Pemberian Restitusi Terhadap atau Ahli Waris Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang

16

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia.
Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari
Upelanggaran harkat dan martabat manusia. Bertambah maraknya masalah
perdagangan orang di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara-negara yang
sedang berkembang lainnya, telah menjadi perhatian Indonesia sebagai bangsa,
masyarakat

internasional

dan

anggota

organisasi

internasional,


terutama

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang
paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban
diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual
lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja paksa atau
pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan itu. Pelaku tindak
pidana perdagangan orang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan,
penyembunyian atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan
atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala
bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi
bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas korban. 1
1

Manan, Bagir, Peradilan Anak di Indonesia. Bandung: Mandar Maju,2009,hal, 17.


Universitas Sumatera Utara

17

Bentuk-bentuk eksploitasi meliputi kerja paksa atau pelayanan paksa,
perbudakan, dan praktik-praktik serupa perbudakan, kerja paksa atau pelayanan
paksa adalah kondisi kerja yang timbul melalui cara, rencana atau pola yang
dimaksudkan agar seseorang yakin bahwa jika ia tidak melakukan pekerjaan
tertentu, maka ia atau orang yang menjadi tanggungannya akan menderita baik
secara fisik maupun psikis. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah
kepemilikan orang lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan
seseorang dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu
menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang
lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.
Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, telah
meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak
terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang bahkan melibatkan tidak hanya
perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan
wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang
memiliki jangkauan operasi tidak hanya antarwilayah dalam negeri tetapi juga

antarnegara.
Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297 KUHP
menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki belum
dewasa dan mengkualifikasikan tindakan tersebut sebagai kejahatan. Pasal 83
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan
larangan memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau

Universitas Sumatera Utara

18

untuk dijual. Namun, ketentuan KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak
tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas secara
hukum. Pasal 297 KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan
dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan orang. Undangundang khusus tentang tindak pidana perdagangan orang yang mampu
menyediakan landasan hukum materiil dan formil sekaligus. Undang-undang
khusus ini mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara
atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan
orang, baik yang dilakukan antarwilayah dalam negeri maupun secara antarnegara

dan baik oleh pelaku perorangan maupun korporasi.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengatur perlindungan saksi dan
korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum, yang dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan dasar kepada korban dan saksi. Undang-Undang ini juga
memberikan perhatian yang besar terhadap penderitaan korban sebagai akibat
tindak pidana perdagangan orang dalam bentuk hak restitusi yang harus diberikan
oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban
dan mengatur juga hak korban atas rehabilitasi medis dan sosial, pemulangan serta
reintegrasi yang harus dilakukan oleh negara khususnya bagi mereka yang
mengalami penderitaan fisik, psikis dan sosial akibat tindak pidana perdagangan
orang.2
Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang merupakan
tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan keluarga.

2

Ibid,hal,24.

Universitas Sumatera Utara


19

Mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu dalam pelaksanaan
pencegahan dan penanganan tersebut perlu dibentuk gugus tugas. Tindak pidana
perdagangan orang merupakan kejahatan yang tidak saja terjadi dalam satu wilayah
negara melainkan juga antarnegara. Dikembangkan kerja sama internasional dalam
bentuk perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan/atau kerja sama
teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyusunan
Undang-Undang ini juga merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk
melaksanakan Protokol PBB tahun 2000 tentang Mencegah, memberantas dan
menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak
(Protokol Palermo) yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia.
Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak
memperoleh restitusi. Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ganti
kerugian atas: a. kehilangan kekayaan atau penghasilan, b. penderitaan, c. biaya
untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis dan/atau d. kerugian lain yang
diderita korban sebagai akibat perdagangan orang. Restitusi tersebut diberikan dan
dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak
pidana perdagangan orang. Pemberian restitusi dilaksanakan sejak dijatuhkan
putusan pengadilan tingkat pertama dapat dititipkan terlebih dahulu di pengadilan

tempat perkara diputus. Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari
terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi, maka

Universitas Sumatera Utara

20

hakim memerintahkan dalam putusannya agar uang restitusi yang dititipkan
dikembalikan kepada yang bersangkutan.3
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut, bagaimana penanganan korban tindak pidana perdagangan orang,
bagaimanakah penerapan pemberian restitusi terhadap korban atau ahli waris dalam
tindak pidana perdagangan orang dan apakah yang menjadi problematika penerapan
restitusi terhadap korban atau ahli waris dalam tindak perdagangan orang yang
diatur dalam Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan
tindak pidana perdagangan orang. Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah
dengan fokus judul adalah “Pemberian Restitusi Terhadap Korban Atau Ahli Waris
Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang “.

B. Permasalahan
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang ?
2. Bagaimanakah penerapan pemberian restitusi terhadap korban atau ahli
waris tindak pidana perdagangan orang?
3. Apakah yang menjadi problematika penerapan restitusi terhadap korban
atau ahli waris tindak pidana perdagangan orang yang diatur dalam UndangUndang RI No. 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak pidana
perdagangan orang?
3

Ibid,hal,28.

Universitas Sumatera Utara

21

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang.
2. Untuk mengetahui penerapan pemberian restitusi terhadap korban atau ahli
waris tindak pidana perdagangan orang.
3. Untuk mengetahui problematika penerapan restitusi terhadap korban atau
ahli waris tindak perdagangan orang yang diatur dalam Undang-Undang RI
No. 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan
orang.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, yakni tentang :
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan sebagai bahan
pertimbangan yang penting dalam mengambil suatu kebijakan dalam penanganan
korban tindak pidana perdagangan orang dan pemberian restitusi, serta diharapkan
dapat memberi manfaat bagi bidang hukum pidana.
2. Secara praktis
a.Sebagai pedoman dan masukkan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum
dalam upaya pembaharuan dan pengembangan hukum nasional ke arah
pengaturan kebijakan dalam penanganan korban tindak pidana perdagangan orang
dan pemberian restitusi.


Universitas Sumatera Utara

22

b.Sebagai informasi bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk mengetahui
pengaturan mengenai kebijakan pemerintah dalam penanganan korban tindak
pidana perdagangan orang dan pemberian restitusi.
c.Sebagai bahan referensi atau rujukan untuk dikaji kembali bagi para peneliti lebih
lanjut untuk menambah wawasan hukum pidana terutama yang membahas tentang
penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dan pemberian restitusi
dengan mengambil poin-poin tertentu.
d.Sebagai informasi untuk membuka inspirasi bagi korban dan ahli waris
penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dan pemberian restitusi.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penelitian di
perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) diketahui bahwa penelitian
mengenai “Pemberian Restitusi Terhadap Korban Atau Ahli Waris Dalam Tindak
Pidana Perdagangan Orang “, belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan
perumusan masalah yang sama sebelumnya, tetapi ada penelitian yang dilakukan

oleh Azmiaty Zuliah mahasiswa program pasca sarjana Universitas Sumatera Utara
(USU) stambuk 2010 dengan judul ” Hak Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana
Perdagangan Orang “. tetapi dengan pembahasan dan permasalahan yang berbeda.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Penelitian

diperlukan

adanya

kerangka

teoritis

sebagaimana

yang

dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa untuk memberikan landasan yang

mantap pada umumnya setiap penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-

Universitas Sumatera Utara

23

pemikiran teoritis. Teori menempati kedudukan yang penting untuk merangkum
dan memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar
dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara
bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan
mensistematiskan masalah yang dibicarakannya.4
Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,
teori, tesis, sipenulis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang bagi
sipembaca menjadi bahan perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui
atau pun yang tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi
pembaca. Menurut Kaelan M.S, landasan teori dalam suatu penelitian adalah
merupakan dasar-dasar operasional dari suatu penelitian. Landasan teori dalam
suatu penelitian adalah bersifat strategi yang artinya memberikan realisasi
pelaksanaan penelitian.5
Mengkaji mengenai Pemberian Restitusi Terhadap Korban Atau Ahli Waris
Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang dipergunakan teori-teori keadilan:
a.Teori-teori Keadilan Dalam Pandangan Hukum
Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap
mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam
mengutamakan “the search for justice”. Berbagai macam teori mengenai keadilan
dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang
kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara teori-teori itu dapat disebut :
teori keadilan Aristoteles dalam bukunya nicomachean ethics dan teori keadilan
4

Ronny H. Soemitro, Metedologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerti Ghalia, 1982),

hal.37.
5

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80.

Universitas Sumatera Utara

24

sosial John Rawl dalam bukunya a theory of justice dan teori hukum dan keadilan
Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state.
1.Teori Keadilan Aritoteles
Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karyanya
nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat dalam buku
nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang,
berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat
hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan
keadilan”. Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian hak
persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan hak persamaanya
sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandangan manusia sebagai suatu
unit atau wadah yang sama. Dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara
dihadapan hukum sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang
menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukanya.6
Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi kedalam dua
macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan
distributif ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut
pretasinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap
orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan
tukar menukar barang dan jasa. Pembagian macam keadilan ini Aristoteles
mendapatkan banyak kontroversi dan perdebatan.

6

Johan Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Bandung : Mandar Maju,
2008,hal,45.

Universitas Sumatera Utara

25

Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor,
kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam
masyarakat. Mengesampingkan pembuktian matematis, jelaslah bahwa apa yang
ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain
berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi
merupakan distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi
masyarakat.
2.Teori Keadilan John Rawls
Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan oleh Filsuf Amerika di akhir
abad ke-20, John Rawls, seperi A Theory of justice, Politcal Liberalism dan The
Law of Peoples, yang memberikan pengaruh pemikiran cukup besar terhadap
diskursus nilai-nilai keadilan. John Rawls yang dipandang sebagai perspektif
“liberal-egalitarian of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah
kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions).
Kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggugat
rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan, khususnya
masyarakat lemah pencari keadilan.7
Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsipprinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya yang dikenal
dengan “posisi asli” (original position) dan “selubung ketidaktahuan” (veil of
ignorance). Pandangan Rawls memposisikan adanya situasi yang sama dan
sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Pembedaan status,

7

Ibid,hal,55.

Universitas Sumatera Utara

26

kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya,
sehingga satu pihak dengan lainnya dapat melakukan kesepakatan yang seimbang,
itulah pandangan Rawls sebagai suatu posisi asas yang bertumpu pada pengertian
ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality), kebebasan
(freedom), dan persamaan (equality) guna mengatur struktur dasar masyarakat
(basic structure of society).
Sementara konsep selubung ketidaktahuan diterjemahkan oleh John Rawls
bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang
dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan doktrin tertentu, sehingga
membutakan adanya konsep atau pengetahuan tentang keadilan yang tengah
berkembang. Konsep itu Rawls menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip
persamaan yang adil dengan teorinya disebut sebagai “Justice as fairness”.
Pandangan John Rawls terhadap konsep posisi asas terdapat prinsip-prinsip
keadilan yang utama, diantaranya prinsip persamaan, yakni setiap orang sama atas
kebebasan yang bersifat universal, hakiki, kompitabel dan ketidaksamaan atas
kebutuhan sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu. Prinsip pertama yang
dinyatakan sebagai prinsip kebebasan yang sama (equal liberty principle), seperti
kebebasan beragama (freedom of religion), kemerdekaan berpolitik (political of
liberty), kebebasan berpendapat dan mengemukakan ekspresi (freedom of speech
and expression), sedangkan prinsip kedua dinyatakan sebagai prinsip perbedaan
(difference principle), yang menghipotesakan pada prinsip persamaan kesempatan
(equal oppotunity principle).

Universitas Sumatera Utara

27

Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap keadilan
bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah
memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan
yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi
setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang
terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik. Prinsip
perbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga
kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas
diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini
berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: pertama, melakukan
koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah
dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi dan politik yang
memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memposisikan diri sebagai pemandu
untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang
dialami kaum lemah.
3.

Teori Keadilan Hans Kelsen
Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state, berpandangan

bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat
mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat
menemukan kebahagian didalamnya. Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang
bersifat positifisme, nilai-nilai keadilan individu dapat diketahui dengan aturanaturan hukum yang mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa
keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu. Lebih lanjut Hans Kelsen

Universitas Sumatera Utara

28

mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Suatu
tatanan yang adil yang beranggapan bahwa suatu tatanan bukan kebahagian setiap
perorangan, melainkan kebahagian sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin
individu dalam arti kelompok, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tertentu,
yang oleh penguasa atau pembuat hukum, dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan
yang patut dipenuhi, seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kebutuhankebutuhan manusia yang manakah yang patut diutamakan. Hal ini dapat dijawab
dengan menggunakan pengetahuan rasional, yang merupakan sebuah pertimbangan
nilai, ditentukan oleh faktor-faktor emosional dan oleh sebab itu bersifat subjektif.8
Sebagai aliran positivisme Hans Kelsen mengakui juga bahwa keadilan
mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau hakikat manusia,
dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran tersebut diesensikan
sebagai doktrin yang disebut hukum alam. Doktrin hukum alam beranggapan
bahwa ada suatu keteraturan hubungan-hubungan manusia yang berbeda dari
hukum positif, yang lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari
alam, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran tentang konsep
keadilan, Hans Kelsen yang menganut aliran positifisme, mengakui juga kebenaran
dari hukum alam. Pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme
antara hukum positif dan hukum alam. Menurut Hans Kelsen : “Dualisme antara
hukum positif dan hukum alam menjadikan karakteristik dari hukum alam mirip
dengan dualisme metafisika tentang dunia realitas dan dunia ide model Plato. Inti
dari fislafat Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide. Mengandung

8

Ibid,hal,61.

Universitas Sumatera Utara

29

karakteristik mendalam. Dunia dibagi menjadi dua bidang yang berbeda, yang
pertama adalah dunia kasat mata yang dapat ditangkap melalui indera yang disebut
realitas, yang kedua dunia ide yang tidak tampak.”
Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen :
pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang bersumber dari cita-cita
irasional. Keadilan dirasionalkan melalui pengetahuan yang dapat berwujud suatu
kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya menimbulkan suatu konflik
kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui
suatu tatatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan
kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju
suatu perdamaian bagi semua kepentingan.
Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Menegakkan diatas dasar suatu yang
kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans Kelsen pengertian
“Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan umum adalah adil jika ia benabenar diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum adalah tidak adil jika
diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa.
Konsep keadilan dan legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional bangsa
Indonesia, yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional dapat dijadikan
sebagai payung hukum (law unbrella) bagi peraturan peraturan hukum nasional
lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki daya ikat
terhadap materi-materi yang dimuat (materi muatan) dalam peraturan hukum
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

30

Restitusi atau ganti kerugian sangat penting bagi mereka yang menjadi
korban tindak pidana perdagangan orang. Amanat pemberian restitusi diatur secara
jelas dalam Pasal 48 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
tindak pidana perdagangan orang. Restitusi, korban tindak pidana perdagangan
orang juga berhak atas bantuan rehabilitasi berupa psikososial. Pasal 48 UndangUndang No.21 Tahun 2007, restitusi bagi korban tindak pidana perdagangan orang
juga diatur dalam Pasal 7A Undang-Undang No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Restitusi di sini pengertiannya ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau
keluarganya oleh pelaku. Pasal 6 Undang-Undang No.31 Tahun 2014 juga
disebutkan, korban tindak pidana perdagangan orang berhak mendapatkan bantuan
medis serta bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis. Kerugian yang diderita
korban human trafficking, agar bisa digantikan melalui restitusi dan psikososial.
Amanat Undang-Undang No.13 tahun 2006 sebagaimana telah direvisi melalui
Undang-Undang No.31 Tahun 2014, memerintahkan LPSK untuk turut bekerja
sama dengan pihak terkait lainnya dalam menangani tindak pidana perdagangan
orang.9

Pihak terkait dimaksud antara lain bisa aparat penegak hukum, Kementerian
Sosial (Kemsos) maupun International Organization of Migration (IOM)
Indonesia. Memberikan perlindungan dan bantuan bagi saksi, LPSK di Indonesia
juga berkontribusi terhadap korban. Hal ini berbeda dengan tugas lembaga serupa
9

Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Terhadap Rakyat, Surabaya : Bina Ilmu:
Surabaya,2009,hal,33.

Universitas Sumatera Utara

31

di negara lain, di mana mereka hanya fokus pada penanganan saksi saja. LPSK ada
dan berjalan karena adanya tindak pidana dan berperan sebagai gugus tugas anti
perdagangan manusia. Indonesia merupakan negara besar sehingga penanganan dan
pengawasan terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang membutuhkan upaya
ekstra. Koordinasi dan kolaborasi antarpihak terkait dalam menangani korban
tindak pidana perdagangan orang. Sanksi tegas dan berat bagi pelaku tindak pidana
perdagangan orang. Menyoroti modus yang biasa digunakan dalam tindak pidana
perdagangan orang, khususnya anak. Modus-modus itu antara lain berupa adopsi
dan eksploitasi. Pada adopsi, ada penyalahgunaan kekuasaan, kekerasan dan
penculikan. Sementara pada kasus eksploitasi, bisa berupa tubuh, tenaga atau
seksual.

Pencegahan dan aturan tindak pidana perdagangan orang hendaknya
bersinergi dengan penegak hukum terkait, ada pihak-pihak yang memang dengan
sengaja membungkus prajtik tindak pidana perdagangan orang dengan cara
mengadopsi anak untuk dijual atau diseberangkan ke wilayah lain. Ada pula yang
dengan cara melahirkan secara terus-menerus. Kemudian anak yang dilahirkan
diadopsikan kepada orang lain yang belum memiliki anak. Dalih mereka sudah
terlalu banyak anak serta tingginya biaya hidup.

1. Kerangka konsepsional
Kerangka konsepsional atau kontruksi secara internal pada pembaca berguna
untuk mendapat stimulasi atau dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan
kepustakaan. Kerangka konsepsional dibuat untuk menghindari pemahaman dan

Universitas Sumatera Utara

32

penafsiran yang keliru dan memberikan arahan dalam penelitian, maka dengan ini
dirasa perlu untuk memberikan beberapa konsep yang berhubungan dengan judul
dalam penelitian sebagai berikut :
1. Perdagangan

Orang

adalah

tindakan

perekrutan,

pengangkutan,

penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
dengan

ancaman

kekerasan,

penggunaan

kekerasan,

penculikan,

penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi
rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang
lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara,
untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.10
2. Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau
serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang
ditentukan dalam Undang-Undang ini.11
3. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental,
fisik, seksual, ekonomi dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana
perdagangan orang.12
4. Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang
meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,
perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan,

pemerasan,

pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum
memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau
10

UU No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
UU No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
12
UU No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
11

Universitas Sumatera Utara

33

memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk
mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.13
5. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada
pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli
warisnya. 14
G. Metode Penelitian
Kata metode berasal dari kata Yunani “ methods ” yang berarti cara atau
jalan. Upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja. yaitu cara kerja
untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Bahasa Indonesia kata metode berarti cara sistematis dan cara terpikir secara baik
untuk mencapai tujuan. Sebuah penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan
penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan
memperhatikan kaedah-kaedah penelitian sebagai berikut :
1. Jenis dan Sifat Penelitian.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah
metode penelitian hukum normatif. Metode penelitan hukum normatif adalah
penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin
menyebutkan metode penelitian tersebut juga sebagian penelitian doctrinal
(doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai

13
14

UU No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
UU No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Universitas Sumatera Utara

34

law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the
judge through judicial process.15
Penelitian hukum normatif dalam penyusunan tesis ini akan difokuskan
kepada penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Untuk itu yang menjadi
alasan adalah sebagai berikut:
a. Analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara
teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi
yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang
dikumpulkan.
b. Data yang akan dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar yang
berbeda antara yang satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk
dikuantifisir.
2. Sumber Data
Sumber data digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian
kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,
pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terlebih dahulu yang
berhubungan dengan objek telaah penelitian ini yang dapat berupa peraturan
perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya.
Penelitian hukum normatif yang menitik beratkan pada penelitian kepustakaan dan
berdasarkan data sekunder, maka bahan kepustakaan yang digunakan dapat dibagi
ke dalam beberapa kelompok, yaitu: 16

15

Bambang Sunggono, Methode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada, 2001), hal. 195.
16
Ibid,hal,207.

Universitas Sumatera Utara

35

a. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti, baik dalam bentuk perundangundangan ataupun peraturan perundang-undangan lainnya dalam hal ini
antara lain Undang-Undang No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang No.31 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi Dan Korban.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan tentang bahan
hukum primer berupa buku-buku, makalah-makalah seminar, majalah, surat
kabar dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berisikan pendapat praktisi
hukum dalam hal ini yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti
dan juga putusan pengadilan tentang masalah yang diteliti.
c. Bahan hukum tertier, yaitu hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus
hukum, ensiklopedia dan berbagai kamus lain yang relevan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Seluruh data sekunder dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen atau
studi pustaka (library reseach) untuk mendapatkan data sekunder berupa bukubuku pustaka, jurnal-jurnal, tulisan-tulisan yang ada didalam media cetak dan
dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan. Data yang
diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah
guna

memperoleh

Pasal-Pasal

(di dalam Pemberantasan

Tindak

Pidana

Universitas Sumatera Utara

36

Perdagangan Orang, Undang-Undang No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban )
yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan
permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematisasikan sehingga menghasilkan
klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data yang
diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada
kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini dapat
dijawab.
4. Analisis Data
Analisa data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian
dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti, sebelum analisis
data dilakukan terlebih dahulu diadakan pengumuman data, kemudian dianalisis
secara kualitatif dan ditafsirkan secar logis dan sistematis. Kerangka berpikir
deduktif dan induktif akan membantu penelitian ini khususnya dalam taraf
konsistensi, serta konseptual dengan produser dan tata cara sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh asas-asas yang berlaku umum dalam perundang-undangan.
Penelitian hukum normatif, pengelolahan bahan-bahan hukum pada hakekat adalah
kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum tertulis. 17
Sistematis berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis
tersebut untuk memudahkan dalam penelitian, kegiatan yang dimaksud dalam hal
ini diantaranya memilih bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang berisi
peraturan perundang-undangan serta kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan

17

Ibid,hal,215.

Universitas Sumatera Utara

37

berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan pemberian
restitusi terhadap korban atau ahli waris Tindak Pidana Perdagangan Orang serta
menemukan

prinsip-prinsip

hukum

lainnya

secara

sistematis,

sehingga

menghasilkan klasifikasi tertentu yang terbagi atas penyebab terjadi Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang dan pemberian restitusi terhadap korban atau
ahli waris Tindak Pidana Perdagangan Orang Untuk mengetahui penanganan
korban tindak pidana perdagangan orang. Penerapan pemberian restitusi terhadap
korban atau ahli waris dalam tindak pidana perdagangan orang. Mengetahui
problematika penerapan restitusi terhadap korban atau ahli waris dalam tindak
perdagangan orang yang diatur dalam Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007
Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Kemudian menemukan
dan mengarahkan hubungan antara prinsip-prinsip hukum dan klasifikasi dengan
menggunakan kerangka teoritis yang ada sebagai analisis. Menarik kesimpulan dari
hasi penelitian yang diperoleh dengan menggunakan logika berpikir deduktif dan
induktif.

Universitas Sumatera Utara