Fungsi media massa di radio

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Media Massa dan Sumber Pembelajaran
1. Pengertian Media Massa
Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditunjukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak
atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara
serentak dan sesaat (Susanto, 1980:2). Pengertian “dapat” di sini menekankan
pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui
media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Kata media berasal dari abahsa
latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’.
(Arsyad, 2004:3). Secara lebih khusus pengertian media dalam proses belajar
mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis
untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual verbal.
Pengertian lain tentang media dikemukakan oleh Association for
Educational Communications and Technology (AECT, 1977) yang dikutip oleh
Sadiman (2005:6) dimana media sebagai segala bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Disamping sebagai sistem
penyampian atau pengantar, media sering disebut dengan kata mediator, dengan
istilah mediator media menunjukan fungsi atau peranannya yaitu mengatur

hubungan yang efektif antara dua belah pihak utama dalam proses belajar-siswa
dan pelajaran.

15

16

Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu:
media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik
(televisi, radio, dan termasuk internet).
Keberadaan madia massa dalam kehidupan masyarakat tidak dapat
dianggap remeh, karena media massa merupakan satu komponen yang ada di
dalam masyarakat. Apabila media massa mengambil tempat didalam masyarakat
dan menjadi bagian dari suatu sistem masyarakat seluruhnya. Oetama (1989:92)
mengemukakan bahwa “media massa dalam suatu negara, tidak berada di luar
masyarakat itu, melainkan dalam masyarakat. Media massa menjadi bagian dari
masyarakat, dan karena itu juga menjadi bagian dari suatu sistem masyarakat
secara keseluruhan”.
Dari pendapat di atas jelas bahwa media massa bergantung dan
mempengaruhi sepenuhnya kepada tingkat pendidikan dan pengetahuan

seseorang. Menurut Sumadira (2005:32) fungsi utama dari media massa ialah
menyampaikan informasi kepada masyarakat dan setiap informasi yang
disampaikan harus bersifat akurat, faktual, menarik, benar, lengkap-utuh,
berimbang, relevan, dan bermanfaat. Sehingga apapun informasi yang
disebarluaskan media massa hendaknya dalam kerangka mendidik.

2. Karakteristik Media Massa
Karakteristik atau ciri khas pada media massa pada intinya yaitu media
yang ditujukan kepada khalayak umum sebagai sasarannya, hubungan antara
komunikator dan konikan hanya bersifat interpersonal tidak terdapat hubungan

17

yang timbal balik, terjadi kontak yang keserempakan dengan banyak orang yang
terpisah satu sama lain, memiliki struktur organisasi yang melembaga secara jelas
dan isi yang disampaikan mengenai kepentingan umum.
Namun dari kedua jenis media massa baik cetak maupun elektronik
memiliki perbedaan dari sifat maupun bentuknya. Menurut Effendi (2005:145)
kedua jenis media massa tersebut mempunyai perbedaan yang khas yaitu sebagai
berikut:

Pesan-pesan yang disiarkan media massa elektronik hanya sekilas
sehingga khalayak harus selalu berada di depan pesawat, sedangkan pesanpesan yang disiarkan melalui media cetak dapat diulang untuk dipelajari
serta disimpan untuk dibaca pada setiap kesempatan.

Kedua jenis media massa tersebut baik cetak maupun elektronik memiliki
karakteristik masing-masing. Media cetak/surat kabar memiliki karakteristik yang
berbeda dengan televisi maupun media lainnya. Karakteristik media surat kabar
menurut Suwardi (1993:223):
Bahwa media massa pada umumnya berfungsi sebagai wadah informasi
yang disampaikan dari satu sumber kesejumlah sasaran. Surat kabar
mempunyai karakter tersendiri sesuai dengan surat kabar itu sendiri. Oleh
Karena itu dengan surat kabar sudah jelas bahwa khalayak adalah mereka
yang bias membaca. Liputannya tergantung bagaimana dan siapa
pembacanya, jadi bisa sangat heterogen bisa juga homogen. Namun paling
penting ialah bahwa dampaknya tidak seketika. Ia membutuhkan waktu

18

yang cukup lama, sementara pengulangan suatu informasi actual akan
selalu mempercepat dampak yang dirasakan.


Kesimpulan dari pendapat di atas bahwa:
Media cetak karakteristiknya:
a. Membaca merangsang orang untuk berinteraksi dengan aktif
berpikir dan mencerna secara reflektif dan kreatif, sehingga lebih
berpeluang membuka dialog dengan pembaca/ masyarakat.
b. Media cetak, baik koran atau majalah relatif lebih jelas siapa
masyarakat konsumennya. Sementara media elektronik seringkali
sulit mengukur dan mengetahui siapa konsumen mereka. Dengan
demikian koran atau majalah lebih mewakili opini kelompok
masyarakat.
c. Kritik sosial yang disampaikan melalui media cetak akan lebih
berbobot atau lebih efektif karena diulas secara lebih mendalam
dan
bisa menampung sebanyak mungkin opini pengamat serta aspirasi
masyarakat.

19

d. Media cetak lebih bersifat fleksibel, mudah dibawa ke manamana, bisa disimpan (dikliping), bisa dibaca kapan saja, tidak

terikat waktu.
e. Dalam hal penyajian iklan, walaupun media cetak dalam banyak
hal kalah menarik dan atraktif dibanding media elektronik namun
disegi lain bisa disampaikan secara lebih informatif, lengkap dan
spesifik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sedangkan karakteristik media elektronik adalah:
a. Media elektronik ditujukan untuk semua khalayak, baik yang bias
membaca maupun yang tidak bias membaca. Sehingga pesan yang
diterima dari media elektronik lebih kuat pengaruhnya terhadap
sikap, perilaku dan tanggapan masyarakat.
b. Pesan dari media elektronik hanya sekilas, sehingga khalayak
harus selalu berada di depan pesawat , sedangkan pesan yang
disampaikan melalui media cetak dapat diulang untuk dipelajari
serta disimpan untuk dibaca pada setiap kesempatan.

3. Media Pembelajaran dan Sumber Pembelajaran PKn
Sumber pembelajaran merupakan sumber dari mana bahan pelajaran dan
media pembelaran diambil, diperoleh atau


dicari. Djahiri

(1992:17)

mengemukakan bahwa sumber pembelajaran yang layak dan benar untuk PKn
adalah:

20

a. Sumber Formal:
1). Pancasila, UUD 1945 dan seluruh perangkat hokum yang berlaku baik
dokumenter maupun dari sumber publikasi lembaga yang berwenang
(Departemen-departemen, BP – 7 pusat dan daerah, dan lain lain).
2). Agama yang diakui oleh Republik Indonesia dan nilai-nilai luhur
budaya bangsa (lokal dan nasiononal).
b. Sumber literatur keilmuan yang tidak dilarang
c. Media massa baik cetak maupun elektronik
d. Narasumber yang layak, baik secara keilmuan, sosial, politik, budaya
maupun


keagamaan.

Sedangkan menurut Association for Educational Communications and
Technology ( AECT, 1977), sumber pembelajaran adalah segala sesuatu daya
yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk
gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Menurut para ahli sumber
pembelajaran dapat dikelompokan, menjadi dua bagian, yaitu:
1. Sumber pembelajaran yang disengaja direncanakan (learing resources
by design), yakni semua sumber yang secara khusus telah
dikembangkan

sebagai

komponen

system

instruksional


untuk

memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal; dan

21

2. Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by
utilization), yakni sumber belajar yang tidak secara khusus didisain
untuk keperluan belajar salah satunya adalah media massa.
Sudjana dan Rivai (1992:2) mengemukakan manfaat media pembelajaran
dalam proses belajar siswa, yaitu:
1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi siswa.
2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai
tujuan pengajaran.
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melaui peraturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan
dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada
setiap jam pelajaran.

4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan lain-lain.

Dari uraian dan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan beberapa
manfaat praktis dari penggunan media pembelajaran di dalam PBM sebagai
berikut:

22

1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi
sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil
belajar.
2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian
anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interkasi yang
lebih

langsung antara siswa dan lingkungannya dan kemungkinan

siswa untuk belajar mandiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

3. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan
waktu.
4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada
siswa

tentang

peristiwa-peristiwa

dilingkungan

mereka,

serta

memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat
dan lingkungan.
Adapun jenis dan bentuk media menurut Djahiri (1995:31) dikategorikan
dalam:
a) Yang bersiafat material (kebendaan) berupa alat peraga, benda

cetak (buku, Koran dan lain-lain).
b) Immaterial (tidak berwujud) seperti iklim, keadaan kehidupan
(kaya, miskin dan lain-lain).
c) Bersifat personal (manusia), tokoh, narasumber dan lain-lain.
d) Audio Visual aids (AVA).
e) Gerak atau penampilan seperti simulasi, permainan dan lainlain.

23

Sehingga dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya pendidikan pada
umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya. (Arsyad, 2004:3).
Selain itu berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa terdapat berbagai bentuk dari
media, sehingga dalam memilih dan menggunakan media, guru harus
menyesuaikan dengan materi yang akan disampaikan pada siswa, agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.

4. Pengertian pembelajaran
Dimyati dan Mudjiono, (1999) mengartikan pembelajaran sebagai
kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. dalam pengertian lain,
pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumbersumber belajar dalam diri siswa (Arief. S. Sadiman, et al., 1990). Iskandar, et al.,
(1995) mengartikan pembelajaran sebagai upaya untuk membelajarkan siswa.
pembelajaran menurut Degeng (1993) adalah upaya untuk membelajarkan
pembelajar.
Dari beberapa pengertian pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa
inti dari pembelajaran itu adalah segala upaya yang dilakukan oleh guru
(pendidik) agar terjadi proses belajar pada diri siswa. secara implisit, di dalam
pembelajaran, ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode
untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran lebih
menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan

24

bagaimana cara mengorganisasikan materi pelajaran, menyampaiakan materi
pelajaran, dan mengelola pembelajaran.

5. Ciri-ciri pembelajaran
Oemar Hamalik (1999) memaparkan tiga ciri khas yang terkandung dalam
sistem pembelajaran, yaitu:
1. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang
merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus.
2. Kesalingtergantungan, antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi
dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing
memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak
dicapai.
Selanjutnya ciri-ciri pembelajaran, lebih detail sebagai berikut:
1.

Memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk siswa dalam suatu
perkembangan teretentu.

2.

Terdapat mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode dan teknik
yang direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

3.

Fokus materi jelas, terarah dan terencana dengan baik.

4.

Adanya aktifitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar.

5.

Aktor guru yang cermat dan tepat.

25

6.

Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan siswa dalam proporsi
masing-masing.

7.

Limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

8.

Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.

6. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada dasarnya adalah kemampuan-kemampuan yang
diharapakan dimiliki siswa setelah memperoleh pengalaman belajar. Menurt Nana
Sudjana dan Wari Suwaria (1991), kemampuan-kemampuan tersebut mencangkup
aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor).
Penguasaan kemampuan tersebut tidak lain adalah hasil belajar yang diinginkan.
Dengan demikian, tujuan merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai dari
pelaksanaan pembelajaran. Tidak ada suatu pembelajaran yang diprogramkan
tanpa tujuan, Karena hal itu merupakan suatu hal yang tidak memilih kepastian
dalam menentukan arah, target akhir dan prosedur yang dilakukan.
Tujuan dari pembelajaran merupakan suatu cita-cita yang bernilai
normatif. Sebab dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamakn
kepada siswa. nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara siswa bersikap dan
berbuat dalam lingkungan sosial, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

7. Beberapa ciri-ciri belajar
Beberapa ciri yang membedakan belajar dan kematangan, pertumbuhan
atau insting. Menurut Natawidjaja & Moesa (1992:75) ciri-ciri tersebut adalah:

26

1. Belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang
berfungsi terus menerus. Contohnya dengan belajar anak dapat
membaca

sehingga

pengetahuan

bertambah,

karena

banyak

mengetahui sesuatu anak menjadi percaya diri secara pribadi.
2.

Belajar adalah perbuatan sadar, karena itu peristiwa belajar selalu
mempunyai tujuan. Proses belajar di sekolah selalu mempunyai arah
dan mempunyai tujuan. Proses belajar di sekolah selalu mempunyai
arah secara sadar, umpanya guru membawa anak-anak belajar dengan
tujuan tertentu.

3. Belajar hanya terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual.
Belajar hanya terjadi apabila dialami sendiri oleh yang bersangkutan,
yang tidak digantikan oleh orang lain.
4. Belajar menghasilkan perubahan secara menyeluruh dan melibatkan
keseluruhan tingkah laku serta dapat mengintegrasikan semua aspekaspek yang terlibat didalamnya, baik norma, fakta, sikap, pengertian,
kecakapan maupun keterampilan.
5. Belajar adalah proses interaksi, bukan sekedar proses penyerapan yang
berlangsung tanpa usaha aktif dari individu yang belajar. Apa yang
diajarkan guru belum tentu menyebabkan perubahan, apabila yang
belajar tidak melibatkan diri

dalam situasi belajar mengajar.

Perubahan akan terjadi apabila yang belajar mengadakan reaksi
terhadap situasi yang diciptakan.

27

6. Perubahan tingkah laku berlangsung dari yang paling sederhana sampai
pada yang komlpleks. Pengenalan tanda-tanda merupakan tingkah laku
sederhana, sedangkan peranan norma merupakan tingkah laku yang
kompleks.

Pendapat diatas merupakan ciri yang membedakan belajar dari
kematangan, pertumbuhan atau insting dalam proses belajar terjadi perubahan
yang disengaja, dan tidak terjadi perubahan secara kebetulan, proses belajar yang
baik berlangsung secara efektif dibawah bimbingan pendidik, tanpa tekanan dan
paksaan, karena belajar pada dasarnya ditujukan oleh adanya perubahan tingkah
laku

melalui

pengalaman

pribadi

yang

tidak

disebabkan

kematangan,

pertumbuhan atau insting.

8. Teori-teori Belajar
Ada beberapa teori belajar yang dapat kita pahami sebagai prinsip secara
umum yang merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang
berkaitan dengan peristiwa belajar. Di bawah ini akan dijelaskan secara sepintas
beberapa teori dari belajar.
a. Teori Koneksionisme
Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh
Edward L. Thorndike (1874-1949). Teori ini mempunyai doktrin pokok, yaitu
hubungan antara stimulus dan respons, asosiasi-asosiasi dibuat antara kesan

28

pengadaan dan dorongan untuk berbuat. Itulah sebabnya, teori koneksionisme
juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Pshycology of Learning”. Istilah ini
menunjukan pada panjangnya waktu dan banyaknya jumlah kekeliruan dalam
mencapai suatu tujuan. (Hilgard dan Bower, 1975:234).
Berdasarkan penelitian Thordike, ia menemukan hukum belajar yang
disebut law effect, artinya jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, hubungan antara stimulus dan respons akan kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respons, semakin
lemah pula hubungan stimulus dan respons tersebut. Disamping law of effect,
Thorndike juga mengemukakan dua macam hukum lainnya yang masing-masing
disebut law of readiness dan law of exercise. Law of readiness (hukum
kesiapsiagaan) pada prinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa kepuasan
organisme berasal dari pendayagunaan satuan perantaraan. Unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu.
b. Teori Psikologi Kognitif
Teori psikologi kognitif adalah bagian dari sains kognitif yang telah
memberikan konstribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi
pendidikan. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses
internal, mental manusia. Dalam perspektif

psikologi kognitif, belajar pada

asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat
jasmaniah), meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam
hamper setiap peristiwa belajar siswa (Syah, 1996:106).

29

c. Teori “Organisme” atau Gestalt Mengenai Belajar
Belajar menurut teori ini bukanlah menghapal fakta-fakta akan tetapi
dengan menghadapi masalah-masalah atau problem yang dipecahkan dengan
menggunakan “the method of intelligence”. Menurut aliran ini, jiwa manusia
adalah suatu keseluruhan yang berstruktur.
Prinsip-prinsip belajar Gestalt (field theory) adalah sebagai berikut :
1. Belajar dimulai dari suatu keseluruhan, keseluruhan yang menjadi permulaan
baru menuju ke bagian-bagian.
2. Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi
dalam suatu keseluruhan, bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka
keseluruhan itu.
3. Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula anak melihat sesuatu
sebagai keseluruhan, bagian-bagian dilihat dalam hugungan fungsional dengan
keseluruhan. Kemudian lambat laun ia mengadakan diferensiasi bagian-bagian
itu dari keseluruhan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau kesatuan
yang lebih kecil.
4. Pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai
factor atau unsur dalam situasi yang problematik.
d. Teori Belajar Kondisioning
Sebagai ringkasan dapat diungkapkan bahwa teori

conditioning

berpandangan bahwa : lingkungan sangat besar peranannya dalam membentuk
tingkah laku baru; pengamatan membantu kita memahami jenis belajar ala
conditioning, dan tahap-tahap belajar berdasarkan teori ini dapat dijabarkan

30

menjadi unsur-unsur kecil; menurut teori conditioning hubungan stimulus
response terjadi secara mekanistik dan tidak bersifat dinamis; stimulus yang
spesipik akan menyebabkan individu merespons dan bukan stimulus yang
mengandung masalah untuk dipecahkan. (Natawidjaja, 1993:86).
Selain teori-teori belajar, hal lain yang perlu kita ketahui dalam proses
belajar mengajar ialah mengenai unsur-unsur belajar. Perbuatan belajar adalah
suatu proses yang kompleks. Proses itu sendiri sulit diamati, namun perbuatan
belajar atau tindakan belajar dapat diamati berdasarkan perubahan tingkah laku
yang duhasilkan oleh tindakan belajar tersebut. Karena itu untuk memahami suatu
perbuatan belajar diperlukan kajian terhadap perbuatan itu secara unsuriah.
Dengan kata lain, setiap perbuatan belajar mengandung beberapa unsur yang
bersifat dinamis. (Hamalik, 1999:50).
Prilaku belajar adalah prilaku yang cukup kompleks, karena banyak unsur
diantaranya adalah :
1. Tujuan yang ingin dicapai. Dibalik tingkah laku belajar ada unsur
keinginan, harapan, tujuan yang ingin dipenuhi. Keinginan dan harapan
tersebut mungkin sekedar kepuasan yang segera tercapai, mungkin juga
berantai dengan jangkauan yang lebih jauh, seperti keinginan melanjutkan
sekolah, keinginan memperoleh rengking satu.
2. Pola respons dan kemampunnya yang dimiliki atau kesiapannya. Setiap
individu memiliki pola yang dapat digunakan saat menghadapi situasi
belajar. Setiap individu mempunyai cara sendiri untuk merespon
lingkungannya. Cara yang digunakan individu sangat erat kaitannya

31

dengan kesiapan yang bersangkutan dalam merespon situasi yang
dihadapkan kepadanya.
3. Situasi belajar, yang dimaksud dengan situasi belajar disini adalah benda,
orang dan simbol yang ada di lingkungan belajar. Situasi tersebut
mengandung berbagai alternatif yang menuntut pilihan. Alternatif yang
dipilih dapat memberikan memberikan kepuasan dan dapat pula tidak
memuaskan pemilih.
4. Penafsiran situasi sebelum berbuat. Individu dihadapkan pada situasi
memilih proses penafsiran, situasi yang dihadapi. Individu harus
menentukan tindakan mana yang akan diambil, mana yang harus dihindari,
dan mana yang paling aman.
5. Reaksi atau respons. Respon merupakan kegiatan atau kesiapan internal
untuk berbuat. Respon itu dapat berbentuk kata-kata, dapat pula berupa
gerakan, perbuatan, kegiatan atau meningkatnya ketegangan dalam diri
individu.
6. Reaksi terhadap kegagalan. Sekiranya individu gagal mencapai tujuannya,
mungkin akan tumbuh kekecewaan pada dirinya, sehingga tidak mau
mencoba lagi. Akan tetapi ada kalanya individu yang gagal akan
mengadakan interpretasi baru dengan menyesuaikan responnya pada
tuntutan lingkungan. (Natawidjaja, 1993:75).

9. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

32

Dalam usaha menyiapkan situasi belajar yang efesien, perlu diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar itu. Sebenarnya terlalu banyak
faktor yang dapat diketahui yang mempengaruhi proses belajar. Suryadibrata yang
dikutip oleh sukardi (1983:30-35) mengklasifikasikan faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar diantaranya :
1. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa
a. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
b. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu
maju.
c. Adanya kemajuan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru baik dengan koperasi maupun dengan kompetities.
d. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman dengan cara
menguasai bahan pelajaran.
e. Adanya ganjaran/hukuman sebagai akibat dari pelajaran.
2. Faktor yang berasal dari luar diri siswa, yang digolongkan menjadi dua
golongan dengan catatan bahwa overlapping tetap ada, yaitu:
a. Faktor-faktor non sosial seperti udara, cuaca, waktu, tempat, alat-alat
untuk belajar dan lain-lain.
b. Faktor-faktor sosial dalam belajar seperti faktor manusia atau sesama
manusia.

33

Sedangkan Ali (1996:15) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang
dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan proses belajar yakni sebagai
berikut:
1. Kesiapan (readiness) yaitu kapasiti baik fisik maupun mental untuk
melakukan sesuatu.
2. Motivasi yaitu dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu.
3. Tujuan yang ingin dicapai.

Ternyata banyak sekali faktor yang mempengaruhi proses belajar. Menurut
Natawidjaja (1993:79) faktor-faktor itu pada dasarnya dapat dikelompokkan
menjadi enam kelompok, yaitu faktor:
1. Siswa.
2. Guru.
3. Interaksi guru-siswa.
4. Siswa sebagai kelopmpok.
5. Lingkungan fisik.
6. Pendorong dari luar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan dalam
tiga macam, yaitu:
1. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yaitu keadaan/kondisi
jasmani dan rohani siswa.

34

2. Faktor Eksternal (faktor dari luar diri siswa), yaitu kondisi lingkungan
sekitar siswa.
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yaitu jenis uapaya
belajar siswa yang meliputi strategi dari metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Berdasarkan penjelasan yang diuraikan di atas mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar siswa, dapat penulis simpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar (PBM),
bukan hanya faktor internal (dalam diri siswa), melainkan juga factor eksternal (di
luar siswa). dan yang menjadi salah satu indikator PBM berhasil selain terjadi
perubahan perilaku (kognitif, efektif dan psikomotor) siswa, juga dapat dilihat
dari partisipasi dan keaktifan siswa dalam PBM itu sendiri.

B. Program Pengajaran PKn
1. Pengertian PKn
Banyak pengertian yang diberikan oleh para pakar terhadap Pendidikan
Kewarganegaraan, diantaranya menurut Soemantri mengartikan PKn sebagai
“Seleksi, adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, Pancasila, UUD
1945 dan dokumen resmi Negara lainnya yang terorganisir dan disajikan secara
ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.”
Selain itu Depdiknas (2003) mengartikan pedidikan kewarganegaraan
sebagai :

35

Mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam
dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk
menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, termpil dan karakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki dua arti yaitu pertama, PKn sebagai bidang kajian
ilmu kependidikan yang merupakan seleksi dan adaptasi berbagai disiplin ilmu
sosial, humaniora dan nilai fisiofis-yuridis yang memfokuskan kepada
pembentukan karakter warga negara yang baik, yaitu warga negara yang religius,
cerdas, demokratis dan terampil dalam memahami, menilai dan mengambil
keputusan terhadap fenomena sosial secara interdisipliner. Kedua, PKn sebagai
program kurikulum wajib di tingkat persekolahan dan perguruan tunggi.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang studi tersendiri dalam program
kurikuler yang wajib.
Demikian pula diharapkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan agar
nilai-nilai, norma dan sikap tingkah laku yang dijabarkan dari sila yang tercantum
dalam Pancasila benar-benar terwujud dan menjadi bagian dari kehidupan seharihari..
Terdapat tiga ciri khas yang dimiliki mata pelajaran PKn, yakni meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan karakter kewarganegaraan. Ketiga hal tersebut
merupakan

bekal

bagi

peserta

didik

untuk

meningkatkan

kecerdasan

multidimensional yang memadai untuk menjadi warga Negara yang baik. Adapun

36

isi dari pengetahuan (body of knowledge) dari mata pelajaran PKN
diorganisasikan secara interdisipliner dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial
seperti ilmu politik, hokum, tatanegara, psikologi, dan berbagai kajian lainnya
yang berasal dari kemasyarakatan, nilai-nilai budi pekerti, dan hak asasi manusia
dengan penekanan kepada hubungan antar warga negara dengan warga negara,
warga negara dan pemerintah, serta warga negara dan warga dunia. (Pusat
Kurikulum/Puskur, 2003:3).
Daroeso (1986:77) mengatakan bahwa: Tinjauan aspek moral dalam
Pendidikan Kewarganegaraan adalah berhubungan dengan kesusilaan dan akhlak
meruapkan sikap dan tingkah laku perbuatan manusia yang sesuai dengan normanorma yang telah diakui dan diterima kebaikannya.
Dalam hal ini PKn adalah pendidikan nilai-nilai yang mendasari sikap dan
tingkah laku yang diharapkan dari perbuatan manusia yang sesuai dengan norma
yang telah diakui untuk dapat mencapai tujuan pendidikan moral. Pendidikan
Kewarganegaraan ini merupakan pendidikan nilai serta pendidikan yang membina
keyakinan dalam diri manusia dan Pendidikan Kewarganegaraan, tiada lain juga
merupakan pedidikan nilai-nilai moral Pancasila yang berhubungan dengan sikap
tingkah laku dan perbuatan manusia, hal ini merupakan sesuatu hal yang sangat
penting yang diakui dalam dirinya untuk mencapai tujuan pendidikan moral.
Adapun tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10)
adalah sebagai berikut:
a. Secara umum.
keberhasilan

Tujuan

pencapaian

PKn

harus

Pendidikan

ajeg

den

Nasional,

mendukung
yaitu

:

37

“Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki
kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b. Secara khusus. Tujuan Pkn yaitu membina moral yang diharapkan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang
memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama,
perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku
yang mendukung kerakyat yang mengutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga
serbedaan

pemikiran

pendapat

diatas

melalui

musyawarah

mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Sedangkan

Depdiknas

(2002:3)

mengemukakan

bahwa

tujuan

Pembelajaran Pkn adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai
berikut :
a. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu-isu
kewarganegaraan.

38

b. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dalam bertindak
secara cerdas dalam kegiatan kemasyarakatan, berbangsa dan
bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.

2. Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan
Margaret S. Branson (1999:8) mengidentifikasikan tiga komponen penting
dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu “Civic knowledge (pengetahuan
kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic
Disposition (watak-watak kewarganegaraan)”. Komponen

pertama, Civic

Knowledge “ berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya
diketahui oleh warga negara” (Branson, 1999:8). Aspek ini menyangkut
kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau
konsep politik, hukum dan moral.
Dengan demikian, mata pelajaran PKn merupakan bidang kajian
mutidisipliner. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan
meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi
manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non-

39

pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasarkan hukum (rule of law) dan
peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan normanorma dalam masyarakat.
Kedua, Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intellectual skills)
dan keterampilan berpartisipasi (participation skills) dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam
merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD.
Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan
kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas
terjadinya kejahatan yang diketahui.
Ketiga, Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan), komponen ini
sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantive dan esensial dalam
mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai
“muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan
visi, misi, dan tujuan mata pelajaran Pkn, karakteristik mata pelajaran PKn
diyandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain
yang bersifat afektif.
Untuk mencapai ketiga kompetensi tersebut diperlukan pembelajaran PKn
yang efektif, sehingga kompetensi-kompetensi tersebut bias dicapai. Dan untuk
bias menciptakan suasana pembelajaran PKn yang efektif, diperlukan sosok guru
yang efektif pula. Sukadi (2006:11) berpendapat bahwa guru efektif adalah “guru
yang mampu mendayagunakan (empowering) segala potensi yang ada dalam
dirinya dan di luar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

40

3. Fungsi Pembelajaran PKn
PKn sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan
memiliki fungsi yang sangat esensial meningkatkan kualitas manusia Indonesia
yang memiliki keterampilan hidup dagi diri, masyarakat, bangsa dan Negara.
Soemantri (2001:166) mengemukakan sebagai berikut :
Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk
memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi
internalisasi moral pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk
melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas
pribadi dan prilaku sehari-hari.

Sementa itu, Kosasih Djahiri (dalam Suriakusuma dkk, 1999:10.28)
menjelaskan bahwa “PPKN (sekarang PKn) memiliki fungsi peran sebagai: a)
pendidikan nilai-norma-moral Pancasila; b) pendidikan politik; c) pendidikan
keilmuan.”
Sebagai pendidikan Nilai-moral-norma Pancasila, PKn harus mampu
mengarahkan Warga Negara Indonesia untuk menanamkan konsep, nilai, moral
dan norma Pancasila secara komprehensif dan terintegrasi dalam berbagai dimensi
kehidupan. Di samping itu, PKn juga harus mengamalkan sila-sila dalam
Pancasila secara berkesinambungan dalam suati sistem hierarki. Melalui PKn,
Pancasila harus mendarah daging dalam sistem nilai dan keyakinan warga negara
sehingga menjadi penuntun sikap dan perilaku dalam berbagai dimensi kehidupan
sehari-hari.

41

C. pengertian Motivasi Belajar Siswa
1. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berpangkal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai
daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitasaktivitas tertentu demi mencapainya suiatu tujuan. Bahakan motif dapat diartikan
sebagai suatu kondisi kesiapsiagaan. Adapun menurut Mc. Donald (dalam
Sardiman, 1986), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya “feeling” dan di dahukui dengan tanggapan terhadap
adanya tujuan. Sementara itu Abin Syamsudin (1998 : 29) menjelaskan bahwa
“motivasi merupakan suatu keadaan yang kompleks (a complex state)

dan

kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu (organisme) untuk bergerak
(to move, motion, motive), ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak
disadari”. Motivasi juga dapat diartikan tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku
tertentu (Cropley : 1985).
Berdasarkan ketiga pengertian motivasi tersebut dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan alur penggerak yang ada dan dimiliki seseorang untuk
melakukan prilaku tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, baik yang
disadari maupun yang tidak disadari. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menumbuhkan kegiatan belajar. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang
bersifat non-intelektual. Perannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan

42

gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi
yang kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
Pengaruh motivasi terhadap keberlangsungan pembelajaran sangatlah besar,
bahkan Sardiman (2003:75) mengunggkapkan “seseorang siswa yang memiliki
intelegensia cukup tinggi, boleh jadi gagal karena kekurangan motivasi. Hasil
belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tepat”.
Maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa motivasi itu timbul karena adanya
dorongan-dorongan yang menggerakan seseorang untuk melakukan kegiatan
tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dalam proses pembelajaran
tentu saja motivasi sangat diperlukan, karena dengan adanya motivasi maka siswa
akan terangsang untuk belajar dengan giat. Peran guru dalam membangkitkan
motivasi belajar siswa amat diperlukan, karena motivasi bukan daja timbul dari
dalam diri sendiri, tetapi juga bisa dating dari luar diri siswa. Oleh karena itu
kontribusi dari guru untuk menimbulkan motivasi pada diri siswa sangatlah
diperlukan. Membangkitkan motivasi dalam diri siswa merupakan salah satu tugas
guru agar anak dapat melakukan belajar. Dengan demikian proses pembelajaran
dapat berjalan dengan baik dan dapatmembuahkan hasil yang optimal.
2. Kebutuhan dan Teori tentang Motivasi

Kebutuhan manusia senantiasa selalu berubah. Begitu pula motif, motivasi
yang selalu berkait dengan kedutuhan tentu akan berubah-ubah (bersifat dinamis),
sesuai dengan keinginan dan perhatian manusia. Relevan dengan soal kebutuhan
maka timbulah teori tetang motivasi. Dalam hal ini ada beberapa teori tentang

43

motivasi yang dikemukakan oleh Abraham Maslow yang mengacu pada lima
kebutuhan pokok yang disusun secara hirarkis. Tata lima tingkatan motivasi
secara secara hierarkis ini adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini
terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan,
kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas
lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang
mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang
tinggi bagi organisasi.
b. Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja. Kebutuhan ini mengarah
kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam
kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya
sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh
produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan
wewenangnya.
c. Kebutuhan sosial. Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat
(kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan
diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan
dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging
dalam organisasi.
d. Kebutuhan akan prestasi. Kebutuhan akan kedudukan dan promosi
dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya
seseorang serta prestise yang ditampilkannya.

44

e. Kebutuhan

mempertinggi

kapisitas

kerja.

Setiap

orang

ingin

mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan
kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan
seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita
diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan
kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri
dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi
yang lebih tinggi.

Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan
diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan
pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh
manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang
dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi
kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek
yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.

Disamping hal-hal di atas ada teori yang berkaitan dengan motivasi yang
diungkapkan oleh Sardiman (2003:82-83) yaitu sebagi berikut:
1. Teori Instink
Menurut teori ini tindakan diri menusia diasumsikan seperti tingkah laku
animal/binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu berkaitan dengan
instink atau pembawaan. Dalam memberikan respon terhadap adanya

45

kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari. Tokoh dari teori ini adalah Mc.
Dougall.
2. Teori Fisiologis
Teori ini juga disebut “behavior theories”. menurut teori ini semua
tindakan manusia itu berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan
kebutuhanorganik atau kebutuhan untuk kepentingan fisik. Atau disebut
sebagai kebutuhan primer, seperti kebutuhan tentang makan, minum,
udara dan lain-lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang.
Dari

teori

inilah

muncul

perjuangan

hidup,

perjuangan

untuk

mempertahankan hidup.
3. Teori Psikoanalitik
Teori ini mirip dengan teori instink, tetapi lebih ditekankan pada unsurunsur kejiwaan yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan
manusia, karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan ego. Tokoh
dari teori ini adalah Freud.
Sedangkan teori lain yang menerangkan tentang motivasi diungkapkan
oleh para ahli humanistic dan behavioristik. Para ahli humanistic menekankan
pentingnya motivasi dalam diri sendiri. Motivasi dalam diri ini merupakan
keinginan dasar yang mendorong individu mencapai berbagai pemenuhan segala
kebutuhan diri sendiri. Dianjurkan peranan dari seorang guru menurut ahli

46

humanistik untuk mendorong berkembangnya rasa ingin tahu dan minat siswa
dalam belajar.
Lain halnya dengan pendekatan humanistik, para ahli behavioristik lebih
menekankan pada rangsangan dari luar yang akan menumbuhkan motivasi.
Dengan demikian untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa tergantung
daripengaturan lingkungan. Dianjurkan para guru menurut ahli behavioristik
untuk memberikan hadiah (reward) dan penguatan lainnya untuk menumbuhkan
rangsangan sehingga siswa mau belajar.
3. Sifat Motivasi
Berdasarkan pengertian di atas dan analitis motivasi yang telah
dikemukakan di atas, pada pokoknya motivasi memiliki dua sifat:
1. Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dadi dalam diri individu
sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain. Motivasi ini sering disebut
“motiovasi murni”, atau motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari
dalam diri siswa.
Oemar Hamalik (2003:112) mengemukakan bahwa :
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang mencangkup dalam situasi belajar
yang bersumber dari kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa
sendiri. Motivasi ini sering disebut motivasi murni, atau motivasi yang
sebenarnya yang timbul dari dalam diri peserta didik.

47

2. Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh
dari luar individu, ap;akah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan
dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan
sesuatu. Motivasi ekstrinsik diperluakn di sekolah sebab pembelajaran di
sekolah tidak semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuahn
siswa.
Tiga komponen utama dalam motivasi:
1. Kebutuhan,
2. Dorongan,
3. Tujuan.
Secara garis besar Oemar Hamalik (1992) menjelaskan, ada tiga fungsi
motivasi, yaitu:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini meruapakn langkah
penggerak dari setiap kegiatan yang dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.
3. Menyeleksi perbautan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi trujuan tersebut.
Ada beberapa strategi yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran, yakni:

48

1. Menjelaskan tujuan belajar ke siswa. pada permualaan belajar mengajar
seharusnya

terlebih

dahulu

guru

menjelaskan

mengenai

Tujuan

Instruksional Khusus (TIK) pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa.
Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2. Hadiah. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan
memacu semangat mereka untuk bias belajar lebih gait. Di damping itu,
siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bias mengejar siswa
yang berprestasi. Ada bermacam-macam hadiah, yaitu ada yang berbentuk
simbul, penghargaan, kegiatan dan benda.
3. Saingan atau kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara
siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnay, berusaha memperbaiki
hasil prestasi yang telah dicaapi sebelumnya.
4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan
penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
5. Hukuman. Hukumkan diberiakn kepada siswa yang berbuat kesalahan
sesaat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberiakn dengan harapan
agar siswa tersebut mau marubah diri dan berusaha memacu motivasi
belajarnya.
6. Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar. Strateginya adalah
dengan memberiakan perhatian maksimal ke siswa.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
8. Membantu kesulitamn belajar siswa secara individual maupun kelompok.
9. Menggunakan metode yang bervariasi.

49

10. Menggunakan media yang baik, serta harus sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Tiap siswa memilikikemampuan indera yang tidak sama,
baik pendengaran maupun penglihatannya, demikian juga kemampuan
berbicara. Ada yang lebih senang membaca, dan sebaliknya.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Motivasi belajar dapat timbul karena factor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan
serta dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Motivasi belajar adalah
dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk
mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator
atau unsur yang mendukung.
Motivasi erat kaitannya dengan pembelajaran, hal ini dikarenakan pada
saat siswa belajar kama dengan sendiriny siswa akan terdorong untuk melakukan
sesuatu demi tercapainya tujuan pembelajaran. Pada saat belajar mengajar dimulai
para peserta didik sudah mempunyai tekad bahwa saatnya mereka mengikuti
kegiatan belajar mengajar. Jadi mereka dituntut untuk mencapai hasil yang
terbaik, maka dari situlah muncul sebuah motivasi yang dapat membangkitkan
gairah siswa untuk belajar demi tujuan yang diharapkan, dengan demikian secara
langsung tingkah laku yang dimiliki oleh siswa pun akan ikut berubah menjadi
lebih baik sejalan dengan kaitannya untuk merubah diri menjadi yang lebi baik
demi tercapainya suatu tujuan yang diharapkan.
Motivasi

juga

dikatakan

serangkaian

usaha

untuk

menyediakan

serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga
seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan

50

berusaha untuk meniadakan perasaan tidak suka itu. Dalam kegiatan belajar,
motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa
untuk menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan
belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subjek belajar dapat dicapai.
Ada beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan acuan, yaitu:
1. Prinsip kompetensi
Yang dimaksud dengan prinsip kompetensi adalah persaingan secara sehat
baik inter maupun antar pribadi. Dengan persaingan yang seaht timbul
motivasi untuk bertindak secara lebih baik.
2. Prinsip memacu
Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada
pemacu tertentu, pemacu ini berupa informasi, nasihat, amanat,
peringatan, percontihan dan sebagainya.
3. Prinsip ganjaran dan hukuman
Ganjaran yang diterima oleh seseorang dapat meningkatkan motivasi
untuk melakukan tindakan yang menimbulkan ganjaran itu. Demikian pula
dengan hukuman yang diberikan dapat menimbulkan motivasi untuk tidak
lagi melakukan tindakan yang menyebabkan hukuman itu.
4. Kejelasan dan kedekatan tujuan
Makin jelas dan makin sekat suatu tujuan, maka akan makin mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan.
5. Pemahaman hasil

51

Hasil yang dicapai seseorang akan merupakan balikan apa yang telah
dilakukannya, dan itu semua dapat memberikan motivasi untuk melakukan
tindakan selanjutnya.
6. Pengembangan minat
Motivasi seseorang cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan
memiliki minat yang besar dalam melakukan tindakannya.
7. Lingkungan yang kondusif
Lingkungan yang kondusif baik lingkungan fisik, sosial, maupun
psikologis dapat menumbuhkan dab mengembangkan motivasi untuk
melakukan sesuatu yang baik dan produktif.
8. Keteladanan
Perilaku pengajar (guru) secara langsung atau tidak langsung mempunyai
pengaruh terhadap perilaku siswa baik yang sifatnya positif maupun
negatif.
Dari kutipan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa motivasi
belajar meruapakan aspek yang sangat penting untuk berlangsungnya suatu
pembelajaran, dan dengan motivasi pun siswa akan mampu memahami apa yang
sedang ia pelajari dan mampu melakukan sesuatu yang lebih baik lagi. Selain itu,
motivasi juga dapat timbul bukan hanya dari faktor intern akan tetapi dari faktor
ekstern yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang terutama siswa sebagai
peserta didik.