Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Aktivitas pada masa anak-anak dipenuhi dengan kegiatan bermain. Pada
periode ini anak sangat aktif sehingga sering merasa kelelahan. Ketika anak
tersebut kelelahan, maka dia akan memenuhi kebutuhan tidurnya. Pada saat
tertidur, terjadi pertumbuhan otak dan fisik, perubahan keseimbangan sistem
syaraf di otak, konservasi energi serta regenerasi dan pertumbuhan sel tubuh lebih
cepat. Kurang tidur pada anak dapat mempengaruhi pertumbuhan dan terbatasnya
aktivitas. Survei yang dilakukan Chiu (2014) melaporkan bahwa 20-25% dari
anak memiliki beberapa jenis masalah tidur. Berikut ini gangguan tidur yang
umumnya dilaporkan pada anak usia 2-15 tahun, mimpi buruk (30%) lebih sering
terjadi pada remaja muda, sleepwalking terjadi pada 25-30% pada anak dan paling
sering terjadi pada anak-anak berusia 3-10 tahun, insomnia 23% terjadi pada
remaja, enuresis menurun dari 8% pada anak usia 4 tahun ke 4% pada anak usia
10 tahun, bruxism dilaporkan 10% remaja dan dapat terjadi pada orang dari segala
usia, Tidur bergoyang atau membenturkan kepala dilaporkan 5% pada usia
remaja, dengan membenturkan kepala yang umum pada bayi dan anak usia 9
bulan hingga 12 tahun, Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) adalah
masalah paling umum untuk rujukan laboratorium tidur dan mempengaruhi
diperkirakan 2% dari anak-anak, narkolepsi (0,01-0,20%) dapat dianggap remeh

jika terjadi pada anak-anak karena tetrad gejala klasik jarang di kelompok usia ini
hanya sekitar 10% dari anak-anak, bedtime resistance pada anak-anak usia

1
Universitas Sumatera Utara

2

sekolah telah dilaporkan pada 15%. Hasil penelitian ini dilakukan dengan studi
berbasis populasi pada anak sekolah di Istanbul menemukan bahwa penurunan
durasi tidur total lebih umum terjadi kepada anak laki-laki dan anak-anak dengan
status sosial ekonomi yang lebih tinggi. Kurang tidur dalam kelompok ini dapat
dikaitkan dengan gejala perilaku negatif dan kesehatan tidur (Chiu, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Oerkermann dkk (2007) pada anak-anak di
Cologne dengan cara anak-anak dan orang tua disurvei menggunakan kuesioner
selama tiga tahun secara berturut-turut didapat sekitar 30%-40% dari anak-anak
memiliki masalah jatuh tertidur di penilaian pertama. Satu tahun kemudian,
sekitar 30% sampai 40% dari anak-anak ini tidak menggambarkan kesulitan
memulai tidur, sedangkan sekitar 60% memiliki kesulitan melanjutkan ataupun
memulai tidur. Kesulitan mempertahankan tidur kurang umum pada anak-anak.

Berdasarkan hasil analisis diri pada anak dan laporan orangtua mengungkapkan
bahwa pada anak-anak umumnya digambarkan secara signifikan lebih banyak
kesulitan memulai dan mempertahankan tidur.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Jiang dkk (2015) terhadap
anak usia sekolah di kota Tiongkok didapatkan rata-rata durasi tidur sampel
dengan usia rata-rata 11,5 tahun (48,6% pada perempuan) adalah 9 jam. Hampir
30% dari siswa melaporkan merasa kelelahan di siang hari. Dengan setiap jam
tambahan bermain ponsel, memungkinkan siang hari merasa kelelahan dan
mengalami kesulitan mempertahankan tidur sebesar 30% dan 27% di antara siswa
sekolah menengah.

Universitas Sumatera Utara

3

Penelitian yang dilakukan oleh Matsumoto, Yamaoka, Inoue & Muto
(2014) pada area bencana gempa dan tsunami di Ishinomaki Jepang menunjukkan
bahwa 15% dari responden mengalami kesulitan tidur (9,2% laki-laki dan 20,2%
perempuan). Penelitian Thordardottir, Hansdottir, Valdimarsdottir, Shipherd,
Resnick &Gudmundsdottir (2016) pada sampel dengan Post Traumatic Stress

Disorder (PTSD) yang mengalami bencana alam tanah longsor menunjukkan
bahwa 95% responden pada anak-anak memiliki gangguan tidur yang
berhubungan dengan PTSD. Sementara itu penelitian yang dilakukan Wu,
Stevens, Tennen, North, Grady & Holzer (2015) pada 296 perempuan yang
terkena dampak angin topan Ike di Texas menunjukkan bahwa individu yang
kekurangan tidur berhubungan secara signifikan terhadap stress yang dirasakan
individu.
Indonesia sendiri telah dilakukan beberapa penelitian terkait gangguan
tidur. Penelitian yang dilakukan oleh Haryono dkk (2009) di SLTP N 92 di
Kelurahan Jati, Jakarta Timur didapatkan prevalensi gangguan tidur sebesar 62,9
%. Hasil penelitian juga menunjukkan subjek dengan kuantitas (durasi) tidur yang
kurang di hari sekolah lebih banyak mengalami gangguan tidur dibandingkan
subjek yang durasi tidurnya cukup sebesar 58,0%. Penelitian yang dilakukan oleh
Putri (2015) di SD Negeri Pisangan 1 Ciputat pada anak usia sembilan sampai dua
belas tahun menunjukkan 42,2 % responden mengalami gangguan tidur dan jenis
gangguan

tidur

yang


paling

banyak

adalah

gangguan

memulai

dan

mempertahankan tidur. Terdapat perbedaan durasi tidur menjadi lebih singkat saat
ujian dan lebih lama saat liburan dibandingkan ketika keadaan normal. Insiden

Universitas Sumatera Utara

4


gangguan tidur pada responden sebesar 42,2%. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Masyeni & Syaifudin (2010) tentang kualitas tidur siswa SD
Muhammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta Tahun 2010 didapat hasil yaitu
sebagian besar kategori buruk sebanyak 45 responden (57,7%) serta konsentrasi
belajar siswa SD Muhammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta Tahun 2010 sebagian
besar kategori baik yaitu sebanyak 58 responden (74%). Peneliti melakukan
survey awal terhadap 14 orang anak yang secara kebetulan bertemu di area
pengungsian, dihasilkan bahwa 8 orang mengalami gangguan tidur akibat
kebisingan di area pengungsian. Sementara 6 orang yang lain mengalami
gangguan tidur akibat kedinginan. Empat belas anak yang ditemui peneliti
mengungkapkan bahwa ketika terbangun tubuh mereka terasa segar. Untuk anak
sekolah dasar, mereka memulai pelajaran di siang hari. Maka dari itu, mereka juga
mengungkapkan bahwa mereka sering mengantuk saat jam pelajaran di sekolah.
Ketika individu mengalami gangguan tidur, secara otomatis dia juga akan
memiliki kualitas tidur yang buruk juga. Apabila hal ini terjadi pada anak, dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan prestasi belajar anak di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Zahara, Hartanto & Adyaksa (2013)
didapatkan bahwa gangguan tidur pada anak berhubungan terhadaptinggi badan
pada anak, namun tidak berhubungan secara signifikan pada berat badan, IMT,
dan lingkar kepala pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi & Nursasi

(2013) didapatkan bahwaadanya hubungan yang lemah dan berpola negatif antara
pola tidur dengan belajar pada anak usia sekolah artinya semakin tinggi gangguan

Universitas Sumatera Utara

5

atau skor pola tidur yang dialami maka semakin rendah prestasi belajar yang
didapat.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas tidur individu adalah
lingkungan. Lingkungan posko pengungsian bencana alam akan berpengaruh
terhadap adaptasi anak saat tidur.

Erupsi gunung berapi adalah bagian dari

bencana alam yang tidak dapat diduga-duga kejadiannya. Gunung Sinabung
adalah gunung berapi yang terletak di Kabupaten Karo. Gunung Sinabung tercatat
tidak pernah meletus sejak tahun 1600, tetapi sejak tahun 2010 Gunung Sinabung
aktif kembali dan pada tahun 2013 terjadi letusan terakhir. Hingga saat ini,
Gunung Sinabung tercatat aktif kembali. Untuk itu, penduduk yang berada di zona

merah gunung berapi segera di ungsikan ke tempat pengungsian yang lokasinya
jauh dari lokasi bencana alam. Di kutip dari portal Kabupaten Karo (2017)
terdapat delapan desa yang di ungsikan yaitu desa Tiga Pancur (Paroki Gereja
Katolik Kabanjahe) 996 jiwa, desa Sukanalu (Gedung Serbaguna KNPI
Kabanjahe) 1.231 jiwa, desa Pintu Mbesi (Gedung GBKP Ndokum Siroga
Simpang Empat) 285 jiwa, desa Sigarang-garang (Gedung GBKP Simpang enam)
1.530 jiwa, desa Jeraya (Gudang Jeruk Surbakti Simpang Empat) 672 jiwa, desa
Kuta Gugung (Jambur Korpri) 1.048 jiwa, desa Mardinding (Gudang Konco) 936
jiwa dan desa Kuta Tengah (Gedung GPdI Ndokum Siroga Simpang Empat) 516
jiwa. Delapan desa tersebut diungsikan di delapan pengungsian yang berbeda.
Pengalaman peneliti saat melakukan survey awal penelitian, kondisi pengungsian
dipadati oleh pengungsi. Untuk mencukupi kebutuhan tidur, mereka harus tidur
beramai-ramai, dengan kondisi lingkungan yang dingin dan tempat tidur yang

Universitas Sumatera Utara

6

sempit menyebabkan kebisingan yang ditimbulkan oleh suara-suara pengungsi
yang saling mengobrol. Sehingga pemenuhan kebutuhan tidur juga akan

terganggu.
Dari paparan di atas ditunjukkan bahwa tidur merupakan kebutuhan yang
sangat penting khususnya untuk anak usia sekolahsehingga dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan prestasi belajar anak di sekolah. Belum ada penelitian
yang pasti terhadap kualitas tidur dari anak usia sekolah yang menjadi korban
bencana alam. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
kualitas tidur anak usia sekolah di posko pengungsian erupsi Gunung Sinabung
Kabupaten Karo.
1.2. Perumusan masalah
Bagaimana kualitas tidur anak usia sekolah di posko pengungsian erupsi
Gunung Sinabung Kabupaten Karo?
1.3. Pertanyaan penelitian
Dari latar belakang didapatkan beberapa pertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana karakteristik respondendari anak usia sekolah di posko
pengungsian erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo?
2. Bagaimana kualitas tidur anak usia sekolah di posko pengungsian erupsi
Gunung Sinabung Kabupaten Karo?
1.4. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik

responden di posko pengungsian erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo.

Universitas Sumatera Utara

7

2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :
a. Untuk mengetahui karakteristik responden dari anak usia sekolah di
posko pengungsian erupsi Gunung Sinabung Rakyat Kabupaten Karo.
b. Untuk mengetahui kualitas tidur anak usia sekolah di posko
pengungsian erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo.
1.5. Manfaat penelitian
1. Pendidikan keperawatan
Hasil yang didapat dalam penelitian merupakan evidence base practice
yang dapat menjadi informasi bagi mahasiswa keperawatan dan institusi
pendidikan keperawatan tentang kualitas tidur anak usia sekolah di posko
pengungsian erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo.
2. Pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi perawat sebagai pemberi

pelayanan keperawatan untuk memberikan pelayanan kepada pengungsi
korban bencana alam.
3. Penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan data tambahan
dalam penelitian keperawatan untuk pengembangan bagi penelitian
selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama.

Universitas Sumatera Utara