Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Stres
1.1 Definisi stres
Stres merupakan respons tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap
tuntutan atau beban atasnya (Selye, 1950 dalam Aziz, 2009).Stres adalah
segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu
untuk berespon atau melakukan tindakan. Respon atau tindakan ini termasuk
respon fisiologis dan psikologis. Stres dapat menyebabkan respon negatif atau
berlawanan dengan apa yang di inginkan atau mengancam kesejahteraan
emosional (Potter & Perry, 2005).
Stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa
disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi
tantangan-tantangan (challenge) yang penting, ketika dihadapkan pada
ancaman (threat), atau ketika harus berusaha mengatasi harapan-harapan yang
tidak realistis dari lingkungannya. Stres adalah kondisi yang tidak
menyenangkan dimana adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau
diluar batas kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan tersebut sehingga
mengharuskan

seorang


individu

untuk

berespon

atau

melakukan

tindakan(Patel, 1996 dalam Nasir & Muhith, 2011).
Stres adalah suatu kondisi atau situasi internal atau lingkungan yang
membebankan tuntutan penyesuaian terhadap individu yang bersangkutan.

8

Universitas Sumatera Utara

9


Keadaan stres cenderung menimbulkan usaha ekstra dan penyesuaian baru,
tetapi dalam waktu yang lama akan melemahkan pertahanan individu dan
menyebabkan ketidakpuasan (Goldenso, 1970 dalam Saam & Wahyuni, 2014).
Dengan demikian, stres adalah situasi yang tidak menyenangkan yang
disebabkan oleh adanya tuntutan sebagai beban sehingga mengharuskan
individu untuk berespons secara respon fisiologis maupun psikologis.
1.2 Sumber stres
Menurut Nasir & Muhith (2011) , sumber-sumber stres yang biasa terjadi
di dalam kehidupan adalah :
a. Sumber stres dari individu
Terkadang sumber stres berasal dari individunya sendiri. Salah satunya
adalah melalui penyakit yang diderita oleh seseorang. Hal lain yang dapat
menimbulkan stres dari individu sendiri adalah melalui penilaian dari
dorongan motivasi yang bertentangan, ketika terjadi konflik dalam diri
seseorang dan biasanya orang tersebut berada dalam suatu kondisi di mana
dia harus menentukan pilihan tersebut sama pentingnya.
b. Sumber stres dalam keluarga
Perilaku, kebutuhan, dan kepribadian dari tiap anggota keluarga yang
mempunyai pengaruh dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya,

kadang menimbulkan gesekan. Konflik interpersonal dapat timbul sebagai
akibat dari masalah keuangan, inconsiderate behavior, atau tujuan yang
bertolak belakang. Stres dalam keluarga terkadang berasal dari penyakit

Universitas Sumatera Utara

10

kritis yang dialami anggota keluarga, kehilangan pekerjaan secara tibatiba, perpindahan, atau menjadi tuna wisma (Potter & Perry, 2010).
c. Sumber stres dalam komunitas dan lingkungan
Hubungan yang dibuat seseorang di luar lingkungan keluarganya dapat
menghasilkan banyak sumber stres. Salah satunya adalah bahwa hampir
semua orang pada suatu saat dalam kehidupannya mengalami stres yang
berhubungan dengan pekerjaannya. Secara umum disebut sebagai stres
pekerja karena lingkungan fisik, dikarenakan kurangnya hubungan
interpersonal serta kurangnya adanya pengakuan di masyarakat sehingga
tidak dapat berkembang (Aziz, 2009 ).
1.3 Faktor presipitasi stres
Beberapa faktor yang dianggap sebagai pemicu timbulnya stres (Nasir &
Muhith, 2011) antara lain faktor fisik maupun biologis dan faktor psikologis.

1. Faktor Fisik dan Biologis
Berikut ini adalah beberapa faktor fisik dan psikologis yang dapat
menyebabkan stres :
a. Genetika. Banyak ahli beranggapan bahwa masa kehamilan
mempunyai keakraban dengan kemungkinan kerentanan stres pada
anak yang dilahirkan. Kondisi tersebut berupa ibu hamil yang
perokok, alkoholik, dan penggunaan obat-obatan.
b. Case History. Beberapa riwayat penyakit di masa lalu yang
mempunyai efek psikologis di masa depan, dapat berupa penyakit di
masa kecil seperti demam tinggi yang mempengaruhi kerusakan

Universitas Sumatera Utara

11

gendang telinga, kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan organ
dan sebagainya.
c. Pengalaman hidup. Mencakup case history dan pengalaman hidup
yang mempengaruhi perasaan independen yang menyangkut
kematangan organ-organ seksual pada masa remaja.

d. Tidur. Istirahat yang cukup akan memberikan energi pada kegiatan
yang

sedang

dilakukannya.

Penderita

insomnia

mempunyai

kerentanan terhadap stres yang lebih berat.
e. Diet. Diet yang berlebihan dapat mengakibatkan stres berat. Pelaku
diet penderita obesitas yang melakukan diet ketat berlebihan
mempunyai risiko kematian tinggi. Di Amerika Serikat diperkirakan
6 di antara 10 orang yang melakukan diet ketat ini menyebabkan
kematian. Diet secara berlebihan memungkinkan munculnya
sindrom anoreksia.

f. Postur tubuh. Individu yang memiliki kelainan bentuk tubuh, cacat
bawaaan, dan penggunaan steroid juga dapat memicu munculnya
stres pada individu.
g. Penyakit. Beberapa penyakit dapat menjadi stresor pada individu
berupa TBC, kanker, impotensi dan berbagai penyakit lainnya.
2. Faktor Psikologis
Faktor psikologis dapat memicu terjadinya stres meliputi persepsi,
emosi, situasi psikologis, pengalaman hidup, dan faktor lingkungan
(lingkungan fisik, biotik, dan sosial).

Universitas Sumatera Utara

12

1. Persepsi
Kadar stres dalam suatu peristiwa sangat bergantung pada
bagaimana individu bereaksi terhadap stres tersebut. Hal ini juga
dipengaruhi oleh bagaimana individu berpersepsi terhadap stressor
yang muncul.
2. Emosi

Emosi merupakan hal sangat penting dan kompleks dalam diri
individu. Stres dan emosi mempunyai keterikatan yang saling
mempengaruhi keduanya, seperti kecemasan, rasa bersalah, khawatir,
ekspresi marah, rasa takut, sedih, dan cemburu.
3. Situasi psikologis
Hal – hal yang mempengaruhi konsep berpikir (kognitif) dan
penilaian terhadap situasi – situasi yang mempengaruhinya yang
berupa konflik, frustasi, serta kondisi tertentu yang dapat memberikan
ancaman bagi individu, misalnya tingkat kejahatan yang semakin
meningkat akan memberikan rasa kecemasan (stres).
4. Pengalaman hidup
Pengalaman

hidup

merupakan

keseluruhan

kejadian


yang

memberikan pengaruh psikologis bagi individu. Kejadian tersebut
memberikan dampak psikologis dan memungkinkan munculnya stres
pada individu.

Universitas Sumatera Utara

13

5. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya stres meliputi
lingkungan

fisik,

lingkungan

biotik,


dan

lingkungan

sosial.

Lingkungan fisik adalah kondisi atau kejadian yang berhubungan
dengan keadaan sekeliling individu yang dapat memicu terjadinya
stres. Hal tersebut dapat berupa bencana alam (disaster syndrome),
seperti gempa bumi, topan, badai dan kondisi cuaca (terlalu
panas/dingin), kondisi lingkungan yang padat (over crowded),
kemacetan, lingkungan kerja yang kotor, dan sebagainya. Gangguan
yang terdapat pada lingkungan biotik adalah gangguan yang berasal
dari makhluk mikroskopik berupa virus atau bakteri. Misalnya,
penderita alergi dapat menjadi stres bila lingkungan tempat tinggalnya
menjadi pemicu munculnya alergi bila berada di dalamnya. Masalah
yang dapat mempengaruhi lingkungan sosial seperti hubungan yang
buruk dengan orangtua, bos, atau rekan kerja adalah hal – hal yang
berhubungan dengan orang lain, yang apabila tidak berjalan dengan

baik akan menjadi stressor bagi individu jika tidak dapat memperbaiki
hubungannya.
1.4 Indikator dan tanda stres
Menurut Kozier (2010), indikator stres dapat dibagi kedalam indikator
fisiologis dan psikologis.
a. Indikator fisiologis dari stres adalah objektif, lebih mudah di idetifikasi
dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian indikator

Universitas Sumatera Utara

14

ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang
mengalami stres, dan dampak tersebut bervariasi menurut individunya.
Tanda vital biasanya meningkat, dan klien mungkin tampak gelisah dan
tidak mampu untuk beristirahat atau berkonsentrasi. Indikator dapat
timbul sepanjang tahap stres. Durasi atau intensitas dari gejala secara
langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stresor yang diserap.
Dampak fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya
pengkajian tentang stres mencangkup pengumpulan data dari semua

sistem (Potter & Perry, 2005).
Adapun indikator stres secara fisiologis (Potter & Perry, 2005)
adalah kenaikan tekanan darah, peningkatan ketegangan otot di leher,
bahu, punggung, peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernafasan,
telapak tangan berkeringat, tangan dan kaki dingin,postur tubuh yang
tidak tegap, keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, suara yang
bernada tinggi, mual, muntah, diare, perubahan nafsu makan serta berat
badan, perubahan frekuensi berkemih, temuan hasil pemeriksaan
laboratorium

abnormal

:

peningkatan

kadar

hormon

(adrenokortikotropik, kortisol, katekolamin dan hiperglikemia), gelisah,
kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat tidur dan dilatasi pupil.
b. Indikator psikologisdikaji dengan mengamati perilaku dan emosi klien
secara langsung atau tidak langsung. Oleh karena kepribadian
individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor,
maka reaksi terhadap stres yang berkepanjangan ditetapkan dengan

Universitas Sumatera Utara

15

memeriksa gaya hidup dan stressor yang terakhir, pengalaman
terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa
lalu, fungsi peran, konsep diri, dan ketabahan yang merupakan
kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang diduga menjadi
media terhadap stres. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol
terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang
berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk
pertumbuhan (Webe & Williams, 1992 dalam Nasir & Muhith, 2011).
Indikator stres psikologis (Potter & Perry, 2005) adalah ansietas dan
depresi, kepenatan, peningkatan penggunaan bahan kimia, perubahan
dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas, kelelahan mental,
perasaan tidak adekuat, kehilangan harga diri, peningkatan kepekaan,
kehilangan motivasi, ledakan emosional serta menangis, penurunan
produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan, kecenderungan untuk
membuat kesalahan (misalnya, buruknya penilaian), mudah lupa dan
pikiran buntu, kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci,
preokupasi

(mis.

ketidakmampuan

Mimpi

siang

berkonsentrasi

hari
pada

atau

“menjaga
tugas,

jarak”),

peningkatan

ketidakhadiran dan penyakit, letargi dan kehilangan minat, serta rentan
terhadap kecelakaan.

Universitas Sumatera Utara

16

1.5 Tahapan stres
Menurut Van Amberg (1979 dalam Aziz, 2009), tahapan stres terbagi
menjadi enam tahap, yaitu :
a. Tahap pertama
Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya
semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada
umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti
biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaan akan tetapi kemampuan
yang dimilikinya semakin berkurang.
b. Tahap kedua
Pada tahap ini, seseorang akan merasa letih sewaktu bangun pagi yang
semestinya segar, terasa lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang
sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung
berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk
semakin tegang dan tidak bisa santai.
c. Tahap ketiga
Pada tahap ini, seseorang akan mengalami gangguan seperti pada
lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak
teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan
pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan
sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga. Apabila
seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa

Universitas Sumatera Utara

17

menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka stres tahap III
akan semakin nyata dan mengganggu.
d. Tahap keempat
Seseorang akan mengalami gejala seperti segala perkerjaan yang
menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi
menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara adekuat, tidak
mampu melaksanakan kegiatan sehari – hari, adanya gangguan pola tidur,
sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan
konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan
yang tidak diketahui penyebabnya.
e. Tahap kelima
Stres tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara
mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan
sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan
ketakutan dan kecemasan semkain meningkat.
f. Tahap keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami pamik
dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung
semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan
berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.
1.6 Tingkatan stres
Menurut Potter & Perry (2005), stres dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu
ringan, sedang, dan berat. Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap

Universitas Sumatera Utara

18

orang secara teratur, seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan
dari atasan. Situasi ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam. Bagi
mereka sendiri stresor ini bukan resiko signifikan untuk timbulnya gejala.
Namun demikian, stresor ringan yang banyak dalam waktu singkat dapat
meningkatkan resiko.
Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari.
Misalnya, perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak
yang sakit, atau ketidak hadiran yang lama dari anggota keluarga.
Stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa tahun, seperti selisih perkawinan terus menerus,
kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang.
Makin sering dan makin lama situasi stres, maka tinggi resiko kesehatan
yang ditimbulkan.
1.7 Penentuan tahap stres
Tingkat stres dapat diukur dengan banyak skala, salah satunya adalah
dengan menggunakan kuesioner Safaria dan Saputra (2009). Kuesioner ini
terdiri dari 20 pertanyaan dengan menggunakan skala Likert. Kuesioner ini
mengkategorikkan tingkat stres menjadi tiga yaitu, ringan, sedang dan berat.
2. Konsep Mekanisme Koping
2.1 Definisi mekanisme koping
Mekanisme koping atau mekanisme pertahanan diri adalah cara
mengatasi stres dan kecemasan dengan memperdayakan diri (Saam &
Wahyuni, 2014). Koping adalah proses di mana seseorang mencoba untuk

Universitas Sumatera Utara

19

mengatur perbedaan yang diterima antara keinginan (demands) dan pendapatan
(resources) yang dinilai dalam suatu keadaan yang penuh tekanan. Koping
merupakan suatu tindakan mengubah kognitif secara konstan dan usaha
tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai
membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Koping yang
dilakukan ini berbeda dengan perilaku adaptif otomatis karena koping
membutuhkan suatu usaha, yang apabila usaha tersebut berhasil dilakukan
menjadi perilaku otomatis lewat proses belajar (Nasir & Muhith, 2011).
Koping adalah usaha individu untuk mengatasi stres psikologis (Lazarus, 2007
dalam Potter & Perry, 2010).
Mekanisme koping diartikan sebagai cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respons
terhadap situasi yang mengancam (Keliat,1999 dalam Nasir & Muhith, 2011).
Dengan demikian, mekanisme koping adalah cara yang digunakan
individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan
situasi yang mengancam, baik secara kognitif maupun perilaku dengan
memperdayakan diri.
2.2 Penggolongan mekanisme koping
Menurut Stuart dan Sundeen (1995, dalam Nasir & Muhith, 2011),
mekanisme koping digolongkan menjadi mekanisme koping adaptif dan
mekanisme koping maladaptif. Mekanisme koping adaptif merupakan
mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar,
dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain,

Universitas Sumatera Utara

20

memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan
aktivitas konstruktif. Sedangkan mekanisme koping maladaptif adalah
mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan.
2.3 Jenis mekanisme koping
Menurut Lazarus dan Flokman (1984, dalam Nasir & Muhith, 2011),
dalam melakukan koping ada dua mekanisme koping yang bisa dilakukan yaitu
koping yang berfokus pada masalah dan koping yang berfokus pada emosi.
Koping yang berfokus pada masalah (Problem focused coping mechanisme)
adalah usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah
yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya
tekanan. Problem focused coping mechanisme ditujukan untuk mengurangi
demands dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk
mengatasinya. Seseorang cenderung menggunakan metode problem focused
coping mechanisme apabila mereka percaya bahwa sumber atau demands dari
situasi dapat diubah. Mekanisme koping yang dipakai dalam problem focused
coping mechanisme adalah confrontative coping, seeking social support,
planful problem solving. Confrontative coping adalah usaha untuk mengubah
keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan
yang cukup tinggi, dan pengambilan risiko.Seeking social support adalah usaha
untuk mendapatkan kenyamanan dan bantuan informasi dari orang lain.Planful
problem solving adalah usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara hati-hati, bertahap, dan analitis.

Universitas Sumatera Utara

21

Koping

yang

berfokus

pada

emosi

(emotion

focused

coping

mechanisme)adalah usaha untuk mengatasi stres dengan cara mengatur respon
emosional dalam rangka penyesuaian diri dengan dampak yang akan
ditimbulkan

oleh

suatu

kondisi

dan

situasi

yang

dianggap

penuh

tekanan.Emotion focused coping mechanisme ditujukan untuk mengontrol
respon emosional terhadap situasi stres. Seseorang dapat mengatur respon
emosionalnya melalui pendekatan dan penilaian kognitif.Strategi yang
digunakan dalam emotional focused coping meliputi self-control, distancing,
possitive reappraisal, accepting responsibilty, dan escape/avoidance.
Self-control adalah usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi
situasi yang menekan. Distancing adalah usaha untuk tidak terlibat dalam
permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apaapa atau menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap
masalah sebagai lelucon. Positive reappraisal merupakan usaha untuk mencari
makna postif dari permasalahn dengan berfokus pada pengembangan diri,
biasanya

juga

melibatkan

hal-hal

yang

bersifat

religius.

Accepting

responsibility adalah usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam
permasalahn yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk membuat
semuanya menjadi lebih baik namun strategi ini menjadi tidak baik mbila
individu tidak seharusnya bertanggung jawab atas masalah tersebut dan
escape/avoidance adalah usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari
dari situasi tersebut atau menghindari dengan berdalih pada hal lain seperti
makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.

Universitas Sumatera Utara

22

Menurut Saam & Wahyuni (2014), jenis-jenis mekanisme koping atau
mekanisme pertahanan diri adalah sebagai berikut :
a. Rasionalisasi adalah usaha untuk menghindari konflik psikologis
dengan alasan rasional (masuk akal). Contoh: seorang mahasiswa tidak
lulus ujian mata kuliah A dengan alasan waktu ujian tersebut ia sedang
sakit.
b. Kompensasi adalah ketika seseorang yang kecewa pada bidang
tertentu, tetapi memperoleh kepuasan dalam bidang lain. Misalnya,
seseorang yang tidak berprestasi dalam bidang akademik, tetapi
menonjol dalam bidang olahraga.
c. Sublimasi merupakan mekanisme untuk menyelesaikan konflik dengan
kegiatan yang konstruktif yang lebih tinggi kualitasnya. Contoh:
remaja yang suka ngebut di jalanan disalurkannya menjadi pemain
bola kaki yang terkenal.
d. Kompensasi berlebihan merupakan kegagalan mencapai tujuan
pertama, lalu bereaksi secara berlebihan agar mencapai tujuan kedua.
Contoh: seseorang yang dimarahi karena sering datang terlambat, lalu
bereaksi dengan cara lebih awal datang ke tempat kerja.
e. Reaksi konversi adalah mengalihkan konflik secara singkat ke bagian
tubuh dan mengembangkan gejala fisik. Contoh: suami mengalami
ketegangan dan kecemasan saat istrinya melahirkan, lalu sering buang
air kecil.

Universitas Sumatera Utara

23

f. Menarik diri adalah mekanisme pertahanan seseorang dalam
menghadapi frustasi dengan menarik diri dari lingkungan. Contoh:
seseorang yang gagal menjadi karyawan suatu balai pengobatan, lalu
mengurung diri di rumah dan tidak mau bergaul dengan teman.
2.4 Hasil dari koping (coping outcome)
Menurut Taylor (1991, dalam Nasir & Muhith, 2011), efektivitas koping
bergantung pada keberhasilan pemenuhan coping task. Individu tidak harus
memenuhi semua coping task untuk dinyatakan berhasil melakukan koping
yang baik. Setelah koping dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi tugas
tersebut, maka dapat terlihat bagaiman coping outcome yang dialami tiap
individu. Coping outcome adalah kriteria hasil koping untuk menentukan
keberhasilan koping dengan beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Ukuran fungsi fisologis, yaitu koping dinyatakan berhasil bila koping
yang dilakukan dapat mengurangi indikator dan membangkitkan stres
seperti menurunnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi dan
sistem pernapasan.
b. Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia
mengalami stres dan seberapa cepat ia dapat kembali. Koping
dinyatakan berhasil bila koping yang dilakukan dapat membawa
individu kembali pada keadaan seperti sebelum individu mengalami
stres.

Universitas Sumatera Utara

24

c. Efektivitas dalam mengurangi psychological distress. Koping
dinyatakan berhasil jika koping tersbut dapat mengurangi rasa cemas
depresi pada individu.
3. Tumbuh Kembang Remaja
3.1 Definisi remaja
WHO mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual, terkait tiga kriteria
yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan batasan usia antara
10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantugan social-ekonomi yang penuh
keadilan yang penuh dengan keadaan yang relatif lebih mandiri.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja
adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah.
Remaja merupakan masa dimana terjadi transisi masa anak-anak ke
dewasa, menurut Monks(1999 dalam Sumiati, 2009), usia remaja adalah masa
usia antara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 1618 tahun masa remaja pertengahan, dan 19-21 tahun masa remaja akhir.

Universitas Sumatera Utara

25

Seseorang disebut remaja apabila dia telah berkembang kearah kematangan
seksual memantapkan identitasnya sebagai individu yang terpisah dari
keluarganya, persiapan diri menghadapi tugas, menentukan masa depannya,
dan berakhir saat mencapai usia matang secara hukum.
3.2 Ciri-ciri masa remaja
Hurlock (1994, dalam Sumiati, 2009) mengemukakan ciri dari remaja,
diantaranya adalah :
a. Masa remaja adalah masa peralihan
Pada masa ini remaja bukan lagi anak dan juga bukan seorang
dewasa dan merupakan masa yang sangat strategis, karena memberi
waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola
perilaku,

nilai-nilai

dan

sifat-sifat

yang

sesuai

dengan

yang

diinginkannya.
b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan
Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan
perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang
terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, perubahan peran dan minat,
perubahan pola perilaku dan perubahan sikap menjadi ambivalen.
Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, di mana tubuh
berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang
disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif (Agustiani,
2006).

Universitas Sumatera Utara

26

c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah
Masa remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini
terjadi karena tidak terbiasanya remaja menyelesaikan masalahnya
sendiri tanpa meminta bantuan orang lain sehingga kadang-kadang
terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
d. Masa remaja adalah masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa
dirinya dan apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya
sama dengan kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai
individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan
dirinya terhadap kelompok sebaya.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan
Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak
rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, sehingga
menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi
kehidupan remaja. Dengan adanya stigma ini akan membuat masa
peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena peran orang tua yang
memiliki pandangan seperti ini akan mencurigai dan menimbulkan
pertentangan antara orang tua dengan remaja serta membuat jarak
diantara keluarga.
3.3 Perkembangandan proses perubahan pada masa remaja
Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan
manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri, yang bersumber dari

Universitas Sumatera Utara

27

kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa kanak-kanak
dan masa dewasa. Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam
kedua aspek yang bersifat fisiologis maupun psikologis. Proses perubahan
tersebut dan interaksi antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja
meliputi perubahan fisik, emosional, kognitif, spiritual dan psikososial.
1. Perkembangan dan Perubahan Fisik
Menurut Hurlock (1973, dalam Agustiani, 2006) perubahan yang
paling jelas tampak adalah perubahan biologis dan fisiologis yang
berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja, yaitu sekitar
umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun pada pria. Hormonhormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin dan memberikan
perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Gejala
ini memberikan isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk
menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. Pertumbuhan fisik, baik
secara langsung maupun tidak langsung akan memengaruhi perilaku anak
sehari-hari. Pada masa remaja, keadaan fisik dipandang sebagai hal yang
penting. Oleh karena itu, ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan
harapannya (ketidaksesuaian antara body image

dan self picture), ia

merasa tidak puas dan kurang percaya diri (Marliani, 2016).
2. Perkembangan dan Perubahan Emosionalitas
Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tersebut adalah
perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari

Universitas Sumatera Utara

28

perubahan fisik dan hormonal dan pengaruh lingkungan yang terkait
dengan perubahan badaniah.
Hurlock (1999, dalam Marliani, 2016) mengidentifikasi ciri-ciri dan
karakteristik emosi, yaitu lebih bersifat subjektif, tidak tetap/ fluktuatif dan
berhubungan dengan peristiwa pengenalan pancaindra. Menurut Hurlock,
secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan
tekanan”, masa ketika ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari
perubahan fisik dan kelenjar. Hal ini disebabkan karena anak laki-laki dan
perempuan berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru,
yang selama masa kanak-kanak, mereka tidak dipersiapkan untuk
menghadapi keadaan-keadaan tersebut. Jenis emosi yang secara normal
dialami adalah cinta/kasih, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu,
sedih dan lain-lain (Marliani, 2016).
3. Perkembangan dan Perubahan Kognitif
Piaget (1972) mengemukakan bahwa perubahan dalam berpikir ini
sebagai tahap terkahir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam
perkembangan kognitifnya. Dalam tahapan yang bermula pada usia 11-12
tahun ini, remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa
yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang
hipotesis dan abstrak dari realitas. Kemampuan berpikir yang baru ini
memungkinkan

individu

untuk

berpikir

abstrak,

hipotesis

dan

kontrafaktual, yang pada memberikan peluang bagi individu untuk
mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal, yang berkaitan

Universitas Sumatera Utara

29

dengan kondisi masyarakat, diri sendiri, aturan-aturan orangtua, atau apa
yang akan dia lakukan dalam hidupnya (Agustiani, 2006).
4. Perkembangan dan Perubahan Spiritual
Spiritual memiliki empat aspek, yaitu hubungan dengan Tuhan, orang
lain, diri sendiri dan alam. Agama merupakan salah satu aspek yang
terdapat dalam spiritual. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan
memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia.
Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang
tengah mencari eksistensi dirinya.
Pada masa ini, remaja berusaha mencari sebuah konsep yang lebih
mendalam tentang Tuhan dan eksistensiNya. Perkembangan pemahaman
remaja

terhadap

keyakinan

agama

ini

sangat

dipengaruhi

oleh

perkembangan kognitifnya. Remaja masa kini menaruh minat pada agama
dan menganggap bahwa agama berperan penting dalam kehidupan. Minat
tersebut tampak dengan keinginan kuat pada remaja untuk membahas
masalah agama, mengikuti pelajaran agama di sekolah dan perguruan
tinggi, mengunjungi tempat ibadah, dan mengikuti berbagai upacara
agama (Marliani, 2016).
5. Perkembangan dan Perubahan Psikososial
Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat ini
membawa akibat bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya
sendiri. Pada saat remaja menghadapi semua keprihatinan tersebut, yaitu
pada saat di mana remaja sangat tidak siap untuk berkutat dengan

Universitas Sumatera Utara

30

kerumitan dan ketidakpastian, berikutnya muncul faktor-faktor lain yang
menimpa dirinya. Remaja dalam masyarakat kita secara tipikal dituntut
untuk membuat satu pilihan, suatu keputusan tentang apa yang akan dia
lakukan bila dewasa.
Karena hal tersebut, banyak remaja berada dalam dilemma. Mereka
tidak bisa menjawab pertanyaan tentang peran sosial yang akan mereka
jalankan tanpa menyelesaikan beberapa pertanyaan lain tentang dirinya
sendiri. Perasaan tertentu yang berada dalam suatu krisis bisa muncul,
krisis yang membutuhkan jawaban yang tepat tentang siapa sebenarnya
dirinya (Agustiani, 2006).
Menurut Erikson (1968, dalam Agustiani 2006) dilemma tersebut
sebagai krisis identitas. Seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan
siapa dirinya, tapi bagaimana dan dalam konteks apa atau dalam kelompok
apa dia bisa menjadi bermakna dan dimaknakan. Erikson juga
mengungkapkan masa remaja merupakan tahap yang paling penting di
antara tahap perkembangan lainnya karena orang harus mencapai tingkat
identitas ego yang cukup baik. Tahap ini merupakan masa standardisasi
diri, yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, usia, dan kegiatan.
Teman sebaya dipandang sebagai teman senasib, partner, dan saingan.
Melalui kehidupan berkelompok ini, remaja bereksperimen dengan
peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa
yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat mereka
berpaling saat krisis (Nasir & Muhith, 2011).

Universitas Sumatera Utara

31

Menurut John Hill (1983 dalam Agustiani, 2006), terdapat tiga
komponen dasar dalam membahas periode remaja meliputi perubahan
fundamental remaja, konteks remaja, dan perkembangan psikososial
remaja.
1. Perubahan fundamental remaja
Perubahan fundamental remaja meliputi perubahan biologis,
transisi kognitif, dan transisi sosial. Perubahan biologis menyangkut
tampilan fisik (perubahan ciri-ciri secara primer dan sekunder).
Perubahan ini mengakibatkan remaja harus menyesuaikan diri
terhadap lingkungan di sekitarnya. Perubahan fisik ini juga
berpengaruh terhadap self image remaja dan juga menyebabkan
perasaan tentang diri pun berubah. Hubungan dengan keluarga
ditampilkan remaja dengan menunjukkan kebutuhan akan privacy
yang cukup tinggi.
Transisi kognitif pada remaja menyebabkan remaja telah
memiliki kemampuan yang lebih baik dari anak-anak dalam berpikir
mengenai suatu situasi secara hipotesis, memikirkan sesuatu yang
belum terjadi tetapi akan terjadi. Ia pun telah mampu berpikir tentang
konsep-konsep yang abstrak seperti pertemanan, demokrasi, moral.
Transisi sosial pada remaja mengakibatkan perubahan dalam
status sosial remaja sehingga remaja mendapatkan peran-peran baru
dan

terikat

pada

kegiatan-kegiatan

baru.

Semua

masyarakat

Universitas Sumatera Utara

32

membedakan antara individu sebagai anak dan individu yang siap
memasuki masa dewasa.
2. Konteks dari remaja
Perubahan yang fundamental remaja bersifat universal namun
akibatnya pada individu sangat bervariasi. Hal ini terjadi karena
dampak psikolohis dari perubahan yang terjadi pada diri remaja
dibentuk dari lingkungan. Sehingga dapat dikatakan merupakan hal
yang tidak mungkin untuk meng-generalisasikan tabiat remaja tanpa
mempertimbangkan lingkungan sekitar tempat mereka tumbuh.
3. Perkembangan Psikososial
Terdapat lima kasus dari psikososial, yaitu identity, autonomy,
intimacy, sexuality, dan achievement.
Identity. Pada masa remaja terjadi perubahan yang sangat penting
pada identitas diri. Pada masa remaja mereka sangsi akan identitas
dirinya dan tidak hanya sangsi akan personal sense dirinya tapi juga
untuk pengakuan dari orang lain dan dari lingkugan bahwa dirinya
merupakan individu yang unik dan khusus.
Autonomy. Remaja berusaha membentuk dirinya menjadi tidak
tergantung dan berusaha untuk menemukan dirinya dengan kacamata
dirinya sendiri dan kacamata orang lain. Hal ini merupakan suatu
proses yang sulit, tidak hanya bagi remaja tapi juga bagi orang lain di
sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara

33

Intimacy. Selama masa remaja perubahan penting lain adalah
kemampuan individu untuk menjalin kedekatan dengan orang lain,
khususnya dengan sebaya. Pada masa ini, remaja akan membentuk
relasi yang tertutup dan dekat dengan orang lain.
Sexuality. Kegiatan seksual secara umum dimulai pada masa
remaja, kebutuhan untuk memecahkan masalah nilai-nilai seksual dan
moral terjadi pada masa ini sehingga remaja akan mengekspresikan
perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak fisik dengan
orang lain.
Achievement. Pengambilan keputusan yang penting terjadi pada
masa remaja dan membawa konsekuensi yang panjang tentang sekolah
dan karier (Henderson & Dweck, 1990 dalam Agustiani, 2006).
3.4 Tugas perkembangan remaja
Semua tugas-tugas perkembangan masa remaja terfokus pada
bagaimana

melalui

sikap

dan

pola

perilaku

kanak-kanak

dan

mempersiapkan sikap dan perilaku orang dewasa. Rincian tugas-tugas pada
masa remaja ini adalah sebagai berikut :
a.

Mencapai relasi yang lebih matang dengan teman seusia dari kedua
jenis kelamin.

b.

Mencapai peran sosial feminim atau maskulin.

c.

Menerima fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

d.

Meminta, menerima dan mencapai perilaku bertanggung jawab secara
sosial.

Universitas Sumatera Utara

34

e.

Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang
dewasa lainnya.

f.

Mempersiapkan untuk karir ekonomi.

g.

Mempersiapkan untuk menikah dan berkeluarga.

h.

Memperoleh suatu set nilai dan sistem etis untuk mengarahkan perilaku
(Sumiati, 2009).

4. Erupsi Gunung
Gunung berapi ditemukan di seluruh dunia dan cukup banyak penduduk yang
kerap tinggal di dekat gunung tersebut. Hal ini disebabkan oleh tanah vulkanis
yang subur sangat bagus untuk pertanian dan menarik untuk didirikan kota dan
desa. Selain itu, gunung berapi memiliki masa tak aktif yang lama dan beberapa
generasi tidak pernah menyaksikan letusan gunung berapi. Kondisi itu memicu
penduduk untuk merasa aman, bukannya terancam tinggal di dekat gunung berapi
(Widyastuti, 2006).
4.1 Masalah yang terjadi saat bencana alam
a. Reaksi sosial
Setelah suatu bencana alam yang besar, sikap penduduk jarang
mencapai tingkatan panik atau berdiri diam. Tindakan individual yang
spontan tetapi sangat terkelola bermunculan saat mereka yang selamat
pulih dengan cepat dari syok dan mulai bersiap diri untuk mencapai
tujuan personal yang jelas. Walau setiap orang berpikir reaksi spontan
mereka merupakan hal yang wajar, tindakan itu justru dapat
membahayakan kepentingan tertinggi masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

35

b. Penyakit menular
Bencana alam tidak biasa menimbulkan kejadian luar biasa (KLB)
penyakit menular secara besar-besaran walau pada keadaan tertentu
bencana alam dapat meningkatkan potensi penularan penyakit. Risiko
terjadinya kejadian luar biasa (KLB) epidemik penyakit menular
sebanding dengan kepadatan penduduk dan perpindahan penduduk.
Kondisi ini meningkatkan desakan terhadap suplai air dan makanan serta
risiko kontaminasi (kamp pengungsian), gangguan layanan sanitasi yang
ada seperti sistem suplai air bersih dan sistem pembuangan air kotor, dan
meningkatkan kegagalan dalam pemeliharaan atau perbaikan program
kesehatan masyarakat dalam periode segera setelah terjadi bencana.
c. Perpindahan penduduk
Jika terjadi perpidahan penduduk secara besar-besaran, spontan atau
terkelola,

suatu

kebutuhan

mendesak

akan

pemberian

bantuan

kemanusiaan terbentuk. Penduduk mungkin akan pindah ke daerah kota
jika layanan umum tidak dapat menangani dan akibatnya adalah
peningkatan angka kesakitan dan kematian.
d. Pengaruh cuaca
Pengaruh cuaca membuat kebutuhan untuk mendirikan tempat
perlindungan darurat sangat beragam bergantung pada keadaan setempat.
e. Makanan dan gizi
Kerusakan pada cadangan makanan di wilayah bencana dapat
menyebabkan penurunan tajam jumlah makanan yang tersedia atau

Universitas Sumatera Utara

36

terputusnya sistem distribusi dapat menghalangi akses ke makanan
walaupun kelangkaan yang sangat parah tidak terjadi.
f. Persediaan air dan sanitasi
Sistem persediaan air minum dan pembuangan air kotor sangat rentan
pada bahaya bencana alam dan gangguan yang terjadi akan menimbulkan
risiko kesehatan yang serius.
g. Kesehatan jiwa
Kecemasan, neurosis, dan depresi bukan masalah akut dan utama
dalam kesehatan masyarakat yang terjadi stelah bencana. Keluarga dan
pemukiman di daerah pedesaan atau masyarakat tradisional dapat
mengatasinya dalam waktu singkat. Namun, ada satu kelompok yang
berisiko tinggi tampaknya adalah tenaga relawan kemanusiaan atau
pekerja itu sendiri. Penggunaan obat pereda nyeri dan penenang selama
fase penyembuhan sangat tidak dianjurkan.
h. Kerusakan infrastruktur kesehatan
Bencana alam dapat menyebabkan kerusakan serius pada fasilitas
kesehatan dan sistem persediaan air bersih serta sistem pembuangan air
kotor, di smaping dapat berdampak langsung pada kesehatan masyarakat
yang mengandalkan layanan tersebut. Jika bangunan rumah sakit dan
pusat kesehatan strukturnya tidak aman, bencana alam dapat
membahayakan kehidupan penghuni gedung dan membatasi kapasitas
pemberian layanan kesehatan bagi korban bencana (Widyastuti,2006).

Universitas Sumatera Utara