Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di duniakarena
posisi geografis Indonesia terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia yaitu
Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik yang memungkinkan terjadinya bencana alam.
Hal ini menyebabkan tingginya jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan
nyawa bila terjadi bencana alam (PBB, 2011).
Undang–Undang No. 24 tahun 2007 menyatakan bahwa bencana merupakan
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Bencana alam merupakan bencana yang disebabkan oleh alam antara lain seperti
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor (BNPB, 2012).
Bencana alam telah banyak terjadi di wilayah Indonesia, hingga bulan
September 2016 tercatat sebanyak 1.707 kejadian bencana dengan 411 jiwa
korban meninggal dan hilang, 2.214.256 jiwa korban menderita dan mengungsi
(BNPB, 2016). Pada bulan Mei 2017 tercatat sebanyak 1.234 kejadian bencana
dengan 203 jiwa korban meninggal dan hilang, 1.304.055 jiwa korban menderita

dan mengungsi serta sebanyak 18.448 unit kerusakan permukiman (BNPB, 2017).

1

Universitas Sumatera Utara

2

Salah satu wilayah yang sampai saat ini masih terkena bencana alam adalah
Kabupaten Karo, Sumatera Utara yaitu bencana erupsi Gunung Sinabung sejak
tahun 2010. Berdasarkan data yang diperoleh dari PVMBG-Badan Geologi Pos
Pengamatan Gunung Api Sinabung pada 21 Juni 2017 telah terjadi sebanyak lima
kali erupsi Gunung Sinabung dengan tingkat aktivitas gunung level IV (awas).
Erupsi gunung merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di
dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi yang
hasil letusannya dapat berupa gas vulkanik, lahar, awan panas, serta hujan abu.
Erupsi Gunung Sinabung mengakibatkan dampak yang cukup besar bagi
masyarakat khususnya Kabupaten Karo baik materiil maupun non materiil.
Penyebaran abu vulkanik Gunung Sinabung tidak hanya pada Kabupaten Karo
namun menyebar hingga Kota Medan yang terletak 80 km dari lokasi gunung, dan

beberapa kabupaten di Sumatera Utara seperti Deli Serdang, Serdang Bedagai,
Langkat bahkan hingga provinsi Aceh (Hutabarat, 2014).
Kondisi bencana menyebabkan masyarakat yang berada di sekitar wilayah
bencana harus mengungsi untuk mencari tempat yang lebih aman. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Media Center Penanganan Tanggap Darurat Bencana
Erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo pada tanggal 30 September 2016
terdapat 9 posko penampungan pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung yang
tersebar di Kabupaten Karo dengan jumlah pengungsi sebanyak 9.318 jiwa dan
pada tanggal 6 Maret 2017 berubah menjadi 8 posko yang tersebar di Kabupaten
Karo dengan jumlah pengungsi sebanyak 7.214 jiwa. Posko penampungan

Universitas Sumatera Utara

3

pengungsi di Simpang VI Kabanjahe merupakan posko dengan jumlah pengungsi
terbanyak yaitu 1.530 jiwa yang berasal dari Desa Sigarang-garang.
Salah satu faktor presipitasi stres adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan
yang dapat memicu terjadinya stres diantaranya adalah lingkungan fisik, dimana
lingkungan fisik adalah kondisi atau kejadian yang berhubungan dengan keadaan

sekeliling individu yang dapat memicu terjadinya stres, seperti bencana alam,
kemacetan, lingkungan kerja yang kotor, dan sebagainya (Nasir & Muhith, 2011).
Kondisi posko pengungsian yang menampung banyaknya manusia dapat
menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Kondisi inilah yang
dapat memicu timbulnya stres.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asnayanti (2013) pada masyarakat
kelurahan Tubo kota Ternate

yang mengalami stres psikososial adalah 33

responden (66%) pada kategori ringan, kategori sedang 17 responden (34%),
kategori berat 0 responden (0%) dan mekanisme koping adaptif sebanyak 39
orang (78%) lebih banyak dibandingkan dengan koping maladaptif yaitu sebanyak
11 orang (22%). Stres psikososial tersebut dapat dipicu oleh kehilangan aset
ekonomi maupun orang yang dicintai sehingga para korban bencana alam tersebut
kehilangan kesempatan hidup yang layak dan menderita putus asa.
Stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang diakibatkan
oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika seseorang menghadapi tantangan
(challenge) yang penting, ancaman (threat) atau ketika berusaha mengatasi
harapan–harapan yang tidak realistis dari lingkungannya (Patel,1996 dalam Nasir,

2011). Untuk mengatasi stres, seseorang akan melakukan suatu usaha demi

Universitas Sumatera Utara

4

mengurangi stres tersebut yang disebut dengan koping. Koping yang efektif akan
membantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi yang menekan dan
tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus dan Folkman,
1984 dalam Nasir, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Budi (2014) tentang stres dan mekanisme
koping pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah
menunjukkan bahwa dari 53 orang remaja mengalami stres ringan 33 orang
(62,3%), stres sedang 20 orang (37,7%) dan tidak ada remaja yang mengalami
stres berat. Sedangkan mekanisme koping digunakan adalah mekanisme koping
yang berfokus pada emosi sebanyak 30 orang (56,6%) dan mekanisme yang
berfokus pada masalah adalah 23 orang (43,4%).
Kelompok masyarakat korban bencana yang paling rentan terhadap masalah
psikologis atau traumatik adalah remaja. Masa remaja adalah masa peralihan dari
satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya (Sumiati,dkk,2009). Pada

masa ini, konsep diri dan identitas diri remaja masih berubah sesuai dengan
perkembangan psikologisnya. Pada tahap perkembangannya, tingkat stres pada
remaja akan meningkat terutama saat terjadi konflik ( Nasir & Muhhith, 2011).
Berdasarkan pengalaman yang peneliti peroleh selama Kuliah Kerja NyataPengabdian Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) USU 2016 pada bulan
Agustus di Kecamatan Namateran Kabupaten Karo bahwa masyarakat Kabupaten
Karo memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dan perasaan cemas
terhadap bencana alam erupsi gunung Sinabung khususnya masyarakat desa

Universitas Sumatera Utara

5

Sigarang-garang yang sudah mengungsi di posko pengungsian selama lebih dari
setahun.
Hasil wawancara yang peneliti lakukan pada survei awal kepada beberapa
remaja di posko pengungsian Simpang VI Kabanjahe didapati masalah yaitu
remaja kesulitan dalam belajar karena kondisi posko yang begitu ramai dan
bisingserta pencahayaan yang kurang sehingga remaja kesulitan belajar pada
malam hari, kondisi posko yang kurang bersih dan hanya ditutupi oleh tenda
menyebabkan mereka mudah terserang penyakit terutama penyakit ISPA

tertutama pada saat cuaca hujan. Tinggal di posko pengungsian merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan bagi mereka karena mereka harus tinggal
bersama namun tidak memiliki ikatan antar individu dengan individu yang
lainnya.
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa bencana erupsi Gunung
Sinabung dapat menimbulkan dampak psikologis khususnya pada remaja korban
bencana yang dapat mempengaruhi perkembangan dan masa depannya sehingga
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang stres dan mekanisme koping
remaja korban erupsi Gunung Sinabung di posko pengungsian erupsi Gunung
Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka yang menjadi rumusan
permasalahannya adalah bagaimana stres dan mekanisme koping remaja korban
erupsi Gunung Sinabung di posko pengungsian erupsi Gunung Sinabung
Kabanjahe Kabupaten Karo?

Universitas Sumatera Utara

6


3. Pertanyaan Penelitian
3.1 Bagaimana tingkat stres remaja korban erupsi Gunung Sinabung di posko
pengungsian erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo?
3.2 Bagaimana mekanisme koping remaja korban erupsi Gunung Sinabung
di posko pengungsian erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten
Karo?
3.3 Apakah terdapat hubungan tingkat stres terhadap mekanisme koping
remaja korban erupsi Gunung Sinabung di posko pengungsian erupsi
Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo?
4. Tujuan Penelitian
4.1 Tujuan Umum:
Untuk mengidentifikasi stres dan mekanisme koping remaja korban
erupsi Gunung Sinabung di posko pengungsian erupsi Gunung Sinabung
Kabanjahe Kabupaten Karo.
4.2 Tujuan Khusus :
1. Mengidentifikasi karakteristik responden.
2. Mengidentikasi stres remaja korban erupsi Gunung Sinabung di posko
pengungsian erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo.
3. Mengidentifikasi mekanisme koping remaja korban erupsi Gunung
Sinabung di posko pengungsian erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe

Kabupaten Karo.

Universitas Sumatera Utara

7

4. Mengetahui ada atau tidak hubungan stres dan mekanisme koping
remaja korban erupsi Gunung Sinabung di posko pengungsian erupsi
Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo.
5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
5.1 Bagi pendidikan keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang stres dan
mekanisme koping yang digunakan oleh remaja pasca bencana sehingga
menjadi pertimbangan dalam memberikan asuhan keperawatan.
5.2 Bagi pelayanan keperawatan
Memberikan pelayanan yang komprehensif sehingga remaja korban
bencana dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif untuk
mendukung upaya dalam peningkatan kesehatan jiwa remaja pasca bencana.
5.3 Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi awal
untuk penelitian selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan
dengan stres dan mekanisme koping remaja pasca bencana.

Universitas Sumatera Utara