Menyoal Islam di Asia Tenggara Mayoritas

Menyoal ‘Islam di Asia Tenggara’:
Mayoritas dan Minoritas 1
Fathurrochman
21171200000029
Mahasiswa magister Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
atunk.oman@gmail.com

“...majority of Muslims would love to argue that Indonesia neither secular nor
theocratic state. For them Pacasila is in accord with Islamic belief and
teachings. The first pillar of Pancasila, for instance, in their opinion, is simply
another reformulation of the Islamic belief in th One Supreme God (tawhid).
--Tarmizi Taher (dikutip dalam Azra 2001: 49)

Abstrak
Islam di Asia Tenggara tak pernah habis dibahas oleh para peneliti dan
sarjana baik dari dalam maupun luar negeri. Meskipun berada jauh dari
pusat Islam di Arabia, ia memiliki sejarah yang panjang, kebudayaan yang
kaya, khazanah melimpah, serta berbagai hal menarik lainnya. Bahkan,
mayoritas Muslim-nya merupakan jumlah terbanyak di dunia. Di beberapa
negara di Asia Tenggara, Islam masih menjadi agama minoritas. Umat

Muslim mengalami intimidasi bahkan pembantaian yang tak selayaknya
terjadi. Maka, membahas mayoritas dan minoritas tak melulu hanya berkutat
pada „kuantitas‟ atau angka, tapi bagaimana bisa diimbangi dengan kualitas.

Kata kunci: Islam di Asia Tenggara, Muslim Rohingya, dan Civil Society di
Indonesia.

1

Makalah ini pernah disampaikan dalam presentasi kelas Islamic History and
Civilitation di SPs UIN Ciputat, pada Jumat 8 Desember 2017 dan telah direvisi untuk
tugas akhir.

1

Prolog
Beberapa hari lalu, tepatnya pada Selasa 21 November 2017, Sekolah
Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan kuliah umum
bertema „Peran Ulama dan Dai dalam Penyebaran Nilai Islam dan Kedamaian
antar Umat‟. Dalam acara itu, hadir sebagai pembicara Dr. Abdul Aziz

Munadhil, Dosen Universitas Ibnu Thufail Maroko dan Dr. Hamid Slimi,
Direktur Canadian Centre for Deen Studies, Canada.
Yang menarik dalam acara tersebut, Hamid Slimi mengungkapkan
kekagumannya akan corak Islam yang ada di Indonesia. Ia menyebutkan, umat
Muslim di Indonesia berbeda dengan Arab2. Di Indonesia, hidup berdampingan
dan rukun dengan agama lain adalah hal yang biasa. Model Islam di Indonesia
juga lebih moderat, tidak ekstrem. Dengan agak kelakar, ia juga berpesan agar
mahasiswa Indonesia bisa pergi ke Arab untuk mengajarkan agama mereka
sendiri (Islam) di sana.
Hal ini menjadi wajar sebab Islam Asia Tenggara—terlebih Indonesia—
memang memiliki tradisi dan budaya yang kaya. Mereka mampu membaur
dengan masyarakat luas. Meskipun, di negara Asia Tenggara jumlah umat
Muslim tak selamanya menjadi mayoritas.
Makalah ini berusaha menampilkan “potret” Islam di Asia Tenggara
dalam sudut pandang mayoritas dan minoitas umatnya, serta beberapa problema
yang ada. Agar cakupan pembahasan ini tidak melebar—kalau tidak disebut
keterbatasan referensi—penulis hanya membatasi beberapa negara seperti
Indonesia, Myanmar, dan Thailand.

Seputar Islam di Asia Tenggara

Tak banyak diketahui bahwa Asia Tenggara merupakan tempat tinggal
bagi penduduk Muslim terbesar di dunia. Islam merupakan agama mayoritas di
Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Selain itu, minoritas Muslim dapat
ditemukan di Burma (Myanmar), Singapura, Filipina, Thailand dan Vietnam.
Secara geografis, kawasan Asia Tenggara merupakan tempat yang unik dan
menarik bagi perkembangan agama-agama dunia, sehingga hampir seluruh
Dalam beberapa kajian sejarah ada istilah “Islam pusat” (center ) dan “Islam
pinggiran” (periphery). Yang terakhir ini biasa diidentikkan dengan Islam yang terdapat
di luar Arab atau Timur Tengah. Tegasnya, seperti Islam yang terdapat di Asia Selatan,
Asia Tenggara, termasuk di Indonesia dan Afrika. Baca Azyumardi Azra, Historiografi
Islam di Indonesia; antara Sejarah Sosial, Sejarah Total, dan Sejarah Pinggiran dalam
Komaruddin Hidayat (ed), Menjadi Indonesia; 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi
Nusantara, (Bandung; Mizan, 2006), h. 11, juga Azyumardi Azra dan Idris Thaha,
Historiografi Islam kontemporer: wacana, aktualitas, dan aktor sejarah (Gramedia
Pustaka Utama, 2002), h. 172.
2

2

agama terutama agama besar pernah singgah dan mendapat pengaruh di beberapa

tempat di kawasan ini, termasuk agama Islam.3
Pada abad ke-12 dan 13 M, disebabkan banyaknya kekacauan dan
peperangan di Timur Tengah termasuk Perang Salib, mendorong penduduk
Timur Tengah semakin ramai melakukan kegiatan pelayaran ke Asia Tenggara.
Tidak sedikit di antara mereka yang bermukim lama dan kawin-mawin dengan
penduduk setempat. Lambat laun terbentuklah komunitas-komunitas Muslim
yang besar di bandar-bandar dagang kepulauan Nusantara.4
Islam masuk ke Asia Tenggara melalui suatu proses damai yang
berlangsung selama berabad-abad. Penyebaran Islam di kawasan ini terjadi tanpa
pergolakan politik atau bukan melalui ekspansi pembebasan yang melibatkan
kekuatan militer, pergolakan politik atau pemaksaan struktur kekuasaan dan
norma-norma masyarakat dari luar negeri. Melainkan Islam masuk melalui jalur
perdagangan, perkawinan, dakwah dan pembauran masyarakat Muslim Arab,
Persia dan India dengan masyarakat pribumi. Watak Islam seperti itu diakui
banyak pengamat atau “orientalis” lainnya di masa lalu, di antaranya, Thomas W.
Arnold. Dalam buku klasiknya, The Preaching of Islam, Arnold menyimpulkan
bahwa penyebaran dan perkembangan historis Islam di Asia Tenggara
berlangsung secara damai.5
Azyumardi menambahkan bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara
berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timur Tengah, Asia Selatan,

dan Afrika yang oleh sumber-sumber Islam di Timur Tengah disebut Fath (atau
Futuh), yakni pembebasan, yang dalam praktiknya sering melibatkan kekuatan
militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan yang disebutkan terakhir ini tidak
selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat untuk memeluk Islam.
Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut sebagai
futuh yang disertai kehadiran kekuatan militer.6
Banyak peneliti yang mengatakan bahwa Islam telah datang ke Asia
Tenggara sejak abad pertama Hijrah (7M), seperti diyakini oleh Arnold. Ia
mendasarkan pendapatnya ini pada sumber-sumber Cina yang menyebutkan
bahwa menjelang akhir perempatan ketiga abad ke-7 seorang pedagang Arab
menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera.
Sebagian orang-orang Arab ini dilaporkan melakukan perkawinan dengan wanita
lokal, sehingga membentuk nukleus sebuah komunitas Muslim yang terdiri dari
orang-orang Arab pendatang dan penduduk lokal. Menurut Arnold, anggota3

Dardiri, Helmiati, dkk., Sejarah Islam Asia Tenggara , (Pekanbaru, kerjasama
ISAIS dan Alaf Baru, 2006), hlm. 53.
4
Abdul Hadi W.M., Islam di Indonesia dan Transformasi Budaya dalam
Komaruddin Hidayat (ed), Menjadi Indonesia ... h. 446.

5
Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam, London, 1950, hlm. 42.
6
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan
Kekuasaan, Rosdakarya, Bandung, 1999, h. xvi.

3

anggota komunitas Muslim ini juga melakukan kegiatan-kegiatan penyebaran
Islam.7
Pendapat yang sama juga ditegaskan oleh J. C. van Leur, bahwa kolonikoloni Arab Muslim sudah ada di barat laut Sumatera, yaitu Barus, daerah
penghasil kapur barus terkenal sejak tahun 674 M. Pendapatnya ini didasarkan
pada cerita perjalanan para pengembara yang sampai ke wilayah Asia Tenggara. 8
Mungkin benar bahwa Islam sudah diperkenalkan ke dan ada di
Nusantara pada abad-abad pertama Hijri, sebagaimana dikemukakan Arnold dan
dipegangi banyak sarjana Indonesia-Malaysia, tetapi hanyalah setelah abad ke-12
pengaruh Islam kelihatan lebih nyata. Karena itu proses islamisasi nampaknya
mengalami akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16.9

Asal Kedatangan Islam di Asia Tenggara

Tentang teori masuknya Islam di Asia Tenggara, ada tiga masalah pokok, yaitu
asal kedatangan Islam, waktu datang Islam, dan siapa pembawanya.Terdapat
banyak diskusi dan perdebatan panjang di antara para ahli mengenai hal ini.
Setidaknya, terdapat tiga teori mengenai tempat asal datangnya Islam di
Duni Melayu atau Asia Tenggara. Pertama , menyatakan bahwa Islam datang
langsung dari Arab, atau tepatnya Hadramaut.Teori ini pertama kali
dikemukakan Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861) dan Veth
(1978).10
Naquib Alattas Al-Attas juga gigih membela teori ini. Ia mengatakan
bahwa sebelum abad ke-17 seluruh literatur keagamaan Islam yang relevan tidak
mencatat satu pengarang pun Muslim India, atau karya yang berasal dari India.
Pengarang-pengarang yang dipandang kebanyakan sarjana Barat sebagai berasal
dari India atau menghasilkan karya Muslim India terbukti berasal dari Arab dan
atau paling tidak Arab-Persia.11
7

T.W. Arnold, The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the
Muslim Faith, (London: Constable, 1913), hlm. 364-365.
8
J. C. van Leur, Indonesian Trade and Society, (Bandung: Sumur Bandung,

1960), hlm. 91. Lihat pula Jane Drakard, Sejarah Raja-raja Barus, Dua Naskah Dari
Barus, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 17.
9
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abab XVII dan XVIII, Melacak Akar -akar Pembaharuan Islam di Indonesia, (Bandung:
Mizan, 1994), hlm. 31.
10
Mahdini, Islam dan kebudayaan Melayu (Daulat Riau, 2003), h. 13.
11
Ia mengajukan apa yang disebutnya “teori umum tentang Islamisasi
Nusantara” yang didasarkan pada bukti sejarah literatur Islam Melayu Indonesia dan
sejarah pandangan Dunia Melayu seperti terlihat dalam perubahan konsep-konsep dan
istilah-sitilah kunci dalam literatur Melayu-Indonesia abad ke-10-11/16-17. Baca Naquib

4

Crawfurd megatakan, Islam datang langsung dari Arab meskipun
demikian ia menyarankan bahwa interaksi penduduk Nusantara dengan kaum
Muslim yang berasal dari pantai Timur India juga merupakan faktor penting
dalam penyebaran Islam di Nusantara. Sementara itu Keyzer, beranggapan Islam

datang dari Mesir atas dasar pertimbangan kesamaan kepemelukan penduduk
Muslim di kedua wilayah yang bermadzhab Syafi‟i. Teori tentang madzhab ini
diikuti oleh Niemann, tetapi dengan menyebut Hadramaut, bukan Mesir, sebagai
sumber datangnya Islam, sebab Muslim Hadramaut adalah pengikut mazhab
Syafi‟i, seperti juga kaum Muslim Nusantara. Adapun Veth hanya menyebut
dibawa “orang-orang Arab” tanpa menunjuk tempat asal mereka.
Teori kedua , dikemukakan pertama kali oleh Pijnapel (1872) sarjana dari
Universitas Leide, bahwa Islam di Asia Tenggara datang dari India. Orang-orang
Arab yang bermadzhab Syafii dari Gujarat dan Malabar di India-lah yang
membawa Islam ke Asia Tenggara. Teori ini lebih lanjut dikembangkan oleh
Snouck Hurgronje. Adapun pendapat ketiga , Islam di Asia Tenggara beradal dari
Bengal. Teori ini dinyatakan oleh Fatimi berdasarkan penelitian yang
dilakukannya, bahwa batu nisan Malik al-Saleh bukan dari Gujarat melainkan
lebih mirip dengan yang terdapat di Bengal (Benggali).12

Kesatuan Melayu
Ira Marvin Lapidus mengungkapkan, konsolidasi imperium Inggris di Melayu
menjelang abad ke-20 menyokong pembentukan negara-negara yang memusat
dan sebuah perkonomian kapitalis yang memusat pada pemberdayaan pertanian
dan indsustri pertambangan. Perkembangan ini menimbulkan dampak yang

menonjol terhadap organisasi kehidupan keagamaan pada pola hubungan antara
negara-negara Melayu dan komunitas Muslim. 13
Pada periode tradisional, Sultan merupakan pejabat agama dan politik
tertinggi, dan melambangkan corak Muslim masyarakat Melayu. Ulama pedesaan
merupakan perwakilan yang terpenting. Dominasi Inggris secara dratis
mengubah sistem tersebut. Ketika para residen Inggris mengkonsolidasi aparat
pemerintah pusat mereka membebaskan para Sultan Melayu dari otoritas efektif
mereka dalam segala urusan kecuali bidang yang berkenaan dengan agama atau
adat.
Kemerdekaan Melayu bermula pada 1946 dengan rencana Inggris
membentuk sebuah kesatuan Melayu yang digabungkan atau dengan melepaskan
beberapa negara kesultanan Melayu, Singapura, Malaka dan, Penang. Pada 1957
12

Ketiga teori tersebut belum final, sehingga meskipun telah banyak sejarawan
yang menulis tentang masalah ini, tetap masih terbuka peluang bagi munculnya
penafsiran-penafsiran baru. Lebih lanjut baca, Mahdini, h. 17-20.
13
Ira Marvin Lapidus, Sejarah sosial ummat Islam (RajaGrafindo Persada,
2000), h. 352.


5

terbentuk negara Melayu merdeka dengan dukungan dari para pejabat Melayu,
para pedagang Cina dan intelektual India di bawah kepemimpinan Tunku Abdul
Rahman. Pada 1963 federasi Melayu diorganisir kembali untuk memasukkan
wilayah Borneo Utara dan Singapura—namun Singapura melepaskan diri pada
1965—dan perluasan federasi ini secara resmi diubah namanya menjadi
Malaysia.14

Persentase Pemeluk Islam
Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa penduduk Muslim terbesar ada di
kawasan Asia Tenggara. Saat ini, ada sekitar 240 juta Muslim di Asia Tenggara
atau sekitar 42% dari jumlah populasi penduduk Asia Tenggara. Jumlahnya
sekitar 25% dari total penduduk Muslim dunia yang berjumlah 1.57 miliar jiwa.15
Meskipun jauh dari negara asal agama Islam, namun penduduk yang
menganut agama Islam di Indonesia sangatlah besar, yaitu sekitar 12,9% dari
total Muslim dunia. Saat ini, Muslim di Indonesia berjumlah sekitar 203 juta jiwa
atau 88,2% dari seluruh jumlah penduduk yang berjumlah hampir 230 juta jiwa.
Di Malaysia, Muslim berjumlah 16.581.000 jiwa, atau 60.4% dari total
penduduknya. Di Brunei, Muslim berjumlah 269.000 jiwa, atau 67,2% dari
seluruh jumlah penduduknya. Di Singapura terdapat 16.581.000 orang Muslim,
atau 15% dari seluruh jumlah penduduk. Selain itu, juga terdapat minoritas
Muslim di beberapa negara Asia Tenggara lainnya, seperti 4.654.000 orang
(5,1%) di Filipina; 3.930.0008 orang (5,7%) dari seluruh jumlah penduduk
Thailand; 1.889.000 orang (3,8%) di Myanmar; dan 2.000 orang (-1%) di Laos.16
Dari prosentase di atas maka bisa lihat grafiknya sebagaimana berikut
ini:

14

Lapidus, h. 356.

15

http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/islammancanegara/12/01/17/lxy1jiMuslim-asia-tenggara-mencari-identitas, diakses
pada 7 Desember 2017.
16
Pew Research Center‟s Forum on Religion & Public Life, Mapping the Global
Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World‟s Muslim
Population, (Washington DC, October 2009) h. 8, 28.

6

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Non-Muslim
Muslim

7

Civil Society di Indonesia

Jika kita melihat peta dunia, kepulauan Melayu-Indonesia (termasuk juga
Asia Tenggara) terletak di bagian ujung Dunia Muslim. Ia merepserentasikan
salah satu wilayah paling jauh dari pusat-pusat Islam di Timur Tengah. Menurut
Azra, jauhnya Nusantara dari Timur Tengah membuat islamisasi yang
berlangsung sangat berbeda dengan islamisasi yang terjadi di kawasan Afrika
Utara, Asia Selatan, dan daerah-daerah Timur Tengah.17
Selain itu, berbeda dengan Timur Tengah, Islam hadir di Indonesia
setelah penduduk yang tinggal di wilayah ini memeluk berbagai kepercayaan
lokal, seperti animisme, dinamisme, hingga kedatangan agama besar lainnya,
seperti Hindu dan Budha. Bahkan, Islam yang datang pertama kali ke Indonesia
bukanlah Islam Timur Tengah, melainkan sejenis Islam yang telah mengalami
proses dialektik dengan kebudayaan India dan Cina. Pluralisme inilah yang
melatari Islam di Indonesia menjadi sebuah ajaran yang akomodatif. Sifat ini,
17

Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal, Mizan,
Bandung, 2002, h.18.

8

pada gilirannya membuat pemeluk Islam di Indonesia menjadi lebih toleran
ketimbang yang di Timur Tengah.18
Populasi penduduk Indonesia telah mencapai 150 juta jiwa, angka ini
mencapai peringkat ketiga terbanyak se-Asia. Mereka meliputi etnis Aceh, Batak,
Minangkabau, Jawa, Bali, Makasar, Toraja, dan sebagainya. Lebih dari 130 juta
jiwa memeluk Islam, 6 juta umat Kristiani, Hindu 2,5 juta dan sisanya para
penganut agama yang lain.19

140
120
100
80
60
40
20
0
Islam

Kristen

Hindu

agama lain

Jumlah umat beragama di Indonesia

Merujuk bahwa mayoritas penduduk bangsa Indonesia adalah kaum
muslimin, maka wajar jika mengharapkan orang-orang Muslim memainkan peran
positif dalam peningkatan civil society20 dan demokrasi. Bagaimanapun, seperti
yang dijelaskan Mitsuo Nakamura, seorang intelektual dari Jepang, masih tersisa
pertanyaan yang serius megenai relevansi peran masyarakat Islam terhadap
keadaban (civility) dan demokrasi; apakah betul ataukah tidak bahwa
pertumbuhan civil society di kalangan Muslim itu kondusif bagi proses
demokratisasi (Nakamura 2001: 13). Robert Hefner menyatakan bahwa civil
society Islam telah menunjukkan eksistensinya sejak lama. Ia berpendapat, jika
18

Abd Moqsith Ghazali & Musoffa Basyir-Rasyad, Islam Pribumi, Mencari
Model Keberislaman ala Indonesia, dalam Komaruddin Hidayat (ed) Menjadi Indonesia,
13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara, (Bandung; Mizan, 2006) H. 666.
19
Penelitian ini dilakukan oleh Anthony H Johns pada tahun 1980. Lihat John L.
Esposito, Islam in Asia: Religion, Politics, and Society (Oxford University Press, 1987),
hal. 202.
20
Civil society diterjemahkan sebagai „masyarakat madani‟. Istilah “madani”
merujuk pada Madinah, kota tempat Nabi Muhammad mendirikan entitas politik Islam
yang pertama—yang mengakui pluralitas agama, sosial, dan budaya di antara warga
negaranya. Istilah ini juga diasosiasikan ke dalam kata madaniyah (civility/keadaban),
“tamadun” (civilization/peradaban).

9

kita berbicara tentang organisasi berbasis massa Muslim seperti „neotradisionalist‟ Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah yang modernis, atau
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Indonesia memiliki masyarakat Muslim
yang berbasis kewarganegaraan terkuat di dunia .21
Hefner melihat bahwa sejak masa kolonial kebanyakan organisasi ini
juga menjaga jarak dengan birokrasi negara. Hefner menyimpulkan bahwa para
tokoh Muslim diakui dan diikuti tidak hanya dari kata-katanya, tapi juga
tindakannya bahwa menyatukan kepemimpinan agama dan negara adalah
sekulerisasi yang paling profan, dan akhirnya pasti memanfaatkan atau
melakukan subordinasi Islam untuk kepentingan politik sesaat (Hefner 2000: 3).

Nasib Muslim Rohingya di Burma (Myanmar)
Burma atau Myanmar adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang merdeka
dari penjajahan Inggris pada tahun 1948. Ibukotanya Rangoon. Luasnya lk
261.789 m2. Sebelah barat berbatasan dengan India da Bangladesh, sebelah timur
Laos dan Thailand, sebelah utara dengan RRC, dan sebelah selatan dengan Teluk
Benggala. Burma adalah negara federasi. Selain Burma, terdapat negara-negara
bagian lainnya yaitu Chin, Kachin, Karen, Kayah, dan Shan.22
Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055. Komunitas
Muslim yang terdapat di Myanmar ada tiga kelompok: 1) Muslim Burma atau
Zerbadee, merupakan komunitas yang paling lama berdiri dan berakar di wilayah
Shwebo. Deiperkirakan mereka merupakan keturunan dari para muballigh yang
datang dari Timur Tengah dan Asia Selatan serta penduduk Muslim awal yang
kemudian beranak-pinak dengan masyarakat Burma. 2) Muslim India, imigran
keturunan India, merupakan komunitas Muslim yang terbentuk seiring kolonisasi
Burma oleh Inggris. 3) Muslim Rohingnya (Rakhine), yang berbatasan dengan
Bangladesh. Komunitas Muslim yang paling banyak adalah Muslim
Rohingnya.23
Islam masuk ke Myanmar khususnya wilayah Arakan pada abad ke-1
H/7 M yang dibawa oleh para pedagang Arab yang datang ke Akyab, ibukota
Arakan. Namun. Komunitas Muslim di Arakan dalam proses Islamisasimemakan
waktu yang cukup lama unutk mewujudkan suatu kekuasaan, mereka baru dapat
mendirikan Negara Islam Arakan pada abad ke-8 H/14 M. Proses penyebaran
Muslim dari pantai Arakan kemudian lanjut ke Selatan dan masuknya Islam ke
21

Azyumardi Azra, Civil Society dan Demokratisasi di Indonesia dalam
Burhanuddin, (ed) Mencari akar kultural civil society di Indonesia (Indonesian Institute
for Civil Society (INCIS) bekerjasama dengan CSSP-USAID, 2003), hl. 60.
22
Choirul Fuad Yusuf, Dinamika Islam Filipina, Burma, dan Thailand , 2013, h.
239.
23
http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Myanmar diakses pada 7 Desember
2017.

10

Myanmar tidak hanya dibawa oleh para pedagang Arab, Muslim Malaysia dan
India juga mempunyai peranan yang penting dalam penyebaran Muslim di
Myanmar.
Tahun 1930-an merupaka permulaan era kemelaratan dan penindasan
bagi orang-orang Islam di Myanmar. Beberapa serangan kejam telah terjadi di
Yangon dan Mandanay. Diperkirakan dalam peristiwa tersebut sebanyak 200
orang Muslim terbunuh akibat keganasan tentara Myanmar. Ada beberapa hal
yang melatarbelakangi tindakan kekerasan terhadap suku Rohingya24:
1) Adanya gerakan anti-Islam yang dilakukan oleh kaum mayoritas
Budha. Mereka menginginkan orang Islam masuk ke dalam agama
Buddha. Sementara pemerintah Burma yang mayoritas Buddha
mendukung gerakan ini. Pada tahun 1942 adalah sejarah kelabu bagi
umat Muslim karena sebanyak 100.000 orang Islam dibatai oleh
penganut Buddha Theravada di Arakan.
2) Kecemburuan sosial yang diakibatkan kaum Muslimin pada awal
kemerdekaan banyak menduduki posisi strategis di pemerintahan dan
menjadi pedagang yang sukses di negara Burma yang mayoritas
Buddha.
3) Ketidak adilan yangh dilakukan oleh Pemerintah Junta Militer sejak
menguasai Burma pada tahun 1962 yang berlanjut hingga kini.
4) Komunitas Muslim Rohingya menuntut agar Rakhine memiliki
otonomi khusus supaya kehidupa mereka lebih baik, tetapi
Pemerintah Junta Militer menolak degam alasan yang tidak logis.
5) Pemerintah Junta Burma meloloskan satu undang-undang yang
dinamakan “Burma Citizenship Law of 1982”. Undang-undang ini
bersifat sentimen keagamaan dan penuh diskriminasi. Muslim
Rohingya tidak diakui sebagai warga negara, malah diberi julukan
„pendatang‟ di Tanah Air mereka sendiri. Pemerintahan Junta Militer
menganggap mereka tidak termasuk suku asli Burma sehingga dalam
berbagai hal mereka sensntiasa dipersulit kehidupannya.

Dalam kasus ini, Azyumardi Azra mengatakan, bisa dipastikan kekerasan
yang dilakukan pemerintah Myanmar tidak bakal menyelesaikan masalah
Rohingya. Sebaliknya, Myanmar dapat menjadi negara „pariah‟ yang terpencil
dari kehidupan regional dan internasional beradab. Sebab gelombang kekerasan
terakhir ini terkait dengan meningkatkan eskalasi unit bersenjata di kalangan
Muslim Rohingya karena persekusi yang terus meningkat. Gelombang aksi

24

Yusuf, Dinamika Islam Filipina..., h. 289-290.

11

terakhir ini bahkan disebut sebagai „jihad ketiga‟. Jihad pertama terjadi pada
1948 dan jihad kedua pada pertengahan 1970-an.25
Di samping itu, pemerintah dan militer Myanmar terus melakukan aksi
militer yang disebut sebagai genosida terhadap kaum Rohingya. Pemerintah
Myanmar dan juga penerima Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi nampak tidak
berusaha menghentikan kebrutalan militer; dia membisu seribu bahasa di tengah
tuntutan agar Hadiah Nobelnya dicabut.

Eksklusifisme Islam di Thailand
Secara historis, Thailand perah
popular dengan nama Siam dan
Muangthai. Secara geografis,
negara ini berbatasan dengan
Laos dan Kamboja Timur,
Malaysia. Dan Teluk Sia di
selatan, serta Myanmar dan
Laut Andaman di barat. Dilihat
dari sudut agama, penduduk
Thailand mayoritas menganut
agama Budha. Kehidupan
Budha bahkan telah mewarnai
hampir seluruh sisi kehiudpan
masyarakat Tahailand, baik
dalam aspek pemerintahan
(kerajaan), sosial, hukum,
sistem dan kurikulum pendidikan, dan lain-lain.26
Jumlah penganut agama Budha di Thailand berjumlah 95,3%, Muslim 3,8%
Kristen 0,5%. Menurut Dulyakasem, proporsi populasi Thailand ini cenderung
konstan dari waktu ke waktu.27 Meskipun hampir di setiap wilayah Thailand
terdapat penganut agama Islam, namun mayoritas mereka terkonsentrasi di
wilayah bagian Selatan Thailand, seperti Patani, Yala, dan Narathiwat. Meskipun
minoritas, namun di provinsi bagian Selatan Thailand, Muslim adalah populasi
mayoritas (80%) atau sekitar 5-7 juta jiwa.28

25

Azyumardi Azra, Mengakhiri Nestapa Rohingya, kolom Resonansi di
Republika , 7 September 2017.
26
Yusuf, Dinamika Islam Filipina, Burma, dan Thailand , h. 299.
27
Uthai Dulyakasem, Muslim-malay separatism in Southern Thailand,
(Singapore: ISEAS, 1984), h. 217.
28
Baca Imtiyaz yusuf, Aspects of Islam in Thailand Today, dalam Regional
Issues ISIM Newsletter No3/99, h.19

12

Kini populasi di Thailand posisi tertinggi masih ditempati umat Budis
sebanyak 54,5 juta jiwa (87.2%), umat Muslims 10 juta jiwa (12%), Kristiani
0,45 juta jiwa (0.72%), agama lain sepeti Hindu, Confucians, Sikhs dan lainnya,
sebanyak 0,05 juta jiwa (0.08%). Maka total populasi keseuruhan mencapai
kisaran 65, 7 juta jiwa.29
60
50
40
30
20
10
0
Buddha

Muslim

Kristen

Agama lain

Jumlah umat beragama di Thailaind

Di sana, terdapat 2.000 buah masjid yang terdaftar, dan jumlah masjid di
ibukota Bangkok adalah dua kali lipat dari jumlah seluruh masjid di Singapura.
Masyarakat Muslim bukanlah masyarakat yang homogen, istilah Thai-Issalaam
atau Thai-Mussulim digunakan secara resmi untuk menyebut mereka. Pada
beberapa kalangan, kaum Muslim disebut khaeg, sebuah julukan yang
kedengarannya agak menngelikan dan berbau penghinaan.30
Dalam sejarahnya, Patani pernah memiliki ulama besar yang
pengaruhnya tidak hanya di Thailand, namun seantero Asia Tenggara bahkan
dunia Islam. Dia adalah Syaikh Dawud bin Abdullah al-Fatthani, seorang ulama
yang menguasai banyak disiplin ilmu dan cukup produktif. Ia juga memiliki
jaringan luas setelah belajar kepada Muhammad Zain bin Fakih Jalaluddin di
Aceh, melanjutkan studinya ke Timur Tengah. Lalu ia berdakwah di tanah

29

Abdulkarim Wa-ngoh, Nuriyah poh-itae, dan Husna Dendara, Islamic
Education System in Thailand , disampaikan dalam international seminar islamic
education, challenges and startegies for innovations di SPs UIN Jakarta pada 9-10
November 2017.
30
Omar Farouk, Muslim Asia Tenggara dari Sejarah menuju Kebangkitan
Islam, dalam Saiful Muzani, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara
(Pustaka LP3ES, 1993), h. 50-51.

13

kelahirannya mendirikan pondok (pesantren) dan menyebarkan Islam dengan
cara damai.31
Namun demikian, Islam yang penuh cinta damai hendak dikerdilkan.
krisis keagamaan beberapa kali terjadi di Thailand. Di antaranya seperti pada
tahun 1985 terjadi penempatan patung berhala Buddha di tengah-tengah umat
Islam Patani. Selain itu, penentangan hijab bagi perempuan muslimah di
Thailand yang dilakukan secara berangsur-angsur sehingga pada puncaknya pada
tahun 1984. Ada juga krisis lain seperti krisis sejarah di mana latar belakang
sejarah Patani dan Siam adalah dua bangsa yang berlainan, bangsa Siam
berbahasa Thai sedangkai masyarakat Patani berbagsa Melayu. Sampai saat ini
kerajaan Thai menjalankan keijakan Tas-yim atau meng-Thai-kan umat Melayu
Patani.32
Proses mengintegrasikan Muslim Patani ke dalam masyarakat Thailand
(1932-sekarang) mengalami kesulitan. Salah satu kesulitan besar yang dialami
adalah dalam hal bahasa. Persoalan ini menjadi masalah besar bagi pemerintah
Thailand karena sulitnya mengomunikasikan dan mengimplementasikan
program-program pembangunan pendidikan, ekonomi, dan lain-lain pada
masyarakat Muslim Patani. Bahkan dalam suatu studi di tahun 1960-an
ditemukan bahwa 60% anak-anak Muslim Patani tidak mampu berbahasa Thai.
Selain itu, orangtua Muslim juga ternyata lebih suka menyekolahkan anak-anak
mereka ke pondok atau belajar ke Malaysia dan negeri-negeri Arab. Secara
umum, orang-orang Muslim merasa bahwa diri mereka memiliki nilai-nilai yang
berbeda dengan masyarakat Thai.33

Epilog
Penyebaran Islam di Asia Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di banyak
wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber Islam
di Timur Tengah disebut Fath (atau Futuh), yakni pembebasan, yang dalam
praktiknya sering melibatkan kekuatan militer. Asia Tenggara merupakan tempat
tinggal bagi penduduk Muslim terbesar di dunia. Islam merupakan agama
mayoritas di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Selain itu, minoritas
Muslim dapat ditemukan di Burma (Myanmar), Singapura, Filipina, Thailand dan
Vietnam.

31

Lebih lanjut baca Azyumardi Azra, The Origins of Islamic Reformism in
Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and Middle Eastern “Ulam?” In the
Seventeenth and Eighteenth Centuries (University of Hawaii Press, 2004), 122-126.
32
Jihad Muhammad Abu Naja, Identiti Ummat Islam dan Krisis Kebudayaan:
Kajian Khas di Patthoni dalam Dinamika Dan Problematika Muslim Di Asia Tenggara
(Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS), IAIN Sulthan Syarif Qasim,
2001).
33
Yusuf, Dinamika Islam Filipina, Burma, dan Thailand, h. 324.

14

Merujuk bahwa mayoritas penduduk bangsa Indonesia adalah kaum
muslimin, maka wajar jika mengharapkan orang-orang Muslim memainkan peran
positif dalam peningkatan civil society dan demokrasi. Civil society
diterjemahkan sebagai „masyarakat madani‟. Sementara itu, Muslim Rohignya
yang menjadi Muslim menoritas nasibnya menyedihkan. Bisa dipastikan
kekerasan yang dilakukan pemerintah Myanmar tidak bakal menyelesaikan
masalah Rohingya. Sebaliknya, Myanmar dapat menjadi negara „pariah‟ yang
terpencil dari kehidupan regional dan internasional beradab.
Sedangkan Muslim Patani menghadapi masalahnya sendiri. Proses
mengintegrasikan Muslim Patani ke dalam masyarakat Thailand (1932-sekarang)
mengalami kesulitan. Salah satu kesulitan besar yang dialami adalah dalam hal
bahasa.

Wallahu a‟lam

15

DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. Historiografi Islam di Indonesia; antara Sejarah Sosial,
Sejarah Total, dan Sejarah Pinggiran dalam Komaruddin Hidayat (ed),
Menjadi Indonesia; 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara,
(Bandung; Mizan, 2006)
_____, The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of MalayIndonesian and Middle Eastern “Ulama'” In the Seventeenth and Eighteenth
Centuries. University of Hawaii Press, 2004.
_____, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan,
Rosdakarya, Bandung, 1999
_____, Idris Thaha (ed). Historiografi Islam kontemporer: wacana, aktualitas,
dan aktor sejarah. Gramedia Pustaka Utama, 2002.
_____, Civil Society dan Demokratisasi di Indonesia dalam Burhanuddin, (ed)
Mencari akar kultural civil society di Indonesia (Indonesian Institute for
Civil Society (INCIS) bekerjasama dengan CSSP-USAID, 2003)
_____, Mengakhiri Nestapa Rohingya, kolom Resonansi di Republika , 7
September 2017.
Esposito, John L. Islam in Asia: Religion, Politics, and Society. Oxford
University Press, 1987.
Farouk, Omar, Muslim Asia Tenggara dari Sejarah menuju Kebangkitan Islam,
dalam Saiful Muzani, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia
Tenggara (Pustaka LP3ES, 1993), h. 50-51.
Ghazali, Abd Moqsith & Musoffa Basyir-Rasyad, Islam Pribumi, Mencari Model
Keberislaman ala Indonesia, dalam Komaruddin Hidayat (ed) Menjadi
Indonesia
Hadi, Abdul W.M., Islam di Indonesia dan Transformasi Budaya dalam
Komaruddin Hidayat (ed), Menjadi Indonesia
Helmiati, dkk., Sejarah Islam Asia Tenggara , (Pekanbaru, kerjasama ISAIS dan
Alaf Baru, 2006)
Hitami, Mundzir (ed), Dinamika Dan Problematika Muslim Di Asia Tenggara.
Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS), IAIN Sulthan Syarif
Qasim, 2001.
Lapidus, Ira Marvin. Sejarah sosial ummat Islam. RajaGrafindo Persada, 2000.
Leur, J. C. van, Indonesian Trade and Society, (Bandung: Sumur Bandung, 1960)
Mahdini. Islam dan kebudayaan Melayu. Daulat Riau, 2003.
Mencari akar kultural civil society di Indonesia. Indonesian Institute for Civil
Society (INCIS) bekerjasama dengan CSSP-USAID, 2003.

16

Muzani, Saiful. Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Pustaka
LP3ES, 1993.
Naja, Jihad Muhammad Abu, Identiti Ummat Islam dan Krisis Kebudayaan:
Kajian Khas di Patthoni dalam Dinamika Dan Problematika Muslim Di Asia
Tenggara (Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS), IAIN Sulthan
Syarif Qasim, 2001).
Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam, London, 1950
_____, The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim
Faith, (London: Constable, 1913)
Yusuf, Choirul Fuad. Dinamika Islam Filipina, Burma, dan Thailand, Kemenag
RI: 2013.

17

92% Unique
Total 25920 chars (2000 limit exceeded) , 280 words, 16 unique
sentence(s).
Essay Writing Service - Paper writing service you can trust. Your
assignment is our priority! Papers ready in 3 hours! Proficient
writing: top academic writers at your service 24/7! Receive a
premium level paper!
Results

Domains (original
links)

Query

majority of Muslims would love to argue
Unique that Indonesia neither secular nor
theocratic state
For them Pacasila is in accord with Islamic
Unique
belief and teachings
Bahkan, mayoritas Muslim-nya merupakan
Unique
jumlah terbanyak di dunia
Di beberapa negara di Asia Tenggara,
Unique
Islam masih menjadi agama minoritas
Umat Muslim mengalami intimidasi
Unique bahkan pembantaian yang tak selayaknya
terjadi
Kata kunci: Islam di Asia Tenggara,
Unique Muslim Rohingya, dan Civil Society di
Indonesia
Dalam acara itu, hadir sebagai pembicara
trubus-online.co.id
1 results
Dr
Abdul Aziz Munadhil, Dosen Universitas
Unique
Ibnu Thufail Maroko dan Dr
beritakekinianbanget.co

3 results

Hamid Slimi, Direktur Canadian Centre for
m uinjkt.ac.idgraduate.u
Deen Studies, Canada
injkt.ac.id

Ia menyebutkan, umat Muslim di
Indonesia berbeda dengan Arab
Di Indonesia, hidup berdampingan dan
Unique
rukun dengan agama lain adalah hal yang
Unique

18

-

Unique

Unique

Unique

Unique

Unique

Unique

Unique

biasa
Menyoal ‘Islam di Asia Tenggara’:
Mayoritas dan Minoritas
Fathurrochman21171200000029Mahasis
wa magister Sekolah Pascasarjana (SPs)
Universitas Islam
The first pillar of Pancasila, for instance, in
their opinion, is simply another
reformulation
--Tarmizi Taher (dikutip dalam Azra 2001:
49)AbstrakIslam di Asia Tenggara tak
pernah habis dibahas oleh
Meskipun berada jauh dari pusat Islam di
Arabia, ia memiliki sejarah yang panjang,
kebudayaan
Maka, membahas mayoritas dan minoritas
tak melulu hanya berkutat pada ‘kuantitas’
atau angka, tapi
Hidayatullah Jakarta mengadakan kuliah
umum bertema ‘Peran Ulama dan Dai
dalam Penyebaran Nilai Islam dan
Yang menarik dalam acara tersebut,
Hamid Slimi mengungkapkan
kekagumannya akan corak Islam yang
ada

-

-

-

-

-

-

-

Top plagiarizing domains: graduate.uinjkt.ac.id (1 matches); uinjkt.ac.id (1
matches); beritakekinianbanget.com (1 matches); trubus-online.co.id (1
matches);

Menyoal ‘Islam di Asia Tenggara’: Mayoritas dan Minoritas
Fathurrochman21171200000029Mahasiswa magister Sekolah
Pascasarjana (SPs) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta atunk.oman@gmail.com “...majority of Muslims would love to
argue that Indonesia neither secular nor theocratic state. For them
Pacasila is in accord with Islamic belief and teachings. The first pillar of
Pancasila, for instance, in their opinion, is simply another reformulation of
the Islamic belief in th One Supreme God (tawhid).--Tarmizi Taher
(dikutip dalam Azra 2001: 49)AbstrakIslam di Asia Tenggara tak pernah
habis dibahas oleh para peneliti dan sarjana baik dari dalam maupun luar
negeri. Meskipun berada jauh dari pusat Islam di Arabia, ia memiliki
sejarah yang panjang, kebudayaan yang kaya, khazanah melimpah, serta
19

berbagai hal menarik lainnya. Bahkan, mayoritas Muslim-nya merupakan
jumlah terbanyak di dunia. Di beberapa negara di Asia Tenggara, Islam
masih menjadi agama minoritas. Umat Muslim mengalami intimidasi
bahkan pembantaian yang tak selayaknya terjadi. Maka, membahas
mayoritas dan minoritas tak melulu hanya berkutat pada ‘kuantitas’ atau
angka, tapi bagaimana bisa diimbangi dengan kualitas. Kata kunci: Islam
di Asia Tenggara, Muslim Rohingya, dan Civil Society di Indonesia.
PrologBeberapa hari lalu, tepatnya pada Selasa 21 November 2017,
Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengadakan kuliah umum bertema ‘Peran Ulama dan Dai dalam
Penyebaran Nilai Islam dan Kedamaian antar Umat’. Dalam acara itu,
hadir sebagai pembicara Dr. Abdul Aziz Munadhil, Dosen Universitas
Ibnu Thufail Maroko dan Dr. Hamid Slimi, Direktur Canadian Centre for
Deen Studies, Canada. Yang menarik dalam acara tersebut, Hamid Slimi
mengungkapkan kekagumannya akan corak Islam yang ada di Indonesia.
Ia menyebutkan, umat Muslim di Indonesia berbeda dengan Arab. Di
Indonesia, hidup berdampingan dan rukun dengan agama lain adalah hal
yang biasa. Model Islam di Indonesia juga l

20