KARYA TULIS ILMIAH MATA KULIAH PENDIDIKA
KARYA TULIS ILMIAH
MATA KULIAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
TENTANG
PERBANDINGAN IMPLEMENTASI SANKSI PIDANA TERHADAP
PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI NEGARA
KOREA UTARA DAN INDONESIA
DI SUSUN OLEH :
AMELIA SOLIHAH
NPM.
Dosen Mata Kuliah :
Dr.dr.Hj.TRINI HANDAYANI, S.H., M.H
NIK. 303 300 009
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURYAKANCANA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
tugas karya tulis ilmiah ini. Karya tulis ini saya buat karena untuk memenuhi
tugas mata pelajaran yang di ajarkan oleh bapak/ibu guru yang bertemakan
pemberantasan korupsi. Karya Tulus ini ini berjudul tentang : “Perbandingan
Implementasi Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Di Negara Korea
Utara dan Indonesia”. Korupsi sebagai penyimpangan terhadap nilainilai
Pancasila, pemberantasan korupsi, serta pentingnya akan nilainilai yang
terkandung dalam Pancasila dengan demikian kita dapat merenungkan apa yang
seharusnya kita lakukan untuk mensejahterakan Negara Indonesia.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dr.dr.hj.Trini Handayani , SH, MH selaku Guru Mata Pelajaran Pendidikan Anti
Korupsi, beliau yang memberikan materi, mengajarkan tentang nilainilai
kehidupan, makna pancasila untuk kehidupan seharihari.
Akhir kata, saya menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari kata sempurna,
maka dari itu saya memohon kritik dan saran yang membangun agar dapat
menyempurnakan tugas berikutnya.
Cianjur, Maret 2018
PENULIS
AMELIA SOLIHAH
NPM.
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah 1
2. Rumusan Masalah 2
3. Tujuan 2
BAB I PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi 6
B. Gambaran Umum Korupsi di Indonesia 6
C. JenisJenis Korupsi 7
D. Dasar Hukum Tentang Korupsi 7
E. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi 8
F. Fenomena Korupsi di Indonesia 9
G. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi 9
H. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi 10
BAB III PENUTUP
I. Kesimpulan 13
J. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
1.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Korupsi dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi selalu
mengiringi perjalanan kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan “pintu
masuk” bagi tindak korupsi. Inilah hakikat dari pernyataan Lord Acton, guru besar
sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke19.
Dengan adagiumnya yang terkenal ia menyatakan: “Power tends to corrupt, and
absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan
kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut).1
Terkait penjelasan di atas,sudah terpapar dengan jelas bahwa korupsi
merupakan perilaku menyimpang. Tetapi mengapa masih ada saja yang
melanggarnya? Pelakunya bukan hanya satu atau dua orang saja, bahkan hampir
ratusan orang. Dari yang berstatus masyarakat biasa hingga pejabat instansi
negara.
Tindak perilaku korupsi akhirakhir ini makin marak dipublikasikan di
media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas
dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh
masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah
merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan
hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak
korupsi. Maka dari itu, di sini saya akan membahas tentang sanksi tindak pidana
korupsi di negara Korea Utara dan Indonesia serta upaya untuk memberantasnya.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah
badan independen dari 146 negara, tercatat bahwa Indonesia menduduki posisi
ke5 sebagai negara terkorup di dunia tahun 2013. Ini membuktikan bahwa
Indonesia telah mencetak sebuah prestasi yang luar biasa yang dapat memancing
respon negatif dari berbagai negara. Namun, nampaknya respon negatif tidak
datang dari luar saja,tetapi masyarakat dalam negeri juga akan melakukan hal
yang sama. Bagaimana tidak, pemimpin yang selama ini mereka beri kepercayaan
malah memanfaatkan kekuasaan demi meraih kekayaan.
Berbagai upaya yang selama ini di terapkan tidak mampu menanggulangi
tindakan korupsi. Apalagi yang terjadi akhirakhir ini, di salah satu lembaga
1 Miriam Budiarjo, DasarDasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1995).hlm. 20
peradilan Mahkamah Konstitusi. Dimana ketuanya sendiri terjerat kasus korupsi
dugaan suap.
2.
Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah diangkat adalah sebagai berikut :
a) Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
b) Bagaimana gambaran umum tentang korupsi di Indonesia ?
c) Apa sajakah JenisJenis Korupsi ?
d) Apakah Dasar Hukum Tentang Korupsi ?
e) Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
f) Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
g) Bagaimana peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi ?
h) Upaya apa yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi ?
3.
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a) Mengetahui pengertian dari korupsi.
b) Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia.
c)
Mengetahui jenisjenis korupsi
d)
Mengetahui dasar hukum korupsi
e) Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
f) Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
g) Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
h) Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari kata corruptus yang berarti perubahan tingkah
laku dari baik menjadi buruk (to change from good to bad in morals. manners.
or actions): rot. Spoil (rontok, rusak); dan lainlain. Secara hukum, korupsi
adalah "sebuah perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan
keuntungan yang tidak sesuai dengan tugas resmi dan hak orang lain" (an
act done with an intent to give some advantage inconsistent with official
duty and the right of others) 2
Kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya
untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung
unsur “penyelewengan”atau dishonest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang
Undang Nomor 28Tahun 1999 tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme disebutkan bahwa korupsi adalah
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang
undangan yang mengatur tentang pidana korupsi.
B. Gambaran Umum Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960an
bahkan sangat mungkin pada tahuntahun sebelumnya. Pemerintah melalui
UndangUndang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya
“Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa
Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Korupsi adalah soal hukum, melanggar hukum, dan fatsoen politik.
Emmanuel Subangun menyebutnya sebagai tahapan awal korupsi di Indonesia. 3
Pada era Orde Baru, muncul UndangUndang Nomor3 Tahun 1971 dengan
“Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi
semakin canggih dan rumit sehingga UndangUndang tersebut gagal
dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali UndangUndang Nomor 31 Tahun
1999.
Upayaupaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah
cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
2 Hendry Campbell Black. Black's Law Dictionary (St. Paul. Minn.: West Publishing
Co .. 11th reprint. 1997). hlm. 345.
3 Emmanuel Subangun, “Tiga Tahap Sejarah Korupsi di Indonesia”, dalam Kompas, 8 Juli 2002. hlm. 3
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara
lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi
& Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1999 & UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
C. JenisJenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi.
Namun secara ringkas tindakantindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suapmenyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
D. Dasar Hukum Tentang Korupsi di Indonesia
Dasar hukum pemberantasan tidak pidana korupsi adalah sebagai berikut
UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas
KKN.
UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN.
UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(KPK).
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi.
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen
Sumber Daya Manusia KPK.
Sejumlah peraturan perundangundangan yang terkait dengan KPK antara lain :
a. UndangUndang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana
b. UndangUndang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
c. UndangUndang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
d. Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
e. UndangUndang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
f. UndangUndang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
g. UndangUndang No. 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang
h. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber
Daya Manusia KPK UndangUndang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi
i. Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 63 Tahun 2005 Tentang Sistem Manajemen Sumber Daya
Manusia KPK
j. UndangUndang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
E. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Pasal 5 UU No 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) setiap orang yang :
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya atau ;
b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena
atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Pasal 6 UU No 20 Tahun 2001 : (1) Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang
yang:
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau:
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan
peraturan perundangundangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri
sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat
yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.
Pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 :
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatan nya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima
gratifikasi;
b. Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyeleng gara negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun,
dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Lembaga yang bergerak dalam bidang pencegahan dan pemberantasan korupsi :
a. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan lahirnya UU No. 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi maka Kepolisian dan Kejaksaan
mempunyai partner baru dalam memberantas tindak pidana korupsi, dan
seiring berjalannya waktu KPK m e n j a d i lembaga yang dipercaya
masyarakat dalam memberantas korupsi.
b. Indonesia Corruption Watch (ICW) salah satu NGO atau Organisasi Non
Pemerintah yang aktif melakukan studi terhadap tindak pidana korupsi dan
namanya sudah dikenal secara nasional sebagai indikator semaikin
tanggapnya masyarakat terhadap isu korupsi
c. Transparency International Indonesia (TII) merupakan salah satu chapter
Transparency International, sebuah jaringan global NGO antikorupsi yang
mempromosikan transparansi dan akuntabilitas kepada lembagalembaga
negara, partai politik, bisnis, dan masyarakat sipil. Bersama lebih dari 90
chapter lainnya, TII berjuang membangun dunia yang bersih dari praktik dan
dampak korupsi di seluruh dunia.
E. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling
menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya
praktikpraktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan
emosi dan demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup”
dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk
bertindak tegas kepada para koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat
gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif
dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam
usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerintahan secara
menyeluruh, mencitacitakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang
merata.
F. Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya
Indonesia ialah:
1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia
pada lembagalembaga politik yang ada.
2. Institusiinstitusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya
“oknum” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi,
sosial, keagamaan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing
lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun
sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan
dalih “kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
a) Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering
berubahubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
b) Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada
kepentingan umum.
c) Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba
lomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
d) Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta
dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
e) Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa
kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada
pada kelompok masyarakat besar (rakyat).
f) Lembagalembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor
di bidang politik dan ekonomibisnis.
g) Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya
jabatan dan hirarki politik kekuasaan.
G. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengawali upayaupaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi,
dan memberantas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan
mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan
mewujudkan good governance.
3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
H. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan (preventif).
b. Upaya penindakan (kuratif).
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
a.
Upaya Pencegahan (Preventif)
a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan
agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki
tanggung jawab yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan
masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis
tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan
melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
b.
Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar
dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum
pidana.
Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI2 Merk Ple Rostov Rusia
milik Pemda NAD (2004).
b. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga
melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI
Jakarta (2004).
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan
keuangan negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e. Dugaan
korupsi
pada
penyalahgunaan
fasilitas preshipment dan placementdeposito dari BI kepada PT Texmaco Group
melalui BNI (2004).
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam
kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar
Rp 15,9 miliar (2004).
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
c.
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial
terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluasluasnya pemahaman tentang penyelenggaraan
pemerintahan negara dan aspekaspek hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif
dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
Pengawasan Masyarakat juga penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara kita. akhirakhir ini banyak pihak yang merasakan lemahnya segi
pengawasan terhadap lembagalembaga publik. Banyak aset negara dan
sumber daya alami dan manusiawi yang siasia karena lemahnya fungsi
pengawasan. Sebagian masyarakat bahkan sering mengeluhkan bahwa
lembaga seperti kepolisian dan sekolah yang seharusnya menjadi pengawas
keamanan masyarakat dan anak didik, malah masih perlu diawasi.
Dalam sebuah negara, kita mengenal tiga lembaga legislatif. eksekutif
dan Yudikatif yang terkenal dengan nama Trias Politika. Secara teoritis ,
ketiga lembaga tersebut diawasi oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi dalam negara, tetapi dalam prakteknya, mekanisme pengawasan
oleh rakyat tersebut sering tidak berjalan dcngan baik. Penyebabnya
antara lain karena kurangnya kesadaran masyarakat secara umum tentang
peran mereka sebagai pengawas aparat negara dan kecenderungan
sebagian orang yang hanya mementingkan keselamatan diri sendiri. 4
d.
Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
a.
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi nonpemerintah yang
mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia
dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk
memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat
melawan praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di
tengahtengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca
Soeharto yg bebas korupsi.
b.
Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang
bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai
organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi nonpemerintah yang
bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang
terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang
membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan
bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disusul Surabaya,
Medan, Semarang dan Batam.
4 Rifyal Ka’bah. "Pengawasan Masyarakat". Buletin Dakwah, Jakarta, 25 Februari 2005. hlm. 18.
Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara
terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan,
Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari
Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta
selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest(ketidakjujuran).
b. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960an bahkan
sangat mungkin pada tahuntahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin
banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemim
pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
c. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok
mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan
demonstrasi.
d. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelom
pok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara
mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan
kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
e. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang
ditetapkan melalui UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan
memberantas korupsi.
f. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi
di Indonesia, antara lain :upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan
(kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat).
J. Saran
a. Perlu peningkatan peran keluarga dalam menerapkan pendidikan anti korupsi
sebagai aspek penting dalam membangun mental generasi muda untuk
menciptakan Indonesia menjadi lebih baik.
b. Perlu peningkatan peran tenaga kependidikan dalam membimbing peserta didik
untuk mengimplementasikan sikap anti korupsi ke dalam kehidupan sehari
hari.
c. Perlu pengembangan lebih lanjut mengenai Pendidikan Anti korupsi tidak hanya
di terapkan ke perguruan tinggi saja, tetapi juga ke seluruh jenjang pendidikan.
d. Perlu dukungan dari masyarakat dan berbagai pihak yang bersifat membangun
demi terwujudnya pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi (good
government)
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Atmasasmita, Romli, Prof., DR., S.H., LL.M. 2001. Reformasi Hukum, Hak
Asasi Manusia & Penegakan Hukum. Bandung : CV. Mandar Maju.
Dwiyono, Agus, dkk. 2004. Kewarganegaraan. Jakarta : Yudhistira.
Koran Tempo. 6 Januari 2006. Bekas Kepala Dinas Pendapatan Tersangka
Korupsi. Hlm A8.
Kristiadi, J., Dr. 2005. Meletakkan Demokrasi. Semarang : Yayasan
Karyawan Suara Merdeka.
RM, Suharto, S.H. 2002. Hukum Pidana Materiil. Jakarta : Sinar Grafika.
Soeroso, R., S.H. 2002. Penghantar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.
Wijaya. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan VII A. Solo : CV. Johan Setiawan.
Miriam Budiarjo, DasarDasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1995).hlm.
20
Hendry Campbell Black. Black's Law Dictionary (St. Paul. Minn.: West
Publishing Co .. 11th reprint. 1997). hlm. 345.
Emmanuel Subangun, “Tiga Tahap Sejarah Korupsi di Indonesia”, dalam
Kompas, 8 Juli 2002. hlm. 3
Rifyal Ka’bah. "Pengawasan Masyarakat". Buletin Dakwah, Jakarta, 25
Februari 2005. hlm. 18.
MATA KULIAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
TENTANG
PERBANDINGAN IMPLEMENTASI SANKSI PIDANA TERHADAP
PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI NEGARA
KOREA UTARA DAN INDONESIA
DI SUSUN OLEH :
AMELIA SOLIHAH
NPM.
Dosen Mata Kuliah :
Dr.dr.Hj.TRINI HANDAYANI, S.H., M.H
NIK. 303 300 009
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURYAKANCANA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
tugas karya tulis ilmiah ini. Karya tulis ini saya buat karena untuk memenuhi
tugas mata pelajaran yang di ajarkan oleh bapak/ibu guru yang bertemakan
pemberantasan korupsi. Karya Tulus ini ini berjudul tentang : “Perbandingan
Implementasi Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Di Negara Korea
Utara dan Indonesia”. Korupsi sebagai penyimpangan terhadap nilainilai
Pancasila, pemberantasan korupsi, serta pentingnya akan nilainilai yang
terkandung dalam Pancasila dengan demikian kita dapat merenungkan apa yang
seharusnya kita lakukan untuk mensejahterakan Negara Indonesia.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dr.dr.hj.Trini Handayani , SH, MH selaku Guru Mata Pelajaran Pendidikan Anti
Korupsi, beliau yang memberikan materi, mengajarkan tentang nilainilai
kehidupan, makna pancasila untuk kehidupan seharihari.
Akhir kata, saya menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari kata sempurna,
maka dari itu saya memohon kritik dan saran yang membangun agar dapat
menyempurnakan tugas berikutnya.
Cianjur, Maret 2018
PENULIS
AMELIA SOLIHAH
NPM.
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah 1
2. Rumusan Masalah 2
3. Tujuan 2
BAB I PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi 6
B. Gambaran Umum Korupsi di Indonesia 6
C. JenisJenis Korupsi 7
D. Dasar Hukum Tentang Korupsi 7
E. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi 8
F. Fenomena Korupsi di Indonesia 9
G. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi 9
H. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi 10
BAB III PENUTUP
I. Kesimpulan 13
J. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
1.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Korupsi dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi selalu
mengiringi perjalanan kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan “pintu
masuk” bagi tindak korupsi. Inilah hakikat dari pernyataan Lord Acton, guru besar
sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke19.
Dengan adagiumnya yang terkenal ia menyatakan: “Power tends to corrupt, and
absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan
kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut).1
Terkait penjelasan di atas,sudah terpapar dengan jelas bahwa korupsi
merupakan perilaku menyimpang. Tetapi mengapa masih ada saja yang
melanggarnya? Pelakunya bukan hanya satu atau dua orang saja, bahkan hampir
ratusan orang. Dari yang berstatus masyarakat biasa hingga pejabat instansi
negara.
Tindak perilaku korupsi akhirakhir ini makin marak dipublikasikan di
media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas
dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh
masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah
merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan
hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak
korupsi. Maka dari itu, di sini saya akan membahas tentang sanksi tindak pidana
korupsi di negara Korea Utara dan Indonesia serta upaya untuk memberantasnya.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah
badan independen dari 146 negara, tercatat bahwa Indonesia menduduki posisi
ke5 sebagai negara terkorup di dunia tahun 2013. Ini membuktikan bahwa
Indonesia telah mencetak sebuah prestasi yang luar biasa yang dapat memancing
respon negatif dari berbagai negara. Namun, nampaknya respon negatif tidak
datang dari luar saja,tetapi masyarakat dalam negeri juga akan melakukan hal
yang sama. Bagaimana tidak, pemimpin yang selama ini mereka beri kepercayaan
malah memanfaatkan kekuasaan demi meraih kekayaan.
Berbagai upaya yang selama ini di terapkan tidak mampu menanggulangi
tindakan korupsi. Apalagi yang terjadi akhirakhir ini, di salah satu lembaga
1 Miriam Budiarjo, DasarDasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1995).hlm. 20
peradilan Mahkamah Konstitusi. Dimana ketuanya sendiri terjerat kasus korupsi
dugaan suap.
2.
Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah diangkat adalah sebagai berikut :
a) Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
b) Bagaimana gambaran umum tentang korupsi di Indonesia ?
c) Apa sajakah JenisJenis Korupsi ?
d) Apakah Dasar Hukum Tentang Korupsi ?
e) Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
f) Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
g) Bagaimana peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi ?
h) Upaya apa yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi ?
3.
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a) Mengetahui pengertian dari korupsi.
b) Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia.
c)
Mengetahui jenisjenis korupsi
d)
Mengetahui dasar hukum korupsi
e) Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
f) Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
g) Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
h) Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari kata corruptus yang berarti perubahan tingkah
laku dari baik menjadi buruk (to change from good to bad in morals. manners.
or actions): rot. Spoil (rontok, rusak); dan lainlain. Secara hukum, korupsi
adalah "sebuah perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan
keuntungan yang tidak sesuai dengan tugas resmi dan hak orang lain" (an
act done with an intent to give some advantage inconsistent with official
duty and the right of others) 2
Kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya
untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung
unsur “penyelewengan”atau dishonest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang
Undang Nomor 28Tahun 1999 tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme disebutkan bahwa korupsi adalah
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang
undangan yang mengatur tentang pidana korupsi.
B. Gambaran Umum Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960an
bahkan sangat mungkin pada tahuntahun sebelumnya. Pemerintah melalui
UndangUndang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya
“Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa
Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Korupsi adalah soal hukum, melanggar hukum, dan fatsoen politik.
Emmanuel Subangun menyebutnya sebagai tahapan awal korupsi di Indonesia. 3
Pada era Orde Baru, muncul UndangUndang Nomor3 Tahun 1971 dengan
“Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi
semakin canggih dan rumit sehingga UndangUndang tersebut gagal
dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali UndangUndang Nomor 31 Tahun
1999.
Upayaupaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah
cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
2 Hendry Campbell Black. Black's Law Dictionary (St. Paul. Minn.: West Publishing
Co .. 11th reprint. 1997). hlm. 345.
3 Emmanuel Subangun, “Tiga Tahap Sejarah Korupsi di Indonesia”, dalam Kompas, 8 Juli 2002. hlm. 3
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara
lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi
& Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1999 & UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
C. JenisJenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi.
Namun secara ringkas tindakantindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suapmenyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
D. Dasar Hukum Tentang Korupsi di Indonesia
Dasar hukum pemberantasan tidak pidana korupsi adalah sebagai berikut
UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas
KKN.
UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN.
UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(KPK).
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi.
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen
Sumber Daya Manusia KPK.
Sejumlah peraturan perundangundangan yang terkait dengan KPK antara lain :
a. UndangUndang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana
b. UndangUndang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
c. UndangUndang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
d. Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
e. UndangUndang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
f. UndangUndang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
g. UndangUndang No. 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang
h. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber
Daya Manusia KPK UndangUndang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi
i. Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 63 Tahun 2005 Tentang Sistem Manajemen Sumber Daya
Manusia KPK
j. UndangUndang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
E. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Pasal 5 UU No 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) setiap orang yang :
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya atau ;
b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena
atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Pasal 6 UU No 20 Tahun 2001 : (1) Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang
yang:
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau:
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan
peraturan perundangundangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri
sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat
yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.
Pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 :
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatan nya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima
gratifikasi;
b. Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyeleng gara negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun,
dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Lembaga yang bergerak dalam bidang pencegahan dan pemberantasan korupsi :
a. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan lahirnya UU No. 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi maka Kepolisian dan Kejaksaan
mempunyai partner baru dalam memberantas tindak pidana korupsi, dan
seiring berjalannya waktu KPK m e n j a d i lembaga yang dipercaya
masyarakat dalam memberantas korupsi.
b. Indonesia Corruption Watch (ICW) salah satu NGO atau Organisasi Non
Pemerintah yang aktif melakukan studi terhadap tindak pidana korupsi dan
namanya sudah dikenal secara nasional sebagai indikator semaikin
tanggapnya masyarakat terhadap isu korupsi
c. Transparency International Indonesia (TII) merupakan salah satu chapter
Transparency International, sebuah jaringan global NGO antikorupsi yang
mempromosikan transparansi dan akuntabilitas kepada lembagalembaga
negara, partai politik, bisnis, dan masyarakat sipil. Bersama lebih dari 90
chapter lainnya, TII berjuang membangun dunia yang bersih dari praktik dan
dampak korupsi di seluruh dunia.
E. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling
menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya
praktikpraktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan
emosi dan demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup”
dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk
bertindak tegas kepada para koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat
gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif
dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam
usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerintahan secara
menyeluruh, mencitacitakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang
merata.
F. Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya
Indonesia ialah:
1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia
pada lembagalembaga politik yang ada.
2. Institusiinstitusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya
“oknum” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi,
sosial, keagamaan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing
lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun
sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan
dalih “kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
a) Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering
berubahubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
b) Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada
kepentingan umum.
c) Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba
lomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
d) Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta
dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
e) Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa
kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada
pada kelompok masyarakat besar (rakyat).
f) Lembagalembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor
di bidang politik dan ekonomibisnis.
g) Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya
jabatan dan hirarki politik kekuasaan.
G. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengawali upayaupaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi,
dan memberantas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan
mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan
mewujudkan good governance.
3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
H. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan (preventif).
b. Upaya penindakan (kuratif).
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
a.
Upaya Pencegahan (Preventif)
a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan
agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki
tanggung jawab yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan
masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis
tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan
melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
b.
Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar
dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum
pidana.
Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI2 Merk Ple Rostov Rusia
milik Pemda NAD (2004).
b. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga
melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI
Jakarta (2004).
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan
keuangan negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e. Dugaan
korupsi
pada
penyalahgunaan
fasilitas preshipment dan placementdeposito dari BI kepada PT Texmaco Group
melalui BNI (2004).
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam
kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar
Rp 15,9 miliar (2004).
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
c.
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial
terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluasluasnya pemahaman tentang penyelenggaraan
pemerintahan negara dan aspekaspek hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif
dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
Pengawasan Masyarakat juga penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara kita. akhirakhir ini banyak pihak yang merasakan lemahnya segi
pengawasan terhadap lembagalembaga publik. Banyak aset negara dan
sumber daya alami dan manusiawi yang siasia karena lemahnya fungsi
pengawasan. Sebagian masyarakat bahkan sering mengeluhkan bahwa
lembaga seperti kepolisian dan sekolah yang seharusnya menjadi pengawas
keamanan masyarakat dan anak didik, malah masih perlu diawasi.
Dalam sebuah negara, kita mengenal tiga lembaga legislatif. eksekutif
dan Yudikatif yang terkenal dengan nama Trias Politika. Secara teoritis ,
ketiga lembaga tersebut diawasi oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi dalam negara, tetapi dalam prakteknya, mekanisme pengawasan
oleh rakyat tersebut sering tidak berjalan dcngan baik. Penyebabnya
antara lain karena kurangnya kesadaran masyarakat secara umum tentang
peran mereka sebagai pengawas aparat negara dan kecenderungan
sebagian orang yang hanya mementingkan keselamatan diri sendiri. 4
d.
Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
a.
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi nonpemerintah yang
mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia
dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk
memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat
melawan praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di
tengahtengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca
Soeharto yg bebas korupsi.
b.
Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang
bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai
organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi nonpemerintah yang
bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang
terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang
membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan
bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disusul Surabaya,
Medan, Semarang dan Batam.
4 Rifyal Ka’bah. "Pengawasan Masyarakat". Buletin Dakwah, Jakarta, 25 Februari 2005. hlm. 18.
Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara
terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan,
Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari
Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta
selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest(ketidakjujuran).
b. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960an bahkan
sangat mungkin pada tahuntahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin
banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemim
pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
c. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok
mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan
demonstrasi.
d. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelom
pok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara
mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan
kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
e. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang
ditetapkan melalui UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan
memberantas korupsi.
f. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi
di Indonesia, antara lain :upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan
(kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat).
J. Saran
a. Perlu peningkatan peran keluarga dalam menerapkan pendidikan anti korupsi
sebagai aspek penting dalam membangun mental generasi muda untuk
menciptakan Indonesia menjadi lebih baik.
b. Perlu peningkatan peran tenaga kependidikan dalam membimbing peserta didik
untuk mengimplementasikan sikap anti korupsi ke dalam kehidupan sehari
hari.
c. Perlu pengembangan lebih lanjut mengenai Pendidikan Anti korupsi tidak hanya
di terapkan ke perguruan tinggi saja, tetapi juga ke seluruh jenjang pendidikan.
d. Perlu dukungan dari masyarakat dan berbagai pihak yang bersifat membangun
demi terwujudnya pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi (good
government)
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Atmasasmita, Romli, Prof., DR., S.H., LL.M. 2001. Reformasi Hukum, Hak
Asasi Manusia & Penegakan Hukum. Bandung : CV. Mandar Maju.
Dwiyono, Agus, dkk. 2004. Kewarganegaraan. Jakarta : Yudhistira.
Koran Tempo. 6 Januari 2006. Bekas Kepala Dinas Pendapatan Tersangka
Korupsi. Hlm A8.
Kristiadi, J., Dr. 2005. Meletakkan Demokrasi. Semarang : Yayasan
Karyawan Suara Merdeka.
RM, Suharto, S.H. 2002. Hukum Pidana Materiil. Jakarta : Sinar Grafika.
Soeroso, R., S.H. 2002. Penghantar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.
Wijaya. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan VII A. Solo : CV. Johan Setiawan.
Miriam Budiarjo, DasarDasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1995).hlm.
20
Hendry Campbell Black. Black's Law Dictionary (St. Paul. Minn.: West
Publishing Co .. 11th reprint. 1997). hlm. 345.
Emmanuel Subangun, “Tiga Tahap Sejarah Korupsi di Indonesia”, dalam
Kompas, 8 Juli 2002. hlm. 3
Rifyal Ka’bah. "Pengawasan Masyarakat". Buletin Dakwah, Jakarta, 25
Februari 2005. hlm. 18.