Pemberian Restitusi Terhadap atau Ahli Waris Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Chapter III V

88

BAB III
PENERAPAN PEMBERIAN RESTITUSI KORBAN ATAU AHLI WARIS
DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
A. Tinjauan Umum Tentang Restitusi
1. Pengertian Restitusi
Penggantian (Restitusi) adalah penggantian kerugian, pembayaran kembali
serta penyerahan bagian yang masih tersisa. Penggantian sebagian biaya
pemeliharaan kesehatan yang sebelumnya telah dibayar lunas terlebih dahulu oleh
pegawai. Secara bahasa, restitusi dapat diartikan sebagai ganti kerugian
pembayaran kembali.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pasal Pasal 1 angka 13
menyebutkan ; “restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan
kepada pelaku berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian
materiil dan/atau yang diderita korban atau ahli warisnya”.54
2. Pengaturan restitusi dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007


Memberikan perlindungan bagi korban tindak pidana perdagangan orang
terutama dalam hal pengajuan ganti rugi (restitusi) seiring dengan diundangkannya
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang.
Pembahasan ini juga dimaksudkan untuk menginvetarisir berbagai permasalah

54

Yulia, Rena. 2011.Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan Edisi
2. Yogyakarta: Graha Ilmu,hal,18.

Universitas Sumatera Utara

89

yang timbul dalam melaksanakan kewenangan jaksa mewakili korban
mengajukan tuntutan ganti rugi bagi korban tindak pidana perdagangan orang. 55

Salah satu dasar pertimbangan diundangkannya Undang-undang Nomor 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, karena
selama ini peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perdagangan orang belum

memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi pemberantasan
tindak pidana perdagangan orang. Diundangkannya Undang-undang ini, maka
penanganan perkara tindak pidana perdagangan orang berlandaskan pada Pasalpasal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, termasuk perlindungan
terhadap hak-hak korban perdagangan orang. Salah satu upaya memberikan
perlindungan kepada korban, selain diwujudkan dalam bentuk dipidananya pelaku,
juga diwujudkan dalam bentuk pemenuhan hak-hak yang meliputi :

a.Hak untuk memperoleh kerahasiaan identitas (Pasal 44).

b.Hak untuk memperoleh restitusi/ganti rugi (Pasal 48 ).

c.Hak untuk memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan
dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami
penderitaan fisik maupun psikis akibat perdagangan orang (Pasal 51).

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, bahwa salah satu hak korban tindak
pidana perdagangan orang ialah hak untuk memperoleh restitusi, hak ini diberikan
kepada korban oleh pelaku sebagai bentuk ganti rugi atas penderitaan yang dialami
55


https://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php, di akses tanggal 21 april 2016.

Universitas Sumatera Utara

90

korban akibat terjadinya tindak pidana perdagangan orang. Restitusi sebagai bentuk
ganti rugi kepada korban, menurut ketentuan Pasal 48 ayat (2) Undang Undang
Nomor 21 Tahun 2007 berupa ganti kerugian atas : 56

a.Kehilangan kekayaan atau penghasilan.

b.Penderitaan.

c.Biaya untuk tindakan perawatan medis dan atau psikologis dan/atau.

d.Kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang yang
meliputi:a.kehilangan harta kekayaan, b.biaya transportasi dasar, c.biaya
pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum dan/atau d.
kehilangan penghasilan yang dijanjikan pelaku.


Mengacu pada ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
yang mengatur tentang hak korban tindak pidana perdagangan orang berupa
restitusi (ganti rugi), menimbulkan berbagai pendapat tentang perlu tidaknya
restitusi diatur tersendiri di luar Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Restitusi perlu diatur secara tersendiri di luar KUHAP, sebagian besar
pengamat setuju restitusi bagi korban tindak pidana perdagangan orang diatur
tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, dimana pengajuannya
diwakili oleh Jaksa sebagai Penuntut Umum, tidak seperti restitusi bagi korban
tindak pidana pada umumnya yang harus mengikuti ketentuan dalam KUHAP

56

Muhadar, Edi Abdullah dan Husni Thamrin, Perlindungan Saksi & Korban Dalam
Sistem Peradilan Pidana, Putra Media Nusantara, Surabaya, 2009, hal,20.

Universitas Sumatera Utara

91


(penggabungan perkara) dimana gugatan perdata diajukan sendiri oleh pihak
korban. Memberi perlindungan bagi korban tindak pidana perdagangan orang.
Perlindungan itu bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, keadilan hukum dan
kemanfaatan hukum bagi korban dalam bentuk pemberian kompensasi/ganti rugi
berupa uang atau kekayaan yang dibebankan kepada pelaku tindak pidana
perdagangan orang sebagai sanksi tambahan yang dijatuhkan bersamaan dengan
putusan pidana dan juga untuk terpenuhinya asas peradilan cepat, sederhana dan
biaya ringan (constante yustitie) dengan pertimbangan apabila restitusi diajukan
melalui gugatan perdata, akan merugikan pihak korban karena memakan waktu
yang cukup lama dan biaya besar.

Pasal 48 ayat (5) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 disebutkan bahwa
“uang restitusi dapat dititipkan di pengadilan tempat perkara diputus”. Pasal itu
tidak disertai dengan ketentuan mengenai mekanisme penitipan yang meliputi
kapan penitipan dapat dilakukan dan apakah penitipan tersebut efektif atau tidak.
Terhadap waktu penitipan uang restitusi menyatakan waktu penitipan restitusi
sebaiknya dilakukan sejak tahap penyidikan atau penuntutan, ada yang menyatakan
waktu penitipan sebaiknya dilakukan setelah adanya putusan PN. Penitipan
dilakukan sejak tahap penyidikan adalah untuk menghindari pengalihan harta
pelaku agar tidak habis pada saat akan dieksekusi. Penitipan uang restitusi dapat

dilakukan seperti mekanisme konsinyasi dalam hukum perdata. Sejak tahap
penyidikan, penyidik sudah menghitung berapa besar nilai kerugian korban,
selanjutnya penyidik melaporkan kepada jaksa selaku penuntut umum. Atas dasar
laporan penyidik, penuntut umum mengajukan permintaan kepada Ketua PN

Universitas Sumatera Utara

92

setempat melalui panitera untuk membuat “surat ketetapan” supaya pelaku
menitipkan

sejumlah

uang

sesuai

dengan


permintaan

Jaksa

selaku Penuntut Umum.

Terhadap yang setuju waktu penitipan dilakukan setelah ada putusan PN,
adalah untuk memudahkan Hakim dalam penghitungan kerugian korban, walaupun
hal ini sangatlah beresiko. Tidak adanya uang titipan sejak awal, dikhawatirkan
pada saat eksekusi, harta pelaku sudah habis dan korban tidak mendapatkan apaapa. Hal ini dapat dikarenakan harta kekayaan pelaku sudah dialihkan sebelum ada
putusan PN. Terhadap dua pendapat di atas, alasan penitipan dilakukan sejak tahap
penyidikan tampaknya lebih mendukung adanya perlindungan hak-hak korban,
selain itu juga bersesuaian dengan Penjelasan pasal 48 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa penitipan restitusi dalam bentuk
uang di pengadilan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan ini disamakan dengan proses penanganan perkara perdata dalam
konsinyasi. Pelaksanaan Pasal 48 ayat (5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2007 tentang waktu penitipan uang restitusi, dilakukan sejak tahap penyidikan.57

Dikaitkan dengan bunyi pasal 48 ayat (5) Undang-undang Nomor 21 Tahun

2007, mensyaratkan adanya amandemen terhadap kata “dapat” yang seharusnya
diganti dengan kata “wajib”, karena dalam kata “wajib” mengandung makna
ketegasan bahwa perintah Undang-undang harus diikuti oleh siapapun tanpa kecuali
atau dengan kata lain pelaku tindak pidana perdagangan orang wajib menitipkan
57

Mulyadi Lilik. (2007). Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Viktimologi.
Jakarta: Djambatan,hal,20.

Universitas Sumatera Utara

93

uang restitusi pada PN setempat. Kata wajib menitipkan uang kalau tidak diikuti
dengan upaya paksa, maka ketentuan itu akan sia-sia saja. Pelaku tetap tidak mau
menitipkan uang restitusi ke pengadilan juga tidak ada sanksi yang akan diberikan
pada pelaku. Berarti salah satu unsur sistem hukum yaitu dapat diaplikasinya
peraturan tidak dapat terwujud. Tidak berfungsinya salah satu unsur maka sistem
hukum tidak akan berjalan dengan efektif. Menyatakan penitipan uang restitusi
tidak efektif, menyatakan sebaiknya penitipan restitusi diganti dengan sita jaminan,

karena sejak awal penyidikan sudah dapat dilakukan penyitaan terhadap harta
pelaku sebagai jaminan pembayaran uang restitusi. Pendapat ini patut dijadikan
alternatif, walaupun semua itu harus ada ketentuan yang mengaturnya.

3.Pengajuan restitusi bagi korban tindak pidana perdagangan orang

Penjelasan Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007
disebutkan

antara

lain

bahwa

pengajuan

restitusi

disampaikan


oleh Penuntut Umum kepada pengadilan bersamaan dengan tuntutan pidana dan
kewenangan mengajukan restitusi oleh Penuntut Umum ini tidak menghapuskan
hak korban untuk mengajukan gugatan sendiri atas kerugian yang dideritanya.
Penuntut

umum

berwenang

mengajukan

restitusi,

tetapi

mekanisme

pelaksanaannya belum diatur dengan jelas oleh peraturan perundang-undangan
seperti misalnya: a.siapakah dan bagaimana menentukan besar kecilnya jumlah

uang restitusi yang akan diajukan, b.siapakah yang berwenang mengajukan
tuntutan restitusi, c.apakah tuntutan restitusi menjadi satu dan merupakan bagian
dari surat tuntutan atau terpisah tetapi pengajuannya bersamaan dengan surat

Universitas Sumatera Utara

94

tuntutan dan apakah diperkenankan kalau sudah diajukan penuntut umum korban
dapat mengajukan sendiri atau ketentuan ini bersifat alternatif. 58

Terhadap permasalahan siapakah yang berhak menentukan jumlah uang
restitusi yang akan diajukan ke pengadilan, menyatakan yang berhak adalah jaksa,
dengan pertimbangan disamping jaksa mempunyai kewenangan untuk mengajukan
tuntutan restitusi mewakili korban sebagaimana penjelasan Pasal 48 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 juga dikarenakan restitusi dalam tindak
pidana perdagangan orang sudah ditarik ke ranah hukum pidana. Jaksa sebagai
pejabat publik yang mewakili kepentingan masyarakat menyatakan yang paling
berhak adalah korban dan keluarganya karena merekalah yang secara nyata
mengalami dan merasakan penderitaan. Berpendapat baik jaksa maupun korban
dapat menghitung sendiri-sendiri nilai kerugian korban yang akan diajukan ke
pengadilan dan biarkan hakim yang memutuskan berapa restitusi yang harus
dibayar oleh pelaku.

Walaupun belum ada kata sepakat mengenai siapa yang berhak menentukan
jumlah nilai uang restitusi yang akan diajukan ke pengadilan, tetapi sebagian besar
berpendapat mengingat restitusi dalam tindak pidana perdagangan orang sudah
ditarik ke wilayah hukum pidana, maka sebaiknya perhitungan diserahkan
sepenuhnya ke Jaksa dan tetap berkoordinasi dengan korban. Halnya dengan
bagaimana cara menghitung jumlah nilai uang restitusi, sepanjang belum ada
ketentuan yang mengaturnya sebagai tolak ukur/standar penilaian, maka untuk

58

Ibid,hal,28.

Universitas Sumatera Utara

95

menentukan jumlah kerugian korban dapat dilakukan dengan melihat nilai kerugian
materiil dan immateriil.

Kerugian materiil dapat dihitung berdasarkan fakta-fakta yang dibuktikan di
pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007, sedangkan kerugian immateriil biasanya diakomodasikan atas
permintaan korban yang disesuaikan dengan status korban/keluarga dalam
masyarakat baik ditinjau dari segi sosial, ekonomi, budaya dan agama. Mengingat
hal tersebut belum diatur secara tegas baik dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007 atau dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Dasar penilaian
melalui standar kerugian materiil dan immateriil belum mewakili kepentingan
korban seutuhnya karena cenderung terpengaruh adanya penilaian subyektif dari
jaksa ataupun korban/keluarga, sehingga harus ada ketentuan yang mengaturnya.

Terhadap siapakah yang berwenang mengajukan tuntutan restitusi,
menyatakan yang berhak adalah Jaksa setelah mempertimbangkan apa yang
diinginkan oleh korban dan keluarganya, menyatakan yang berhak adalah
korban/keluarganya, menyatakan yang berhak adalah jaksa dan korban. Berwenang
mengajukan tuntutan restitusi adalah jaksa selaku penuntut umum setelah
memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal yang diinginkan korban/keluarga.

Walaupun ada pula yang menghendaki pihak korban/keluarganya yang
mengajukan tuntutan restitusi, karena secara riil atau faktual yang mengalami
penderitaan adalah korban sendiri (private prosecutor), tetapi sebenarnya secara
keseluruhan pendapat mempunyai arah yang sama yaitu pada prinsipnya yang

Universitas Sumatera Utara

96

berwenang mengajukan tuntutan restitusi ke pengadilan tetap Jaksa selaku Penuntut
Umum

setelah

korban/keluarganya.

memperhatikan
Berlandaskan

dan
pada

berkoordinasi
ketentuan

jaksa

dengan

pihak

adalah

pejabat

publik dan restitusi dalam tindak pidana perdagangan orang sudah masuk dalam
ranah hukum pidana, sehingga restitusi yang diajukan jaksa sifatnya wajib, baik
diminta korban ataupun tidak. Apabila jaksa tidak setuju dengan apa yang diminta
korban/keluarganya, demikian sebaliknya apabila korban tidak setuju dengan
penilaian Jaksa, maka korban dapat mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan
melalui mekanisme gugatan perdata.

Terhadap pengajuan tuntutan restitusi dan tuntutan pidana, apakah tuntutan
restitusi menjadi satu dan merupakan bagian dari surat tuntutan atau terpisah tetapi
pengajuannya bersamaan dengan surat tuntutan, menyatakan sebaiknya tuntutan
restitusi menjadi satu dengan tuntutan pidana dan diajukan bersamaan agar lebih
efisien, karena restitusi itu sifatnya hanya menentukan nilai kerugian yang diderita
korban yang pemeriksaannya tidak dapat dilepaskan dari tindak pidananya dan
sesuai dengan ketentuan Pasal 48 ayat (3) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007
bahwa “restitusi itu diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan
pengadilan tindak pidana perdagangan orang”, menyatakan tuntutan restitusi dan
tuntutan pidana dibuat terpisah tetapi waktu pengajuannya tetap bersamaan,
menyatakan tidak menjadikan masalah tuntutan restitusi dan tuntutan pidana dalam
satu berkas atau tidak yang penting pengajuannya bersamaan. 59

59

Ibid,hal,39.

Universitas Sumatera Utara

97

Terdapat perbedaan pendapat mengenai penyusunan tuntutan restitusi,
apakah menyatu atau terpisah dengan tuntutan pidana, tetapi data yang ada tetap
menunjukkan adanya konsistensi terutama dalam menyikapi ketentuan Pasal 48
ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, bahwa pengajuan restitusi
disampaikan oleh Penuntut Umum kepada pengadilan bersamaan dengan tuntutan
pidana, mengandung makna walaupun tuntutan restitusi diajukan dalam satu berkas
dengan tuntutan pidana atau dibuat terpisah, tidaklah menjadikan suatu
permasalahan, sebab dalam undang-undang juga tidak ada ketegasan apakah harus
menyatu ataukah terpisah, yang penting adalah waktu pengajuannya tetap
bersamaan. Kondisi dimana sebagian besar pengamat menginginkan tuntutan
restitusi disatukan dengan tuntutan pidana, adalah lebih realistis, efektif dan efisien.
Sebab pada dasarnya restitusi dalam tindak pidana perdagangan orang sudah
menjadi bagian dari perkara pidana (lihat ketentuan Pasal 48 ayat (3) Undangundang Nomor 21 Tahun 2007), yang mencerminkan semangat peradilan cepat,
sederhana dan biaya ringan.

4. Pengajuan upaya hukum atas putusan pengadilan dalam perkara tindak
pidana perdagangan orang

Terhadap kewenangan jaksa mengajukan upaya hukum atas putusan
restitusi, pada prinsipnya setiap putusan pengadilan pidana termasuk dalam perkara
tindak pidana perdagangan orang, Jaksa selaku Penuntut Umum mempunyai
wewenang mengajukan upaya hukum baik dalam tingkat banding maupun kasasi,
apabila menurut pendapat Jaksa putusan pengadilan itu tidak sesuai dengan rasa

Universitas Sumatera Utara

98

keadilan masyarakat. Halnya terhadap putusan restitusi, walaupun dalam Undangundang Nomor 21 Tahun 2007 tidak diatur secara limitatif mengenai
kewenangan Jaksa dalam melakukan upaya hukum baik dalam tingkat banding
maupun kasasi terhadap putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana
perdagangan orang, tetapi bila diperhatikan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007, secara tegas disebutkan bahwa penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang
dilakukan berdasarkan hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain dalam undangundang ini. 60

Sejak awal pun sudah disebutkan bahwa jaksa berwenang mengajukan
tuntutan restitusi (pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007), maka
atas dasar itu Jaksa pun tetap mempunyai kewenangan dalam pengajuan upaya
hukum terhadap putusan restitusi disamping putusan pidananya. Jaksa tidak
berwenang mengajukan upaya hukum dan yang berhak adalah korban atau keluarga
korban, menyatakan sebaiknya putusan restitusi pada putusan pengadilan tingkat
pertama sudah bersifat final. Prinsipnya tidak menggoyahkan yang mendukung
kewenangan jaksa dalam pengajuan upaya hukum terhadap putusan restitusi
perkara tindak pidana perdagangan orang.

Restitusi pada dasarnya adalah ganti rugi dalam ranah hukum perdata,
seiring dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ditarik ke
ranah hukum pidana, khususnya melalui ketentuan Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 50
60

Khozim Muh. (2009). Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial. Cetakan pertama. Bandung:
Nusa Media,hal,100.

Universitas Sumatera Utara

99

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007. Proses penanganan perkara, restitusi
mengikuti proses penanganan perkara pidananya karena restitusi diajukan
bersamaan dengan tuntutan pidana oleh penuntut umum, dengan senantiasa
memperhatikan dan tidak mengurangi hak-hak korban untuk mengajukan sendiri
gugatan atas kerugian yang dideritanya, selain itu juga mengacu pada ketentuan
Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, bahwa putusan restitusi
menjadi satu dengan amar putusan pidana. Proses pengajuan upaya hukum atas
putusan restitusi dilakukan oleh jaksa selaku penuntut umum dalam lingkup proses
beracara pidana.

Terhadap tata cara pengajuan upaya hukum atas putusan restitusi dalam
perkara tindak pidana perdagangan orang secara yuridis tidak menimbulkan
permasalahan. Praktek peradilan pidana, sering terjadi adanya upaya hukum
(banding) atas sebagian putusan saja, seperti putusan pidananya diterima, tetapi
putusan mengenai barang bukti tidak diterima sehingga diajukan banding. Banding
itu diajukan oleh salah satu pihak saja atau salah satu korban saja karena pada
prinsipnya siapapun yang tidak menerima putusan pengadilan dapat mengajukan
keberatan atau upaya hukum. Pengajuan banding atas sebagian putusan hakim
dapat mempengaruhi putusan lainnya karena hakim banding akan memeriksa
semua putusan dan bukan hanya putusan yang diajukan banding. Kondisi tersebut
berbeda dengan proses beracara dalam penggabungan perkara gugatan ganti
rugi dan perkara pidana yang diatur KUHAP. Penggabungan perkara dimaksud,
apabila perkara pidana tidak diajukan permintaan banding maka permintaan
banding atas putusan ganti rugi tidak diperkenankan (Pasal 100 ayat (2) KUHAP).

Universitas Sumatera Utara

100

Terdakwa tidak diperkenankan banding hanya terhadap putusan perkara
perdatanya saja (putusan ganti rugi). Terdakwa menyatakan banding terhadap
perkara pidananya, maka secara otomatis perkara perdatanya mengikuti
pemeriksaan banding sehingga, turut serta diperiksa dan diputus oleh hakim
banding, karena perkara perdata disini sifatnya accesoir (mengikuti perkara
pidana). Bersifat accesoir, maka pihak yang dirugikan/korban tidak terbuka
kemungkinan untuk mengajukan banding atas putusan ganti rugi. Apapun putusan
ganti rugi, korban harus menerimanya. 61

5. Penerapan Pemberian Restitusi Terhadap Korban Atau Ahli Waris Tindak
Pidana Perdagangan Orang

Terhadap siapa pelaksana putusan restitusi, menyatakan eksekusi putusan
restitusi sebaiknya dilaksanakan oleh jaksa karena sejak awal jaksa berperan dalam
pengajuan restitusi (Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007) dan
yang paling penting karena proses pengajuan restitusi ini masuk dalam proses
beracara pidana karena tindak pidana perdagangan orang berada dalam lingkup
wilayah hukum pidana dan putusan restitusi menjadi satu dengan amar putusan
pidana (pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007), menyatakan
eksekusi putusan restitusi dapat langsung diberikan pada korban atau keluarganya
dan jaksa bertugas melakukan pengawasan. Menimbulkan kesulitan mengenai siapa
yang nantinya harus melapor ke pengadilan kalau restitusi telah dibayarkan dan

61

(Pusat Litbang Kejaksaan Agung R.I, Studi tentang Penanganan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Berkaitan Dengan Perlindungan Hak-Hak Korban, 2008).

Universitas Sumatera Utara

101

bagaimana bila tidak ada yang melapor, menyatakan eksekusi putusan restitusi
dapat diberikan langsung kepada korban atau keluarganya dan dapat pula diberikan
melalui jaksa sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Ketentuan Pasal 50
(ayat 3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, disebutkan bahwa apabila dalam
waktu tertentu pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka Jaksa atas perintah
Ketua PN dapat melakukan sita atas harta kekayaan pelaku untuk dilelang guna
membayar restitusi. Ketentuan Pasal 50 ayat (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2007 tersebut, tetap tidak disebutkan secara tegas apakah sejak awal eksekusi
putusan restitusi dilaksanakan oleh Jaksa atau Jaksa baru bertindak bila pelaku
tidak mau membayar restitusi.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 sebagaimana telah disebutkan
diatas, menginginkan agar terhadap putusan restitusi, pelaksana eksekusinya
adalah Jaksa, karena sejak awal Jaksa sudah terlibat dalam pengajuan tuntutan
restitusi. (Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007).
Penggabungan perkara ganti kerugian dan pidana dalam KUHAP, pelaksana
eksekusi atas putusan pidana dilaksanakan oleh Jaksa (Pasal 270 KUHAP)
sedangkan putusan restitusi/ganti ruginya dilaksanakan menurut tata cara putusan
perdata (Pasal 274 KUHAP). 62

62

Zein Ahmad Yahya, Problematika Hak Asasi Manusia, Edisi Pertama. Cetakan Pertama,
Liberty. Yogyakarta. 2012,hal,45.

Universitas Sumatera Utara

102

6. Pidana Pengganti Restitusi

Ketentuan Pasal 50 ayat (4) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007
menyebutkan apabila pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku dikenai
pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun. Pidana kurungan sebagai
pengganti ketidakmampuan pelaku membayar uang ganti rugi (restitusi),
menyatakan setuju dengan adanya pidana pengganti, tetapi tidak setuju dengan
maksimal 1 (satu) tahun pidana kurungan pengganti karena dianggap terlalu ringan
dan sebaiknya ketentuan ini diubah disesuaikan dengan jumlah kerugian yang
diderita korban. Menghindari kecenderungan pihak pelaku untuk menjalani pidana
kurungan dari pada harus membayar uang restitusi, karena pidana kurungannya
tidak lama. 63

Nilai restitusinya sangat besar dan untuk menghindari itu maka pihak
terpidana akan memilih menjalankan pidana kurungan selama 1 (satu) tahun dan
kewajiban untuk membayar restitusi secara otomatis menjadi gugur, menyatakan
tidak setuju dengan adanya pidana pengganti karena restitusi tidak dapat diganti
dengan pidana kurungan, alasannya apabila diganti dengan pidana kurungan maka
penderitaan korban tetap tidak mendapatkan kompensasi atau ganti rugi apa-apa
dari penderitaan yang telah dialaminya, yang lain menyatakan setuju terhadap
pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun karena dapat mendorong
pelaku untuk membayar ganti kerugian.

63

Ibid,hal,46.

Universitas Sumatera Utara

103

Menyikapi rentang waktu yang hanya 1 (satu) tahun sebagai pidana
pengganti. Restitusi tidak dapat diganti dengan pidana kurungan karena
bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 itu sendiri
yang ingin memberi perlindungan kepada korban dalam bentuk ganti rugi secara
finansial. Pidana pengganti diterapkan, maka korban tidak mendapatkan ganti rugi
atau kompensasi secara materiil atas penderitaannya. Restitusi harus menjadi
kewajiban terpidana sebagai pelaku kejahatan yang harus dibayar kepada
korban/keluarganya. Pelaku belum mempunyai uang maka harus menjadi hutang
dana kapan saja pelaku mempunyai kekayaaan, maka jaksa akan menyitanya.
Pelaku meninggal dunia, maka ganti rugi harus menjadi tanggungjawab ahli
warisnya. Berbeda dengan kerugian dalam perkara korupsi yang diderita oleh
negara sehingga bila pelaku tidak mampu membayar, dapat diganti dengan pidana
kurungan.

B. Kasus TPPO Serta Penerapan Pemberian Restitusi
1. Kasus TPPO Yang Tidak Terdapat Restitusi
a. PUTUSAN NO : 111/PID.B/2002/PN-BJ
Pengadilan Negeri Binjai, yang bersidang memeriksa dan mengadili
perkara-perkara pidana biasa telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam
perkara terdakwa : MAMI, lahir di Sidikalang, umur 50 tahun, tanggal 10
November 1952, jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, tempat tinggal di
Desa Sei Munai, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, Agama
Kristen, pekerjaan wiraswasta. Pengadilan Negeri Tersebut telah membaca berkas
perkara yang bersangkutan Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa

Universitas Sumatera Utara

104

Telah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum tertanggal 4 Juli 2002 yang pada
pokoknya menuntut supaya majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara
ini memutuskan sebagai berikut : 64
1.Menyatakan terdakwa MAMI bersalah melakukan tindak pidana melarikan
wanita dibawah umur sebagaimana diatur dalam pasal 297 ayat (1) ke-1
KUHPidana.
2.Menjatuhkan pidana terhadap MAMI dengan hukuman 1 tahun dikurangi selama
dalam tahanan.
3.Menetapkan agar terdakwa atas tuntutan hukum Jaksa Penuntut Umum, yang
pada pokoknya mohon hukuman yang seringa-ringannya dengan alasan menyesali
perbuatan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi di kemudian hari.
Menimbang, bahwa terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa yaitu
sebagai berikut:
Kesatu:
-Terdakwa MAMI bersama-sama dengan Novi dan Anto (dituntut dalam berkas
perkara terpisah) pada hari Kamis, tangal 14 Maret 2002, sekitar pukul 09.00 wib
atau setidak-tidaknya pada waktu lain di bulan Maret dalam tahun 2002,
bertempat di Taman PKK Titi Kembar Jalan Jenderal Sudirman Binjai atau
setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk wilayah hukum
Pengadilan Negeri Binjai, sebagai orang yang telah melakukan ataupun turut
melakukan perbuatan telah melarikan seorang wanita yang belum dewasa, yaitu
Dara umur 13 tahun, gadis umur 14 tahun dan Bunga umur 13 tahun atau setidak-

64

PUTUSAN NO : 111/PID.B/2002/PN-BJ

Universitas Sumatera Utara

105

tidaknya belum berumur 21 tahun, dengan tanpa izin dari orang tuanya/walinya
tetapi dengan kemauan wanita itu sendiri, dengan maksud untuk memiliki wanita
itu baik dengan perkawinan maupun tidak dengan perkawinan, perbuatan tersebut
dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :
-Pada waktu dan tempat sebagaimana diuraikan diatas sebelumnya saksi Anto
meminta kepada saksi Novi untuk mencarikan wanita untuk dipekerjakan di Bar
milik orang tuanya di Desa Sei Munai Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis,
Propinsi Riau. Lalu saksi Novi menemui saksi Dara 17 tahun, saksi gadis 14 tahun
dan saksi Bunga 13 tahun dan mengatakan ada pekerjaan di warung nasi di
Daerah Duri milik orang tua Anto dan apabila kerja mereka bagus akan mendapat
gaji sebesar 1 juta rupiah per orang per minggu. Oleh karena tergiur dengan gaji
yang dijanjikan tersebut maka ketiga sakit mengiyakan dan menerima tawaran
Novi. Kemudian pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2002 sekira pukul 07.00 wib,
saksi Bunga, Gadis dan Dara menemui Novi di Taman PKK Titi Kembar Jalan
Jend. Sudirman Binjai. Lalu sekira pukul 09.00 wib, datang Anto menjemput
mereka dan selanjutnya mereka semua menuju kerumah Anto di Jalan Danau
Singkarak, Kecamatan Binjai Utara. Setelah itu saksi Novi menerima uag sebagai
upah mencarikan perempuan tersebut dari Anto sebesar 300 ribu rupiah, dan
berturut-turut diberi lagi sehingga totalnya 750 ribu rupiah. Lalu sekira pukul
17.00 wib, ketiga orang saksi korban dan saksi Anto berangkat ke Duri dengan
menumpang Bus Makmur dari Terminal Bus Binjai, dan tiba di Duri pada hari
Jumat tanggal 15 Maret 2002 sekira jam 09.00 wib. Kemudia saksi menyerahkan
ketiga saksi korban kepada terdakwa Mami untuk dipekerjakan sebagai wanita

Universitas Sumatera Utara

106

penghibur atau yang melayani nafsu seks laki-laki hidung belang dan menerima
uang dari terdakwa Mami sebesar 1 juta rupiah. Selanjutnya Mami
mempekerjakan ketiga korban tersebut untuk menjaga Bar dan melayani nafsu
laki-laki hidung belang dan tanpa gaji.
-Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana melanggar pasal 332 (1)
ke-1 KUHPidana jo pasal 55 (1) ke-1 KUHPidana.
Kedua :
-Terdakwa Mami serta Novi dan Anto (dituntur dalam berkas perkara terpisah)
pada hari Jumat tanggal 15 Maret 2002 sekira pukul 09.00 wib setidak-tidaknya
pada waktu lain di bulan Maret di tahun 2002, sekira pukul 09.00 wib atau
setidak-tidaknya pada waktu-waktu di bulang Maret 2002, bertempat di Bar milik
terdakwa yaitu Bar Tenda Biru, Kompleks Bintang Tujuh, Desa Sei Munai,
Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, atau setidak-tidaknya
disuatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Batam, tetapi karena terdakwa
ditahan di Binjai dan empat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih
dekat pada Pengadilan Negeri Binjai maka berdasarkan pasal 84 (2) KUHAP,
perkara ini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Binjai, yang juga berwenang
mengadilinya, secara bersama-sama baik sebagai orang yang melakukan atau turut
melakukan perbuatan, yang pekerjaan atau kebisaaannya dengan sengaja
mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan cara sebagai berikut :
-Terdakwa Mami pemilik Bar Tenda Biru, Komplek Bintang Tujuh, Desa Sei
Munai, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, yang
menyediakan tempat untuk pelacuran atau tempat-tempat wanita penghibur yang

Universitas Sumatera Utara

107

melayani nafsu seks laki-laki hidung belang telah menerima penyerahan tiga
orang wanita dibawah umur yaitu saksi korban Dara, Bung dan Gadis yang
dibawa oleh saksi Anto dari Jalan Danau Singkarak lalu terdakwa memberikan
uang 1 juta rupiah kepada saksi Anto sebagai upah telah mencarikan ketiga wanita
tersebut, kemudian terdakwa Mami bertanya kepada ketiga korban “orang tua
kalian tahu bahwa kalian kemari ” yang dijawab “tidak tahu” oleh mereka,
selanjutnya ketiga korban diberi kamar masing-masing, setelah itu ketiganya
disuruh oleh terdakwa Mami untuk melayani nafsu seks laki-laki hidung belang,
dimana terdakwa Mami tidak memberikan gaji kepada mereka, tetapi ketiga saksi
Korban hanya menerima tips dari laki-laki yang minta dilayani nafsu seksnya,
sementara terdakwa Mami menerima uang sewa kamar 10 ribu rupiah dari tamu
laki-laki hidung belang tersebut apabila tidak menginap dan 20 rupiah apabila
tamu menginap.
-Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana melanggar pasal 296
KUHPidana jo 55 (1) ke-1 KUHPidana.” Menimbang bahwa atas dakwaan
tersebut terdakwa membenarkan dan tidak mengajukan keberatan, lagi pula dalam
menghadapi persidangan ini terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum,
melainkan

menghadapi

sendiri

perkaranya.

Menimbang

bahwa

untuk

membuktikan dakwaan tersebut Jaksa Penuntut Umum dipersidangan mengajukan
saksi-saksi yang telah didengar keterangannya dipersidangan yaitu sebagai
berikut:
1.Saksi I Bu Nanik (bersumpah) menerangkan sebagai berikut :
-Bahwa saksi adalah orang tua korban Dara

Universitas Sumatera Utara

108

-Pada tanggal 6 April 2002 jam 12.00 wib saksi mendapat informasi dari Jelita di
Yayasan Taruna bahwa anaknya Dara dibawah lari oleh Novi.
-Saksi lalu membuat pengauan ke Polsek Medan Kota tentang anaknya yang
dibawa lari tanpa izin dari saksi selaku orang tuanya.
-Saksi tidak kenal dengan Novi dan tidak tahu bagaimana caranya sampai anak
saksi dibawa Novi yang katanya mau ke Pekan Baru.
-Saksi tidak kenal dengan terdakwa dan tidak tahu apa peran terdakwa ini.
2.Saksi II Amin (Bersumpah) menerangkan sebagai berikut :
-Saksi adalah orang tua korban Bunga.
-Pada tanggal 8 April 2002, jam 11.00 wib saksi diberitahu oleh Agus Sanjaya
dari Sari Pengurus Yayasan Taruna, tempat korban dititipkan yang menyatakan
korban pergi ke Duri di bahwa oleh Novi dan Anto.
-Biasanya korban pulang ke rumah satu kali seminggu tapi kali ini tidak pulangpulang.
-Atas perginya korban tersebut tanpa izin saksi, lalu saksi mengadu ke Polres
Binjai.
-Saksi tidak kenal dengan Novi dan Anto juga tidak kenal dengan terdakwa ini.
3.Saksi III Agus Sanjaya (bersumpah) menerangkan sebagai berikut:
-Saksi adalah pengurus Yayasan Karang Jl. Sukarno Hatta No. 218 Binjai dimana
Gadis, Dara dan Bunga adalah anggota biasa.
-Pada tanggal 26 Maret 2002 saksi mendapat laporan dari temannya Jelita yang
menyatakan dara, Gadis dan Bunga dibawa oleh perempuan bernama Novi ke
Duri.

Universitas Sumatera Utara

109

-Sepengetahuan saksi orang tua korban tidak memberi izin kepada siapapun untuk
membawa korban.
4.Saksi IV Jelita (tidak disumpah) menerangkan sebagai berikut :
-Saksi adalah pekerja mereka di Yayasan Karang Jl. Sukarno Hatta No. 218
Binjai.
-Saksi didatangi oleh Novi pada hari Sabtu, tanggal 23 Maret 2002 sekira pukul
20.00 wib di tanah lapang Merdeka Medan dan mengatakan Dara, Bunga an Gadis
dibawa ke Pekan Baru, dipekerjakan sebagai penghibur dan Novi masih mencari 3
orang lagi untuk dikirim ke Pekan baru.
-Saksi telah 2 bulan kenal dengan Novi dan tiga orang yang dibawa tersebut ke
Pekan Baru dan bekerja di tempat orang tua Anto.
5.Saksi V Yanti (tidak disumpah) menerangkan sebagai berikut:
-Pada tanggal 13 April 2002, jam 20.00 wib saksi bertemu dengan Novi di
Lapangan Merdeka Binjai, mengatakan Dara, Gadis dan Bunga dibawa ke Pekan
Baru, kerja di Bar dan Saksi diajak Novi dengan iming-iming gaji yang besar tapi
saksi tidak mau.
-Saksi tidak tahu apakah Dara, Gadis dan Bunga ada izin dari orang tua mereka
pergi kerja ke Pekan Baru.
6.Saksi

VI

Dara

(tidak

disumpah)

menerangkan

sebagai

berikut:

-Saksi telah lama kenal dengan Novi sedangkan dengan Anto baru dikenalkan
oleh Novi pada waktu hendak berangkat ke Duri.
-Pada hari dan tanggal yang telah lupa, saksi bertemu dengan Novi di Lapangan
Merdeka Binjai, Novi menawarkan pada saksi pekerjaan di Pekan Baru bekerja di

Universitas Sumatera Utara

110

warung nasi, pekerjaan itu ditawarkan pada teman saksi bernama Bunga dan
Gadis dengan gaji 1 juta rupiah per minggu jika pekerjaannya bagus.
-Tergiur akan tawaran tersebut saksi mau, lalu pada tanggal 14 Maret 2002 jam
17.00 wib saksi Gadis dan Bunga berjanji bertemu dengan Novi untuk berangkat
ke Duri yang diantar oleh Anto dengan menumpang bus Makmur.
-Bayar ongkos bus adalah Anto.
-Benar seampainya di Duri Saksi dengan temannya diserahkan kepada terdakwa
Mami pemilik Bar, lalu diberi kamar untuk menerima tamu-tamu yang
datang untuk melayaninya.
-Saksi mendapat imbalan 50 ribu rupiah setiap melayani hidung belang, lalu
membayar uang kamar 10 ribu rupiah tanpa menginap, jika menginap 20 ribu
rupiah.
-Saksi pergi kerja ke Duri tanpa izin dari orang tua dan Novi ataupun Anto tidak
minta izin pada orang tua saksi.
7.Saksi

VII

Gadis

(tidak

disumpah)

menerangkan

sebagai

berikut:

-Saksi seminggu sebelum berangkat ke Duri saksi kenal dengan Novi di Lapangan
Merdeka Medan, disitu saksi ditawari kerja di Bar milik orang tua Anto.
-Saksi ditawari kerja sebagai jual nasi dengan gaji 1 juta rupiah perminggu.
-Tergiur tawaran tersebut saksi setuju dan tanggal 14 Maret 2002 jam 20.00 wib
bertemu di Titi Kembar untuk memastikan berangkat pada sore harinya ke Duri
bersama dengan Dara dan Bunga, yang diantar oleh Anto dengan menumpang Bus
Makmur.

Universitas Sumatera Utara

111

-Keesokan harinya tiba di Duri, lalu Anto menyerahkan saksi kepada terdakwa
Mami, pemilik Bar Tenda Biru di Duri.
-Ternyata kerjaan yang diberikan adalah untuk melayani para hidung belang
dengan tarif 50 ribu rupiah sekali melayani, lalu dipotong untuk sewa kamar 10
ribu rupiah kalau tidak menginap jika menginap 20 ribu rupiah.
-Saksi bekerja di Duri tanpa ada persetujuan atau izin dari orang tuanya.
8.Saksi

VIII

Bunga

(tidak

disumpah)

menerangkan

sebagai

berikut:

-Benar saksi ditawari oleh Novi kerja di warung nasi di Duri dengan gaji 1 juta
rupiah per minggu.
-Benar pada tanggal 14 Maret 2002 jam 19.00 wib bertemu dengan Novi di
Taman PKK Medan untuk sorenya berangkat ke Duri bersama Dara dan Gadis
yang diantar oleh Anto.
-Keesokan harinya tiba di Duri lalu saksi diserahkan kepada Mami untuk bekerja
di bar Tenda Biru kepunyaannya.
-Ternyata kerjaan yang diberikan adalah untuk melayani para hidung belang
dengan tariff 50 ribu rupiah sekali melayani, lalu dipotong untuk sewa kamar 10
ribu rupiah kalau tidak menginap jika menginap 20 ribu rupiah dibayarkan kepada
pemilik bar.
-Saksi tidak ingat sudah berapa banyak laki-laki yang dilayani dan kerja disana
tanpa izin dari orang tua saksi.
9.Saksi IX Bunga (bersumpah) menerangkan sebagai berikut :
-Benar saksi ada menawarkan pada Dara, Gadis dan Bunga bekerja jualan nasi di
Duri milik orang tua Anto, padahal saksi sebenarnya berbohong tentang pekerjaan

Universitas Sumatera Utara

112

itu karena sebelumnya Anto bertemu saksi minta dicarikan orang untuk bekerja di
bar orang tuanya di Duri untuk melayani para hidung belang.
-Pada tanggal 14 Maret 2002 pagi saksi bertemu dengan korban di Taman PKK
Medan untuk sore harinya berangkat ke Duri diantar oleh Anto sedangkan saksi
tidak ikut;
-Upah saksi mendapat 3 orang korban adalah 750 ribu rupiah tapi sekarang
uangnya sudah habis.
-Saksi mengajak korban ke Duri tanpa izin dan persetujuan dari orang tua korban.
10.Saksi X Anto (bersumpah) menerangkan sebagai berikut:
-Saksi ada minta tolong pada Novi untuk dicarikan perempuan kerja di Bar milik
orang tua Anto di Duri.
-Saksi tidak kenal dengan korban tapi dikenalkan oleh Novi dan pada tanggal 14
Maret 2002 sore saksi bersama ketiga korban berangkat ke Duri, sesampainya di
sana lalu diserahkan pada terdakwa.
-Terdakwa mempekerjakan korban utuk para tamu-tamu di bar tersebut.
-Sebagai ganti perongkosan saksi mendapat uag 1 juta rupiah dari terdakwa dan
750 ribu rupiah saksi serahkan kepada Novi upah mencarikan ketiga korban
tersebut.
-Benar saksi tidak ada minta izin atau persetujuan dari orang tua korban.
Menanggapi dakwaan jaksa penuntut umum terdakwa dipersidangan telah
memberikan keterangan sebagai berikut :
-Terdakwa tidak tahu menahu tentang keterangan saksi I sampai dengan V dan
terdakwa tidal kenal dengan mereka.

Universitas Sumatera Utara

113

-Terdakwa membenarkan keterangan saksi VI sampai dengan X.
-Benar pada hari Jumat tanggal 15 Maret 2002 jam 09.000 wib terdakwa ada
menerima penyerahan 3 (tiga) orang perempuan yaitu Dara, Bunga dan Gadis dari
Anto.
-Kepada Anto terdakwa memberikan uang 1 juta rupiah sebagai ganti
perongkosan.
-Kepada ketiga korban terdakwa diberi pekerjaan melayani para tamu hidung
belang di bar milik terdakwa dengan bayaran Rp. 150.000,- sedang sewa kamar
Rp. 10.000.,- dan Rp. 20.000,- kalau menginap.
-Ketiga korban ditampung terdakwa pada rumah tempat penampungannya
bersama-sama dengan rekan-rekannya yang lain ada 8 (delapan) orang.
Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa yaitu:
-Kesatu : Melanggar pasal 332 (1) ke-1 jo pasal 55 ke-1 KUHP atau.
-Kedua : melanggar pasal 297 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau.
-Ketiga : melanggar pasal 296 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dakwaan kesatu yaitu melanggar pasal 33 (1) ke-1 jo pasal 55 ke-1 KUHP
yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
a.Turut serta sebagai orang yang melakukan atau turut melakukan.
b.Melarikan wanita dibawah umur.
c.Tanpa ada izin orang tua atau walinya tetapi dengan kemauan wanita itu.
d.Dengan maksud memilikinya baik dngan perkawinan atau tanpa perkawinan.
Lebih

dahulu

unsur

ad

b,

melarikan

wanita

dibawah

umur

:

Keterangan saksi-saksi ada keterangan terdakwa ternyata terdakwa hanya menerima

Universitas Sumatera Utara

114

penyerahan ke-3 (tiga) korban dari Anto di Duri di Bar Tenda Biru kepunyaan
terdakwa dengan demikian unsur tersebut tidak terbukti ada pada terdakwa. Salah
unsur dari dakwaan kesatu tidak terbukti ada pada terdakwa dengan tanpa
mempertimbangkan unsur yang lainnya Majelis Hakim berkesimpulan terdakwa
tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu tersebut dan
terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan yang tidak terbukti tersebut. Selanjutnya
majelis akan mempertimbangkan dakwaan kedua yaitu melanggar pasal 297 jo
pasal 55 ayat ke-1 KUHP yang unsur-unsurnya :
a.Turut serta seabgai orang yang melakukan atau turut melakukan;
b.Memperdagangkan wanita yang belum cukup umur;
Fakta hukum dilihat hubungan dan persesuaian satu sama lain dari unsurunsur dakwaan kedua ternyata terdakwa telah menerima penyerahan 3 (tiga) orang
wanita yang masih dibawah umur yaitu Dara 17 tahun, Gadis 14 tahun dan Bunga
umur 13 tahun dari Anto dengan memberi biaya perongkosan pada Anto sebesar
Rp. 1.000.000,-( satu juta rupiah lalu ketiga korban tinggal dibawah kekuasaan
terdakwa untuk melayani para lelaki hidung belang sebagai pemuas nafsunya
dengan imbalan Rp. 50.000,- (lima puluh ribu) sekali melayani dan kepada
terdakwa diberikan Rp. 10.000,- sebagai sewa kamar dan Rp. 20.000,- kalau
menginap, dengan demikian nyatalah unsur dakwaan kedua dari Jaksa Penuntut
Umum telah terbukti secara sempurna ada pada terdakwa.
Menyangkut masa penahanan yang terdakwa jalani harus dikurangai
segenapnya dari pidana yang dijatuhi dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
Sebelum pidana dijatuhkan perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

115

Hal-hal yang memberatkan :
a. Perbuatan terdakwa sangat meresahkan.
b. Perbuatan terdakwa merusak moral dan masa depan ketiga korban.
Hal-hal yang meringankan:
a. Terdakwa belum pernah dihukum
b. Terdakwa mengakui terus terang kesalahannya.
Memperhatikan pasal 297 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan peraturan
perundang undangan yang bersangkutan dengan perkara ini :
MENGADILI :
a.Menyatakan bahwa terdakwa Mami tersebut diatas terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan
kesatu.
b.Membebaskan terdakwa oleh karena dari dakwaan tersebut.
c.Menyatakan lagi bahwa terdakwa Mami tersebut diatas terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah memperdagangkan wanita yang belum cukup umur
sebagaimana dalam dakwaan atau kedua.
d.Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan)
bulan.
e.Menyatakan bahwa penahanan yang telah terdakwa jalani dikurangkan
segenapnya dari pidana yang telah dijatuhkan tersebut.
f.Memerintahkan terdakwa untuk tetap ditahan.
g.Membebani terdakwa untuk membayar ongkos perkara sebeasr Rp. 1.000,(seribu rupiah).

Universitas Sumatera Utara

116

Rapat permusyarawatan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Binjaui pada hari
KAMIS, tanggal 11 Juli 2002 terdiri dari MS, SH, sebagai hakim Ketua Majelis,
TBS, SH dan ZP, SH masing-masing sebagai hakim-hakim anggota, putusan mana
diucapkan pada hari itu juga dimuka persidangan yang terbuka untuk umum oleh
Hakim Ketua Majelis dengan didampingi oleh hakim-hakim anggota tersebut
dengan dihadiri oleh SL, SH, Jaksa Penunut Umum pada Kejaksaan Negeri Binjai,
NHL Panitia Pengganti pada Pengadilan Negeri Binjai dan terdakwa. Putusan
tersebut ditanda tangani oleh Hakim Ketua dan 2 hakim anggota serta Panitera
Pengganti.
2. Kasus TPPO Yang Terdapat Restitusi
a. P U T U S A N Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn
Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
pidana pada peradilan tingkat pertama, dengan acara pemeriksaan biasa telah
menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa : Nama lengkap :
ANDREAS GINTING ALIAS UCOK, Tempat lahir : Kaban Jahe, Umur/tanggal
lahir : 37 tahun/17 Desember 1974, Jenis kelamin : Laki-laki, Kebangsaan :
Indonesia, Tempat tinggal : Jln. Malaka Jaya, Cilincing Jakarta Utara, A g a m a :
Kristen, Pekerjaan : Wiraswasta, Pendidikan : S 1
Setelah mendengar dan mempelajari Nota Pembelaan Penasehat Hukum
terdakwa yang dibacakan dipersidangan, tertanggal 20 Nopember 2012 yang pada
pokoknya menyatakan :65

65

P U T U S A N Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn

Universitas Sumatera Utara

117

-Jaksa Penuntut Umum telah keliru menunjuk terdakwa sebagai pelaku tunggal
melakukan tindak pidana, sebab yang merekrut korban adalah bukan terdakwa
melainkan saksi Titin Sumartini alias Entin, sehingga unsur “Barang siapa” yang
dimaksud saudara Jaksa Penuntut Umum belum memenuhi unsure dan tidak dapat
dibuktikan secara hukum, oleh karenanya haruslah ditolak.
-Jaksa Penuntut Umum telah keliru menyebutkan terdakwa melakukan perekrutan,
pengangkutan,

penampungan,

pengiriman,

pemindahan,

atau

penerimaan

seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, mengeksploitasi
orang tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia, karena sesuai dengan
keterangan saksi korban Lisna Widiyanti, saksi Titin Sumartini alias Entin dan
saksi Enong Sulyani pada awalnya yang merekrut korban adalah saksi Titin
Sumartini alias Entin bukan terdakwa sebab terdakwa tidak pernah mengenal
sama sekali dengan Titin Sumartini alias Entin .
-Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, Jaksa Penuntut Umum
tidak dapat membuktikan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur
sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
RI No. 21 Tahun 2007 Jo. Pasal 82 Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002.
-Antara terdakwa dengan ibu korban telah mengadakan perdamaian, dan ibu korban
sudah pernah mengajukan surat keberatan atas Laporan Pengaduan Polisi No.
44/I/2012/SPKT.II dan juga telah mengajukan surat pencabutan atas Laporan

Universitas Sumatera Utara

118

Pengaduan tersebut, sehingga menurut Putusan Mahkamah Agung No. 1600
K/Pid./2009 perdamaian yang terjadi antara pelapor dan terlapor mengandung
nilai yang tinggi yang harus diakui, bila perkara pidana ini dihentikan manfaatnya
lebih besar untuk tidak dilanjutkan.
-Segala kerendahan hati Team Penasehat Hukum terdakwa memohon dengan
hormat kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini berkenan memutuskan :
1.Menyatakan terdakwa ANDREAS GINTING ALIAS UCOK tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menurut pasal 2 ayat (1) UndangUndang No. 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan orang Jo. Pasal 82 UndangUndang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2.Membebaskan terdakwa dari semua Tuntutan hukum ( Vrijspraak ) atau setidaktidaknya melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum (Onslaag Van Alle
Rectsvervolging).
3.Memulihkan hak terdakwa Andreas Ginting alias Ucok dari segala dakwaan dan
Tuntutan.
4.Membebankan biaya perkara kepada Negara setelah juga mendengar Nota
Pembelaan terdakwa sendiri, yang dibacakan dipersidangan yang pada pokoknya
menyatakan :
-Pekerjaan terdakwa adalah sebagai manager Restoran Café Pesona yang beralamat
di Jalan Setia Indah No. 30 Desa Sunggal, yang buka malam hari mulai dari pukul
20.00 Wib sampai dengan pukul 03.00 Wib dinihari dan untuk menambah
karyawan yang sudah ada, terdakwa telah meminta bantuan saksi Titin Sumartini
alias Entin agar dapat mencarikan orang yang akan terdakwa jadikan karyawan di

Universitas Sumatera Utara

119

Café Pesona, sebagaimana telah terungkap dipersidangan dan terdakwa tidak ada
membicarakan tentang batas usia dari calon karyawan yang akan dipekerjakan
namun yang terdakwa katakan kepada saksi Titin Sumartini adalah yang penting
berpenampilan menarik bagi perempuan.
-Benar pada suatu kesempatan terdakwa telah mengajak saksi korban Lisna
Widiyanti ke Hotel dan antara terdakwa dengan saksi korban telah melakukan
persetubuhan tanpa ada unsur paksaan sebagaimana terungkap dipersidangan.
-Atas kejadian tersebut terdakwa dengan ini minta maaf ke semua pihak khususnya
kepada korban dan keluarganya dan sekarang ini terdakwa mempunyai
tanggungjawab seorang isteri dan seorang anak laki-laki yang masih berusia 4
(empat) tahun dan untuk itu mohon kiranya kepada Majelis Hakim yang mulia
agar membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. Setelah mendengar dan
mempelajari Tanggapan atau Replik Jaksa Penuntut Umum terhadap Nota
Pembelaan Penasehat Hukum terdakwa, tertanggal 22 Nopember 2012, yang
setelah disimpulkan pada pokoknya menolak Nota Pembelaan Terdakwa dan
Penasehat Hukumnya dan menyatakan tetap pada Tuntutan Pidananya semula.
Setelah mendengar Duplik Penasehat Hukum terdakwa secara lisan di persidangan
yang pada pokoknya menyatakan tetap pada Nota Pembelaannya. Menimbang,
bahwa terdakwa diajukan kepersidangan dengan dakwaan sebagai berikut :
KESATU :
Terdakwa ANDREAS GINTING alias UCOK, pada hari Minggu tanggal 08
januari 2012 sekira pukul 15.00 wib sekira pukul 15.00 Wib sekira pukul 18.00
Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain pada bulan Januari tahun 2012

Universitas Sumatera Utara

120

bertempat di kamar 409 Hotel Pardede Internasional Jalan Ir. Haji Juanda No. 14
Medan, atau pada tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum
Pengadilan Negeri Medan, melakukan, pemindahan atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
hutang atau memberi bayaran atau menfaat walaupun memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain mengeksploitasi orang tersebut di
wilayah Negara Republik Indonesia, perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan
cara sebagai berikut :
Bermula sekira bulan Desember 2011 bertempat di Sukabumi saksi Entin
menawarkan kepada saksi korban untuk bekerja sebagai kasir d