Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep tidur
2.1.1. Defenisi tidur
Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulangulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005, Saryono & Widianti,
2011).Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar saat individu dapat dibangunkan
dengan pemberian rangsangan (Guyton & Hall, 2007, Asmadi, 2008). Tidur
adalah sesuatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan
yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing
menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto & Wartonah,
2010). Tidur dapat dikatakan sebagai kondisi ketika seseorang tidak sadar, tetapi
dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Saputra, 2013).
2.1.2. Fungsi tidur
Siklus tidur-bangun akan mempengaruhi fungsi fisiologi, respons
perilaku, dan kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi membuat keputusan
serta melakukan kegiatan sehari – harinya (Potter & Perry, 2005). Tidur diyakini
dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas. Tidur
juga diyakini dapat mengurangi stress dan menjaga keseimbangan mental dan
emosional, serta meningkatkan kemampuan dan konsentrasi pada saat melakukan
aktivitas (Saputra, 2013). Selain itu tidur berfungsi untuk memulihkan

keseimbangan alami di antara pusat-pusat neuron (Guyton & Hall, 2007).

8
Universitas Sumatera Utara

9

2.1.3. Fisiologi tidur
Aktivitas tidur berhubungan dengan mekanisme serebral yang secara
bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun.
Bagian otak yang mengendalikan aktifitas dan tidur adalah batang otak, tepatnya
pada sistem retikularis atau Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar
Synchronizing Regional (BSR). RAS terdapat di batang otak bagian atas dan
diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan serta
kesadaran (Saputra, 2013).RAS terletak dalam mesenfalondan bagian atas pons.
Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual,pendengaran, nyeri dan
perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteksserebri termasuk rangsangan
emosi dan proses pikir (Potter & Perry, 2005).
Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin untuk mempertahankan
kewaspadaan dan agar tetap terjaga. Pengeluaran serotonin dari BSR

menimbulkan rasa kantuk yang selanjutnya menyebabkan tidur. Terbangun atau
terjaganya seseorang tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima pusat
otak dan sistem limbik (Saputra, 2013).

Keadaan jaga atau bangun sangat

dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Aktifitas
ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergik, kholinergik, histaminergik.
2.1.3.1.Irama sirkardian
Irama siklus 24 jam siang-malam disebut irama sirkardian. Irama
sirkardian mempengaruhi perilaku dan pola fungsi biologis utama seperti suhu
tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensori dan

Universitas Sumatera Utara

10

suasana hati (Saryono & Widianti, 2011). Pada manusia, irama sirkardian
dikendalikan oleh tubuh dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, misalnya

cahaya, kegelapan, gravitasi, dan faktor eksternal (misalnya aktivitas sosial dan
rutinitas pekerjaan). Irama sirkardian menjadi berhubungan jika individu memiliki
pola tidur-bangun yang mengikuti jam biologisnya, yaitu individu akan terjaga
pada saat ritme fisiologis dan psikologisnya paling tinggi atau paling aktif dan
akan tidur pada saat ritme fisiologis dan psikologisnya paling rendah (Saputra,
2013).
2.1.3.2.Tahapan tidur
Tahapan tidur dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu Non Rapid
Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM). Tidur NREM terdiri
dari empat tahapan. Kualitas tidur akan semakin menjadi dalam, mulai dari tahap
satu sampai tahap empat. Tidur yang dangkal terjadi padatahap satu dan tahap
dua, pada tahap ini seseorang akan lebih mudah terbangun. Sedangkan pada tahap
tiga dan empat prroses melibatkan tidur yang dalam disebut tidur gelombang
rendah, dan seseorang sulit terbangun. Tidur REM merupakan fase terakhir siklus
tidur dan terjadi pemulihan psikologis (Potter & Perry, 2003). Kozier (2008)
menyatakan terdapat tiga indikator tahapan tidur yaitu aktifitas gelombang otak
(dideteksi dengan EEG), pergerakan mata (direkam EOG) dan tonus otot (direkam
dengan EMG).
1. NREM tahap 1
Merupakan tingkatan yang paling dangkal dari tidur. Tahapan ini berakhir

beberapa menit sehingga orang mudah terbangun karena suara. Kualitas tidur

Universitas Sumatera Utara

11

tahap ini sangat ringan, seseorang dapat mudah terbangun karena stimulasi sensori
seperti suara (Potter & Perry, 2003). Terjadi pengurangan aktivitas fisiologis
seperti pengurangan tanda-tanda vital dan metabolisme. Merasa telah melamun
setelah bangun (Saryono & Widianti, 2011).
2. NREM tahap 2
Merupakan tidur dengan bersuara. Terjadi relaksasi sehingga untuk
bangun pun merasa sulit. Fungsi tubuh menjadi lambat (Saryono & Widianti,
2011). Pada tahap ini, otot mulai relaksasi, mata pada umumnya menetap dan
proses-proses di dalam tubuh terus menurun yang ditandai dengan penurunan
denyut jantung, frekuensi napas, suhu tubuh dan metabolisme. Tahap ini berakhir
10-20 menit dan merupakan 50-55% dari total tidur (Saputra, 2013).
3. NREM tahap 3
Merupakan tahap awal tidur yang dalam. Otot-otot mulai menjadi relaks
penuh sehinggga sulit untuk dibangunkan dan jarang bergerak. Tanda-tanda vital

menurun namun teratur (Saryono & Widianti, 2011). Penurunan tanda-tanda vital
tersebut disebabkan oleh dominasi sistem saraf parasimpatik. Tahap ini
berlangsung selama 15-30 menit dan merupakan 10% dari total tidur (Saputra,
2013).
4. NREM tahap 4
Pada tahap ini, individu tidur semakin dalam atau delta sleep. Pada NREM
tahap 4 dapat ditandai dengan perubahan fisiologis yaitu gelombang EEG otak
melemah serta penurunan denyut jantung, tekanan darah, tonus otot, metabolisme
dan suhu tubuh. Pada tahap ini, individu jarang bergerak dan sulit untuk

Universitas Sumatera Utara

12

dibangunkan (Saputra, 2013). Pada tahap ini juga dapat terjadi tidur sambil
berjalan dan eneuresis. Tahap ini berlangsung selama 15-30 menit (Saryono &
Widianti, 2011).
5. REM
Tidur REM disebut juga tidur paradoks. Tahapan ini biasanya terjadi ratarata setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-20 menit. Tidur REM tidak
senyenyak tidur NREM dan biasanya sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini.

Pada tahap ini terjadi percepatan respon pergerakan mata, fluktuasi jantung,
kecepatan respirasi, peningkatan tekanan darah, penurunan tonus otot skeletal dan
peningkatan sekresi lambung (Saryono & Widianti, 2011). Tidur REM penting
untuk keseimbangan mental dan emosi. Selain itu, tahapan tidur ini juga berperan
dalam proses belajar, memori dan adaptasi (Saputra, 2013).
2.1.3.3.Siklus tidur
Selama tidur, individu mengalami siklus tidur yang di dalamnya terdapat
pergantian antara tahap tidur NREM dan REM secara berulang. Menurut Saputra
(2013) siklus tidur pada individu dapat dijelaskan sebagi berikut:
a. Pergeseran dari tidur NREM tahap satu sampai tahap tiga selama 30 menit.
b. Pergeseran dari tidur NREM tahap tiga ke tahap empat berlangsung
selama 20 menit.
c. Individu kembali mengalami tidur NREM tahap tiga dan tahap dua yang
berlangsung selama 20 menit.
d. Pergeseran dari NREM tahap dua ke REM berlangsung selama 10 menit.
e. Pergeseran dari tidur REM ke tidur NREM tahap dua.

Universitas Sumatera Utara

13


f. Siklus tidurpun dimulai, tidur NREM terjadi bergantian dengan tidur
REM. Siklus ini normalnya berlangsung selama 1,5 jam dan setiap orang
umumnya mempunyai 4-5 siklus selama 7-8 jam tidur.
Tahap pratidur

NREM
Tahap

NREM
Tahap 2

NREM
Tahap 4

NREM
Tahap 3

Tahap
REM


NREM
Tahap 2

NREM
Tahap 3

Skema 2.1. Tahap-tahap siklus tidur (Potter & Perry, 2005).
2.1.4. Konsep tidur pada berbagai usia
Pola tidur individu berbeda-beda tergantung pada usia, jenis kelamin,
pekerjaan dan gaya hidup (Potter & Perry, 2005). Pola tidur normal berdasarkan
usia digolongkan menurut Saryono & Widianti(2011) adalah sebagai berikut:
1. Bayi barulahir(neonatus)pola tidur yang tidak teratur hingga usia 6-8
minggu yang berhubungan dengan rasa lapar, periode tidur yang multipel
pada siang dan malam hari, tidurnya yang bersifat aktif.Infant
membutuhkan tidur 14-15 jam/haridan 20–30% tidur REM. Sifat tidurnya
yaitu bertambahnya jumlah tidur malam, pola tidur mulai terlihat, tidur
siang yang awalnya berjumlah 3-4 kali berubah menjadi 1-2 kali di akhir
tahun pertama. Bayi yang mendapatkan ASI cenderung memiliki durasi
tidur yang kurang dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan susu


Universitas Sumatera Utara

14

formula. Hal ini dikarenakan kecenderungan terhadap pemberian ASI
sehingga bayi tetap terjaga (Wong, Eaton, Wilson, Winkelstein &
Schwartz, 2009).
2. Toodler (usia 1-12 bulan) membutuhkan tidur 12-14 jam/hari dan 25%
tidur REM. Sifat tidurnya yaitu tidur di pagi hari semakin berkurang pada
usia >18 bulan, kebanyakan dapat tidur malam dengan jadwal yang teratur.
Masalah tidur sering terjadi pada usia ini seperti jatuh pada saat tertidur
dan ketakutan akan perpisahan dengan orang tua. Ritual waktu tidur sangat
membantu menghilangkan rasa takut pada anak disaat tidur seperti
memandang bintang atau memakai selimut kesukaannya (Wong, et al,
2009).
3. Preschool(usia 3-6 tahun)membutuhkan tidur 11-13 jam/hari dan 20%
tidur REM. Sifat tidurnya yaitu tidur siang biasanya tidak ditemukan lagi
pada tahun kelima, dapat timbul ketakutan pada malam hari. Usia
preschool merupakan waktu dengan masalah tidur. Masalah tidur tersebut

sepertisulit memulai tidur, terbangun di malam hari dan mimpi buruk
(Wong, et al, 2009).
4. Usia sekolah (6-12 tahun)jumlah tidur yang dibutuhkan yaitu 10-11 jam/
haridan 18,5% tidur REM. Sifat tidurnya yaitu semakin meningkatnya
kegiatan anak dapat mengakibatkan kurangnya tidur, pengaruh televisi
komputer dan kafein.Sebagian besar anak usia sekolah sering sekali
melawan ketika diperintahkan untuk tidur. Maka dari itu anak harus sering
diingatkan untuk pergi tidur (Wong, et al, 2009).

Universitas Sumatera Utara

15

5. Remaja (usia 12-18 tahun)tidur pada usia remaja mempunyai pola yang
berbeda-beda dibandingkan dengan usia lain. Tidur dan istirahat yang
adekuat pada saat remaja penting untuk terapi kesehatan yang menyeluruh
(Wong, et al, 2009). Pada masa ini anak mengalami pergeseran irama
sirkardian, sehingga jam tidur pun bergeser. Kebutuhan tidur meningkat
menjadi 8,5-9,25 jam/hari.
6. Dewasa(usia 18-60 tahun) membutuhkan tidur 8,5 jam/hari dan 20%

tidurREM. Waktu yang dibutuhkan untuk tidur mulai berkurang,periode
tahapan tidur pada tahap 4 mulai menurun, sering kali ditemukan
gangguan tidur yang disebabkan oleh perubahan dan stress di usia
menengah, penggunaan obat tidur sering ditemukan pada usia ini untuk
membantu cepat tidur.
7. Lansia (usia >60 tahun) membutuhkan tidur 6 jam/hari dan 20 – 25% tidur
REM. Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan. Tidur REM mulai
memendek. Penurunan progresif pada tahap NREM 3 dan 4 dan hampir
tidak memiliki tahap 4, perubahan pola tidur pada lansia disebabkan
perubahan sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur.

Universitas Sumatera Utara

16

Tabel 2.1.Kebutuhan tidur pada setiap usia (Saputra,2013).
Usia dan tingkat
Kebutuhan tidur
Pola Tidur Normal
perkembangan
(Jam/Hari)
0-1 bulan (neonatus)
14-18
5-% dari siklus tidur adalah tidur
REM, siklus tidur berlangsung selama
45-60 menit
1-12 bulan (infant)
12-14
20-30% dari siklus tidur adalah tidur
REM, bayi mungkin akan tidur
sepanjang malam
1-3 tahun (todler)
10-12
Sekitar 25% dari siklus tidur adalah
tidur REM, anak-anak tidur pada
siang dan sepanjang malam
3-6 tahun (preschool)
11
20% dari siklus tidur adalah siklus
REM
6-12
tahun
(usia
10
18,5% dari siklus tidur adalah tidur
sekolah)
REM
12-18 tahun (usia
7-8,5
20% dari siklus tidur adalah tidur
remaja)
REM
18-40 tahun (usia
7-8
20-25% dari siklus tidurnya adalah
dewasa muda)
tidur REM
40-60 tahun (usia
7-8
20% dari siklus tidurnya adalah tidur
dewasa menengah)
REM, individu mungkin mengalami
insomnia dan sulit tidur
>60
tahun
(usia
6
20-25% dari siklus tidurnya adalah
dewasa tua)
tidur REM, individu dapat mengalami
insomnia, sering terjaga waktu tidur
dan NREM tahap 4 menurun, bahkan
terkadang tidak ada

2.1.5. Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga
seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan
gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering
menguap atau mengantuk (Alim, Noorhana & Elvira, 2015).Selain itu, kualitas
tidur seseorang dikatakan baikapabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan
tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Pada saat anak sudah matur

Universitas Sumatera Utara

17

terdapat perubahan kualitas tidur yang signifikan yaitu dari 50% pada masa bayi
menjadi 80% pada anak-anak yang lebih besar (Wong, et al, 2009). Tanda-tanda
kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis (Hidayat,
2006) yaitu: a) Tanda fisik meliputi ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata,
bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung),
kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi
(kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual
dan pusing; Tanda psikologis meliputi menarik diri, apatis dan respons menurun,
merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul
halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan
pertimbangan atau keputusan menurun.
2.1.6. Pengkajian kualitas tidur
Kualitas tidur dapat diketahui dengan melakukan pengkajian yang meliputi
data subjektif dan objektif. Data subjektif merupakan kriteria yang sangat penting
untuk menentukan kualitas tidur seseorang melalui pernyataan subjektif mengenai
kualitas tidur yang dialaminya. Pernyataan subjektif ini sangat bervariasi,pada
individu (Potter & Perry, 2001).
Data objektif dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan diagnostik (Tarwoto
& Wartonah, 2010). Pemeriksaan fisik dapat diobservasi dari penampilan wajah
seperti adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan konjungtiva merah.
Dapat juga dilihat dari perilaku dan tingkat energi individu seperti perilaku
irritable, kurang perhatian respon lambat, sering menguap, menarik diri, dan
bingung, postur tubuh tidak stabil, tangan tremor dan kurang koordinasi.

Universitas Sumatera Utara

18

Pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan merekam proses tidur dengan
alat-alat seperti EEG (electroencephalogram) untuk melihat aktivitas listrik otak,
EMG (electromyogram) untuk pengukuran tonus otot, dan EOG (electro
oculogram) untuk melihat pergerakan mata (Potter & Perry, 2001).
Sehubungan dengan hal di atas, pengukuran kualitas tidur dengan
menggunakan alat-alat EEG, EMG, EOG merupakan pengukuran kualitas
tidur yang standar, namun tidak memungkinkan untuk dilakukan pada penelitian
ini, karena alat yang tidak tersedia dan biaya yang diperlukan sangat mahal,
sehingga pengukuran kualitas tidur dengan menggunakan data subjektif dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.
Kuesioner ini digunakan sebagai parameter penilaian penelitian meliputi: 1)
Kualitas tidur subjektif adalah pandangan seseorang mengenai kualitas tidurnya,
yaitu rasa lelah yang dirasakan saat bangun tidur dan sepanjang hari dan seringnya
terbangun yang mereka alami saat tidur di malam hari; 2) Latensi tidur merupakan
jumlah waktu yang diperlukan sampai jatuh tertidursetelah berbaring ditempat
tidur dan atau setelah lampu tidur dimatikan; 3) Durasi tidur merupakan jumlah
waktu tidur yang diukur dari mulai tidur di malam hari sampai terbangun di pagi
hari; 4) Efisiensi kebiasaan tidur adalah jumlah proporsi tidur pada periode waktu
yang diisi oleh tidur dan merupakan rasio antara jumlah waktu tidur dengan
jumlah waktu yang dihabiskan ditempat tidur; 5) Gangguan saat tidur meliputi
hal-hal eksternal yang dapat mengganggu tidurseseorang; 6) Penggunaan obat
tidur yaitu kualitas tidur yang kurang baik dapat membuat seseorang
menggunakan obat tidur, baik yang diresepkan atau tidak diresepkan untuk

Universitas Sumatera Utara

19

memperbaiki kualitas tidurnya; 7) Disfungsi pada siang hari yaitu kualitas tidur
yang kurang baik membuat seseorang tidak dapat berfungsi dan melakukan
aktivitas dengan baik setelah bangun tidur dan sepanjang hari (Buysse, Reynolds,
Monk, Breman & Kupfer, 1998 dalam Alim, Noorhana & Alvira, 2015).
2.1.7. Faktor yang mempengaruhi tidur dan kualitas tidur pada anak
Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat
menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah
istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Diantaranya yang dapat mempengaruhinya
adalah:
a. Penyakit
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan fisik dapat
menyebabkan masalah tidur. Pada anak adanya gangguan atau rasa sakit pada
gigi, telinga, kulit, saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, otot atau
tulangnya merupakan hal yang dapat mengganggu kenyamanan tidur anak (Potter
& Perry, 2005).
b. Kelelahan
Kelelahan akibat aktivitas fisik yang tinggi dapat memerlukan lebih
banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal
tersebut dapat terlihat bila anak melakukan aktivitas sehari-hari atau setelah
melakukan pemijatan dan mencapai kelelahan. Latihan selama dua jam atau lebih
dalam hal ini pemijatan anak yang dilakukan sebelum waktu tidur membuat tubuh
menjadi dingin dan mempertahankan suatu keadaan kelelahan yang dapat
meningkatkan relaksasi (Hidayat, 2006).

Universitas Sumatera Utara

20

c. Lingkungan
Ada atau tidak adanya stimulus tertentu dari lingkungan dapat
menghambat upaya tidur, seperti suhu yang tidak nyaman, ventilasi yang buruk
atau suara-suara tertentu. Stimulus tersebut dapat memperlambat proses tidur
anak. Namun, seiring waktu individu dapat beradaptasi terhadap kondisi tersebut
sehingga tidak lagi terpengaruhi (Saputra, 2013).
d. Stress psikologis
Stress psikologis pada anak dapat menyebabkan ansietas atau ketegangan
dan depresi. Akibatnya, pola tidur dan kualitas tidur dapat terganggu. Ansietas
dan depresi dapat meningkatkan kadar norepinefrin pada darah melalui stimulus
sistem saraf simpatis. Akibatnya terjadi pengurangan siklus tidur NREM tahap 4
dan tidur REM serta seringnya terjaga pada saat tidur (Saputra,2013).
e. Motivasi
Motivasi dapat mendorong anak untuk tidur sehingga mempengaruhi
proses tidur, contohnya anak ingin tidur lebih cepat agar keesokan harinya tidak
terlambat sampai di sekolah. Selain itu, motivasi juga dapat mendorong seseorang
untuk tidak tidur. Keinginan dia untuk terjaga dapat menutupi rasa lelahnya
(Saputra, 2013).
f. Nutrisi
Faktor penting untuk memaksimalkan periode emas pertumbuhan otak
adalah terpenuhinya nutrisi dan kecukupan tidur anak. Anak sulit tidur atau
sering terbangun dari tidurnya karena merasa lapar. Karena itu, perlu
diperhatikan kebutuhan makanan dan minuman anak sebelum tidur. Seperti

Universitas Sumatera Utara

21

pemberian minuman susu formula sebelum tidur merupakan cara pemenuhan
nutrisi anak. Jika kebutuhan fisiknya terpenuhi, anak tidak akan sering
terbangun di tengah malam. (Potter & Perry, 2005).
2.2. Konsep bencana alam
2.2.1. Pengertian gunung berapi
Gunung berapi adalah gunung yang mempunyai lubang kepundan atau
rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma, gas atau cairan
lainnya ke permukaan bumi. Atau secara teknis, gunung berapi adalah suatu
sistem cairan fluida panas yang memanjang dari kedalaman sepuluh kilometer
dibawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi. Fluida panas ini juga
termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat gunung
meletus. Sistem saluran fluida panas ini berupa batuan dalam wujud air yang
disebut lava (Supriyono, 2014).
2.2.2. Dampak letusan gunung berapi
Gunung meletus dapat menyebabkan kerusakan sarana fisik, kerugian
harta benda dan korban jiwa. Kerugian yang ditimbulkan oleh letusan gunung
berapi dapat berupa rusaknya jembatan, jalan ruam gedung-gedung, dan
perumahan penduduk. Letusan gunung berapi juga dapat menyebabkan rusaknya
kegiatan industri dan roda perekonomian. Tidak hanya itu, letusan gunung berapi
juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan jatuhnya korban jiwa, serta
meninggalkan persoalan sosial dan psikologi yang mendalam bagi masyarakat
(Supriyono, 2014).

Universitas Sumatera Utara

22

2.2.3. Kondisi di pengungsian korban erupsi Gunung Sinabung
Di kutip dari portal Kabupaten Karo (2017) terdapat delapan desa yang
mengungsi akibat erupsi Gunung Sinabung desa-desa yang di ungsikan tersebut
yaitu desa Tiga Pancur 996 jiwa, desa Sukanalu 1.197 jiwa, desa Pintu Mbesi 273
jiwa, desa Sigarang-garang 1.516 jiwa, desa Jeraya 670 jiwa, desa Kuta Gugung
1.040 jiwa, desa Mardinding 934 jiwa dan desa Kuta Tengah 516 jiwa. Delapan
desa tersebut diungsikan di pengungsian yang lokasinya berbeda. Berdasarkan
wawancara singkat peneliti kepadaempat belas orang anak yang secara kebetulan
bertemu di area pengungsian, didapatkan data bahwa delapan orang mengalami
gangguan tidur akibat kebisingan di area pengungsian. Sementara enam orang
yang lain mengalami gangguan tidur akibat kedinginan. Empat belas anak yang
ditemui peneliti mengungkapkan bahwa ketika terbangun tubuh mereka terasa
segar. Dengan kondisi tidur yang beramai-ramai, menyulitkan anak untuk tidur
dengan tenang sehingga sering sekali anak-anak di area pengungsian tidur larut
malam. Anak-anak di pengungsian melakukan aktivitas belajar, makan dan
bermain di lantai satu dan aktivitas tidur di lantai dua. Setiap harinya anak-anak di
lokasi pengungsian pergi ke sekolah pada siang hari. Pada pagi harinya anak
disibukkan dengan kegiatan bermain ataupun tidur. Dan pada malam harinya anak
disibukkan dengan aktivitas belajar di lantai satu. Untuk masalah makanan dan
minuman, warga posko selalu tercukupi. Bidan yang berada di posko saat di
wawancara mengungkapkan bahwa pemerintah kurang dalam mendistribusikan
obat-obatan tertentu.

Universitas Sumatera Utara