.Menjerat dengan hutang.
d.Menculik dan menyekap.
e.Mengajukan untuk menjadi duta budaya dan seni keluar daerah atau keluar negeri
secara ilegal.
f.Berkedok penyaluran tenaga kerja untuk industri hiburan di dalam negeri dan luar
negeri dengan iming-iming bayaran besar.
Daerah pengirim/asal adalah daerah asal korban, dimana daerah pengirim
cenderung merupakan daerah yang minim dan biasanya pedesaan dan relatif
miskin. Daerah-daerah pengirim ini biasanya berlokasi di Jawa, meskipun Lombok,
Sulawesi Utara dan Lampung juga dikenal sebagai daerah pengirim. Daerah
penerima adalah daerah-daerah kemana para korban dikirim. Tujuan tertentu
mempunyai ciri trafiking tertentu. Misalnya kerja seks secara paksa di Batam,
Jakarta, Bali, Surabaya, Papua dan daerah lainnya dimana industri seks dan
pariwisata ditemukan di Indonesia. Jepang, Malaysia, Singapura dan Korea Selatan
dikenal sebagai daerah tujuan internasional. Pembantu Rumah Tangga (PRT)
disemua daerah kota besar baik di Indonesia maupun Hong Kong, Malaysia, Timur
Tengah, Singapura ataupun Taiwan. Pengantin pesanan di Taiwan dan penari
budaya di Jepang. Indonesia sebagai Negara penerima, ada beberapa bukti bahwa
para perempuan juga ditrafik ke Indonesia dari Asia dan Eropa untuk bekerja di
industri seks. 27
Daerah transit adalah daerah-daerah yag dilewati oleh para korban sebelum
sampai ke tempat tujuan. Kebanyakan daerah transit adalah daerah-daerah yang

27

Ibid,hal,52.

Universitas Sumatera Utara

46

memiliki pelabuhan, bandara, terminal transportasi darat yang besar dan daerahdaerah perbatasan internasional. Ini termasuk Jakarta, Batam, Surabaya,
Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Lampung.
4.Dampak dari Tindak Pidana Perdagangan Orang
Akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana perdagangan orang sangat
komplek, artinya selain timbul dampak sosial di masyarakat juga menimbulkan
dampak emosional terhadap para korban, diantaranya adalah perasaan kehilangan
kendali dan kurangnya rasa aman. Kejadian yang traumatis merenggut perasaan
kendali diri individu yang sering mengarah kepada perasaan tidak nyaman dan
kurang aman yang menyeluruh dan mendalam, serta korban telah secara paksa
dipisahkan dari sistem lingkungan dan kekerabatan mereka sehingga wilayah
keselamatan serta keamanan mereka telah dilanggar. Mungkin juga telah diancam
oleh pelaku agar tidak menceritakan pengalaman mereka. Hal ini menyebabkan
mereka sulit untuk mempercayai orang lain dan berbicara mengenai pengalaman
mereka. Hal yang paling penting ketika berhubungan dengan para korban dalam
pemberian layanan adalah menciptakan rasa aman bagi mereka.28
Rasa tidak percaya diri, orang yang telah menjadi korban kekerasan dan
kekerasan seksual biasanya memiliki rasa kepercayaan diri yang kurang. Dapat
dimanifestasikan dalam berbagai macam tingkah laku seperti depresi, rasa malu,
kelesuan, respon emosional yang keras, ketidakpekaan emosional dan lain-lain.
Stigma sosial dan rasa malu karena beberapa alasan, diantaranya pengalaman yang
telah mereka lalui selama proses perdagangan orang (misalnya pemerkosaan,

28

Ibid,hal,62.

Universitas Sumatera Utara

47

penyiksaan, pelecehan seksual), mereka tidak berhasil untuk mendapatkan uang
untuk keluarga mereka, mereka merasa merekalah yang menyebabkan pelanggaran
yang mereka alami tersebut.
Respon emosional yang keras, trauma perdagangan orang dapat muncul
berbagai ragam respon emosional termasuk rasa marah, histeria, mudah menangis,
sikap yang obsesif, kediaman dan lain-lain. Respon seperti itu tidak dapat langsung
dibaca. Seseorang tertawa ketika menceritakan tentang penyerangan seksual kepada
mereka, hal ini bukan berarti bahwa orang itu merasa ceritanya lucu. Perdagangan
orang biasanya melibatkan pengkhianatan kepercayaan atau manipulasi yang
dilakukan oleh orang yang dipercaya.29
Memperlihatkan perilaku seksual respon sosial yang sering ditemukan pada
korban kekerasan seksual adalah kecenderungan untuk memperlihatkan perilaku
seksual. Dimanifestasikan dalam bentuk menggoda, menyentuh dan lain-lain.
Biasanya terjadi pada kasus dimana korban adalah pekerja seks yang
mengkonseptualkan jati diri mereka dalam bentuk-bentuk seksual. Jenis respon
seperti ini dibentuk oleh fakta bahwa orang-orang tersebut telah menerima
perhatian pada waktu lalu melalui interaksi seksual (bukan dipaksakan) sehingga
mereka merasa bahwa satu-satunya cara agar mereka dapat menunjukkan
pengendalian diri dan/atau mereka mungkin mencoba untuk mendapatkan perhatian
dan penghargaan dari orang lain melalui perilaku seperti ini.30

29

Syafaat, Rachmad, Dagang Manusia-Kajian Trafficking Terhadap Perempuan dan Anak
di Jawa Timur. (Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama, 2012),hal,43.
30
Ibid,hal,27.

Universitas Sumatera Utara

48

5. Pencegahan dan Perlindungan Tindak Pidana Pedagangan Orang
Pencegahan tindak pidana perdagangan orang bertujuan mencegah sedini
mungkin

terjadinya

tindak

pidana

perdagangan

orang.

Pencegahan

dan

Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga sudah diatur dalam pasal
56 sampai dengan pasal 63, Undang-undang No.21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-undang Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) pasal 1 angka 1 telah didefenisikan pencucian uang itu
adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan,

menyumbangkan,

menitipkan,

membawa

ke

luar

negeri,

menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut

diduga

merupakan

hasil

tindakan

pidana

dengan

maksud

untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harga kekayaan sehingga seolaholah menjadi harta kekayaan yang sah. Defenisi tersebut jelas bahwa tindakan
apapun yang bersumber dari dana yang tidak sah seperti hasil korupsi, penyuapan,
penyelundupan

barang,

penyelundupan

tenaga

kerja,

perdagangan

orang

(trafficking), judi, obat bius, perampokan dan tindakan pidana lainnya, termasuk
dalam tindakan pidana pencucian uang. 31
Indonesia juga mengadakan kerjasama internasional, karena perdagangan
orang ini termasuk kejahatan lintas Negara (kejahatan transnasional). Badan-badan
PBB, Pemerintahan asing, Kelompok negara-negara ASEAN, Lembaga Keuangan
Internasional seperti IMF, WB, dan ADB, LSM Regional dan Internasional (HAM,
Kesehatan, Bantuan Hukum, Hak Konsumen, Perlindungan Anak, Organisasi
31

Ihroni Tapi Omas, Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan
Keadilan Gender, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010),hal,48.

Universitas Sumatera Utara

49

perempuan, Hak pekerja/buruh, Serikat Buruh/Pekerja). Kerangka instrument
nasional, Indonesia dalam melakukan penanggulangan perdagangan orang melalui
beberapa cara, diantaranya menggalang kesatuan antar lembaga yaitu Kementrian
Eksekutif Negara, Depnaker Trans, Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri
Kehakiman dan HAM, Depsos, Kantor Imigrasi, Diknas, Kejaksaan, Pariwisata,
Menko Bidang Ekonomi, Menkokesra, Menkopolkam, Badan-badan Eksekutif
Lokal, Legislatif (semua level), Sistem Yudisial, Penegak Hukum Polisi, Imigrasi,
Bea Cukai, Jaksa, Hukum Militer, penjaga perbatasan, Angkatan Laut, serta
kerjasama dengan Komisi Pemberdayaan Perempuan (KPP) yang bertindak sebagai
unsur utama pemerintah dan koordinator untuk Gugus Tugas Anti Perdagangan
Orang Nasional, untuk menyiapkan konsep rencana tindakan nasional 2009-2013
mengenai perdagangan orang.32
Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Anak Kepres No.88 Tahun 2002
dibentuk melalui Keputusan Presiden RI Nomor 88 Tahun 2002. Tujuan umum
Gugus Tugas ini adalah terhapusnya segala bentuk perdagangan anak. Untuk Gugus
Tugas di daerah, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Departemen
Dalam Negeri Nomor 560/1134/PMD/2003 yang ditujukan kepada Gubernur,
Bupati dan Walikota seluruh Indonesia. Surat edaran tersebut diarahkan bahwa
focal point pelaksanaan penghapusan perdagangan orang di daerah dilaksanakan
oleh unit kerja di jajaran pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan
menangani urusan anak melalui penyelenggaraan pertemuan koordinasi kedinasan
di daerah dengan tujuan menyusun standar minimum dalam pemenuhan hak-hak

32

Ibid,hal,51.

Universitas Sumatera Utara

50

anak, pembentukan satuan tugas penanggulangan perdagangan orang di daerah,
melakukan pengawasan ketat terhadap perekrutan tenaga kerja dan mengalokasikan
dana APBD untuk keperluan kegiatan.
Beberapa provinsi dan kabupaten membentuk rencana tindakan lokal dan
komite anti perdagangan orang. KPP mengadakan pendidikan sosialisasi anti
perdagangan orang. Pemerintah nasional menunjukkan niat politik yang kecil untuk
menegosiasikan kembali Nota Kesepahaman (MOU) 2006 dengan Malaysia yang
mengabaikan hak PRT warga negara Indonesia untuk memegang paspor mereka
saat mereka bekerja di Malaysia. Pemerintah tidak melakukan upaya-upaya untuk
mengurangi permintaan tenaga kerja paksa atau permintaan pekerja seks komersil
tahun lalu.
Kepolisian Indonesia bekerjasama dengan pihak berwenang Australia dan
Swiss menangkap dan mendeportasi dua pedofilia yang melakukan pelecehan
seksual kepada anak-anak dan sebuah pengadilan di Indonesia menjatuhkan
hukuman delapan tahun penjara kepada seorang

wisatawan seks anak

berkebangsaaan Australia pada tahun 2009. Pemerintah menyediakan pelatihan anti
perdagangan orang kepada TNI sebelum mereka ditugaskan ke misi perdamaian
internasional.33
Peran serta masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan atau lembaga
swadaya masyarakat (LSM), antara lain Lingkungan dan Keluarga, Organisasi
kemasyarakatan, Serikat Buruh/Serikat Pekerja, LSM (HAM Komnas HAM),
Health (YKB), Bantuan Hukum (misalnya, LBH, PBHI), Hak Konsumen

33

Ibid,hal,56.

Universitas Sumatera Utara

51

(misalnya. YLKIA), Perlindungan Anak (misalnya, Komnas PA, Organisasi
Perempuan). Termasuk juga tokoh agama dan organisasi keagamaan serta tokoh
masyarakat.
Selama tahun 2009, pemerintah Indonesia mengadili 129 tersangka pelaku
perdagangan orang. Pada tahun 2008 mengadili 109 orang. Penjatuhan vonis pada
tahun 2009 juga meningkat menjadi 55 dari 46 pada tahun 2008. Sebanyak 55
pengadilan dan 9 penjatuhan vonis pada tahun 2009 dilakukan atas kasus
perdagangan buruh. Lama hukuman rata-rata yang diberikan kepada terpidana
adalah 43 bulan, hampir sama dengan rata-rata tahun 2008 yakni 45 bulan.
Mengadili tersangka tersebut usaha Indonesia masih belum maksimal, karena
pemerintah

Indonesia

tidak

sepenuhnya

memenuhi

standar

minimum

pemberantasan perdagangan orang. Pemerintah Indonesia belum menggunakan
Undang-undang No. 21 Tahun 2007, tetapi masih menggunakan Undang-undang
yang lain, misalnya Undang-undang mengenai Perburuhan, sehingga belum ada
restitusi bagi korban. Kriminologi yang terutama digunakan untuk memberi
petunjuk bagaimana masyarakat dapat memberantas kejahatan dengan hasil yang
baik dan lebih-lebih bisa menghindarinya. Perdagangan orang di Indonesia
merupakan masalah yang sangat kompleks. Para korban yang ditrafiking bekerja
dengan jam kerja relatif panjang dan rawan kekerasan fisik, mental dan seksual.
Tidak mempunyai dukungan atau perlindungan minimal dari pihak luar. Kesehatan
mereka juga terancam oleh infeksi seksual, perdagangan alkohol dan obat-obatan
terlarang.34

34

Ibid,hal,64.

Universitas Sumatera Utara

52

Mengatasi permasalahan perdagangan orang tidak hanya melibatkan satu
lembaga, akan tetapi harus melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada di
masyarakat, yaitu instansi-instansi pemerintah, LSM, organisasi kemasyarakatan
yang tergabung dalam sebuah kemitraan yang diperkuat oleh peraturan pemerintah,
paling tidak keputusan menteri untuk bersama-sama menangani masalah
perdagangan orang. Salah satu faktor pendorong perdagangan orang adalah ketidakmampuan sistem pendidikan yang ada maupun masyarakat untuk mempertahankan
anggota keluarganya supaya tidak putus sekolah dan melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Petugas kelurahan dan kecamatan yang membantu pemalsuan KTP
yang diperdagangkan juga menjadi faktor pendorong utama perdagangan orang.
Mengatasi masalah ini diperlukan instrumen hukum atau kebijakan yang lebih ketat
secara efektif mencegah pemalsuan KTP.35
Pemerintah Indonesia diharapkan secepatnya menetapkan standar minimum
pembasmian perdagangan orang. Menggunakan Undang-undang No. 21 Tahun
2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pada praktekpraktek perdagangan buruh. Adanya perbaikan kinerja pengadilan, pendakwaan dan
penjatuhan hukuman atas kasus-kasus perdagangan buruh, termasuk yang
melibatkan agen-agen perekrutan buruh. Memeriksa kembali Nota Kesepahaman
dengan Negara-negara yang menjadi tujuan perdagangan untuk memasukkan
perlindungan terhadap korban. Perlu peningkatan upaya untuk mengadili dan
mendakwa pejabat publik yang menarik keuntungan dari atau terlibat dalam

35

Mangku, Made Pastika, Mudji Waluyo, Arief Sumarwoto, dan Ulani Yunus, pecegahan
Narkoba Sejak Usia Dini, (Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2011),hal,20.

Universitas Sumatera Utara

53

perdagangan orang. Meningkatkan pendanaan bagi upaya penegakan hukum dan
menyelamatkan, memulihkan dan mengintegrasikan para korban.
B. Perlindungan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
1. Pengertian Korban
Pentingnya pengertian korban disampaikan untuk membantu dalam
menentukan secara jelas batas-batas yang dimaksud oleh pengertian tersebut
sehingga diperoleh kesamaan cara pandang. Korban suatu kejahatan tidaklah selalu
berupa individu ataupun orang perorangan, tetapi bisa juga berupa kelompok orang,
masyarakat dan juga badan hukum.36
Perspektif ilmu pengetahuan pidana lazimnya pengertian korban “korban
kejahatan” merupakan terminology disiplin ilmu kriminologi dan victimologi yang
kemudian dikembangkan dalam system peradilan pidana. Dikaji dari perspektif
ilmu victimologi, pengertian korban dapat diklasifikasikan secara luas dan sempit.
Pengertian luas korban diartikan sebagai orang yang menderita atau dirugikan
akibat pelanggaran baik bersifat pelanggaran hukum pidana maupun diluar hukum
pidana atau juga termasuk korban penyalahgunaan kekuasaan. Pengertian korban
dalam artian sempit dapat diartikan sebagai victim of crime yaitu korban kejahatan
yang diatur dalam ketentuan hukum pidana.
Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan oleh para ahli maupun
bersumber dari undang-undang, sebagian diantaranya adalah sebagai berikut :37
a.Arief Gosita

36
37

Ibid,hal,25.
Ibid,hal,30.

Universitas Sumatera Utara

54

Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat
tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang
lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan.
b.Muladi
Korban adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah
menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi atau
gangguan subtansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan
atau komisi yang melanggar hukum pidana dimasing-masing Negara, termasuk
penyalahgunaan kekuasaan.
c.Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik,
seksual, ekonomi dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan
orang. Mengacu pada pengertian-pengertian korban diatas, dapat dilihat bahwa
korban pada dasarnya tidak hanya orang perorangan atau kelompok yang secara
langsung menderita akibat dari perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian
atau penderitaan bagi diri atau kelompoknya. Lebih luas lagi termasuk didalamnya
keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban dan orang-orang yang
mengalami kerugian ketika membantu korban mengatasi penderitaannya.38
2. Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
Korban kejahatan sering kali identik dengan pihak yang lemah, baik lemah
secara fisik maupun mental, secara ekonomis, politik dan sosial. Biasanya dikaitkan

38

Ibid,hal,38.

Universitas Sumatera Utara

55

dengan anak-anak, tidak berpendidikan, miskin, tidak kenal hukum, tidak
mempunyai perlindungan dan lain-lain. Kondisi dan situasi korban dapat
merangsang orang atau kelompok lain melakukan kejahatan terhadap korban. Ada
kejahatan yang disadari oleh pelaku kejahatan, tetapi ada kejahatan yang tidak
disadari korban akan menimpa dirinya, begitu pula korban tindak pidana
perdagangan orang. Korban menyadari bahwa dapat terjadi tindak pidana
perdagangan orang terhadap dirinya seperti tenaga kerja Indonesia dan ada yang
tidak menyadari karena ditipu atau dibujuk, sehingga terjadi tindak pidana
perdagangan orang.39
Menurut Mardjono, mengenai korban meliputi juga pelanggaran terhadap hak
asasi manusia yang bersumber dari penyalahgunaan secara melawan hukum
kekuasaan ekonomi seperti perlanggaran terhadap peraturan ketenagakerjaan,
penipuan konsumen, penyelewengan dalam bidang perdagangan oleh perusahaanperusahaan transnasional dan sebagainya dan penyalagunaan secara melawan
hukum kekuasaan umum, seperti pelanggaran terhadap hak asasi manusia,
penyalahgunaan wewenang oleh alat penguasa dan sebagainya.
Batasan pengertian korban kejahatan adalah bagian yang tidak mudah untuk
dirumuskan karena meliputi pada aspek-aspek kehidupan yang luas. Batasan
pengertian korban terdapat dalam undang-undang yang mana pengertian korban
tindak pidana perdagangan orang sama dengan pengertian korban pada umumnya
hanya korban tersebut akibat dari tindak perdagangan orang. Lebih rinci dinyatakan
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak
39

Marpaung, Leden. 2011.Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan &
Penyidikan). Jakarta: Sinar Grafika.hal,30.

Universitas Sumatera Utara

56

Pidana Perdagangan Orang. Pasal 1 angka 3 adalah seseorang yang mengalami
penderitaan psikis, mental, fisik dan sosial yang diakibatkan tindak pidana
perdagangan. Pengertian korban menurut undang-undang tersebut, sejalan dengan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Pasal 1 angka 2 yang menyatakan bahwa korban adalah seseorang yang mengalami
penderitaan fisik, mental atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak
pidana.
Ruang lingkup mengenai korban kejahatan mencakup tiga hal, yaitu siapa
saja yang menjadi korban, penderitaan atau kerugian apakah yang dialami korban
kejahatan, dan siapa yang bertanggung jawab dan/atau bagaimana penderitaan serta
kerugian yang dialami korban dapat dipulihkan. Kerugian dan penderitaan korban
suatu tindak pidana dapat berupa materi, fisik, psikologis dan sosial.
Pengelompokan kerugian atau penderitaan tersebut tidak berarti bahwa seorang
korban hanya mengalami salah satu kerugian atau penderitaan saja karena pada
beberapa jenis tindak pidana dapat pula dijumpai berbagai kerugian dan penderitaan
yang dirasakan sekaligus, termasuk korban tindak pidana perdagangan orang yang
mengalami beberapa kerugian dan penderitaan sekaligus, kerugian materiil dan juga
penderitaan fisik serta psikis.40
Kerugian materi dapat berupa uang dan hilangnya pendapatan yang
seharusnya diperoleh. Kerugian yang diderita saat terjadinya tindak pidana juga
dapat terjadi

kerugian materi setelah tindak pidana terjadi. Kerugian atau

penderitaan fisik mudah terlihat dari penderitaan yang lainnya. Ini mempunyai

40

Ibid,hal,32.

Universitas Sumatera Utara

57

dampak yang bervariasi sesuai dengan tingkat keseriusan luka yang diderita korban.
Jenis-jenis korban dapat dilihat dari bermacam-macam perspektif, ada yang ditinjau
dari perspektif keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, yaitu sebagai
berikut:41
a.Nonparticipating victims adalah mereka yang menyangkal atau menolak
kejahatan dan penjahat, tetapi tidak turut berpartisipasi dalam penanggulangan
kejahatan.
b.Latent or presisposed victims adalah mereka yang mempunyai karakter tertentu
cenderung menjadi korban pelanggaran tertentu.
c.Provocative victims adalah mereka yang menimbulkan kejahatan atau pemicu
kejahatan.
d.Participating victims adalah mereka yang tidak menyadari atau memiliki perilaku
lain, sehingga memudahkan dirinya menjadi korban.
e.False victims adalah mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri.
3. Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
Kebijakan perlindungan pada korban kejahatan pada hakekatnya
merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari kebijakan hukum.
Berdasarkan konsep tersebut, peran Negara guna meciptakan suatu kesejahteraan
sosial sebagaimana amanat UUD 1945 dan Pancasila, tidak hanya terbatas pada
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan materiil dari warga negaranya, tetapi lebih dari
itu, diperlukan penegakan hukum yang mempunyai aspek perlindungan kepada

41

Ibid,hal,34.

Universitas Sumatera Utara

58

korban kejahatan guna terpenuhinya rasa keadilan dan kepastian hukum dalam
kehidupan bernegara.42
Perlindungan hukum terhadap korban kejahatan secara memadai tidak saja
merupakan isu nasional, tetapi juga internasional, karena itu hal ini perlu
memperoleh perhatian yang serius. Pentingnya perlindungan hukum korban
kejahatan memperoleh perhatian serius, dapat dilihat dalam : Declaration of Basic
Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power oleh PBB sebagai
hasil dari The Seventh United Nation Conggres on the Prevention of Crime and the
Treatment of Offendenrs yang berlangsung di Milan Italia pada September 1985.
Deklasi tersebut, bentuk perlindungan hukum yang diberikan mengalami perluasan
tidak hanya ditujukan pada korban kejahatan, tetapi juga perlindungan terhadap
korban akibat penyalahgunaan kekuasaan.
Korban kejahatan yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling
menderita dalam suatu tindak pidana, tidak memperoleh perlindungan sebanyak
yang diberikan undang-undang kepada pelaku kejahatan. Setelah pelaku kejahatan
telah dijatuhi sanksi pidana oleh pengadilan, kondisi korban tidak diperdulikan.
Kaitannya dengan upaya perlindungan hukum terhadap korban perdagangan orang,
maka upaya perlindungan hukum bagi masyarakat menjadi penting. Hal tersebut
disebabkan masyarakat baik kelompok maupun perorangan dapat sewaktu-waktu
menjadi korban kejahatan perdagangan orang. Perlindungan hukum korban
kejahatan perdagangan orang sebagai bagian dari perlindungan kepada masyarakat,
dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk atau model.
42

Mulyadi, Lilik. 2010.Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana
Indonesia (Perspektif, Teoritis, Praktik, Teknik Membuat, dan Permasalahannya). Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.hal,15.

Universitas Sumatera Utara

59

Pada dasarnya bentuk atau model perlindungan terhadap korban kejahatan
dapat juga diberikan kepada korban tindak pidana perdagangan orang, untuk lebih
mendalami bentuk terhadap korban kejahatan perdagangan orang, maka terdapat
beberapa bentuk atau model perlindungan yang dapat diberikan, yaitu sebagai
berikut : 43
a. Pemberian Restitusi
Restitusi adalah kewajiban pengembalian harta milik atau pembayaran atas
kerusakan atau kerugian yang diderita, penggantian biaya-biaya yang timbul
sebagai akibat jatuhnya korban atau penyediaan jasa oleh pelakunya sendiri. Setiap
korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh
restitusi dari pelaku. Restitusi ini merupakan ganti kerugian atas kehilangan
kekayaan atau penghasilan, penderitaan, biaya untuk tindakan perawatan medis dan
atau psikologis serta kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan
orang.
Kepentingan korban dalam konsep ganti rugi terkandung dua manfaat, yaitu
untuk memenuhi kerugian materiil dan segala biaya yang telah dikeluarkan dan
merupakan pemuasan emosional korban. Adapun dilihat dari sisi kepentingan
pelaku, kewajiban mengganti kerugian dipandang sebagai suatu bentuk pidana yang
dijatuhkan dan dirasakan sebagai suatu yang konkret dan langsung berkaitan
dengan kesalahan yang diperbuat pelaku.

43

Ibid,hal,18.

Universitas Sumatera Utara

60

Menurut Gelaway yang merumuskan lima tujuan dari kewajiban mengganti
kerugian, yaitu :44
1.Meringankan penderitaan korban.
2.Sebagai unsur yang meringankan hukuman yang dijatuhkan.
3.Sebagai salah satu cara merehabilitasi terpidana.
4.Mempermudah proses peradilan.
5.Dapat mengurangi ancaman atau reaksi masyarakat dalam bentuk tindakan balas
dendam.
Belakangan ramai diperbincangkan tentang restitusi kepada korban tindak
pidana, apakah restitusi bagian dari bentuk kriminilisasi kepada pelaku kejahatan
atau ini merupakan bagian dari pada hak asasi korban. Perdebatan ini belum tuntas
hingga terbentuknya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Menjawab
pertanyaan ini maka patut diketengahkan pandangan internasional tentang masalah
ini dan juga konsepsi teoretisnya. Ketentuan mengenai hak-hak korban pelanggaran
hak asasi manusia dan pelanggaran hukum telah dirumuskan dalam dalam prinsipprinsi dasar dan panduan PBB tentang hak atas remedia dan reparasi bagi korban
pelanggaran HAM berat dan pelanggaran hukum pidana internasional tahun 2006
atau lebih dikenal dengan “basic principles and guidelines on the rights to remedy
and reparation for victims of gross violation of international human rights law and
serious violation of international humanitarian law”.
Ketentuan hukum pidana internasional ini, korban memiliki hak untuk
disediakan tempat reparasi yang penuh dan layak yang mencukup tetapi tidak
44

Sunarso, Siswanto. 2012.Viktimologi dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Sinar
Grafika.hal,29.

Universitas Sumatera Utara

61

terbatas pada: restitusi, rehabilitasi, pelayanan yang memuaskan. Restitusi bila
dimungkinkan akan mengembalikan korban pada keadaan semula sebelum
terjadinya tindak pidana. Kompensasi diberikan untuk setiap kerusakan atau
kerugian yang secara ekonomis dapat diperkirakan nilainya, sebagai akibat dari
pelanggaran hak asasi manusia misalnya kerugian fisik dan mental, kesakitan,
penderitaan dan tekanan batin, kesempatan yang hilang dalam pendidikan dan
pekerjaan, biaya medis dan biaya rehabilitasi lain yang masuk akal dan lain-lain.
Rehabilitasi merujuk pada layanan medis, psikologis, legal dan sosial yang
bertujuan memajukan pemulihan korban.
Konteks hukum pidana, sejak akhir abad ke-19, telah terjadi pergeseran
pada kriminalisasi pelaku tindak pidana dari offender oriented kepada victim
oriented. Pergeseran ini dengan dua argumentasi yaitu negara ikut bersalah
sehingga ikut menanggung jawabi dengan memberikan restitusi dan kompensasi.
Sebenarnya konsepsi restitusi atau ganti kerugian merupakan pendekatan tertua
yang kembali dihidupkan termasuk dalam hukum pidana adat Indonesia.
Bila dirujuk secara teoritis, Siegel mengatakan bahwa pemberian restitusi
sebenarnya bagian dari pada pendekatan restorative justice, yaitu mengembalikan
hak-hak korban yang hilang akibat daripada terjadikanya kejahatan, hak-hak korban
yang hilang tersebut harus segera dipulihkan. Pendekatan ini menekankan adanya
pemulihan kerugian fisik, keamanan, harkat dan martabat dan kepuasan bagi korban
kejahatan, serta pelaksanaan dari keadilan itu sendiri. Restorative justice yang
dikemukan Siegel ini juga diarahkan untuk memperbaiki pelaku kejahatan dengan
melakukan rehabilitasi dan penyembuhan. Menurut Galeway, tujuan pemberian

Universitas Sumatera Utara

62

restitusi adalah untuk meringankan penderitaan korban, sebagai unsur yang
meringankan hukuman yang akan dijatuhkan, sebagai salah satu cara merehabilitasi
terpidana, mempermudah proses peradilan dan dapat mengurangi ancaman atau
reaksi masyarakat dalam bentuk tindakan balas dendam.
Memberikan pelayanan kepada korban dalam bentuk restitusi dikenal dua
model pendekatan model hak-hak prosedural dan model pelayanan. Konsepsi hakhak prosedural, koban aktif membela kepentingannya mulai dari proses penyidikan,
kejaksaan hingga pengadilan, korban juga harus hadir dan didengar kesaksiaannya
dalam setiap proses peradilan, korban punya hak untuk menuntut ganti kerugian
bahkan mengadakan perdamaian dengan pelaku, korban punya hak yuridis kuat
untuk mengejar hak-haknya yang dirampas oleh pelaku. Model pelayanan melihat
korban sebagai sasaran umum untuk dilayani. Pemberian sanksi pidana yang
bersifat restitutif dan kompensasi kepada korban. Adanya pusat-pusat pelayanan
adalah untuk korban yang disediakan negara atau civil society.
Membedah Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan
Saksi dan Korban dan Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2008 Tentang Pemberian
Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban. Berdasarkan kedua peraturan ini
maka Indonesia cenderung menganut model yang pertama, korbanlah yang harus
aktif menuntut restitusi kepada pelaku melalui sistem peradilan pidana Indonesia.
Model ini memiliki beberapa kelemahan yaitu mencampur adukkan kepentingan
pribadi dan kepentingan umum sehingga tidak jelas apa yang sebenarnya hak
yuridis korban. Kelemahan lain adalah bisa cenderung disalahgunakan dan bisa
menimbulkan beban mental bagi korban. Konsepsi restitusi ini diatur di dalam R-

Universitas Sumatera Utara

63

KUHP dan R-KUHAP sebagai hukum pidana Indonesia di masa depan. Pasal 31
ayat (1) Rancangan KUHAP ternyata juga mengatur tentang penggabungan perkara
gugatan ganti kerugian pada perkara pidana. Pada Pasal 34 ditentukan adanya
restitusi sebagai pidana tambahan. Konsepsi ini tentu patut dikritisi, karena
konsepsi hukum yang ada saat ini masih belum mendudukan masalah ini para
proporsi yang sebenarnya. Masalah restitusi diatur secara terpisah dalam berbagai
perundang-undangan, kita tidak memiliki akar filosofis yang jelas untuk masalah
ini, sehingga persoalan restitusi ini harus bisa dimunculkan sejalan dengan filosofi
dan nilai-nilai hukum negeri ini.45
b. Pemberian Kompensasi
Kompensasi dapat digunakan sebagai bentuk lain perlindungan korban
tindak pidana sebagai danti kerugian yang diberikan oleh Negara. Ganti kerugian
oleh Negara tersebut merupakan suatu pembayaran pelayanan kesejahteraan, karena
Negara bertanggung jawab dan berkewajiban secara moral untuk melindungi
masyarakatnya. Kompensasi merupakan kewajiban yang harus dibayarkan dalam
bentuk uang tunai atau diberikan dalam berbagai bentuk, seperti perawatan
kesehatan mental fisik, pemberian pekerjaan, perumahan, pendidikan dan tanah. 46
Berkaitan dengan keseimbangan korban akibat dari perbuatan jahat
merupakan indikasi pertanggungjawaban masyarakat atas tuntutan pembayaran
kompensasi yang berkarakter perdata. Kompensasi diminta oleh korban dalam
bentuk permohonan dan apabila dikabulkan dibayar oleh masyarakat (negara).
45

Yulia Rena. (2010). Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu, hal,77.
46
Syafaat Rachmad. (2013). Dagang Manusia; Kajian Trafficking terhadap Perempuan dan
Anak di Jawa Timur Edisi 2. Yogyakarta: Lappera Puataka Utama.hal,35.

Universitas Sumatera Utara

64

Kebijakan terhadap perlindungan kepentingan korban merupakan bagian yang
integral dari usaha meningkatkan kesejahteraan sosial yang tidak dapat dilepaskan
dari tujuan negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum. Atas dasar ini, negara harus ikut campur tangan
secara aktif dalam upaya memberikan perlindungan terhadap nasib korban secara
kongkrit dan individual, salah satunya adalah dalam bentuk kompensasi. Arif
Gosita menulis alasan-alasan utama ganti kerugian (kompensasi) kepada korban
oleh negara antara lain adalah sebagai berikut:
1.Kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya.
2.Tidak cukupnya ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku pada korban.
3.Ketidaklayakan pembahagian hasil.
4.Pandangan

Sosiologi

bahwa

terjadinya

perbuatan

pidana

adalah merupakan kesalahan masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan PP No. 3 Tahun 2002 Kompensasi adalah ganti kerugian
yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian
sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya. Kompensasi, pembebanan biaya
ganti kerugian kepada korban dilakukan oleh pemerintah ketika pelaku atau pihak
ketiga tidak mampu membayar ganti kerugian secara penuh kepada korban, dengan
ketentuan ini, muncul konsep tanggung jawab negara terhadap korban perbuatan
pidana, karena negara adalah yang paling berkewajiban untuk memperhatikan
keadaan

warganya.

Negara

melalui aparaturnya

berkewajiban

untuk

menyelenggarakan ketertiban dan keamanan masyarakat. Perbuatan pidana yang
terjadi adalah tanggung jawab negara. Hal ini berarti timbulnya korban merupakan

Universitas Sumatera Utara

65

tanggung jawab negara pula. Pengertian restitusi dan kompensasi merupakan istilah
yang dalam penggunaannya sering dapat dipertukarkan (interchangeable). Menurut
Stephen Schafer, perbedaan atara kedua istilah itu adalah bahwa kompensasi lebih
bersifat keperdataan. Kompensasi timbul dari permintaan korban dan dibayar oleh
masyarakat atau merupakan bentuk pertanggungjawaban masyarakat atau negara
(the responsible of the society) sedangkan restitusi lebih bersifat pidana yang
timbul

dari

putusan Pengadilan dan

dibayar

merupakan bentuk pertanggungjawapan terpidana (the

oleh terpidana atau

responsibility

of

the

offender).
Lebih lanjut Stephen Schafer menyatakan terdapat lima system pemberian
restitusi dan kompensasi kepada korban kejahatan :
1.Ganti rugi yang bersifat keperdataan, diberikan melalui proses perdata. System ini
memisahkan tuntutan ganti rugi korban dari proses peradilan pidana.
2.Kompensasi yang bersifat keperdataan, diberikan melalui proses pidana.
3.Restitusi yang bersifat perdata dan bercampur dengan sifat pidana, diberikan
melalui proses pidana. Restitusi di sini tetap bersifat keperdataan, namun tidak
diragukan sifat pidana (punitif) nya. Salah satu bentuk restitusi menurut system ini
adalah

“denda

kompensasi” (compensatory

fine). Denda

ini

merupakan

“kewajiban yang bernilai uang” (monetary obligation) yang dikenakan kepada
terpidana sebagai suatu bentuk pemberian ganti rugi kepada korban kejahatan di
samping pidana yang seharusnya diberikan.
4.Kompensasi yang bersifat perdata, diberikan melalui proses pidana dan didukung
oleh sumber-sumber penghasilan negara. Di sini kompensasi tidak mempunyai

Universitas Sumatera Utara

66

aspek pidana apapun, walaupun diberikan dalam proses pidana. Jadi, kompensasi
tetap merupakan lembaga keperdataan murni, tetapi negaralah yang memenuhi
atau menanggung kewajiban ganti rugi yang dibebankan Pengadilan kepada
pelaku. Hal ini merupakan pengakuan, bahwa negara telah gagal menjalankan
tugasnya melindungi korban dan gagal mencegah terjadinya kejahatan.

Di

Indonesia lembaga yang secara khusus menangani masalah pemberian
kompensasi tehadap korban kejahatan dalam hal ini dibebankan pada LPSK.
Kompensasi terhadap korban perdagangan manusia yaitu bentuk ganti
kerugian yang dibayarkan oleh negara kepada korban tindak pidana perdagangan
orang. Kompensasi merupakan bentuk ganti kerugian yang diberikan oleh negara
kepada korban tindak pidana yang pelakunya tidak mampu membayar karena:
1.Pelaku meninggal dunia.
2.Tindak pidana yang kasusnya tidak terungkap.
3.Tindak pidana yang pelakunya tidak terungkap atau melarikan diri.
4.Pelakunya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.
Kompensasi lebih bersifat perdata yang timbul dari permintaan korban dan
dibayar oleh negara sebagai bentuk pertanggungjawaban negara. Undang-Undang
No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak
mengatur tentang kompensasi, hanya mengatur mengenai restitusi dan rehabilitasi
terhadap korban tindak pidana perdagangan orang. Undang-Undang No.21 Tahun
2007 tidak mengatur mengenai kompensasi karena kompensasi diberikan oleh
negara kepada korban tindak pidana karena negara gagal melaksanakan tugasnya
yaitu melindungi seluruh masyarakat dan gagal mencegah terjadinya kejahatan.

Universitas Sumatera Utara

67

Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban
menyatakan bahwa kompensasi hanya dapat diberikan terhadap korban tindak
pidana terorisme dan pelanggaran HAM. Uraian di atas maka dapat dipahami
bahwa tidak ada kompensasi terhadap korban tindak pidana perdagangan orang
karena kompensasi hanya diberikan oleh negara terhadap korban tindak pidana
pelanggaran HAM dan terorisme.
c. Pemberian Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah sebuah kegiatan ataupun proses untuk membantu para
penderita yang mempunyai penyakit serius atau cacat yang memerlukan
pengobatan medis untuk mencapai kemampuan fisik psikologis dan sosial yang
maksimal. Sumber lain menjelaskan bahwa rehabilitasi adalah suatu program yang
dijalankan yang berguna untuk membantu memulihkan orang yang memiliki
penyakit kronis baik dari fisik ataupun psikologisnya. Gangguan fisik dan psikiatrik
tidak hanya memerlukan tindakan medis khusus, tetapi juga membutuhkan sikap
simpatik. Dokter harus melakukan pendekatan yang akan membantu penderita
ataupun pasien untuk mengatasi gangguan fisik atau psikiatriknya dan menyadari
potensi maksimal mereka baik secara fisik, psikiatrik dan sosial di dunia luar yang
nyata. Jenis pendakatan ini semakin dikenal dan membuat rehabilitasi menjadi
bidang khusus yang terpisah di banyak rumah sakit. Waktu yang akan dijalankan
untuk rehabilitasi juga menentukan perbedaan perawatan antar pasien ataupun
penderita dan pengobatan rawat jalan adalah program yang sangat bermanfaat bagi
para pasien di tahap awal, khususnya bagi pasien yang kecanduan atau addiction.
Penderita atapun pasien yang masuk pusat rehabilitasi biasanya menderita rendah

Universitas Sumatera Utara

68

diri atau kurangnya pandangan positif terhadap kehidupan, dan oleh sebab itu
psikologi dalam terapi ini memaikan peranan yang besar dalam program
rehabilitasi.47

Pada Undang-Undang No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang masalah rehabilitasi diatur pada pasal 51, pasal 52 dan
pasal 54:

1.Korban

berhak

memperoleh

rehabilitasi

kesehatan,

rehabilitasi

sosial,

pemulangan dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang bersangkutan
mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat tindak pidana perdagangan
orang.

2.Hak-hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh korban atau keluarga
korban, teman korban, kepolisian, relawan pendamping, atau pekerja sosial
setelah korban melaporkan kasus yang dialaminya atau pihak lain melaporkannya
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3.Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada pemerintah
melalui menteri atau instansi yang menangani masalah-masalah kesehatan dan
sosial di daerah.

Pasal 52 ayat (1) Menteri atau instansi yang menangani rehabilitasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 a