Kiat Sukses Menjadi Guru Yang Menyenangk
Kiat Sukses Menjadi Guru Yang Menyenangkan
8
Kadang saya sering bertanya dalam hati ketika berhadapan dengan siswa didalam kelas, “Apakah
saya guru yang menyenangkan buat meraka?”
Seperti apakah guru ideal itu? Setiap orang bisa menyodorkan daftar panjang berisi kriteriakriteria untuk menjawab pertanyaan ini. Daftar tadi bisa jadi merujuk pada berbagai referensi—
kesiapan materi, cara memperlakukan anak didik, tingkah laku, dan lain-lain—yang bisa jadi
berbeda-beda bagi setiap orang.
Pada dasarnya tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar ia
merupakan medium atau perantara aktif antara siswa dan ilmu pengetahuan, sedang sebagai
pendidik ia merupakan medium aktif antara siswa dan haluan/filsafat negara dan kehidupan
masyarakat dengan segala seginya, dan dalam mengembangkan pribadi siswa serta mendekatkan
mereka dengan pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan mereka dari pengaruhpengaruh yang buruk. Dengan demikian seorang guru wajib memiliki segala sesuatu yang erat
hubungannya dengan bidang tugasnya, yaitu pengatahuan, sifat-sifat kepribadian, serta kesehatan
jasmani dan rohani.
Tapi, daripada pusing menyusun berbagai macam kriteria, mengapa tidak kita tanya saja anakanak tentang guru yang baik menurut mereka? EENET Asia menurunkan sebuah laporan tentang
guru ideal dalam pandangan anak-anak di China dan Pakistan, tetapi agaknya berlaku pula
universal.
Simaklah beberapa komentar anak-anak di China.
Ibu guru Gao seperti ibu bagiku. Dia mendengar semua masalah dan keluh kesah kami serta
membantu kami menyelesaikan masalah.
Guru Shan selalu melucu dalam kelas menulis kami dan membuat kami sangat tertarik dalam
pelajaran itu. Tanpa saya sadari, saya jadi sangat suka menulis dan secara bertahap, saya
mempelajari beberapa trik untuk menulis dengan baik.
Dia memperlakukan tiap siswa dengan setara. Dalam kebaikan hatinya, dia tidak pernah
memihak. Sebagai murid, ini adalah hal yang paling berharga tentang guru… Dalam kelas guru
Chen, kami merasa santai dan hidup (bersemangat). Dia selalu “tanpa sengaja” mengajukan
pertanyaan atau membuat kesalahan agar kami dapat membetulkannya. Jika kami mengatakan
sesuatu yang salah, tidak menyalahkan kami. Dia bahkan akan berkata sambil tersenyum:
“Kesalahan Bagus! Kesalahan membantu kami menemukan masalah-masalah”. Tidak seberapa
lama kemudian, bahkan siswa yang paling pemalu mau mengangkat tangan dan menjawab
pertanyaannya.
Anak-anak di Pakistan berpendapat tentang guru yang baik:
Guru kami tahu nama tiap anak.
Dia menjelaskan pelajaran di papan tulis. Jika seseorang tidak paham, dia akan mendudukan
anak itu disebelahnya dan menjelaskan lagi pelajaran itu.
Dia menghormati anak-anak, dia selalu memanggil mereka ‘aap’. (aap adalah bentuk sopan
‘kamu’ di Pakistan)
Guru kami selalu memperhatikan tiap anak ketika mengajar.
Paragraf terakhir pada tulisan tersebut agaknya mengena dan menggambarkan secara jelas
bagaimana seharusnya seorang guru ideal:
Guru yang baik pada dasarnya adalah manusia yang baik. Mereka memiliki kepribadian
penyayang, baik, hangat, sabar, tegas, luwes dalam perilaku, bekerja keras, serta berkomitmen
pada pekerjaan mereka. Pusat perhatian mereka bukanlah pada buku teks atau kurikulum, tetapi
pada anak! Mereka sangat menyadari beragamnya cara anak-anak belajar, perbedaan antar anakanak dan pentingnya metode beragam untuk mendorong siswa mampu belajar. Anak-anak yang
belajar dengan guru semacam itu tidak perlu lagi mengeluarkan uang tambahan untuk mengikuti
les sepulang sekolah.
Tidak mudah menjadi guru yang baik, menyenagkan, dikagumi dan dihormati oleh anak
didik, masyarakat sekitar dan rekan seprofesi.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat pengakuan
sebagai guru yang baik dan berhasil.
Pertama. Berusahalah tampil di muka kelas dengan prima. Kuasai betul materi pelajaran
yang akan diberikan kepada siswa. Jika perlu, ketika berbicara di muka kelasa tidak
membuka catatan atau buku pegangan sama sekali. Berbicaralah yang jelas dan lancar
sehingga terkesan di hati siswa bahwa kita benar-benar tahu segala permasalahan dari
materi yang disampaikan.
Kedua. Berlakulah bijaksana. Sadarilah bahwa siswa yang kita ajar, memiliki tingkat
kepandaian yang berbeda-beda.
Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang sangat lambat
bahkan ada yang sulit untuk bisa dimengerti. Jika kita memiliki kesadaran ini, maka
sudah bisa dipastikan kita akan memiliki kesabaran yang tinggi untuk menampung
pertanyaan-pertanyaan dari anak didik kita. Carilah cara sederhana untuk menjelaskan
pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah dengan contoh-contoh sederhana
yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari walaupun mungkin contoh-contoh itu
agak konyol.
Ketiga. Berusahalah selalu ceria di muka kelas. Jangan membawa persoalan-persoalan
yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke dalam kelas sewaktu kita
mulai dan sedang mengajar.
Keempat. Kendalikan emosi. Jangan mudah marah di kelas dan jangan mudah
tersinggung karena perilaku siswa. Ingat siswa yang kita ajar adalah remaja yang masih
sangat labil emasinya. Siswa yang kita ajar berasal dari daerah dan budaya yang mungkin
berbeda satu dengan yang lainnya dan berbeda dengan kebiasaan kita, apalagi mungkin
pendidikan di rumah dari orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan
kebiasaan kita. Marah di kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, siswa menjadi
tegang. Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima materi pelajaran
yang kita berikan.
Kelima. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa. Jangan memarahi
siswa yang yang terlalu sering bertanya. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan siswa dengan baik. Jika suatu saat ada pertanyaan dari siswa yang tidak siap
dijawab, berlakulah jujur. Berjanjilah untuk dapat menjawabnya dengan benar pada
kesempatan lain sementara kita berusaha mencari jawaban tersebut. Janganlah merasa
malu karena hal ini. Ingat sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan. Tapi usahakan
hal seperti ini jangan terlalu sering terjadi. Untuk menghindari kejadian seperti ini,
berusahalah untuk banyak membaca dan belajar lagi. Jangan bosan belajar. Janganlah
menutupi kelemahan kita dengan cara marah-marah bila ada anak yang bertanya
sehingga menjadikan anak tidak berani bertanya lagi. Jika siswa sudah tidak
beranibertanya, jangan harap pendidikan/pengajaran kita akan berhasil. Keenam.
Memiliki rasa malu dan rasa takut. Untuk menjadi guru yang baik, maka seorang guru
harus memiliki sifat ini. Dalam hal ini yang dimaksud rasa malu adalah malu untuk
melakukan perbuatan salah, sementara rasa takut adalah takut dari akibat perbuatan
salah yang kita lakukan. Dengan memiliki kedua sifat ini maka setiap perbuatan yang
akan kita lakukan akan lebih mudah kita kendalikan dan dipertimbangkan kembali
apakah akan terus dilakukan atau tidak.
Ketujuh. Harus dapat menerima hidup ini sebagai mana adanya. Di negeri ini banyak
semboyan-semboyan mengagungkan profesi guru tapi kenyataannya negeri ini belum
mampu/mau menyejahterakan kehidupan guru. Kita harus bisa menerima kenyataan ini,
jangan membandingkan penghasilan dari jerih payah kita dengan penghasilan orang
lain/pegawai dari instansi lain. Berusaha untuk hidup sederhana dan jika masih belum
mencukupi berusaha mencari sambilan lain yang halal, yang tidak merigikan orang lain
dan tidak merugikan diri sendiri. Jangan pusingkan gunjingan orang lain, ingatlah
pepatah “anjing menggonggong bajaj berlalu.”
Kedelapan. Tidak sombong.Tidak menyombongkan diri di hadapan murid/jangan
membanggakan diri sendiri, baik ketika sedang mengajar ataupun berada di lingkungan
lain. Jangan mencemoohkan siswa yang tidak pandai di kelas dan jangan mempermalukan
siswa (yang salah sekalipun) di muka orang banyak. Namun pangillah siswa yang bersalah
dan bicaralah dengan baik-baik, tidak berbicara dan berlaku kasar pada siswa.
Kesembilan. Berlakulah adil. Berusahalah berlaku adil dalam memberi penilaian kepada
siswa. Jangan membeda-bedakan siswa yang pandai/mampu dan siswa yang kurang
pandai/kurang mampu Serta tidak memuji secara berlebihan terhadap siswa yang pandai
di hadapan siswa yang kurang pandai.
Dalam pengalaman sebagai guru di beberapa sekolah, ternyata ada kesamaan profil menjadi
pemimpin yang baik dengan menjadi guru yang baik, di mana pemahamannya bukan hanya di
bidang yang dikuasainya, tetapi mampu memahami dunia konseling.
Fakta yang menarik adalah bahwa guru yang baik ternyata harus menjadi konselor yang baik
bagi murid-muridnya. Itu sebabnya seorang guru harus belajar mendalami konseling agar dia
sukses. Dalam tulisan “Good Teaching” oleh Theodore R. Sizer, mantan Pembantu Rektor
bidang Akademik di Harvard University College of Education mengatakan bahwa guru
hendaknya menjadi guru profesional yaitu mengetahui hal-hal sederhana soal konseling,
termasuk dalam hal-hal yang kecil sehingga murid bertumbuh. Ada beberapa poin yang dia
sampaikan:
1. Mengenal nama dari siswa dan panggil siswa dengan namanya.
1. Memberikan salam kepada siswa dan rekan kerja dengan hangat dan
ramah.
1. Pergi menghadiri acara-acara siswa di luar kelas, misalnya ibadah,
pertandingan, dan lain sebagainya.
1. Mengingat sesuatu yang pernah digumuli oleh siswa sebelumnya.
Contohnya: apakah mamamu sudah keluar rumah sakit?
1. Hindari bersifat sarkastik dalam memberikan komentar atas
kebodohan atau kenakalan yang dilakukan seorang siswa. Ini akan
melukai hati siswa.
1. Jangan pernah toleransi dengan masalah SARA, termasuk leluconlelucon masalah SARA.
1. Ingat pepatah yang diberikan orang tua kita: jika kita tidak bisa
menyampaikan atau melihat sesuatu yang baik tentang seseorang,
jangan katakan apapun.
1. Katakan suatu kebenaran atau teguran secara pribadi. Contohnya: Ayu,
saya sebenarnya curiga kamu menyontek…, Amir, kamu kurang belajar
dan malas sepertinya… Hasan, kamu kok bau ya, apakah kamu tidak
mandi pagi? Besok mandi ya… Mei, kamu suka mengganggu…)
1. Selalu mendorong bahwa kemampuan siswa lebih dari yang merasa
dimiliki siswa.
1. Jadilah guru yang positif, namun hati-hati bila selalu memuji pekerjaan
baiknya. Tidak ada seorang pun belajar lebih cepat ketika dia merasa
bahwa dia merasa berhasil.
1. Pertunjukkan persahabatan dan jadilah jujur dan obyektif dalam
penilaian terhadap murid-murid yang kita juluki “nakal” atau
mengganggu.
1. Menjadi teman siswa, namun jaga jarak juga.
1. Jangan pernah menyerah dengan siswa kita, dan jangan menjuluki
mereka secara permanen, misalnya: si bodoh, si cerewet, si pemalu,
dsb.
1. Setiap kali memberikan pedoman dan aturan, sampaikan alasannya
dan jangan tidak disampaikan apa yang dimaksud.
1. Tahu membedakan mana siswa yang hanya mendengar dan yang
memperhatikan sehingga bisa menyerap. Caranya adalah mendengarkan
mereka yaitu memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya.
Bila kita buat kesejajaran dengan kepemimpinan, maka kita tinggal mengganti guru dengan kata
pemimpin dan mengganti kata siswa dengan bawahan dan kata kerja yang disesuaikan dengan
bidang kepemimpinan (saya baru eksperimenkan):
1. Mengenal nama dari bawahan dan panggil bawahan dengan namanya.
1. Memberikan salam kepada bawahan dan rekan kerja dengan hangat
dan ramah.
1. Pergi menghadiri acara-acara bawahan di luar kelas, misalnya ibadah,
pertandingan, dan lain sebagainya.
1. Mengingat sesuatu yang pernah digumuli oleh bawahan sebelumnya.
Contohnya: apakah mamamu sudah keluar rumah sakit?
1. Hindari bersifat sarkastik dalam memberikan komentar atas kesalahan
atau kegagalan yang dilakukan seorang bawahan. Ini akan melukai
hatinya, kita hanya fokus kepada kesalahan pekerjaannya bukan
menyerang pribadinya.
1. Jangan pernah toleransi dengan masalah SARA dan seksualitas,
termasuk lelucon-lelucon masalah SARA dan menjurus kepada seks.
1. Ingat pepatah yang diberikan orang tua kita: jika kita tidak bisa
menyampaikan atau melihat sesuatu yang baik tentang seseorang,
jangan katakan apapun.
1. Katakan suatu kebenaran atau teguran secara pribadi. Contohnya: Ayu,
saya sebenarnya curiga kamu melakukan sesuatu yang salah…
1. Selalu mendorong bahwa kemampuan bawahan lebih dari yang
merasa dimiliki bawahan.
1. Jadilah pemimpin yang positif, namun hati-hati bila selalu memuji
pekerjaan baiknya. Tidak ada seorang pun belajar lebih cepat ketika
dia merasa bahwa dia merasa berhasil.
1. Pertunjukkan persahabatan dan jadilah jujur dan obyektif dalam
penilaian terhadap bawahan.
1. Menjadi teman bawahan, namun jaga jarak juga sehingga tidak terlalu
dekat.
1. Jangan pernah menyerah dengan bawahan kita, dan jangan menjuluki
mereka secara permanen, misalnya: si bodoh, si cerewet, si pemalu, si
terlambat dan yang lainnya.
1. Setiap kali memberikan pedoman dan aturan, sampaikan alasannya
dan jangan tidak disampaikan apa yang dimaksud.
1. Tahu membedakan mana bawahan yang hanya mendengar tetapi kemudian
mengabaikan perintah dengan yang memperhatikan sehingga bisa menyerap
semua perintah dan menjalankannya. Caranya adalah mendengarkan mereka
yaitu memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya atau
melakukan feedback.
Walk the talk
Ada hal-hal teknis sebagai seorang guru yang harus diperhatikan sehingga dia dapat disebut guru
yang berintegritas, yaitu seorang yang “walk the talk”:
1. Jangan lambat masuk kelas.
1. Kembalikan tugas-tugas murid tepat pada waktunya dengan komentar
yang menguatkan, mengembalikan makalah ke mahasiswa dalam dua
puluh empat jam.
1. Penting anak diingatkan untuk mengerjakan tugas dengan jujur. Ini
karena banyak orang tua campur tangan mengerjakan tugas-tugas
rumah.
1. Anak diajar untuk menghargai formalitas kelas, tanpa harus formal dan kaku
dalam mengembangkan pikiran-pikiran.
Maka bila disejajarkan dengan kepemimpinan, maka dapat dibuat sebagai berikut:
1. Jangan lambat masuk kantor. Datang lebih awal atau tidak datang sama sekali bila terlambat.
1. Kembalikan tugas-tugas bawahan tepat dalam bentuk komentar yang
menguatkan dan mengevaluasi kinerja bawahan dengan memberitahu
bagaimana meningkatkannya.
1. Penting bawahan diingatkan untuk mengerjakan tugas dengan jujur.
1. Bawahan diajarkan untuk menghargai formalitas organisasi, tanpa harus
formal dan kaku dalam mengembangkan pikiran-pikiran dari bawahan.
Ini eksperimen kepemimpinan yang disejajarkan dengan guru. Memang sejak dulu guru disebut
pemimpin dan berperan banyak dalam kepemimpinan di masyarakat. Tetapi peran tersebut sudah
mulai hilang. Maka tulisan ini mencoba membuat kesejajaran untuk menyatakan bahwa
pemimpin yang baik adalah (dan sepatutnya juga) guru yang baik.
Sebagai pengajar guru harus memahami hakikat dan arti mengajar dan mengetahui teori-teori
mengajar serta dapat melaksanakan. Dengan mengetahui dan mendalaminya ia akan lebih
berhati-hati dalam menjalankan tugasnya dan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang
telah dilakukannya.
Menurut Prof. Dr. S. Nasution, MA ada beberapa prinsip umum yang berlaku untuk semua guru
yang baik, yaitu :
1. Guru yang baik memahami dan menghormati siswa
2. Guru yang baik harus menghormati bahan pelajaran yang diberikan. Dengan pengertian ia
harus menguasai bahan itu sepenuhnya, jangan hanya mengenal ini buku pelajaran saja,
melainkan juga mengetahui pemakaian dan kegunaannya bagi kehidupan anak dan manusia
umumnya.
3. Guru yang baik mampu menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran.
4. Guru yang baik mampu menyesuikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu anak.
5. Guru yang baik harus mengaktifkan siswa dalam hal belajar.
6. Guru yang baik memberikan pengertian dan bukan hanya dengan kata-kata belaka. Dengan
pengertian lain guru tidak bersifat verbalistis yakni hanya mengenalkan anak terhadap kata-kata
saja tetapi tidak dapat menyelami arti dan maksudnya.
7. Guru menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa
8. Guru merumuskan tujuan yang akan dicapai pada setiap pelajaran yang diberikannya.
9. Guru jangan hanya terikat oleh satu teks book saja.
10. Guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada
siswa, melainkan senantiasa membentuk pribadi siswa.10
Tanpa menutup kemungkinan syarat-syarat lainnya, maka kesepuluh syarat atau ciri-ciri ini dapat
dijadikan pedoman bagi setiap guru yang akan menjalankan tugasnya baik sebagai pendidik
maupun sebagai pengajar.
Dengan demikian guru yang baik adalah guru yang selalu bersikap obyektif, terbuka untuk
menerima kritik terhadap kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, misalnya dalam hal
caranya mengajar. Hal ini diperlukan dalam upaya perbaikan mutu pendidikan demi kepentingan
anak didik sehingga benar-benar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Keberanian
melihat kesalahan sendiri dan mengakuinya tanpa mencari alasan untuk membenarkan atau
mempertahankan diri dengan sikap defensif adalah titik tolak kearah usaha perbaikan
sumber: http://fauzan.smkdarunnajah.sch.id/2011/02/kiat-sukses-menjadi-guru-yang.html
8
Kadang saya sering bertanya dalam hati ketika berhadapan dengan siswa didalam kelas, “Apakah
saya guru yang menyenangkan buat meraka?”
Seperti apakah guru ideal itu? Setiap orang bisa menyodorkan daftar panjang berisi kriteriakriteria untuk menjawab pertanyaan ini. Daftar tadi bisa jadi merujuk pada berbagai referensi—
kesiapan materi, cara memperlakukan anak didik, tingkah laku, dan lain-lain—yang bisa jadi
berbeda-beda bagi setiap orang.
Pada dasarnya tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar ia
merupakan medium atau perantara aktif antara siswa dan ilmu pengetahuan, sedang sebagai
pendidik ia merupakan medium aktif antara siswa dan haluan/filsafat negara dan kehidupan
masyarakat dengan segala seginya, dan dalam mengembangkan pribadi siswa serta mendekatkan
mereka dengan pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan mereka dari pengaruhpengaruh yang buruk. Dengan demikian seorang guru wajib memiliki segala sesuatu yang erat
hubungannya dengan bidang tugasnya, yaitu pengatahuan, sifat-sifat kepribadian, serta kesehatan
jasmani dan rohani.
Tapi, daripada pusing menyusun berbagai macam kriteria, mengapa tidak kita tanya saja anakanak tentang guru yang baik menurut mereka? EENET Asia menurunkan sebuah laporan tentang
guru ideal dalam pandangan anak-anak di China dan Pakistan, tetapi agaknya berlaku pula
universal.
Simaklah beberapa komentar anak-anak di China.
Ibu guru Gao seperti ibu bagiku. Dia mendengar semua masalah dan keluh kesah kami serta
membantu kami menyelesaikan masalah.
Guru Shan selalu melucu dalam kelas menulis kami dan membuat kami sangat tertarik dalam
pelajaran itu. Tanpa saya sadari, saya jadi sangat suka menulis dan secara bertahap, saya
mempelajari beberapa trik untuk menulis dengan baik.
Dia memperlakukan tiap siswa dengan setara. Dalam kebaikan hatinya, dia tidak pernah
memihak. Sebagai murid, ini adalah hal yang paling berharga tentang guru… Dalam kelas guru
Chen, kami merasa santai dan hidup (bersemangat). Dia selalu “tanpa sengaja” mengajukan
pertanyaan atau membuat kesalahan agar kami dapat membetulkannya. Jika kami mengatakan
sesuatu yang salah, tidak menyalahkan kami. Dia bahkan akan berkata sambil tersenyum:
“Kesalahan Bagus! Kesalahan membantu kami menemukan masalah-masalah”. Tidak seberapa
lama kemudian, bahkan siswa yang paling pemalu mau mengangkat tangan dan menjawab
pertanyaannya.
Anak-anak di Pakistan berpendapat tentang guru yang baik:
Guru kami tahu nama tiap anak.
Dia menjelaskan pelajaran di papan tulis. Jika seseorang tidak paham, dia akan mendudukan
anak itu disebelahnya dan menjelaskan lagi pelajaran itu.
Dia menghormati anak-anak, dia selalu memanggil mereka ‘aap’. (aap adalah bentuk sopan
‘kamu’ di Pakistan)
Guru kami selalu memperhatikan tiap anak ketika mengajar.
Paragraf terakhir pada tulisan tersebut agaknya mengena dan menggambarkan secara jelas
bagaimana seharusnya seorang guru ideal:
Guru yang baik pada dasarnya adalah manusia yang baik. Mereka memiliki kepribadian
penyayang, baik, hangat, sabar, tegas, luwes dalam perilaku, bekerja keras, serta berkomitmen
pada pekerjaan mereka. Pusat perhatian mereka bukanlah pada buku teks atau kurikulum, tetapi
pada anak! Mereka sangat menyadari beragamnya cara anak-anak belajar, perbedaan antar anakanak dan pentingnya metode beragam untuk mendorong siswa mampu belajar. Anak-anak yang
belajar dengan guru semacam itu tidak perlu lagi mengeluarkan uang tambahan untuk mengikuti
les sepulang sekolah.
Tidak mudah menjadi guru yang baik, menyenagkan, dikagumi dan dihormati oleh anak
didik, masyarakat sekitar dan rekan seprofesi.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat pengakuan
sebagai guru yang baik dan berhasil.
Pertama. Berusahalah tampil di muka kelas dengan prima. Kuasai betul materi pelajaran
yang akan diberikan kepada siswa. Jika perlu, ketika berbicara di muka kelasa tidak
membuka catatan atau buku pegangan sama sekali. Berbicaralah yang jelas dan lancar
sehingga terkesan di hati siswa bahwa kita benar-benar tahu segala permasalahan dari
materi yang disampaikan.
Kedua. Berlakulah bijaksana. Sadarilah bahwa siswa yang kita ajar, memiliki tingkat
kepandaian yang berbeda-beda.
Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang sangat lambat
bahkan ada yang sulit untuk bisa dimengerti. Jika kita memiliki kesadaran ini, maka
sudah bisa dipastikan kita akan memiliki kesabaran yang tinggi untuk menampung
pertanyaan-pertanyaan dari anak didik kita. Carilah cara sederhana untuk menjelaskan
pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah dengan contoh-contoh sederhana
yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari walaupun mungkin contoh-contoh itu
agak konyol.
Ketiga. Berusahalah selalu ceria di muka kelas. Jangan membawa persoalan-persoalan
yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke dalam kelas sewaktu kita
mulai dan sedang mengajar.
Keempat. Kendalikan emosi. Jangan mudah marah di kelas dan jangan mudah
tersinggung karena perilaku siswa. Ingat siswa yang kita ajar adalah remaja yang masih
sangat labil emasinya. Siswa yang kita ajar berasal dari daerah dan budaya yang mungkin
berbeda satu dengan yang lainnya dan berbeda dengan kebiasaan kita, apalagi mungkin
pendidikan di rumah dari orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan
kebiasaan kita. Marah di kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, siswa menjadi
tegang. Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima materi pelajaran
yang kita berikan.
Kelima. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa. Jangan memarahi
siswa yang yang terlalu sering bertanya. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan siswa dengan baik. Jika suatu saat ada pertanyaan dari siswa yang tidak siap
dijawab, berlakulah jujur. Berjanjilah untuk dapat menjawabnya dengan benar pada
kesempatan lain sementara kita berusaha mencari jawaban tersebut. Janganlah merasa
malu karena hal ini. Ingat sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan. Tapi usahakan
hal seperti ini jangan terlalu sering terjadi. Untuk menghindari kejadian seperti ini,
berusahalah untuk banyak membaca dan belajar lagi. Jangan bosan belajar. Janganlah
menutupi kelemahan kita dengan cara marah-marah bila ada anak yang bertanya
sehingga menjadikan anak tidak berani bertanya lagi. Jika siswa sudah tidak
beranibertanya, jangan harap pendidikan/pengajaran kita akan berhasil. Keenam.
Memiliki rasa malu dan rasa takut. Untuk menjadi guru yang baik, maka seorang guru
harus memiliki sifat ini. Dalam hal ini yang dimaksud rasa malu adalah malu untuk
melakukan perbuatan salah, sementara rasa takut adalah takut dari akibat perbuatan
salah yang kita lakukan. Dengan memiliki kedua sifat ini maka setiap perbuatan yang
akan kita lakukan akan lebih mudah kita kendalikan dan dipertimbangkan kembali
apakah akan terus dilakukan atau tidak.
Ketujuh. Harus dapat menerima hidup ini sebagai mana adanya. Di negeri ini banyak
semboyan-semboyan mengagungkan profesi guru tapi kenyataannya negeri ini belum
mampu/mau menyejahterakan kehidupan guru. Kita harus bisa menerima kenyataan ini,
jangan membandingkan penghasilan dari jerih payah kita dengan penghasilan orang
lain/pegawai dari instansi lain. Berusaha untuk hidup sederhana dan jika masih belum
mencukupi berusaha mencari sambilan lain yang halal, yang tidak merigikan orang lain
dan tidak merugikan diri sendiri. Jangan pusingkan gunjingan orang lain, ingatlah
pepatah “anjing menggonggong bajaj berlalu.”
Kedelapan. Tidak sombong.Tidak menyombongkan diri di hadapan murid/jangan
membanggakan diri sendiri, baik ketika sedang mengajar ataupun berada di lingkungan
lain. Jangan mencemoohkan siswa yang tidak pandai di kelas dan jangan mempermalukan
siswa (yang salah sekalipun) di muka orang banyak. Namun pangillah siswa yang bersalah
dan bicaralah dengan baik-baik, tidak berbicara dan berlaku kasar pada siswa.
Kesembilan. Berlakulah adil. Berusahalah berlaku adil dalam memberi penilaian kepada
siswa. Jangan membeda-bedakan siswa yang pandai/mampu dan siswa yang kurang
pandai/kurang mampu Serta tidak memuji secara berlebihan terhadap siswa yang pandai
di hadapan siswa yang kurang pandai.
Dalam pengalaman sebagai guru di beberapa sekolah, ternyata ada kesamaan profil menjadi
pemimpin yang baik dengan menjadi guru yang baik, di mana pemahamannya bukan hanya di
bidang yang dikuasainya, tetapi mampu memahami dunia konseling.
Fakta yang menarik adalah bahwa guru yang baik ternyata harus menjadi konselor yang baik
bagi murid-muridnya. Itu sebabnya seorang guru harus belajar mendalami konseling agar dia
sukses. Dalam tulisan “Good Teaching” oleh Theodore R. Sizer, mantan Pembantu Rektor
bidang Akademik di Harvard University College of Education mengatakan bahwa guru
hendaknya menjadi guru profesional yaitu mengetahui hal-hal sederhana soal konseling,
termasuk dalam hal-hal yang kecil sehingga murid bertumbuh. Ada beberapa poin yang dia
sampaikan:
1. Mengenal nama dari siswa dan panggil siswa dengan namanya.
1. Memberikan salam kepada siswa dan rekan kerja dengan hangat dan
ramah.
1. Pergi menghadiri acara-acara siswa di luar kelas, misalnya ibadah,
pertandingan, dan lain sebagainya.
1. Mengingat sesuatu yang pernah digumuli oleh siswa sebelumnya.
Contohnya: apakah mamamu sudah keluar rumah sakit?
1. Hindari bersifat sarkastik dalam memberikan komentar atas
kebodohan atau kenakalan yang dilakukan seorang siswa. Ini akan
melukai hati siswa.
1. Jangan pernah toleransi dengan masalah SARA, termasuk leluconlelucon masalah SARA.
1. Ingat pepatah yang diberikan orang tua kita: jika kita tidak bisa
menyampaikan atau melihat sesuatu yang baik tentang seseorang,
jangan katakan apapun.
1. Katakan suatu kebenaran atau teguran secara pribadi. Contohnya: Ayu,
saya sebenarnya curiga kamu menyontek…, Amir, kamu kurang belajar
dan malas sepertinya… Hasan, kamu kok bau ya, apakah kamu tidak
mandi pagi? Besok mandi ya… Mei, kamu suka mengganggu…)
1. Selalu mendorong bahwa kemampuan siswa lebih dari yang merasa
dimiliki siswa.
1. Jadilah guru yang positif, namun hati-hati bila selalu memuji pekerjaan
baiknya. Tidak ada seorang pun belajar lebih cepat ketika dia merasa
bahwa dia merasa berhasil.
1. Pertunjukkan persahabatan dan jadilah jujur dan obyektif dalam
penilaian terhadap murid-murid yang kita juluki “nakal” atau
mengganggu.
1. Menjadi teman siswa, namun jaga jarak juga.
1. Jangan pernah menyerah dengan siswa kita, dan jangan menjuluki
mereka secara permanen, misalnya: si bodoh, si cerewet, si pemalu,
dsb.
1. Setiap kali memberikan pedoman dan aturan, sampaikan alasannya
dan jangan tidak disampaikan apa yang dimaksud.
1. Tahu membedakan mana siswa yang hanya mendengar dan yang
memperhatikan sehingga bisa menyerap. Caranya adalah mendengarkan
mereka yaitu memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya.
Bila kita buat kesejajaran dengan kepemimpinan, maka kita tinggal mengganti guru dengan kata
pemimpin dan mengganti kata siswa dengan bawahan dan kata kerja yang disesuaikan dengan
bidang kepemimpinan (saya baru eksperimenkan):
1. Mengenal nama dari bawahan dan panggil bawahan dengan namanya.
1. Memberikan salam kepada bawahan dan rekan kerja dengan hangat
dan ramah.
1. Pergi menghadiri acara-acara bawahan di luar kelas, misalnya ibadah,
pertandingan, dan lain sebagainya.
1. Mengingat sesuatu yang pernah digumuli oleh bawahan sebelumnya.
Contohnya: apakah mamamu sudah keluar rumah sakit?
1. Hindari bersifat sarkastik dalam memberikan komentar atas kesalahan
atau kegagalan yang dilakukan seorang bawahan. Ini akan melukai
hatinya, kita hanya fokus kepada kesalahan pekerjaannya bukan
menyerang pribadinya.
1. Jangan pernah toleransi dengan masalah SARA dan seksualitas,
termasuk lelucon-lelucon masalah SARA dan menjurus kepada seks.
1. Ingat pepatah yang diberikan orang tua kita: jika kita tidak bisa
menyampaikan atau melihat sesuatu yang baik tentang seseorang,
jangan katakan apapun.
1. Katakan suatu kebenaran atau teguran secara pribadi. Contohnya: Ayu,
saya sebenarnya curiga kamu melakukan sesuatu yang salah…
1. Selalu mendorong bahwa kemampuan bawahan lebih dari yang
merasa dimiliki bawahan.
1. Jadilah pemimpin yang positif, namun hati-hati bila selalu memuji
pekerjaan baiknya. Tidak ada seorang pun belajar lebih cepat ketika
dia merasa bahwa dia merasa berhasil.
1. Pertunjukkan persahabatan dan jadilah jujur dan obyektif dalam
penilaian terhadap bawahan.
1. Menjadi teman bawahan, namun jaga jarak juga sehingga tidak terlalu
dekat.
1. Jangan pernah menyerah dengan bawahan kita, dan jangan menjuluki
mereka secara permanen, misalnya: si bodoh, si cerewet, si pemalu, si
terlambat dan yang lainnya.
1. Setiap kali memberikan pedoman dan aturan, sampaikan alasannya
dan jangan tidak disampaikan apa yang dimaksud.
1. Tahu membedakan mana bawahan yang hanya mendengar tetapi kemudian
mengabaikan perintah dengan yang memperhatikan sehingga bisa menyerap
semua perintah dan menjalankannya. Caranya adalah mendengarkan mereka
yaitu memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya atau
melakukan feedback.
Walk the talk
Ada hal-hal teknis sebagai seorang guru yang harus diperhatikan sehingga dia dapat disebut guru
yang berintegritas, yaitu seorang yang “walk the talk”:
1. Jangan lambat masuk kelas.
1. Kembalikan tugas-tugas murid tepat pada waktunya dengan komentar
yang menguatkan, mengembalikan makalah ke mahasiswa dalam dua
puluh empat jam.
1. Penting anak diingatkan untuk mengerjakan tugas dengan jujur. Ini
karena banyak orang tua campur tangan mengerjakan tugas-tugas
rumah.
1. Anak diajar untuk menghargai formalitas kelas, tanpa harus formal dan kaku
dalam mengembangkan pikiran-pikiran.
Maka bila disejajarkan dengan kepemimpinan, maka dapat dibuat sebagai berikut:
1. Jangan lambat masuk kantor. Datang lebih awal atau tidak datang sama sekali bila terlambat.
1. Kembalikan tugas-tugas bawahan tepat dalam bentuk komentar yang
menguatkan dan mengevaluasi kinerja bawahan dengan memberitahu
bagaimana meningkatkannya.
1. Penting bawahan diingatkan untuk mengerjakan tugas dengan jujur.
1. Bawahan diajarkan untuk menghargai formalitas organisasi, tanpa harus
formal dan kaku dalam mengembangkan pikiran-pikiran dari bawahan.
Ini eksperimen kepemimpinan yang disejajarkan dengan guru. Memang sejak dulu guru disebut
pemimpin dan berperan banyak dalam kepemimpinan di masyarakat. Tetapi peran tersebut sudah
mulai hilang. Maka tulisan ini mencoba membuat kesejajaran untuk menyatakan bahwa
pemimpin yang baik adalah (dan sepatutnya juga) guru yang baik.
Sebagai pengajar guru harus memahami hakikat dan arti mengajar dan mengetahui teori-teori
mengajar serta dapat melaksanakan. Dengan mengetahui dan mendalaminya ia akan lebih
berhati-hati dalam menjalankan tugasnya dan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang
telah dilakukannya.
Menurut Prof. Dr. S. Nasution, MA ada beberapa prinsip umum yang berlaku untuk semua guru
yang baik, yaitu :
1. Guru yang baik memahami dan menghormati siswa
2. Guru yang baik harus menghormati bahan pelajaran yang diberikan. Dengan pengertian ia
harus menguasai bahan itu sepenuhnya, jangan hanya mengenal ini buku pelajaran saja,
melainkan juga mengetahui pemakaian dan kegunaannya bagi kehidupan anak dan manusia
umumnya.
3. Guru yang baik mampu menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran.
4. Guru yang baik mampu menyesuikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu anak.
5. Guru yang baik harus mengaktifkan siswa dalam hal belajar.
6. Guru yang baik memberikan pengertian dan bukan hanya dengan kata-kata belaka. Dengan
pengertian lain guru tidak bersifat verbalistis yakni hanya mengenalkan anak terhadap kata-kata
saja tetapi tidak dapat menyelami arti dan maksudnya.
7. Guru menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa
8. Guru merumuskan tujuan yang akan dicapai pada setiap pelajaran yang diberikannya.
9. Guru jangan hanya terikat oleh satu teks book saja.
10. Guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada
siswa, melainkan senantiasa membentuk pribadi siswa.10
Tanpa menutup kemungkinan syarat-syarat lainnya, maka kesepuluh syarat atau ciri-ciri ini dapat
dijadikan pedoman bagi setiap guru yang akan menjalankan tugasnya baik sebagai pendidik
maupun sebagai pengajar.
Dengan demikian guru yang baik adalah guru yang selalu bersikap obyektif, terbuka untuk
menerima kritik terhadap kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, misalnya dalam hal
caranya mengajar. Hal ini diperlukan dalam upaya perbaikan mutu pendidikan demi kepentingan
anak didik sehingga benar-benar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Keberanian
melihat kesalahan sendiri dan mengakuinya tanpa mencari alasan untuk membenarkan atau
mempertahankan diri dengan sikap defensif adalah titik tolak kearah usaha perbaikan
sumber: http://fauzan.smkdarunnajah.sch.id/2011/02/kiat-sukses-menjadi-guru-yang.html